Anda di halaman 1dari 152

MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP

KETERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
KABUPATEN KUTAI TIMUR

DRUG MANAGEMENT FOR DRUG SUPPLY IN PHARMACY’S


INSTALATION GENERAL HOSPITAL KUDUNGGA OF SANGATTA
EAST KUTAI

ADELHEID

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR
2018
ii

MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP


KETERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
KABUPATEN KUTAI TIMUR

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mancapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

disusun dan diajukan oleh

ADELHEID

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
v

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis dengan judul “Manajemen pengelolaan obat terhadap

ketersediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit umum daerah

Kudungga Sangatta kabupaten Kutai Timur”

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan

Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Tesis ini terwujud atas usaha kerja keras yang tak terhingga

dengan harapan hasilnya yang maksimal, hal ini tentu tidak diperoleh

dengan mudah melainkan atas bantuan dan motivasi dari berbagai pihak,

baik bantuan moril maupun materil selama proses penelitian hingga

penyelesaian tesis ini. Karena itu, perkenankanlah penulis untuk

menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam dan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. A. Indahwaty Sidin, MHSM, selaku

Ketua Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH selaku

Anggota Komisi Penasihat atas segala kesabaran, waktu, bantuan,

bimbingan, nasehat, arahan dan juga saran yang diberikan selama ini

kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya

penulis sampaikan pula kepada Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc., Prof. Dr.
vi

dr. M. Alimin Maidin, MPH, Prof. Dr.dr. Muh. Tahir Abdullah, M.Sc., MSPH

selaku Penguji yang telah memberikan arahan, saran dan masukan demi

perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,M.A selaku Rektor Universitas

Hasanuddin Makasar.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, dan

seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan dan bantuan

kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Ridwan Mochtar Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas

Hasanuddin.

5. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Konsentrasi

Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar,

dalam mengarahkan penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.

6. Direktur RSUD Kudungga Sangatta, dr Anik Istiyandari, MPH. dan

seluruh karyawan RSUD Kudungga Sangatta yang telah memberikan

izin dalam membantu sehubungan dengan lancarnya kegiatan

penelitian.
vii

7. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit

atas segala ilmu yang dicurahkan.

8. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah

Sakit. Terima kasih kerjasama dan motivasinya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah

memberikan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.

Tidak lupa penulis haturkan juga terima kasih yang tak terhingga

kepada ayah tercinta alm. Marthen Buntukaraeng dan ibunda tercinta

almh. Sarce Saratu’ Palullungan, kedua mertua saya bapak Jaman

Sembiring dan ibu Sada Arih Ginting, serta suami tercinta Sejahtera

Suranta Rasmana Sembiring dan anak-anak tersayang Vici Gabriel

Pratama Sembiring, May Angel Sembiring, dan Frendly Ardeo Langi

Karaeng Sembiring yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi

serta semangat yang tak henti. Semoga Tuhan yang Maha Esa akan

membalas semua kebaikan bapak/ibu/saudara/i, teman-teman serta

keluargaku tercinta.

Semoga hasil karya ini dapat memberikan manfaat, menjadi

sumber informasi dan perbaikan yang lebih baik bagi kinerja organisasi

rumah sakit khususnya terhadap manajemen pengelolaan obat di

instalasi farmasi rumah sakit.

Akhirnya, manusia tidak pernah luput dari kekhilafan, Jika dalam

hasil penelitian ini terdapat kekurangan, baik dalam hal sistematika, pola
viii

penyampaian dan bahasa di luar kemampuan penulis, hal ini tidak

terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa sehingga

penulis sangat berterima kasih dan mengharapkan adanya kritik dan

saran demi kesempurnaan hasil penelitian ini.

Makassar, Januari 2017

Penulis
ix
x
xi

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................... iv
PRAKATA ......................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN………………………………..................... ....... 1


A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Kajian Masalah ................................................................... 7
C. Rumusan Masalah .............................................................. 10
D. Pertanyaan Penelitian ......................................................... 11
E .Tujuan Penelitian ................................................................ 11
F. Manfaat Penelitian ............................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………............ ...... 13


A. Rumah Sakit………………………………………………….... 13
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit…………………………… .... 15
C. Manajemen Obat…………………………………………… .... 17
D. Persediaan Obat……………………………………………. ... 33
E .Pelayanan Obat untuk Pasien Rawat Jalan…………….. .... 36
xii

F. Penelitian terdahulu………………………..………………. .... 39


G. Mapping Teori…………………………………………........ .... 43
H. Kerangka Teori…………………………………………..... ..... 44
I. Kerangka Konsep…………………………………………... ... 45
J. Defenisi Konsep…………………………………………... ...... 49

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 52


A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................ 52
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 53
C. Informan Penelitian ............................................................. 54
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………… ... 55
E Teknik Analisa Data………………………………………... .... 56
F. Pengecekan Validitas Temuan…………………………… .... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 60


A. Gambaran Umum RSUD Kudungga ................................... 60
B. Hasil Penelitian ................................................................... 71
C. Pembahasan ....................................................................... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 109


A. Kesimpulan……………………......................................... .... 109
B. Saran .................................................................................. 112

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 113


LAMPIRAN .......................................................................................... 118
xiii

DAFTAR TABEL

nomor halaman
1. Proporsi resep pasien rawat jalan yang terlayani di apotek
IFRS umum daerah Kudungga Sangatta tahun 2016 ...................... 4

2. Proporsi resep pasien rawat jalan menurut status pasien di


apotek IFRS umum daerah Kudungga Sangatta tahun 2016 ........ 5

3. Penelitian terdahulu ......................................................................... 39

4. Karateristik responden di RSUD Kudungga Sangatta ..................... 72

5. Persentase dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat


tahun 2014, tahun 2015 dan tahun 2016 ......................................... 75

6. Data Stok Obat Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta


Tahun 2015 dan Tahun 2016 ............................ 81

7. Daftar obat kadaluarsa di instalasi farmasi RSUD Kudungga


Sangatta tahun 2015 dan tahun 2016 ..................... 83

8. Rata-rata waktu pelayanan resep obat jadi di instalasi farmasi


RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017 ......................... 85

9. Rata-rata waktu pelayanan resep racikan di instalasi farmasi


RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017 ........................................... 85

10. Persentase peresepan obat generic di instalasi farmasi RSUD


Kudungga Sangatta tahun 2016 ................................................... 87
xiv

DAFTAR GAMBAR
nomor halaman

1. Skema kajian masalah ..................................................................... 7

2. Siklus pengelolaan di rumah sakit ................................................... 19

3. Mapping teori ................................................................................... 43

4. Kerangka teori ................................................................................ 44

5. Kerangka konsep penelitian ............................................................ 48

6. Struktur organisasi RSUD Kudungga Sangatta ............................... 68

7. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta .... 70


xv

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Pedoman wawancara 119

2. Tabel hasil penelitian 122

3. Perbandingan standar pengelolaan obat dengan hasil


penelitian 129

4. Dokumentasi wawancara di RSUD Kudungga 1341


xvi

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

BPJS Badan penyelenggara jaminan sosial

FEFO First expired first out

FIFO First in first out

IGD Instalasi gawat darurat

IFRS Instalasi farmasi rumah sakit

KFT Komite farmasi dan terapi

MCU Medical center unit

PBF Pedagang besar farmasi

PPK - BLUD Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah

RSUD Rumah sakit umum daerah

RBA Rencana bisnis anggaran

SDM Sumber daya manusia

SIM Sistem informasi manajemen

TDR Tanda Daftar Rekanan

TOR Turn Over Ratio

ODD One daily doses

UDD Unit dosis dispensing

VEN Vital, esensial, non esensial

WHO World health organization


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di

rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal

tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333 /

Menkes/ SK / XII / 1999 tentang Standar

Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi

rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem

pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu (Depkes

RI,1999).

Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

rumah sakit dapat dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang

rasional dan berorientasi kepada pelayananan pasien, penyediaan obat

yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat ( Siregar,

2004).

Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen

terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Menurut standar DEPKES RI

bahwa anggaran untuk biaya obat-obatan di rumah sakit menyerap

sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan

farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan

1
2

efisien, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

pasien dan rumah sakit.

Rumah sakit selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan

yang dapat memenuhi kepuasan pasien sesuai dengan standar profesi

yang ditetapkan dan juga sesuai dengan kode etik. Peningkatan kualitas

pelayanan yang dimaksud tidak semata-mata diberikan oleh tenaga medis

dan para medis tetapi menyangkut seluruh aspek yang terkait dengan

pelayanan kepada pasien termasuk pelayanan farmasi.

Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu segi

manajemen rumah sakit yang penting, karena mempunyai tujuan adalah

agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup

dan terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.Pengelolaan

obat di rumah sakit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang

menyangkut fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengadaan,

distribusi, dan penyimpanan serta penggunaan obat (Quick et al, 1997).

Perencanaan obat meliputi kegiatan untuk menentukan jenis dan

jumlah obat yang diperlukan untuk periode pengadaan yang akan datang.

Perencanaan dapat dilakukan dengan metode komsumsi, metode

epidemiologi dan metode kombinasi.

Pengadaan adalah suatu proses untuk mendapatkan perbekalan,

dalam hal ini obat/barang farmasi untuk menunjang kegiatan pelayanan

rumah sakit.
3

Penyimpanan merupakan suatu proses kegiatan menempatkan

perbekalan farmasi pada tempat yang dinilai aman dan memenuhi syarat.

Distribusi merupakan suatu proses , mulai dari permintaan sampai

penyerahan kepada petugas kesehatan dan pasien. Sistem distribusi obat

dapat dilaksanakan dengan system floor stock, order individu, system

kombinasi dan pelayanan tunggal. Proses penggunaan obat dimulai dari

permintaan obat oleh dokter sampai dengan penyerahan obat kepada

pasien. Untuk menggungkapkan pola penggunaan obat. World Health

Organization telah menentukan beberapa indikator penggunaan obat.

Efektif dan efisiensi pelayanan medik tercermin dari cara peresepan

tenaga medis baik yang rasional dan yang tidak rasional. Peresepan yang

tidak rasional dikelompokkan sebagai berikut; (1) peresepan boros; (2)

peresepan berlebihan; (3) peresepan salah; (4) peresepan majemuk; dan

perespan kurang.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta

merupakan bagian unit pelayanan penunjang, yang terdiri dari Instalasi

farmasi unit rawat jalan dan instalasi farmasi rawat inap. Dalam

melaksanakan kegiatannya didukung oleh sejumlah tenaga sebanyak 29

orang yang terdiri 10 orang Apoteker dan 11 orang Asisten apoteker, 8

tenaga admnistrasi.

Dari laporan tahunan rumah sakit diperoleh data jumlah

pasien yang dilayani poliklinik pada tahun 2016 sebanyak 41.358 orang

dengan jumlah lembar resep yang masuk di apotik IFRS sebanyak


4

22.256 lembar. Proporsi jumlah resep pasien poliklinik yang dilayani oleh

apotik IFRS tahun 2016 bisa dilihat dari Tabel 1

Tabel 1. Proporsi Resep Pasien Rawat Jalan Yang Terlayani Di Apotek


IFRS Umum Daerah Kudungga, Tahun 2016

Persentase
Jumlah Jumlah lembar
Lembar resep resep yang
Bulan Pasien Resep yang
yang dilayani dilayani
Poliklinik keluar dari Poli
(%)
Rawat Jalan
Januari 3329 2996 1802 60,15
Februari 4038 3634 1941 53,41
Maret 3711 3340 1970 58,98
April 3823 3441 2081 60,48
Mei 3418 3076 1979 64,34
Juni 3070 2763 1867 67,57
Juli 3000 2700 1429 52,93
Agustus 3420 3078 1910 62,05
September 3089 2780 2035 73,20
Oktober 3470 3123 2095 67,08
November 3754 3379 1376 40,72
Desember 3236 2912 1771 60,82
Total 41358 37222 22256 59,79
Sumber : Data Informasi Cakupan Pelayanan RSUD kudungga Sangatta

Bila dilihat dari tabel tersebut di atas, tampak selisih antara jumlah

pasien yang dilayani di poliklinik dengan jumlah resep yang keluar dari

poliklinik rawat jalan hal ini disebabkan karena tidak semua pasien

mendapatkan resep dokter. Pasien tidak mendapatkan resep dokter

karena kemungkinan pasien hanya periksa laboratorium, radiologi,

physiotherapi, dan pasien yang keadaannya tidak memerlukan obat.

Adapun jumlah pasien rawat jalan dan jumlah resep yang dilayani

oleh Apotik IFRS bila dikelompokkan berdasarkan status pasien dapat

dilihat Tabel 2
5

Tabel 2. Proporsi Resep Pasien Rawat Jalan Menurut Status Pasien Di


Apotik IFRS Umum Daerah Kudungga Sangatta Tahun 2016

No Status Pasien Rawat Jalan Resep Yang


. Pasien dilayani
Jumlah Jumlah lembar Persen Jumlah Persen
pasien Resep yang (%) Lembar (%)
keluar dari Poli
Rawat Jalan
1. Umum 14385 12947 34,78 9111 70,37
2. BPJS 19009 17108 45,96 9873 57,71
3 Perusahaan 4143 3729 10,01 1715 46,00
4. SKTM/Jamk 3821 3439 9,24 1557 45,27
esprov
Total 41358 37223 100 22256 59,79
Sumber : Data Informasi Cakupan Pelayanan RSUD Kudungga Sangatta

Berdasarkan wawancara awal dengan manajemen RSUD

Kudungga didapatkan data bahwa manajemen menargetkan 80% resep

masuk ke apotek Instalasi Rawat Jalan dari total pasien yang

mendapatkan resep.

Tabel 2 menunjukkan bahwa Apotik IFRS Umum Daerah Kudungga

Sangatta selama tahun 2016 hanya melayani 70,37 % resep umum ,

57,71 % resep pasien BPJS, perusahaan sebanyak 46,00 % serta resep

pasien SKMT/Jamkesprov sebanyak 45,27 % .Dari data tersebut berarti

sekitar 29,63% pasien umum, 42,29 % pasien BPJS, 54,00% pasien

perusahaan dan Jamkesprov sebanyak 54,73 % tidak mengambil obat di

Apotik IFRS tetapi mungkin mengambil obatnya ke apotek swasta yang

ada disekitar rumah sakit.. Melihat presentase tidak mengambil obat di

apotek IFRS bagi pasien dari umum, BPJS, perusahaan dan jamkesprov

sangat rendah yaitu rata-rata 59,79 % dari seluruh lembar resep yang

dikeluarkan dari poliklinik yang artinya target RS tidak tercapai hal ini
6

disebabkan karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan.

Permasalahan tersebut dapat terlihat dari data adanya perbedaan antara

rencana kebutuhan obat dengan jumlah obat yang tersedia pada tahun

2016.

Data ketersediaan obat di rumah sakit daerah Kudungga Sangatta

Kutai Timur pada tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat

yang tersedia untuk 10 jenis penyakit terbanyak hanya 51,8 persen dari

total perencanaan kebutuhan obat. Rendahnya presentase jumlah obat

dari rencana kebutuhan menandakan bahwa obat tersebut belum dapat

disediakan dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan

sehingga menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar.

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan terkait ketersediaan obat ,

maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui proses pengelolaan

persediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Kudungga Sangatta Kutai timur.


7

B. Kajian Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat di

identifikasi faktor yang memungkinkan permasalahan yang ditemukan

terkait ketersediaan obat di IFRSUD Kudungga dengan skema sebagai

berikut :

Rendahnya presentase
pengambilan obat pasien
BPJS, Jamkesprov dan
perusahaan

Perencanaan Rendahnya Ketersediaan Pengang-


obat IFRS garan

Pengadaan Penyimpanan Pendistribusian

Gambar 1. Gambar Skema Kajian Masalah

Berdasarkan gambar skema di atas maka secara teoritis dapat

diurai kemungkinan berpengaruh terhadap rendahnya ketersediaan obat

di IFRS UD Kudungga sebagai berikut :

1. Perencanaan

Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan

jenis, jumlah, dan harga obat yang sesuai dengan kebutuhan dan

anggaran untuk periode pengadaan yang akan datang. Perencanaan

dipengaruhi berbagai hal seperti beban epidemiologi penyakit, keefektifan


8

obat terhadap suatu penyakit dan dipertimbangkan pula harga obat

(Budiono dkk, 1999). Dalam pengelolaan obat yang baik, perencanaan

sebaiknya dilakukan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap

akhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Gambaran

penggunaan obat dapat diperoleh berdasarkan data riel konsumsi obat

(metode konsumsi) atau berdasarkan data riil pola penyakit (metode

morbiditas) dan gabungan dari kedua metode tersebut (Quick dkk, 1997).

2. Penganggaran

Penganggara merupakan suatu mekanisme penting pengelolaan

obat. Untuk dapat melakukan penganggaran yang sesuai dengan

kebutuhan, maka diperlukan adanya suatu data pendukung yang

memadai. Data yang diperlukan untuk mendukung penyusunan anggaran

antara lain: data kompilasi penggunaan obat per tahun, data kompilasi

biaya perbekalan farmasi per tahun, data biaya obat per kasus per tahun

dan data sisa stok stok. Tujuan penganggaran agar dapat memenuhi

kebutuhan obat di rumah sakit. Salah satu komponen penunjang yang

sangat vital dalam pengelolaan perbekalan farmasi adalah ketersediaan

anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan

perbekalan farmasi di rumah sakit. ( Menkes RI, 2010) untuk itu perlu

dilakukan penelitian tentang bagaimana sistem penganggaran yang ada di

RSUD Kudungga Sangatta.


9

3. Pengadaan

Pengadaan adalah suatu proses untuk mendapatkan barang atau

obat yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah

sakit. Termasuk dalam pengadaan adalah pengambilan keputusan dan

tindakan untuk menentukan jumlah obat yang spesifik, harga yang harus

dibayar, kualitas obat yang diterima, pengiriman barang tepat waktu,

proses berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga berlebihan.

Pemborosan waktu, tenaga dan dana akan meningkatkan biaya obat dan

akan menurunkan kualitas pelayanan rumah sakit. Pengadaan merupakan

faktor terbesar menyebabkan pemborosan maka perlu dilakukan efisiensi

dan penghematan biaya. Agar proses pengadaan dapat berjalan lancar

dan teratur diperlukan struktur komponen berupa personil yang terlatih

dan menguasai permasalahan pengadaan, metode dan prosedur yang

jelas, sistem informasi yang baik, serta didukung dengan dana dan

fasilitas yang memadai (Budiono dkk, 1999).

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan obat dengan

cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai

aman, mengatur obat agar mudah ditemukan kembali pada saat

diperlukan, mengatur kondisi ruang dan penyimpanan agar obat tidak

mudah rusak/hilang, serta melakukan pencatatan dan pelaporan obat.

Selain persyaratan fisik, penyimpanan obat juga memerlukan prasyarat


10

yang lebih spesifik serta pengaturan yang rapi. Hal ini dikarenakan obat

memerlukan perlakuan tersendiri seperti: suhu tertentu, memerlukan

pengamanan yang ketat, zat yang eksplosif dan pencahayaan tertentu.

Obat luar harus disimpan terpisah dari obat dalam. Obat diatur sesuai

sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), serta

obat yang hampir kadaluwarsa diberi tanda agar bisa selalu dimonitor

(Quick dkk, 1997).

5. Distribusi

Distribusi merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi

di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien

rawat inap dan rawat jalan serta untuk penunjang pelayanan medis.

Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau

oleh pasien dengan mempertimbangkan antara lain: efisiensi dan

efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau desentralisasi,

sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi

(DepKes RI, 2004).

C. Rumusan Masalah

Bagaimana proses perencanaan, penganggaran, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Umum Daerah Kudungga Kutai Timur


11

D . Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka dalam penelitian ini

dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?

2. Bagaimana proses penganggaran obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?

3. Bagaimana proses pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?

4. Bagaimana proses penyimpanan obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?

5. Bagaimana proses pendistribusian obat di Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :

Untuk mengetahui sistem pengelolaan obat pada layanan IFRS-UD

Kudungga Sangatta Kutai Timur

Tujuan Khusus :

1. Untuk menganalisis proses perencanaan obat di IFRS-UD

Kudungga Sangatta Kutai Timur

2. Untuk menganalisis proses penganggaran obat di IFRS-UD

Kudungga Sangatta Kutai Timur.


12

3. Untuk menganalisis proses pengadaan obat di IFRS-UD Kudungga

Sangatta Kutai Timur

4. Untuk menganalisis proses penyimpanan obat di IFRS-UD

Kudungga Sangatta Kutai Timur

5. Untuk menganalisis proses pendistribusian obat di IFRS-UD

Kudungga Sangatta Kutai Timur.

F . Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmiah

Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian

selanjutnya, serta menambah pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan yang lebih aplikatif dan kemampuan manajerial di

bidang manajemen pelayanan kesehatan khususnya mengenai

pengelolaan obat di Rumah Sakit.

2. Bagi Praktisi

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

manajer untuk mengetahui strategi apa yang sebaiknya diterapkan

untuk meningkatkan pendapatan dan pelayanan dengan cara

mengurangi persentase resep yang tak terlayani.

3. Bagi Peneliti

Mendapatkan pengalaman untuk melakukan penelitian, sehingga

dapat menunjang kepentingan dalam tugas dimasa yang akan

datang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009

tentang Rumah Sakit pasal 1 menyatakan bahwa rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripuma yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan

kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan

kesehatan (promotif) pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratij) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatij) yang

dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan .

Rumah sakit juga merupakan salah satu dari sarana kesehatan

tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan

adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, bertujuan menciptakan deraj at kesehatan yang optimal

bagi masyarakat (Siregar, 2004).

Dalam Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit pasal 5 menjelaskan fungsi rumah sakit antara lain

yaitu:

a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan sesuai

13
14

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai dengan kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan

pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu

pengetahun bidang kesehatan.

Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pasal 6, 10, dan 14, berdasarkan

bentuk layanan kesehatan dan kemampuan pelayanan adalah

sebagai berikut:

a. Rumah Sakit kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis

dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan

medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis.

Mempunyai tempat tidur minimal 400 tempat tidur.

b. Rumah Sakit kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis

dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan


15

medik spesialis lain dan 2 pelayanan medik sub spesialis.

Mempunyai tempat tidur minimal 200 tempat tidur.

c. Rumah Sakit kelas C harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik

spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik.

Mempunyai tempat tidur minimal 100 tempat tidur.

d. Rumah Sakit kelas D harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik

spesialis dasar, Mempunyai tempat tidur minimal 50 tempat tidur.

B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi

atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua

kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan

rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian

adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,

pengelolaan obat pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi

obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Tugas

Utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan

langsung kepada penderita, sampai pada pengendalian semua

perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah


16

sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan, maupun untuk

semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).

Pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang

bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi

semua lapisan masyarakat (Depkes, 2004). Tujuan tujuan pelayanan

farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan yang paripurna sehingga

dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara

pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu

pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh

farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien,

aman, rasional dan terjangkau (Maimun, 2008). Pelaksanaan

pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu (Purwanti, 2003):

1. Pelayanan Obat Non Resep

Merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan

pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk

semua medikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa

resep yang meliputi obat wajib di apotik (OWA), obat bebas

terbatas (OBT), dan obat bebas (OB).

2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan

tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk


17

memberi informasi tentang obat barn atau obat yang sudah ditarik.

Apoteker hendaknya aktif mencari masukan tentang keluahan

pasien terhadap obat-obatan yang dikonsumsi.

3. Pelayanan Obat Resep

Pelayanan resep sepenuhnya tanggng jawab apoteker pengelola

apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang tertulis

dalam resep dengan obat lain.

4. Pengelolaan Obat

Kompotensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang

pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat,

melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien.

C. Manajemen Obat

Pengelolaan obat merupakan satu aspek manajemen yang

penting, oleh karena ketidakefisiensinya akan memberi dampak

yang negatif terhadap sarana kesehatan baik secara medis

maupun ekonomis. Pengelolaan obat di rumah sakit meliputi tahap-

tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian

serta penggunaan yang saling terkait satu sama lainnya, sehingga

harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing dapat

berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing- masing

tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai dan

penggunaan obat yang ada (Indrawati dkk, 2001).


18

Menurut Aditama (2003), bahwa fungsi manajemen obat

membentuk sebuah siklus pengelolaan (1) fungsi perencanaan dan

proses penentuan kebutuhan, mencakup aktifitas menetapkan

sasaran, pedoman dan pengukuran penyelenggaraan bidang

logistik, (2) fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk

merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala

standar, (3) fungsi pengadaan, merupakan kegiatan memenuhi

kebutuhan operasional sesuai fungsi perencanaan dan penentuan

kepada instansi pelaksana, (4) Fungsi Penerimaan, penyimpanan

dan penyaluran, diadakan melalui fungsi pengadaan dilakukan oleh

instansi pelaksana, (5) fungsi pemeliharaan, merupakan proses

kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan

daya hasil barang inventaris, dan (6) fungsi penghapusan, berupa

kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban

yang berlaku, serta (7) fungsi pengendalian, merupakan usaha

untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan

logistik.

Pengendalian obat perlu dilakukan dari tahap perencanaan

sampai dengan penggunaan obat. Pengendalian dilakukan pada

bagian perencanaan yaitu dalam penentuan jumlah kebutuhan,

rekapitulasi kebutuhan dan dana. Pengendalian juga diperlukan

pada bagian pengadaan yaitu dalam pemilihan metode pengadaan,

penentuan rekanan, penentuan spesifikasi perjanjian dan


19

pemantauan status pemesanan. Di bagian penyimpanan

pengendalian diperlukan dalam penerimaan dan pemeriksaan obat.

Sedangkan pengendalian di bagian distribusi diperlukan dalam hal

pengumpulan informasi pemakaian dan review seleksi obat.

Sebagaimana digambarkan dalam siklus berikut ini:

Perencanaan

Penggunaan Pengendalian/ Pengadaan

Distribusi koordinasi

Penyimpanan

Gambar 2. Siklus Pengelolaan Obat Rumah Sakit

(Aditama 2003)

Obat sebagai salah satu unsur penting bagi pengobatan,

mempunyai kedudukan sangat strategis dalam upaya

penyembuhan dan operasional RS. Di RS pengelolaan obat

dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Panitia

Farmasi dan Terapi (PFT) dan terkait erat dengan anggaran RS.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2008) dbahwa pengelolaan

obat terdiri dari beberapa siklus kegiatan yaitu :


20

1. Perencanaan Obat

Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam

pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai

dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan

obat dengan menggunkan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah

ditentukan antara lain konsumsi, Epidemiologi, kombinasi metode

konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang

tersedia (Kementerian kesehatan RI, 2004).

Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi

obat sebelumnya. Perencanaan kebutuhan obat menurut pola

konsumsi mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :

pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan perkiraan

kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan

alokasi dana. Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi

dapat dihitung dengan rumus berikut:

A = (B+C+D ) -E

Keterangan :

A = Rencana Pengadaan

B = Pemakaian rata rata x 12 bulan

C = Buffer stock (10%- 20%)

D = Lead time 3 - 6 bulan

E = Sisa stok
21

Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh

akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit

maupun standar pengobatan. jika data konsumsi lengkap pola

penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka

kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil.

Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan

obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan

obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas

yang baik (Depkes RI,2004).

Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan,

frekuensi penyakit dan standar pengobatan. Keunggulan metode

epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran,

standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki pola

penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain

membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit

diperoleh secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang

baik.

Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan

cara analisis VEN dan analisis ABC. Analisis VEN adalah suatu

cara untuk mengelompokkan obat yang berdasarkan kepada

dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial,

yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat-obat penyelamat


22

(life saving drugs), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok

dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab

kematian terbesar.

2. Kelompok E adalah obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat

yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

3. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang yaitu obat-

obat yang kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk

menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan

(Ratnaninggrum, 2002)

Menurut Suciati (2006), analisa ABC dilakukan dengan

Mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu:

a) Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari

jumlah dana obat keseluruhan.

b) Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.

c) Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari

jumlah dana obat keseluruhan.

Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C:

a) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat

dengan cara kuantum obat x harga obat.

b) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.


23

c) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.

d) Hitung kumulasi persennya.

e) Obat kelompok A termasuk dalam 70%.

f) Obat kelompok B termasuk dalam 20%.

g) Obat kelompok C termasuk dalam 10%.

Suciati dan Adisasmito (2006) dalam penelitiannya dapat diambil

kesimpulan antara lain :

1. Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di

Rumah Sakit yaitu standarisasi obat atau formularium, anggaran,

pemakaian periode sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang,

lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola penyakit,

standar terapi, penetapan kebutuhan obat dengan menggunakan

ABC Indeks Kritis.

2. Penggunaan ABC Indeks Kritis secara efektif dapat membantu

Rumah sakit dalam membuat perencanaan obat dengan

mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai investasi, kekritisan

obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial dan non

essensial. Standar terapi merupakan aspek penting lain dalam

perencanaan obat karena akan manjadi acuan dokter dalam

memberikan terapinya.
24

2. Pengadaan Obat

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan adalah sebuah

tahapan yang penting dalam manajemen obat dan menjadi sebuah

prosedur rutin didalam sistem manajemen obat yang berlalu di

banyak negara. Sebuah proses pengadaan yang efektif akan

menjamin ketersediaan obat dalam jumlah yang benar dan harga

yang pantas serta kualitas obat yang terjamin (Kementerian

Kesehatan RI, 2008).

Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan

pengadaan obat yang tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh

harga yang murah, menjamin semua obat yang dibeli memenuhi

standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga tidak

terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang

handal dengan service memuaskan, dapat menentukan jadwal

pembelian untuk menekan biaya pengadaan dan efisien dalam

proses pengadaan.

Menurut WHO (1999), ada empat strategi dalam pengadaan

obat yang baik (a) Pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal

dengan jumlah yang tepat, (b) Seleksi terhadap supplier yang dapat

dipercaya dengan produk yang berkualitas, (c) Pastikan ketepatan

waktu pengiriman obat, (d) Mencapai kemungkinan termurah dari

harga Total.
25

3. Penyimpanan Obat

Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan : 1) dibedakan menurut bentuk sediaan

dan jenisnya, 2) dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya, 3)

mudah tidaknya meledak/terbakar, 4) tahan tidaknya terhadap cahaya

disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan

perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.Pengaturan penyimpanan obat

dan persediaan adalah sebagai berikut

a. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara

bersamaan di atas rak. ‘Kesamaan’ berarti dalam cara pemberian

obat (luar,oral,suntikan) dan bentuk ramuannya (obat kering atau

cair)

b. Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan

prosedur FEFO (First Expired First Out). Obat dengan tanggal

kadaluwarsa yang lebih pendek ditempatkan di depan obat yang

berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal

kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima dibelakang

obat yang sudah ada.

c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan

prosedur FIFO (First In First Out). Barang yang baru diterima

ditempatkan dibelakang barang yang sudah ada

d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan

pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara


26

pemusnahan.

Indikator penyimpanan obat yaitu:

1) Kecocokan antara barang dan kartu stok,indikator ini digunakan

untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah

dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan

pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi

obat dan kekosongan obat.

2) Turn Over Ratio (TOR), indikator ini digunakan untuk mengetahui

kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli,

didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR

akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti

mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula

sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal,

3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak,

indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit,

4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai

sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO,

5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan

untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak

mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan,

6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang

menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa

pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding


27

terbalik dengan nilai TOR

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) dalam Standar

Akreditasi RS menjelaskan bahwa obat bisa disimpan dalam tempat

penyimpanan, di dalam pelayanan farmasi atau kefarmasian, atau di

unit asuhan pasien pada unit—unit farmasi atau di nurse station dalam

unit klinis. Standar 1 menyiapkan mekanisme pengawasan bagi

semua lokasi dimana obat disimpan. Dalam semua lokasi tempat obat

disimpan, hal berikut ini adalah jelas :

a) Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas produk;

b) Bahan yang terkontrol (controlled substances) dilaporkan secara

akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku

c) Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk

mempersiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi,

tanggal kadaluwarsa dan peringatan;

d) Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali

merupakan kebutuhan klinis yang penting dan bila disimpan dalam

unit asuhan dilengkapi dengan pengaman untuk mencegah

penatalaksanaan yang kurang hal-hal (diberi nilai pada Sasaran

Keselamatan Pasien).

e) Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik

sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan

secara benar; dan

f) Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identfikasi dan


28

penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien

4. Pendistribusian Obat

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS

untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan

rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi

dirancang atas dasar kemudahan untuk di jangkau oleh pasien dengan

mempertimbangkan : 1) efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, 2)

metode sentralisasi atau desantrilisasi, 3) sistem floor stock, resep

individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.

Ada beberapa metoda yang dapat digunakan oleh IFRS dalam

mendistribusikan perbekalan farmasi dilingkungannya. Adapun metoda

yang dimaksud antara lain :

a. Resep Perorangan

Resep perorangan adalah orderl resep yang ditutis dokter untuk

tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan

distribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep.

b. Sistem Distribusi Persediaan Lengkap Di Ruang

Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah

tatanan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai dengan

yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari

persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/ unit

perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan

kepada pasien di ruang tersebut (Siregar, J.P.Ch,2004).


29

5. Penggunaan Obat

Penggunaan obat oleh pasien ditentukan bagaimana cara

persepan, dispensing (penyerahan obat), dan cara pemakaian.

Menurut Tjiptoherjanto dan Soesetyo (1994) dokter bertindak

sebagai agen bagi pasiennya yang kurang mempunyai informasi

tentang segala sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan

yang akhirnya mengacu kepada situasi di mana dokterlah yang

secara efektif sering bertindak untuk melakukan permintaan

(demanding).

Dokter membutuhkan beberapa informasi agar penulisan

resep dapat dituliskan secara rasional (Wirtoatmodjo,1990).

Informasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Informasi mengenai ketersediaan obat yang jenis, jumlah, mutu

dan harga yang sesuai di dalam formularium

2. Pedoman diagnosis dan terapi.

Setelah adanya informasi tersebut di atas maka dokter dapat

menuliskan resep secara tepat, cepat dan dengan harga yang

terjangkau. Penulisan resep yang rasional dapat mempengaruhi

proses penyerahan obat.

Proses penyerahan obat (dispensing process) adalah mulai

dari persiapan permintaan obat sampai dengan penyerahan obat

kepada pasien (Quick el al, 1982). Ada 5 hal yang penting

diperhatikan dalam proses dispensing (IFRS-DS, 1990).


30

1. Mengetahui dengan jelas obat apa yang dibutuhkan

2. Mengumpulkan data mengenai obat tersebut

3. Membuat formulasi (mencampur, menghitung, dan menuang)

4. Memberi label

5. Menyalurkan (menyerahkan obat)

Sebelum memberikan suatu jenis obat, petugas harus

mengetahui obat apa yang dibutuhkan oleh pasien. Petugas

harus dengan jelas membaca dan mengetahui obat yang

dipesan atau ditulis dokter supaya tidak terjadi kesalahan

penyerahan obat yang dipesan atau ditulis dokter supaya tidak

terjadi kesalahan penyerahan obat. Setelah semua dilakukan

dengan jelas maka petugas membuat formulasi, artinya bila

diperlukan mencampur maka dilakukan pencampuran, bila tidak

dibutuhkan pencampuran dilakukan perhitungan. Tugas

perhitungan harus dilakukan secara teliti, karena bila kurang

pengobatan tidak efektif sedangkan kalau kelebihan dapat

menyebabkan kerugian.

Tidak efektifnya manajemen obat menurut WHO (1998) dapat

dilihat dari :

1. Kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak

jenis obat

2. Kelebihan persediaan (over stock) jenis obat tertentu

3. Penyediaan obat yang tidak merata


31

4. Perimbangan manfaat biaya (cost-effectiveness) yang tidak

baik

5. Pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional

6. Cara peresepan yang tidak rasional dan efektif

7. Penyimpangan atau distorsi kebutuhan obat.

Menurut Mulyadi (1996) komsumen akan memilih

produsen yang mampu yang menghasilkan produk yang

memiliki mutu dan harga yang murah. Harga murah hanya

dapat dihasilkan oleh produsen yang secara terus menerus

melakukan perbaikan terhadap aktivitas penambah nilai.

Penggunaan obat oleh pasien harus dipertimbangkan

berdasarkan konsep, suatu aktivitas yang menambah nilai bagi

customers, sehingga customers memperoleh manfaat (benefit)

dari pengorbanan (sacrifice) yang dilakukan. Protabilitas perlu

dipandang dari konsep manajemen menyeluruh, bukan hanya

difokuskan pada bidang yang sempit : penjualan obat kepada

pasien. Protabilitas rumah sakit ditentukan oleh (1) kemampuan

menghasilkan pendapatan dengan dengan menyediakan

customers value, (2) kemampuan mengelola pengorbanan

sumber daya hanya untuk aktivitas yang menambah nilai bagi

customers (value added activities), (3) kemampuan

menhasilkan laba memadai sebanding dengan investasi yang

dilakukan. Market-driven strategy adalah suatu cara berfikir


32

manajemen yang memberi prioritas kepada persyaratan pasar

atau komsumen dibandingkan dengan keterbatasan teknologi

yang dimiliki oleh perusahaan. Pada strategi ini perhatian

manajer harus diberikan terhadap perkembangan pasar dan

apa yang diinginkan oleh konsumen, dengan strategi ini

manajer dipaksa untuk menghilangkan hambatan teknoli untuk

memenuhi kebutuhan konsumen, sehingga manajer

bertanggung jawab untuk mencari terobosan-terobosan baru

untuk memnuhi kebutuhan pasar.

Efisiensi, suatu keadaan/derajat/tingkat dimana

ketersediaan obat tidak menambah beban atau menurunkan

pembiayaan. Perbekalan yang efisien dapat diartikan

perbekalan yang efektif dan relatif tidak mahal, sedangkan

stockout merupakan keadaan yang tidak efektif

(Suryawati,1997).

Menurut Handoko (1992), pengendalian persediaan

merupakan fungsi manajemen yang penting karena nilai

persediaan merupakan nilai yang sangat besar. Makin besar

nilai barnag yang disimpan akan semakin besar opportunity cost

dan apabila sering mengalami kekurangan persediaan, maka

akan terjadi kerugian akibat kekosongan barang. Bila tidak

dilakukan pengendalian persediaan barang di gudang, maka


33

akan berdampak pada kekosongan obat atau persediaan yang

berlebih sehingga biaya persediaan menjadi besar.

Ciri-ciri system distribusi yang well-managed (Suryawati,

1997)

1. Mutu obat/barang farmasi terjamin.

2. Manajemen barang optimal

3. Barang diperlukan ada setiap saat.

4. Adanya informasi keperluan obat untuk masa datang

5. sedikit /tidak ada obat /barang yang rusakj /hilang/expire

date

D. Persediaan Obat

Manajemen persediaan merupakan suatu cara

mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan

yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu

konsep mengelola sangat penting diterapkan agar tujuan

efektifitas dan efisiensi tercapai. Manajemen persediaan yang baik

merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu perusahaan

untuk melayani kebutuhan konsumen dalam menghasilkan suatu

produk layanan yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan

tidak tepatnya waktu kedatangan barang yang telah dijadualkan

dapat membuat suatu kepanikan apabila stok persediaan habis,

sebaliknya kelebihan persediaan menimbulkan biaya tambahan


34

seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko penyusutan yang

kerap kali kurang diperhatikan pihak manajemen

Menurut Crandall dan Markland (1996) dalam Titta H.S

(2008), strategi manajemen persediaan berdasarkan jenis

permintaannya dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Provide. Pada kondisi ini perusahaan berusaha untuk selalu

memiliki kapasitas yang mencukupi untuk memenuhi

permintaan puncak pada sepanjang tahun. Sehingga

perusahaan cenderung memiliki kelebihan kapasitas. Hal ini

dilakukan karena perusahaan tidak ingin kehilangan penjualan

atau tidak mampu memberikan pelayanan terhadap

pelanggannya.

2. Match. Perusahaan berusaha untuk mengantisipasi pola

permintaan sehingga perusahaan dapat mengubah tingkat

kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada saat

permintaan tinggi, perusahaan mempunyai beberapa strategi

untuk meningkatkan kapasitasnya dan disaat permintaan

rendah, perusahaan juga memiliki beberapa strategi untuk

mengurangi jumlah kapasitas.

3. Influence. Perusahaan yang termasuk dalam jenis ini adalah

perusahaan yang mampu mengubah pola permintaan

konsumennya dan mampu mendayagunakan sumber-sumber

yang dimilikinya dengan lebih berdaya guna.


35

4. Control. Perusahaan dengan jenis permintaan ini adalah

perusahaan dengan tipe jasa yang unik dan membutuhkan

biaya sumber daya yang tinggi untuk

mampu menyrediakan kapasitas ataupun pelayanan seperti

yang telah dijanjikan kepada konsumennya. Sebagai hasilnya

perusahaan berusaha untuk menjaga agar variasi permintaan yang

terjadi dapat seminimum mungkin. Rumah sakit adalah perusahaan

jasa yang membutuhkan persediaan dalam pelayanan jasanya.

Salah satu jenis persediaan yang dibutuhkan oleh pihak rumah

sakit dan sangat penting adalah persediaan obat. Rumah sakit

perlu menyediakan jenis dan jumlah obat tertentu untuk melayani

dan menyembuhkan pasiennya. Masalah yang dihadapi oleh pihak

rumah sakit adalah jenis dan jumlah obat yang harus disediakan

tersebut berbeda untuk periode waktu yang berbeda. Ketersediaan

obat adalah kecukupan obat (dalam bulan) di gudang obat farmasi.

Obat digolongan menurut VEN yaitu Vital, Essensial, dan Non

Essensial

Hasil penelitian menurut Crandall-Markland (1996) dalam

Titta H.S (2008) menunjukkan bahwa rumah sakit cenderung

menggunakanprovide dan match sebagai strategi permintaannya,

artinya bahwa rumah sakit cenderung untuk mempunyai kapasitas

yang dapat memenuhi permintaan terutama pada permintaan tinggi

atau puncaknya, kapasitas berlebih dianggap lebih baik


36

dibandingkan kehilangan kesempatan melayani pasiennya; atau

rumah sakit mempunyai kecenderungan untuk melakukan antisipasi

pola permintaan sehingga rumah sakit dapat mengubah kapasitas

sesuai dengan yang dibutuhkan, dalam hal ini peramalan

mempunyai arti yang sangat penting.

Dalam pengendalian persediaan terdapat tiga kemungkinan

yang dapat terjadi yakni stockout, stagnant, dan obat yang

dibutuhkan sesuai dengan yang ada di persediaan. Stockout adalah

manajemen persediaan terdapat sisa obat akhir kurang dari jumlah

pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan disebut stockout

(Waluyo, 2006). Stockout adalah sisa stok obat pada waktu

melakukan permintaan obat, stok kosong (Setyowati dan Purnomo,

2004).Obat dikatakan stagnant jika sisa obat pada akhir bulan lebih

dari tiga kali rata-rata pemakaian obat per bulan (Muzakin,2008).

E. Pelayanan Obat Untuk Pasien Rawat Jalan

Pasien rawat jalan berbeda banyak hal dengan pasien rawat

inap, pasien yang dirawat di Rumah Sakit selalu berada dalam

lingkungan yang secara rutin diawasi dimana tanda-tanda penting

yang terjadi juga dicatat secara rutin, pengobatan dijadwal dan

diberikan oleh tenaga medis terdidik yang professional, dan pasien

ditempatkan disuatu tempat yang khusus. Sebaliknya pasien rawat

jalan biasanya berada dalam lingkungan yang tidak terkontol sehingga

tanda-tanda penting yang terjadi diantara waktu kunjungannya ke


37

klinik tidak dicatat, dan kadang-kadang mungkin obat yang digunakan

oleh pasien tidak teratur.

Dihadapan pada masalah demikian, disamping melayani resep

dengan benar, petugas apotek harus menyediakan pelayanan yang

diperluas yaitu memberikan informasi kepada pasien agar lebih

mengerti tentang obat-obat yang mereka gunakan (IFRS-DS, 1990).

Lokasi IFRS untuk pasien rawat jalan hendaknya berdekatan

dengan poliklinik. Instalasi Farmasi rawat jalan sebaliknya dipisahkan

dari intalasi rawat inap. Tentu hal ini membutuhkan perencannan untuk

transportasi obat dan pengiriman dari instalasi farmasi pusat ke

instalasi farmasi rawat jalan, juga penambahan tenaga perlu dipikirkan

untuk pengambilan obat dari instalasi farmasi pusat. Bila instalasi

farmasi rawat jalan satu dengan instalasi rawat inap, maka loket untuk

pasien rawat jalan dipisah dari pasien rawat inap agar ahli farmasi

dapat memberikan informasi sejelas-jelasnya (IFRS-DS, 1990). Pada

instalasi farmasi yang banyak dikunjungi pasien rawat jalan, bila

pasien harus menunggu, digunakan kartu bernomor untuk mengenali

dan mengerjakan resepnya. Juga lebih baik menggunakan prosedur

ban berjalan untuk mempercepat pelayanan, selain cara seperti ban

berjalan untuk mempercepat pelayanan juga dapat dilakukan

pengemasan obat dan mengikuti formulirium rumah sakit dengan ketat.

Pengemasan obat ini dapat dilaksanakan dengan kerjasama unit-unit

terkait seperti dokter poliklinik dan Komite Farmasi dan Terapi. Obat
38

yang digunakan sepanjang tahun dapat dikemas sesuai dengan

kebutuhan pasien sehingga dapat mempercepat pelayanan (IFRS-DS,

1990).
F. Penelitian terdahulu

Tabel 3. Penelitian terdahulu

Penulis Tujuan Lokasi Rancangan Sampel Hasil Perbedaan dengan


(tahun) penelitian Penelitian Ini

Nurul qiyam Mengetahui RSUD.dr.Soedjono Deskriptif Instalasi farmasi, Managemen obat sudah Perbedaan waktu ,tempat
,dkk (2010) manajemen Selong Lombok Kualitatif bagian keuangan baik dan benar ,obyek penelitian serta
pengelolaan Timur. dan bagian berdasarkan 5 indikator hanya menggunakan
obat logistik pengelolaan obat variabel penyimpanan
obat

Anna Melakukan RSUD Hadji Deskriptif Tim pengadaan Proses pengadaan obat Perbedaan waktu,
Apriyanti,dkk evaluasi sistem Boejasin Pelaihari Kualitatif obat. menggunakan dana APBD tempat, obyek penelitian
pengadaan Obat dan hanya menggunakan
terhadap variabel pengadaan obat
ketersediaan
obat
Akhmad Mengetahui RS.PKU Kualitatif dan Direktur Efisiensi pada tahap Perbedaan ,waktu dan
Fakhriadi dkk efisiensi Muhammadiyah kuantitatif Rs,Bagian selection,procurement,dist tempat penelitian dan
(2011) pengelolaan Temanggung. Farmasi dan ribution dan use menggunakan metode
obat dan pihak terkait kuantitatif
gambaran
managemen
pendukungnya.
M.Roni dkk Menganalisa RSUD Ambarawa deskriptif Instalasi farmasi Sistem pengelolaan ,obat Perbedaan waktu,
(2016) dan dan logistik tidak efektif tempat, obyek
mengevaluasi penelitian.dan hanya
sistem menggunakan variabel
pengelolaan distribusi

39
obat
Penulis Tujuan Lokasi Rancangan Sampel Hasil Perbedaan dengan
(tahun) penelitian Penelitian Ini
Deviana,dkk Mengetahui RS panti wilasam Studi kasus, Instalasi farmasi Perencanaan obat Perbedaan
(2016) pengeloaan obat Citarum Semarang deskriptif rs, logistik menggunakan waktu,tempat,objekdan
pasien BPJS. analitik formularium. hanya menggunakan
variabel perencanaan
obat.’
Guswani Mengetahui RSUD lanto daeng Deskriptif Kepala instalasi perencanaan metode pola Perbedaan
(2016) pengelolaan pasewang jeneponto kualitatif farmasi,direktur penyakit,pengadaan sistem tempat,waktu,objek dan
manajeman obat RS tender tidak memasukkan
variabel anggaran

Saparuddin Menganalisis Dinas Kesehatan Metode Kepala dinas Penganggaran Manajemen Sumber anggaran
Latu (2011) Manajemen Jaya Wijaya Propinsi kualitatif kesehatan, kepala Obat di Instalasi Farmasi melalui alokasi dana
Obat Di Papua gudang farmasi melalui Musrembang dan otonomi khusus.
Instalasi dinas kesehatan, alokasi dana dari otonomi
Farmasi Dinas kasubid farmasi khusus .
Kesehatan
Pendistribusian dilakukan
dengan perhitungan Stok
optimum Penghapusan
obat yang kadaluarsa
dilakukan sesuai pedoman
pemusnahan obat dan
petunjuk teknis dari badan
POM Jayapura

40
Tujuan Lokasi Sampel Hasil Perbedaan dengan
Penulis Rancangan
Penelitian Ini
(tahun) penelitian
Djemi J Untuk instalasi farmasi Metode Direktur rs, Perencanaan obat belum Ada menggunakan
Rantung menganalisis RSUD Kanujoso kualitatif kepala IFRS, selesai dengan prinsip Indikator penggunaan
(2015) manajemen Djatiwibowo dokter, bagian dasar manajemen obat yaitu persentase
pengelolaan Balikpapan perencanaan dan pengelolaan obat, metode peresepan obat diluar
obat yang pengadaan, KFT, pembelian dengan cara formularium,
mempengaruhi kasie penunjang pembelian langsung, menganalisis
stock out di medik, kabid sering terjadi tertunda perbandingan antara item
instalasi farmasi penunjang medik pembayaran obat, obat tersedia dengan
RSUD Kanujoso penyimpana obat secara daftar obat di
Djatiwibowo FEFOdan FIFO, waktu formularium
Balikpapan tunggu pelayanan obat
tergolong lama, peresepan
obat generic masih rendah

Nurlinda,dkk Mengetahui RSUD kabupaten Deskriptif Kepala instalasi Perencanaan dengan Perbedaan
(2016) manajemen pangkep kualitatif farmasi, gudang nmetode konsumsi dan tempat,waktu,objek dan
pengelolaan perbekalan, morbiditas.pengadaan obat tidak memasukkan
obat penanggung dengan pembelian variabel anggaran obat
jawab rawat jalan langsung atau lelang.
dan inp, proses penyimpanan,
administrasi dan masih belum memenuhi
mutu instalasi standar Pendistribusian
farmasi dilakukan dengan sistem
distribusi resep individu

41
Penulis Tujuan Lokasi Rancangan Sampel Hasil Perbedaan dengan
(tahun) penelitian Penelitian Ini
Khadijah Untuk Rumah Sakit Umum Metode Kabid Proses Perencanaan Obat Hasil penelitian bahwa
Bachtiar menganalisi Daerah Kota Kualitatif penunjang, KFT, di RSUD kota Makassar proses perencanaan,
pengelolaan Makassar IFRS, gydang sudah sesuai standar pengadaan, penerimaan
obat farmasi, kasubid operasional Rumah Sakit obat sudah sesuai
penunjang medik dengan metode konsumsi. standar.
Proses Pengadaan Obat di
RSUD Kota Makassar
sesuai standar operasional
rumah sakit dengan
metode pengadaan
langsung. Proses
penerimaan obat RSUD
kota Makassar sudah
sesuai standar operasional
rumah sakit. Perencaan
obat dilakukan dengan
baik sesuai fungsinya
Hasratna ,dkk Gambaran RSUD Kabupaten Deskriptif Instalasi Perencanaan metode Perbedaan waktu,tempat
(2016) pengelolaan Muna kualitatif farmasi,direktur kombinasi,pengadaan ,objek dan tidak
obat ,kepala gudang dengan tender, menggunakan variabel
menyimpanan kurang penganggaran obat
memadai

42
43

G. Mapping teori

Input Proses Out put

Siregar (2004), - Aditama (2003) - Handoko (1992)


Aditama (2007), Siklus pengelolaan
Pengendalian persediaan
- SDM obat
- Dana obat
- Prosedur - Depkes (2004)
- Setyowati dan Purnomo
- Kebijakan Perencanaan obat
- Distributor (2004) Stock out
- Kepmenkes
- Waluyo (2006)
(2008), WHO
Wijono (2000) (1999) Pengadaan Stock out
- Manajemen obat
administrasi - Muzakin (2008)
- Keuangan -Kepmenkes (2012) Obat Stagnant
- Peralatan Penyimpanan obat:
- Crandall-Markland (2008)
- Tenaga
kesehatan - Siregar, J.P.Ch Strategi manajemen
(2004)
persediaan.
Pendistribusian
obat
- Pudjaningsih, D., 1996
- Quick el al (1982) penilaian TOR,
Proses penyerahan persentase obat
obat kadaluarsa, persentase
stok mati, persentase nilai
Seto (2004), Depkes stok akhir
(2008), Depkes
(2003) - Quick et al, 2012

- Perencanaan Stock out


- Penganggaran Stock opname
- Pengadaan
- Penyimpanan
- Pendistribusian

Depkes RI (1990),
kemenkes RI (2012),
Donal J.B (2006)
- Pengadaan
- Persediaan
- Penyimpanan
- seleksi

Gambar 3. Mapping teori


44

H. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan oleh peneliti adalah seto

(2008). Teori ini cocok digunakan untuk melihat gambaran

pengelolaan persediaan obat. Dalam teori ini, pengendalian

persediaan di pengaruhi oleh fungsi-fungsi manajemen yang

merupakan suatu siklus kegiatan yang saling berhubungan yaitu

perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian, dan penghapusan. Dari fungsi-fungsi tersebut,

keseluruhannya saling berhubungan satu sama lain secara tidak

langsung. Adapun Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagaiberikut:

Perencanaan dan
peramalan kebutuhan

Penganggaran

penghapusan

Pengendalian Pengadaan
persediaan

pendistribusian Pemeliharaan dan


penyimpanan

Sumber : Seto (2008)


Gambar 4. Kerangka teori
45

I. Kerangka Konsep

Berdasarkan hasil telaah pustaka yang telah dilakukan, maka

ditemukan model hubungan pengaruh variabel yang mendasari

kerangka teori dan menyajikan varibel-variabel independen yang

memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap

rendahnya ketersediaan obat, yang pada penelitian ini dinyatakan

sebagai variabel dependen. Dari model teoritis ini juga dapat dipelajari

alur pengaruh antara variabel-variabel independen terhadap variabel

dependen (rendahnya ketersediaan obat yang berpengaruh terhadap

rendahnya persentase resep).

Dalam mencapai suatu tujuan penilitian tidak harus mengikut setiap

variabel yang terlihat dalam model teoritis untuk menyelesaikan

masalah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Berangkat

dari perkiraaan seperti dikemukakan di atas dan telaah pustaka yang

telah dilakukan dapat dibuat resume, variabel-variabel independen

yang dianggap mempunyai pengaruh positif terhadap rendahnya

ketersediaan obat di Rumah Sakit.

Resume hasil telaah pustaka yang telah dilakukan tersebut

mempelihatkan variabel-variabel yang terikat dalam system

pengelolaan obat, yakni :

a) Perencanaan

b) Pengadaan

c) Penerimaan
46

d) Penyimpanan

e) Pendistribusian

f) Pengendalian

g) Penghapusan

h) Pencatatan dan Pelaporan

Dari semua variabel yang terlihat dalam model teoritis tersebut

ditentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan dalam penelitian

ini dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. Variabel-variabel yang dipilih diasumsikan memiliki pengaruh positif

atau negatif yang kuat dengan rendahnya ketersediaan obat di

Apotek IFRS-UD Kudungga Sangatta

b. Variabel-variabel yang dipilih juga diduga peka terhadap

perubahan-perubahanan dalam manajemen pengelolaan obat.

c. Secara teknis variabel-variabel tersebut layak diteliti dengan alasan

sebagai berikut :

a) Cara pengumpulan datanya yang memungkinkan untuk

dilakukan

b) Kontrol kualitas data dapat dilakukan

c) Tersedia waktu yang cukup untuk melakukan penelitian tersebut

d) Kualitas dan kuantitas tenaga yang dimiliki memungkinkan.

e) Kualitas dan kuantitas peralatan yang diperlukan tersedia

f) Tersedianya dana.
47

Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat disusun alur pikir

penelitian. Penelitian ini akan menganalisis tentang pengelolaan obat

di Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur yaitu

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan

penganggaran.

. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari

3 bagian yaitu input, proses, dan output. Dalam pendekatan sistem,

setiap bagian menjadi suatu rangkaian yang saling berkaitan satu

dengan yang lainnya. Input pengelolaan persediaan obat terdiri dari

SDM, anggaran, sarana&prasarana, dan kebijakan. Proses dari

pengelolaan persediaan terdiri dari perencanaan, pengganggaran,

pengadaan, pendistribusiaan, dan penghapusan. Sedangkan output

dari pengelolaan persediaan adalah tersedianya persediaan obat yang

efektif dan efisien.

Dari uraian yang dikemukakan di atas disusun kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:


48

Input :
SDM
Sarana/Prasarana
Input :
SIM
SDM
Kebijakan

Proses :

Perencanaan

Penganggaran

Pengadaan

Penyimpanan Output :

Ketersediaan Obat di RS
Pendistribusian

Pengendalian

Penghapusan

Pencatatan/Pelaporan

Monitoring/Evaluasi

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Gambar 5. Kerangka konsep penelitian


49

J. Defenisi Konsep

1. Perencanaan

Yang dimaksud dengan perencanaan adalah kegiatan untuk

mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan

kebutuhan untuk menghidari terjadinya kekosongan obat dan

meningkatkan penggunaan secara rasional, yang dinilai secara

kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dengan key

person tentang kebijakan obat yang diterapkan di Rumah Sakit,

peran dan fungsi komite farmasi dan terapi, sistem perencanaan

obat yang dilakukan di Rumah Sakit, peran dokter poliklinik dalam

penyusunan obat dalam formularium rumah sakit, dan penilaian

dengan menggunakan indikator perencanaan yaitu: ada tidaknya

tim perencanaan, aktif tidaknya tim perencanaan, metode

perencanaan yang dibuat, persentase dana yang tersedia.

2. Penganggaran

Yang dimaksud dengan penganggaran adalah dana yang

disediakan oleh pihak rumah sakit untuk menunjang

kegiatanpengelolaan obat di gudang farmasi, Penilaian dilakuan

secara kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada

key person tentang jumlah dana yang disediakan dan

dipergunakan untuk pengelolaan persediaan obat di RS.


50

3. Pengadaan

Yang dimaksud dengan pengadaan adalah proses yang

meliputi pembiayaan, pemilihan pemasok, dan pembelian.

Penilaian dilakuan secara kualitatif dengan melakukan wawancara

mendalam kepada key person tentang sumber dana untuk obat dari

mana saja, jumlah dana yang tersedia terhadap kebutuhan riil, cara

pemilihan pemasok, dan cara pembilian. Penilaian menggunakan

indikator pengadaan yaitu seleksi supplier, metode pembelian,

frekuensi pengadaan tiap item obat, frekuensi tertunda pembayaran

terhadap waktu yang telah ditetapkan dan persyaratan kontrak.

4. Penyimpanan

Yang dimaksud penyimpanan obat adalah proses

pengaturan atau penataan obat pada tempat memenuhi syarat utu

mempertahankan agar kondisi obat dalam keadan baik. Penilaian

dilakukan secara kualitatif dengan melakukan wawancara secara

mendalam kepada key person yang berkaitan erat dengan proses

penyimpanan obat di IFRS Umum Daerah. Penilaian dilakukan

dengan menggunakan indikator penyimpanan yaitu; penyimpanan,

Turn Over Ratio (TOR), persentase Obat kadaluarsa, persentase

nilai akhir stock.


51

5. Pendistribusian

Yang dimaksud dengan pendistribusian obat adalah

pemberian obat secara individu kepad pasien. Penilaian dilakukan

dengan mengunakan indikator pendistribusian obat yaitu : Rata-

rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ketangan

pasien, persentase resep oleh dokter poliklinik, dispensing

(penyerahan obat) dan cara pemakaian. Penilaian dilakukan secara

kualitatif dengan melakukan wawancara pada dokter yang bertugas

di poliklinik tentang apakah dokter mendapatkan informasi obat

yang bersedia, keterlibatan dokter dalam penyusunan formularium,

pengetahuan dokter tentang formularium. Penilaian dengan

menggunakan indikator penggunaan obat yaitu: Persentase

penulisan resep dengan obat generic, persentase resep sesuai

dengan formularium rumah sakit.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai

metode alamiah (Moleong, 2007). Jenis pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan fenomenologi

. Penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali,

dan menafsirkan arti dan peristiwa-peristiwa, dan hubungan dengan

orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu. Ini biasa disebut dengan

penelitian kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap

fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial yang alamiah yang

berdasarkan kenyataan lapangan (empiris) (Moleong, 2007). Pendekatan

fenomenologi berusaha memahami makna dari suatu peristiwa atau

fenomena yang saling berpengaruh dengan manusia dalam situasi

tertentu.

52
53

Pada penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah tentang

pengelolaan manajemen persediaan obat di Instalasi farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai timur. Dimana dalam penelitian ini peneliti

mencoba untuk menggali informasi dengan melakukan wawancara,

observasi dan mengumpulkan data sekunder untuk mendukung informasi

yang didapat dari hasil wawancara dalam upaya untuk memperoleh data

tentang bagaimana manajemen pengelolaan obat yang dilakukan oleh

pihak-pihak yang terkait di RSUD Kudungga Sangatta.

Penelitian kualitatif dilakukan untuk memperoleh informasi secara

mendalam tentang bagaimana proses manajemen pengelolaan obat mulai

dari perencanaan, pengadaan, pengganggaran, penyimpanan dan

distribusi.

Alasan peneliti menggunakan metode penelitian secara kualitatif

karena merupakan penelitian yang sederhana dan mudah dilakukan (tidak

memerlukan pemahaman mengenai statistik yang terlalu dalam) dan

metode ini dapat mengetahui cara pandang obyek penelitian lebih

mendalam yang tidak bisa diwakili dengan angka-angka statistik. Metode

kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena

yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.

B. Tempat dan waktu penelitian

Lokasi penelitian yang terpilih adalah Rumah Sakit Umum Daerah

Kudungga Sangatta Kabupaten Kutai Timur. Alasan pemilihan lokasi ini


54

adalah karena Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta

merupakan salah satu rumah sakit pemerintah dan merupakan pusat

rujukan Kabupaten Kutai timur baik dari puskesmas maupun klinik

perusahaan, karena menjadi pusat rujukan sehingga jumlah kunjungan

pasien akan lebih banyak dan akan berdampak pada tingkat kebutuhan

penggunaan obat-obatan yang tinggi, sehingga berdampak pula akan

timbulnya permasalahan tentang ketersediaan obat yang tidak sesuai

dengan tingkat kebutuhan obat di RSUD Kudungga, selain itu pemilihan

lokasi penelitian di RSUD Kudungga karena sebelumnya belum pernah

dilakukan penelitian tentang manajemen pengelolaan obat di RSUD

Kudungga Sangatta. Adapun waktu penelitian pada bulan agustus

sampai dengan oktober 2017.

C. Informan penelitian

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian

(Moleong, 2007). Informan merupakan orang yang benar-benar

mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini

ditetapkan dengan prinsip kecukupan dan kesesuaian. Kesesuaian berarti

sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan

dengan manajemen pengelolaan persediaan obat seperti pendidikan,

jabatan, lama kerja dan pengalaman. Kecukupan berarti data yang

diperoleh harus dapat menggambarkan seluruh kejadian yang


55

berhubungan dengan manajemen pengelolaan persediaan obat. Informan

antara lain kepala instalasi Farmasi dan kepala gudang farmasi , Komite

farmasi dan Terapi, kepala bidang penunjang, kepala sub bidang

penunjang medik, bagian keuangan, dan dokter

D. Teknik pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua

jenis data yaitu sebagai berikut :

1. Data Primer yang diperoleh dari objek penelitian melalui :

a. Melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang

mengetahui permasalahan secara mendalam terkait dengan

manajemen pengelolaan obat yang terdiri dari perencanaan,

pengadaan, penganggaran, penyimpanan dan pendistribusian.

b. Melakukan pengamatan (Observasi)

Metode ini dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi

di lapangan proses yang terkait dengan manajemen

pengelolaan obat dan sarana prasarana di Instalasi farmasi

RSUD Kudungga.

2. Mengumpulkan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari hasil

pemeriksaan/telaah dokumen dan laporan-laporan yang terkait

dengan obyek penelitian. Data sekunder yang dimaksud antara lain

: profil RSUD Kudungga Sangatta, struktur organisasi instalasi

farmasi, laporan anggaran belanja obat, laporan data stok obat,


56

laporan obat kadaluarsa, laporan penggunaan obat generik,

laporan persediaan obat akhir tahun (stok opname).

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah

anlisis data kualitatif metode analisis tematik (thematic analysis). Metode

ini sesuai dengan pendapat Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman

(1992) yang menyebutkan analisis data kualitatif terdiri dari tiga

komponen, yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan

transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan.

Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama

pengumpulan data berlangsung. Sebenarnya reduksi data sudah

tampak saat penelitian memutuskan kerangka konseptual, wilayah

penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan penelitian,

dan metode pengumpulan data yang dipilih. Pada saat

pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi

selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,

membuat gugus-gugus dan membuat catatan kaki. Pada intinya

reduksi data terjadi sampai penulisan akhir penelitian.


57

2. Penyajian Data

Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu

menyajikan data. Dengan menyajikan data maka akan mudah

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk kata-kata yang merupakan hasill penelitian. Jika

terdapat data lain selain pernyataan pastisipan maka dapat

ditambahkan gambar, dokumen, diagram, denah, model atau

metafora. Bentuk penyajian data dalam kualitatif tidak terdapat

batasan baku, sebagaimana karakteristik penelitian kualitatif yang

fleksibel maka penyajian data kualitatif juga sangat dipengaruhi

oleh kemampuan peneliti dalam merangkai kata-kata sehingga

terbentuk kalimat yang mewakili hasil penelitian (Saryono &

Anggraeni, 2010).

Untuk mempermudah melihat pola-pola jawaban informan,

maka data dimasukan kedalam matriks jawaban. Semua jawaban

dimatriks dianalisa dengan cara mencari persamaan dan

perbedaan jawaban narasumber, mengelompokan antara jawaban

yang sama dan berbeda, mengutip ungkapan lisan dari informan

yang menggambarkan tiap sudut pandang informan yang berbeda.


58

3. Verifikasi

Bagian terakhir dari analisis data adalah menarik kesimpulan

dan verifikasi. berdasarkan data relevan yang dikumpulkan dan

ditampilkan tersebut, kemudian ditarik satu kesimpulan untuk

memperoleh hasil akhir penelitian.

F. Pengecekan Validasi Temuan

Menurut Poerwandari (1998) dalam Saryono & Anggraeni,

(2010), salah satu cara untuk uji validitas data dalam penelitian

kualitatif yang cukup populer adalah teknik triangulasi. Triangulasi

adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi pada hakikatnya

merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada

saat melakukan penelitian, mengumpulkan, dan menganalisis data.

Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami

dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika

didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal

dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan

diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Pada dasarnya

triangulasi ini merupakan teknik yang didasari pola pikir

fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik


59

kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut

pandang saja.

Tekinik Triangulasi yang digunakan pada penelitian ini

adalah teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Moleong (2005:

330-331) teknik triangulasi dengan sumber berarti membandingkan

dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal tersebut dapat

dilakukan melalui: a) perbandingan data hasil pengamatan dengan

hasil wawancara; b) perbandingan apa yang dikatakan seseorang

di depan umum dengan apa yang diucapkan secara pribadi; c)

perbandingan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan sepanjang waktu; d) perbandingan keadaan

dan perspektif seseorang berpendapat sebagai rakyat biasa,

dengan yang berpendidikan dan pejabat pemerintah; dan e)

membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa

kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.

Teknik triangulasi sumber yang dipakai peneliti adalah

dengan membandingkan data hasil observasi dengan hasil

wawancara mendalam. Dilakukan juga dengan membandingkan

dan mencocokkan hasil wawancara mendalam subjek penelitian

atau informan satu dengan informan lain untuk menyakinkan

keabsahan data.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Rumah Sakit Kudungga Sangatta Kutai Timur

Kutai Timur adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten

Kutai Kartanegara pada tahun 1999. Sebagai Kabupaten baru, Kutai

Timur berbenah dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Salah

satunya adalah menyediakan layanan kesehatan dengan mendirikan

pusat layanan kesehatan masyarakat ( PUSKESMAS ) Plus Rawat

Inap yang diresmikan pertama kali oleh Bupati Kutai Timur pada

tanggal 11 Oktober 2002, kemudian pada tahun 2003, terbit SK

BUPATI KUTAI TIMUR No : 334/02.188.45/HK/VIII/2003 tentang

Penetapan status PUSKESMAS RAWAT INAP KECAMATAN

SANGATTA MENJADI RSU TYPE C SANGATTA KABUPATEN KUTAI

TIMUR yang kemudian dikukuhkan oleh SK. MENTERI KESEHATAN,

No. 407/ MENKES/ SK/ III /2004 tanggal 25 Maret 2004 menjadi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANGATTA. Pendirian RSUD

Sangatta ini merupakan wujud komintem nyata dan tanggung jawab

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam menyediakan pelayanan

kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh lapisan

masyarakat.

60
61

Pada tanggal 17 Maret 2015 Rumah Sakit Umum Daerah

Sangatta berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah

Kudungga dan diresmikn langsung oleh Bupati Kutai Timur Bapak H.

Isran Noor,berdasarkan SK Bupati Kutai Timur No. 445/K.92/2015.

Pada tahun 2015 RSUD Sangatta berubah type dari type C ke type B

berdasarkan keputusan Menteri KesehatanNo : HK.02.03/I/0552/2015

Dalam rangka meningkatkan pelayanankesehatankepada

masyarakat, maka pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Kutai

Timur bekerjasama dengan PT. Kaltim Prima Coal (KPC) telah

melaksanakan pembangunan gedung baru yang lebih refresentatif

dengan luas bangunan 15.108,95 M2, di atas lahan seluas 8.4 Ha yang

berlokasi di Jalan Soekarno Hatta dan pada tanggal 4 Oktober 2010

RSUD Sangatta telah menempati gedung baru tersebut. Pada awal

menempati gedung baru tersebut jumlah tempat tidur yang tersedia

sebanyak 41 TT dan hingga tahun 2016 memiliki151tempat tidur

dengan tingkat hunian rata-rata 64,27 % per tahun.

Sejak Bulan Juni 2009, RSUD Kudungga telah dikukuhkan

sebagai Rumah Sakit dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum Daerah ( PPK-BLUD) berdasarkan SK Bupati kutai

Timur Nomor 59 Tahun 2009. Dengan perubahan menjadi PPK-BLUD

tentunya memberikan fleksibilitas dan keleluasaan dalam mengelola

sumber daya, pelaksanaan tugas operasional publik dan pengelolaan

keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan


62

kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif sehingga mampu

memenuhi tuntutan dan harapan pelanggan yang datang ke Rumah

Sakit Umum. Pada tanggal 03 Desember 2012 RSUD Sangatta

ditetapkan menjadi BLUD bertahap berdasarkan SK Bupati Kutai Timur

No 445/K.883/2012 dan terhitung mulai tanggal 30 Desember 2014

Status BLUD Bertahap ditingkatkan menjadi BLUD Penuh berdasarkan

SK Bupati Kutai Timur Nomor 440/k.992./2014.

Untuk mencapai pelayanan Prima maka RSUD Kudungga Sangatta

pada tahun 2012 mengadakan akreditasi 5 pelayaan dasar meliputi (

Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat

Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis ) untuk mencapai

pelayanan yang prima , dan tahun 2015 RSUD Kudungga melakukan

penilaian akreditasi versi 2012 memiliki sertifikat akreditasi dengan

nomor : KARS-SERT/170/XII/2015 ,sertifikat ini diberikan sebagai

pengakuan bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar pelayanan

Rumah Sakit dengan berstatus akreditasi lulus tingkat utama yang

berlaku sejak tanggal 11 Juni 2015 sampai dengan 10 Juni 2018.

Tugas Pokok dan fungsi rumah sakit yang tertuanng dalam SK

Bupati Kutai Timur No : 350 / 02.188.45 / Hk / Ix / 2003 Tentang

Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah

Sangatta yaitu:

“ Membantu Bupati dalam melaksanakan upaya kesehatan secara


berdaya guna dan berhasil guna, dengan mengutamakan upaya
63

penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi, terpadu


dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan
upaya rujukan”.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah

Sakit Umum Daerah Kudungga mempunyai fungsi :

a. Penyenggaraan pelayanan medis

b. Penyenggaraan pelayanan penujang medis dan non medis.

c. Penyenggaraan pelayanan usaha keperawatan.

d. Penyenggaraan pelayanan rujukan

e. Penyenggaraan pendidikan dan pelatihan

f. Penyenggaraan administrasi umum dan keuangan

RSUD Kudungga Sangatta mempunyai visi “Menjadi Rumah Sakit

Unggulan dan Professional yang Berorientasi pada Kepuasan

Masyarakat”. Rumah Sakit Unggulan maksudnya adalah unggulan dalam

hal sumber daya manusia, pelayanan dan sarana prasarana dan rumah

Sakit Profesional adalah rumah sakit dengan sumber daya manusia yang

memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baik. Dalam

mewujudkan Visi RSUD Kudungga Sangatta menjadi kondisi nyata maka

disusun langkah – langkah yang akan ditempuh untuk mencapai visi

tersebut dalam bentuk misi yaitu :

1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna,bermutu

dan terjangkau yang berorientasi pada kepuasan masyarakat

dan berwawasan lingkungan.


64

2. Menyediakan produk layanan yang unggul terdiri dari MCU,

Perinatologi dan pelayanan IGD.

3. Menyiapkan sumber daya manusia professional untuk

menunjang pelayanan kesehatan melalui pendidikan dan

pelatihan.

4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas saranan/prasarana

pelayanan si semua bidang secara terus menerus dan

berkesinambungan.

5. Menciptkan kemitraan jangka panjang yang saling

menguntungkan.

6. Meningkatkan kesejahteraan kayrawan yang berkeadilan.

Adapun fasilitas pelayanan yang tersedia di RSUD Kudungga Kutai Timur

adalah:

1. Instalasi Gawat Darurat, merupakan pelayanan gawat daruratan

yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai, buka 24 jam

sehari 7 hari seminggu.

2. Instalasi Rawat Inap, merupakan pelayanan rawat inap dengan

kapasitas 151 ( Seratus Lima Puluh Satu) tempat tidur.

3. Instalasi Rawat Jalan, dengan jumlah 12 (Dua Belas) poliklinik

spesialis.

4. Instalasi Bedah Sentral dengan 3 kamar operasi ditunjang dengan

2 orang dokter spesialis bedah dan 1 orang dokter Ortopedi.

5. Instalasi Radiologi
65

6. Instalasi Laboratorium Patologi Klinik

7. Instalasi Rehabilitasi Medik

8. Instalasi Gizi

9. Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan 24 jam

10. Instalasi Perawatan Intensif

11. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit

Fasilitas pelayanan pendukung yang tersedia adalah pelayanan

klinik VCT.

Struktur Organisasi RSUD Kudungga Sangatta berdasarkan adanya

Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur yaitu Peraturan Daerah Kutai

Timur Nomor 5 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi RSUD Kudungga

Sangatta yang berlaku sampai sekarang adalah :

1. Susunan Organisari Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga

Sangatta terdiri dari :

a. Direktur

b. Tata Usaha

c. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan

d. Bidang Penunjang

e. Bidang Pengembangan dan Baku Mutu

f. Kelompok Jabatan Fungsional

2. Tata usaha dipimpin oleh seorang kepala tata usaha, yang

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.


66

3. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan dipimpin oleh kepala

bidang, yang berada dibawah dan bertanggun jawab kepada

Direktur.

4. Sub Bagian Penunjang oleh seorang kepala Sub Bagian, yang

berada dibawah dan tanggung jawab kepada Direktur.

5. Sub Bidang Pengembangan dan Baku Mutu dipimpin oleh

seorang kepala Sub Bidang, yang berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada Direktur.

6. Kelompok jabatan fungsional ditetapkan dan berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Direktur.

Adapun garis koordinasi bagian dan bidang ke jenjang bawah sebagai

berikut:

1. Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta dipimpin oleh

seorang Direktur yang membawahi

a. Tata usaha.

b. Bidang medik dan Keperawatan.

c. Bidang penunjang

d. Bidang Pengembangan dan Baku mutu.

e. Kelompok jabatan fungsional.

2. Tata usaha membawahi

a. Sub bag perencanaan dan program

b. Sub bagian keuangan dan akuntansi

c. Sub bagian umum,kepegawaaian dan perlengkapan


67

3. Bidang Pelayanan medik dan Keperawatan membawahi

a. Sub bagian pelayanan medik

b. Sub bagian keperawatan

c. Sub bagian Informasi Kesehatan

4. Bidang penunjang membawahi

a. Sub Bidang Penunjang Medis

b. Sub Bidang Penunjang Non Medis

c. Sub Bidang Penunjang Logistik

5. Bidang Pengembangan dan Baku mutu

a. Sub bagian Diklat dan Pengembangan Pelayanan

b. Sub Bidang Baku Mutu

c. Sub bagian Hukum dan Humas

6. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari kepala instalasi, Komite

medik, Komite keperawatan, Komite Farmasi Terapi, Komite rekam

medik.
68

Gambar 6. Struktur organisasi RSUD Kudungga Sangatta

Instalasi Farmasi RSUD Kudungga adalah salah satu pelayanan

penunjang medik yang dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala

instalasi farmasi, dengan dibantu oleh kepala gudang farmasi, koordinator

farmasi rawat jalan, koordinator farmasi rawat inap, depo OK dan

administrasi.

Instalasi farmasi RSUD Kudungga yang terdiri dari gudang farmasi,

farmasi rawat inap, farmasi rawat jalan dan Depo Ok yang kegiatannya

adalah pengelolaan obat mencakup tentang perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,

administrasi dan pelaporan, evaluasi, pelayanan informasi obat dan

konseling.
69

Adapun visi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah

Kudungga Sangatta adalah “Menjadi Instalasi Farmasi RS yang unggul

dalam Pelayanan Kefarmasian menuju terwujudya RSUD Sangatta

sebagai RS PILIHAN UTAMA di Kutai Tmur dan TERBAIK di Kalimantan

Timur”. Dalam mewujudkan visi tersebut maka misi Instalasi Farmasi

Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta adalah :

1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi RS sesuai dengan

standar dan pelayanan yang berlaku.

2. Memberikan pelayanan prima yang berorientasi pada

profesionalisme tenaga kefarmasian.

3. Menyediakan perbekalan farmasi yang lengkap dan berkualitas

dengan harga yang terjangkau.

4. Pengelolaan perbekalan farmasi RS yang berdaya guna dan

berhasil guna

5. Meningkatkan kesejahteraan karyawan instalasi farmasi melalui

Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga

Sangatta adalah menjadikan Instalasi Farmasi yang mampu memberikan

pelayanan farmasi secara cepat,tepat, dan akurat sesuai standar

pelayanan farmasi dengan didukung sumber daya manusia yang

professional.

Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum

Daerah Kudungga Sangatta tentang Struktur Organisasi Instalasi Farmasi


70

Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta, kedudukan Instalasi

Farmasi adalah langsung di bawah Direktur Rumah Sakit. Instalasi

Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker yang membawahi Bagian

Gudang Farmasi, Bagian farmasi rawat inap, bagian farmasi rawat jalan

dan Depo OK.

Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta

adalah sebagai berikut :

Kepala
Instalasi Farmasi

Administrasi

Gudang Farmasi Farmasi Depo


Farmasi Rawat Inap Rawat Jalan OK

Gambar 7. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta


71

B. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Responden

Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan penelitian

sebanyak 10 orang secara terpisah dengan menggunakan pedoman

wawancara. Pemilihan informan berdasarkan kepada kewenangan dalam

pelaksanaan pengelolaan obat dengan tugas pokok dan fungsi masing-

masing, dianggap sebagai orang yang paling memahami/mengetahui dan

terlibat langsung tentang manajemen pengelolaan obat mulai dari

perencanaan, pengadaan, penganggaran, penyimpanan dan

pendistribusian. Informan tersebut adalah Ketua Komite Farmasi dan

Terapi, Kepala Bagian Penunjang, Kepala sub bagian Penunjang Medik,

Kepala sub bagian Logistik, Kepala Instalasi Farmasi, Koordinator farmasi

rawat jalan, koordinator farmasi rawat inap, dokter spesialis, kepala

gudang farmasi dan staf keuangan.

Kepala bidang penunjang dan Ketua Komite Farmasi dan Terapi

adalah seorang dokter, kepala instalasi farmasi dan koordinator rawat inap

dan rawat jalan adalah seorang apoteker sedangkan kepala gudang

adalah asisten apoteker.

Responden dokter spesialis yang dipilih karena dianggap sebagai

dokter yang paling banyak pasiennya.

Adapun karateristik informan dapat dilihat pada tabel berikut ini :


72

Tabel 4. Karateristik responden di RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017

Lama
Initial Umur
NO Jabatan Pendidikan Kerja
Informan (tahun)
(tahun)
1 RP 53 Kepala Bidang Penunjang S1 24
2 ZLM 44 Ketua KFT & Sp.S S2 20
3 SMK 50 Kasubid Penunjang Medik S1 10
4 YMD 42 kasubid Logistik D4 20
5 DTSB 41 Dokter spesialis paru & pernapasan S2 12
6 LA 34 Kepala Instalasi Farmasi S1 Apt 2
7 HHH 35 Kepala Gudang Farmasi SMF 15
8 HNS 27 Koordinator Farmasi Rawat Jalan S1 Apt 2
9 NRA 35 Koordinator Farmasi Rawat Inap S1 Apt 2
10 MRN 42 Staf Keuangan S1 10
Sumber : Data Primer

2. Analisis Manajemen Pengelolaan Obat

2.1 Perencanaan Obat

Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di gudang

farmasi menggunakan metode konsumsi. Metode ini digunakan karena

lebih mudah dalam penerapannya. Dalam proses perencanaan belum

ada menggunakan suatu sistem atau metode VEN, analisis ABC, belum

ada menghitung stok maksimum, stok minimum, dan lead time. Hal ini di

dukung oleh pernyataan Informan sebagai berikut:

“ proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang


dilakukan oleh instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
adalah dengan melihat pemakaian obat sebelumnya atau
metode konsumsi, perencanaan obat belum ada menggunakan
suatu sistem atau metode analisis VEN, analisis ABC, belum
ada menghitung stok maksimum, stok minimum, dan tidak
memperhitungkan lead time” (LA, 34 tahun)
73

Kegiatan perencanaan obat dilakukan dengan membuat

perencanaan kebutuhan obat selama setahun dimana perencanaan

dibuat dengan melihat data pemakaian obat sebelumnya ditambah

buffer 20%. Hal ini di dukung oleh pernyataan Informan sebagai berikut:
“Kami juga ada membuat perencanaan obat selama 1 tahun
dengan melihat pemakaian atau stok obat keluar pada tahun
sebelumnya ditambah buffer 20%, kami belum menerapkan
perencanaan berdasarkan jenis penyakit atau epidemiologi baru
sebatas menggunakan metode komsumsi saja”. (HHH, 35 tahun)

Adapun team yang terlibat dalam perencanaan obat menurut

informan adalah kepala instalasi farmasi, kepala gudang dan komite dan

terapi dan dokter dimana perannya ikut serta dalam penentuan jenis obat

dan membuat formularium Rumah Sakit berikut pernyataan informan :

“Team yang terlibat dalam perencanaan obat adalah kepala


instalasi farmasi, kepala gudang dan Komite Farmasi dan Terapi
dan dokter dimana peran KFT ikut dalam penentuan jenis obat
dan membuat formularium Rumah Sakit” sedangkan dokter ikut
menentukan jenis obat yang akan dipakai di rumah sakit.(LA, 34
tahun)

Begitupula pernyataan informan lain terkait keterlibatan team KFT

dalam perencanaan obat bahwa keterlibatan team KFT dalam

managemen pengeloaan obat yaitu bertanggung jawab dalam penentuan

jenis obat dan menyusun formularium rumah sakit, KFT meminta usulan

dari user berikut pernyataan informan :

“Team KFT dalam managemen pengelolaan obat berperan


dalam hal perencanaan obat yaitu bertanggung jawab dalam
penentuan jenis obat yang akan di masukkan dalam
formularium, KFT meminta usulan dari user obat-obat apa yang
74

akan di masukkan dalam formularium, setelah mendapatkan


daftar usulan disusunlah formularium RS, baru dua kali
dilakukan perubahan formularium sekarang lagi proses
perubahan untuk ketiga kalinya sejak saya menjabat sebagai
ketua KFT. Apabila ada obat yang akan dipakai oleh
dokter/user tapi belum ada dalam formularium, dokter bisa
membuat usulan obat baru dengan mengisi form pengusulan
obat baru kemudian dibawah komite medik setelah mendapat
persetujuan dari komite medik barulah KFT bisa memasukkan
dalam daftar obat formularium.”(ZLM, 44 tahun)

“ Kami user ikut menentukan jenis obat yang akan dipakai di


rumah sakit, ada form yang diisi untuk mengajukan obat-obatan
yang akan dimasukkan dalam formularium, form tersebut
setelah di isi diserahkan kepada Komite medik setelah
mendapatkan persetujuan baru di serahkan kepada tim KFT
untuk dimasukkan dalam formularium rumah sakit
begitu”(DTSB, 41 tahun)

Hasil wawancara terkait dengan Proses Perencanaan obat,

Instalasi Farmasi rumah sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta

menggunakan metode konsumsi. Perencanaan obat tidak sesuai dengan

kebutuhan pasien, baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Hal ini terjadi

karena kasus penyakit tidak bisa diprediksi sehingga kebutuhan pasien

tidak segera dapat terpenuhi.


75

2.2.Penganggaran

Pengganggaran adalah dana yang disediakan oleh pihak rumah

sakit untuk menunjang kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi.

Proses penganggaran untuk pengadaan obat di RSUD Kudungga

Sangatta Kutai Timur menjadi tanggung jawab bagian keuangan dan

kepala instalasi farmasi.

Berdasarkan hasil telah dokumen berupa Laporan keuangan

Obat menggunakan dana operasional dari Badan Layanan Umum

Daerah (BLUD), Persentase dana yang tersedia sesuai dengan yang

dianggarkan dalam Rencana Bisinis Anggaran (RBA). Persentase dana

yang dikeluarkan untuk pengadaan obat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Persentase dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat


RSUD Kudungga Sangatta tahun 2014, tahun 2015 dan tahun
2016

Tahun Total Anggaran Anggaran Belanja Persen (%)


Belanja Rumah Obat (Rp) Anggaran Obat
Sakit (Rp) dari Total
Anggaran Rs
Tahun 71.483.700.000,00 11.000.000.000,00 15,48%
2014
Tahun 74.229.678.175,00 11.000.000.000,00 14,82%
2015
Tahun 62.645.045.352,00 7.765.978.914,00 12,40%
2016
Rata-rata 69.452.807.842,00 9.921.992.971,00 14,23 %

Sumber : Data Keuangan RSUD Kudungga Sangatta


76

Dana yang digunakan untuk anggaran obat rata-rata sebesar ±9

miliar pertahun. Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara dengan

informan sebagai berikut:

“Anggaran yang digunakan dalam belanja obat adalah


menggunakan anggaran dari BLUD. Anggaran yang ada
digunakan untuk belanja obat, alat kesehatan, bahan
laboratorium dan radiologi. Anggaran yang di siapkan untuk
pembelian obat-obatan masih sangat minim kita di batasi karena
memang anggaran untuk obat-obatan sudah diplotkan seperti itu
jadi kita menyesuaikan saja belanja obat sesuai dengan
anggaran yang ada”(Mrn, 42 tahun).

Adapun team yang terlibat dalam penyusunan anggaran adalah

direktur rumah sakit ,staf keuangan ,kabid keuangan dan kasubid logistik

hal tersebut sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut :

“Team yang terlibat langsung dalam proses pembayaran obat


adalah direktur rumah sakit, staf keuangan, kabid keuangan dan
kasubid logistic”.(Mrn, 42 tahun)

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dana yang digunakan untuk

belanja obat masih sangat rendah yaitu persentase dana yang tersedia

untuk anggaran belanja obat rata-rata pertahun hanya 14,23 % bila

dibandingkan dengan standar DEPKES RI bahwa anggaran untuk

belanja obat-obatan adalah sebesar 40-50% dari total anggaran rumah

sakit. Anggaran obat di rumah sakit masih sangat rendah karena rumah

sakit lebih memprioritaskan kebutuhan lain untuk peningkatan sarana

dan prasarana rumah sakit, seperti hasil wawancara seorang informan

sebagai berikut :
77

“Alokasi dana untuk anggaran obat itu diambil dari BLUD,


anggaran yang di berikan belum dapat memenuhi semua
kebutuhan pengadaan obat-obatan karena rumah sakit masih
lebih mengutamakan peningkatan sarana dan prasarana rumah
sakit seperti pengadaan alat-alat kesehatan kedokteran, jadi
karena anggaran yang minim ini menyebabkan obat tidak bisa
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien”(RP, 53 tahun)

2.3. Pengadaan

Pengadaan merupakan salah satu kegiatan merealisasikan

perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Dari hasil

wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa proses

pengadaan yang ada di RSUD Kudungga Sangatta Kutai timur dimulai

dari pengajuan dari gudang farmasi yaitu di gudang farmasi dilakukan

pengecekan sisa stok barang yang menipis di catat dalam lembar

defecta kemudian di serahkan ke kepala instalasi farmasi untuk

membuat perkiraan kebutuhan obat dengan melihat pemakaian obat

sebelumnya dan sisa stok obat yang ada, sebelum membuat Surat

Pemesanan dari sub bagian logistik melakukan pengecekan langsung ke

gudang farmasi untuk melihat sisa stok yang ada apakah udah sesuai

dengan data yang dibuat oleh gudang farmasi setelah di verifikasi oleh

kepala sub bagian logistik baru kepala instalasi farmasi membuat surat

pesanan ke distributor obat dan sebelum surat pesanan diserahkan

kepada distributor obat harus melalui persetujuan kasubid penunjang

medik terlebih dahulu baru surat pesanan obat dapat diserahkan ke


78

distributor obat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah

ini.

“Proses pengadaan yaitu staf gudang mengisi lembaran defecta


yaitu mengecek sisa stok obat di gudang, berdasarkan sisa stok
obat kepala Instalasi Farmasi membuat perkiraan kebutuhan obat
selama 1 bulan ditambah buffer 20 % berdasarkan kebutuhan
bulan sebelumnya kemudian dilakukan penentuan jumlah order
setelah itu dari staf kepala sub bagian logistik melakukan verifikasi
atau pengecekan langsung ke gudang farmasi apakah benar daftar
yang dibuat oleh bagian gudang di instalasi farmasi sudah benar.
Setelah mendapat persetujuan dari sub bagian logistik barulah
kepala Instalasi membuat Surat Pesanan dan sebelum di serahkan
ke Pedagang besar Farmasi atau distribusi harus di paraf atau di
setujui dulu oleh kepala sub bidang penunjang medik”.(LA, 34
tahun)

Adapun team yang terlibat dalam proses pengadaan obat menurut

hasil wawancara adalah kepala instalasi farmasi ,kepala gudang ,kasubid

logistik dan kasubid penunjang medik ,sedangkan frekuensi pemesanan

atau pengadaan obat ke distributor dilakukan sebulan sekali atau dalam

keadaan tertentu dapat dilakukan sekali dalam seminggu. Pernyataan

informan sebagai berikut :

“Team yang terlibat untuk pengadaan obat adalah kepala Instalasi


farmasi, kepala gudang, kasubid logistik dan kasubid penunjang
medik. Frekuensi Pengadaan obat dilakukan sekali sebulan namun
bila dalam keadaan tertentu bisa sekali seminggu “(LA, 34 tahun)

Untuk pemilihan pemasok obat RSUD Kudungga Sangatta tidak

ada melakukan seleksi pemasok atau distributor obat. Distributor obat


79

yang dipakai sudah dianggap sudah memenuhi persyaratan ketentuan

yang berlaku yaitu ketentuan Keppres no 18 tahun 2000 bahwa pemasok

harus memiliki TDR ( Tanda Daftar Rekanan), surat izin sebagai PBF

(Pedagang Besar Farmasi) dari Depkes dan izin sebagai penyalur resmi

dari pabrik obat. Pemilihan distributor hanya berdasarkan ketersediaan

obat yang ada pada distributor tersebut bila satu distributor tidak

mempunyai stok obat maka RSUD Kudungga Sangatta mencari distributor

lain. Hal ini di dukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :

“RSUD Kudungga secara teknis tidak ada melakukan seleksi atau


pemilihan distributor hanya berdasarkan ketersedian obat pada
distributor tersebut, kalau distributor yang satu obat yang
dibutuhkan tidak ada maka kami mencari distributor lain”(LA, 34
tahun)

Metode pembelian obat di RSUD Kudungga Sangatta adalah

pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan metode pembelian

langsung ke distributor dengan memberikan kredit kepada rumah sakit

selama 1 (satu) bulan atau jatuh tempo pembayaran obat satu bulan. Hal

ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :

“Pembelian obat dilakukan dengan sistem e-purchasing dan


metode pembelian langsung kepada distributor obat bukan secara
tender, jadi pembelian obat dilakukan sesuai kebutuhan saja dan
distributor obat memberikan jatuh tempo pembayaran obat selama
1 (satu) bulan”(HHH, 35 tahun)

Frekuensi tertundanya pembayaran obat sering terjadi dimana

pembayaran obat tidak sesuai dengan waktu yang disepakati melewati


80

tanggal jatuh tempo. Pembayaran obat dilakukan apabila obat yang

dipesan sudah tidak dapat dilayani atau terpending. Pembayaran

dilakukan dua kali dalam satu bulan dimana proses pembayaran dilakukan

setelah diverifikasi oleh kasubid logistik dan sudah mendapat persetujuan

dengan direktur baru dilakukan pembayaran oleh bagian keuangan. Hal ini

didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :

“Pembayaran obat dilakukan pada saat obat sudah pending atau


pembayaran obat dilakukan pada saat faktur sudah jatuh tempo
dan pembayaran dilakukan dua kali dalam sebulan, sebelum
dilakukan pembayaran harus atas persetujuan langsung dengan
direktur dimana semua distributor harus datang absen ke ruangan
penunjang medik kemudian datang menghadap direktur untuk
meminta persetujuan pembayaran setelah mendapat persetujuan
direktur baru dibuatkan daftar pembayaran faktur obat oleh staf
logistik dan kemudian dilakukan pembayaran ke bank oleh staf
keuangan. Apabila salesman belum datang menghadap bertemu
direktur maka tidak dilakukan pembayaran meskipun faktur obat
sudah jatuh tempo.”.(MRN, 42 tahun)

Kendala yang dihadapi dalam pengadaan obat adalah adanya

kekosongan obat yang dibutuhkan pada distributor sehingga harus

meminjam obat yang dibutuhkan kerumah sakit lain yang sudah ada

jalinan kerjasama

“Permasalahan yang biasa terjadi adalah adanya kekosongan obat


karena di distributor stoknya kosong, dan juga karena
keterlambatan pemesanan obat dan obat pending sehingga untuk
menghindari pasien membeli obat keluar terutama pada pasien
BPJS dari instalasi farmasi meminjam obat ke rumah sakit yang
sudah ada kerja sama dengan rumah sakit.”(SMK, 50 tahun)
81

Tabel 6. Data stok obat instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta


tahun 2015 dan tahun 2016

Jumlah Stok Ada Total


Stok kosong
No Tahun Item Persentase Persentase
Persentase (%)
Obat (%) (%)
1 2015 2116 46,16 53,84 100
2 2016 2218 44,18 55,82 100
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa persentase stok obat kosong

pada tahun 2015 dan tahun 2016 lebih tinggi dibanding stok obat ada.

Berdasarkan data laporan perencanaan obat yang di ambil peneliti pada

tahun 2016 menunjukkan bahwa persentase jumlah item obat yang

diadakan dengan yang direncanakan adalah sebesar 71 %.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan

menggunakan wawancara dan observasi, maka dapat disimpulkan bahwa

proses pengadaan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta

Kutai Timur belum sesuai standar karena masih sering terjadi

kekosongan obat sehingga harus meminjam obat kerumah sakit yang

sudah ada kerjasama dengan rumah sakit Kudungga Sangatta Kutai

Timur .

2.4 Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan terhadap obat-

obatan yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik

maupun kimia, serta mutunya tetap terjamin. Berdasarkan hasil

wawancara diketahui bahwa penyimpanan obat dilakukan berdasarkan


82

bentuk sediaan seperti tablet, sirup, salep, atau jenis lainnya, alfabetis,

kestabilan obat yaitu penyimpanan pada suhu tertentu, dipisahkan obat

paten dan obat generik, penyimpanan obat ini menggunakan sistem

FIFO (First In First Out) yang artinya obat yang baru datang di letakkan

di belakang sedangkan obat lama di letakkan di depan dan FEFO (First

Expired First Out) artinya obat-obat dekat tanggal kadaluarsa di letakkan

di depan dan tanggal kadaluarsa yang lama di letakkan di belakang rak.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini.

“Penyimpanan obat dilakukan dengan memisahkan antara obat


paten dan obat generik, bentuk sediaan, alfabetis, kestabilan obat
yaitu penyimpanan pada suhu kamar dan lemari pendingin dan
secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) .
Penyimpanan obat di ruangan rawat inap hanya ada di Depo OK
dimana ada satu orang petugas farmasi dan di Instalasi Gawat
Darurat, ruangan rawat inap yang lain tidak disiapkan stok obat
hanya cairan infus dan obat-obatan life saving dalam emergency
kit.
Mengenai kondisi gudang penyimpanan obat masih kurang, obat
yang ada dalam dos diletakkan di lorong-lorong gudang dan
sebagian di simpan didalam ruangan yang bercampur dengan
barang yang sudah kadaluarsa, ac juga sering rusak. “ (LA, 34 th)

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat

disimpulkan bahwa proses penyimpanan di gudang farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur dilakukan oleh petugas gudang farmasi

sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Namun ada beberapa

kendala atau masalah yang ditemukan dalam proses penyimpanan antara

lain yaitu gudang farmasi terlalu banyak sekat-sekat atau ruang-ruang


83

kecil sehingga penyimpanan barang tidak efektif dan terjadinya

penumpukkan kardus yang berisi obat-obatan yang diletakkan pada

lorong-lorong ruangan dan ada obat-obatan yang di simpan dalam

ruangan bercampur dengan obat yang sudah kadaluarsa hal ini

disebabkan oleh kondisi gudang yang kurang memadai. Kendala lain ac

sering rusak bisa mempengaruhi kestabilan obat.

Tabel 7. Daftar obat kadaluarsa di instalasi farmasi RSUD Kudungga


Sangatta tahun 2015 dan tahun 2016

Nilai persediaan Nilai Obat Persentas


No Tahun
Obat (Rp) kadaluarsa (Rp) e (%)
1 2015 6.928.397.014 40.037.527 0,58
2 2016 7.213.035.134 38.078.389 0,53
Rata -rata 7.070.716.074 39.057.958 0,55
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta

Di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta banyak ditemukan

obat yang sudah kadaluarsa dimana baru sekali di lakukan pemusnahan

obat kadaluarsa. Obat-obatan yang sudah dimusnahkan yaitu obat yang

kadaluarsa mulai tahun 2014 kebawah dan obat yang belum dimusnahkan

masih disimpan di gudang farmasi adalah obat kadaluarsa pada tahun

2015, tahun 2016 dan tahun 2017. Hal ini di perkuat dengan pernyataan

informan sebagai berikut

“Mengenai obat kadaluarsa di gudang farmasi selama saya kerja di


RS masih tergolong tinggi ini disebabkan dokter kurang komitmen
dalam peresepan obat, user meminta untuk disiapkan obat tersebut
tapi peresepan kurang atau obatnya jarang keluar jadi
mengakibatkan obat tersebut kadaluarsa”
84

“Ada beberapa obat yang dekat tanggal kadaluarsa kami retur ke


distributor tapi ada juga yang tidak kami retur karena sudah
melewati tanggal kadaluarsanya dan untuk pemusnahan obat
kadaluarsa baru sekali di lakukan yaitu obat kadaluarsa dari tahun
2014 kebawah kalau tahun 2014 ke atas belum dilakukan” (LA, 34
tahun).

2.5 Pendistribusian

Hasil wawancara, diketahui bahwa distribusi obat dilakukan

RSUD Kudungga Sangatta adalah menggunakan sistem desentralisasi

dari gudang farmasi ke farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo

OK, dan penyaluran bahan habis pakai ke ruangan rawat inap.

Penyaluran obat dilakukuan apabila ada permintaan dari unit-unit untuk

farmasi rawat jalan dan rawat inap dilakukan setiap hari melakukan

permintaan obat ke gudang. Sebelum melakukan permintaan dilakukan

pengecekan stok obat yang menipis untuk di amprah ke gudang begitu

juga halnya dengan Depo OK. Pendistribusian obat ke pasien rawat

jalan dengan cara individual prescribing sedangkan pasien rawat inap

menggunakan cara One Daily Dispensing (ODD) Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh informan dibawah ini.

“Pendistribusian obat, alkes dan bahan habis pakai dilakukan dari


gudang farmasi ke instalasi farmasi rawat jalan, instalasi farmasi
rawat inap, Depo OK dan Instalasi Gawat Darurat.
Pendistribusian obat di rawat jalan dengan cara individual
prescribing sedangkan untuk pendistribusian rawat inap dengan
cara ODD ( One Daily Dispensing”)(LA, 34 tahun)

Dalam proses pendistribusian obat ke pasien berdasarkan hasil

survei langsung di farmasi rawat jalan bahwa rata-rata waktu yang


85

digunakan untuk melayani pasien mulai dari pasien menyerahkan resep

sampai menerima obat dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Rata-rata waktu pelayanan resep obat jadi di instalasi


farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017

Rata-rata
NO Kegiatan waktu
(menit)
1. Resep di terima petugas dan telaah resep 5 – 10
2. Proses pembayaran 3-5
3. Menyiapkan obat sampai penyerahan obat 14 - 25
Total waktu pelayanan 22 - 35
Sumber: Data Primer

Tabel 9. Rata-rata waktu pelayanan resep obat racikan di Instalasi


farmasi RSUD Kudungga Sangatta Tahun 2017

Rata-rata
No Kegiatan waktu
(menit)
1. Resep di terima petugas dan telaah resep 8 – 15
2. Proses pembayaran 2 –7
Menyiapkan obat sampai penyerahan
3. 22 - 36
obat
Total waktu pelayanan 33 - 58
Sumber : Data primer

Tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa rincian kegiatan dengan

rata-rata waktu pelayanan per lembar resep adalah untuk resep obat jadi

adalah antara 22 - 35 menit dan resep racikan adalah antara 33 - 58

menit. Nilai ini cukup lama dibandingkan standar yang ada yaitu untuk

resep obat jadi 15 menit dan resep racikan 30 menit (Depkes RI, 2008),

hal ini di sebabkan tenaga petugas di farmasi rawat jalan kurang. Ini

didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut :


86

“waktu tunggu pelayanan resep obat jadi mulai dari resep di terima
sampai obat di serahkan kepada pasien sekitar 15-20 menit
tergantung jumlah petugas farmasi pada saat itu kalau kami lagi
sedikit tenaganya bisa lama, begitu juga waktu tunggu obat racikan
normalnya lebih dari 30 menit tapi bisa sampai 1 jam kalau sedikit
tenaga farmasi yang jaga. Tenaga di instalasi farmasi rawat jalan
masih kurang kami ada berlima dua orang apoteker dan tiga orang
asisten apoteker kalau ada yang cuti dan sakit kadang kami hanya
bertiga saja itulah yang memperlambat pengerjaan resep karena
keterbatasan tenaga jadi pasien komplain dan lebih memilih untuk
membeli obat ke rumah sakit lain karena tidak mau menunggu
lama”(NRA, 35 tahun)

Dilakukan juga wawancara dengan pasien di poli rawat jalan pada saat

menunggu obat dan hasil wawancara sebagai berikut:

“sudah sering saya datang berobat ke sini, saya berobat butuh


kesabaran lebih karena saya lama sekali menunggu obat biasanya
saya menunggu bisa sampai 1 jam lebih pernah juga sampai 2 jam
lebih saya menunggu baru nama saya dipanggil untuk mengambil
obat”. (EP, 32 tahun)

Ketersediaan obat di RSUD Kudungga Sangatta masih banyak

terjadi kekosongan obat dimana resep dokter tidak dapat terpenuhi

dengan baik akibat pasien dan dokter sering mengeluh. Hal ini didukung

dengan pernyataan informan sebagai berikut :

“Mengenai ketersediaan obat sering terjadi kekosongan obat tapi


untuk pasien BPJS kami upayakan untuk tidak memberikan
langsung copy resep kami berusaha dulu dengan menghubungi
dokter si penulis resep untuk menggantikan obat yang sejenis tapi
kalau tidak bisa kami menghubungi gudang farmasi untuk
mencarikan obat keluar atau meminjamkan obat ke rumah sakit
lain, kami informasikan ke pasiennya untuk menunggu agak lama
karena obat lagi kosong dan baru dicarikan ke rumah sakit lain
87

kalau pasien tidak mau menunggu terpaksa kami berikan copy


resep saja untuk ditebus keluar. Untuk pasien umum biasanya
langsung kami berikan copy resep saja bila obat yang diresepkan
tidak tersedia di apotek”.(NRA, 35 tahun)

Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa dokter

spesialis sebagai berikut :

“Sering terjadi kekosongan obat, banyak item obat yang kosong,


obat habis baru dicari, tidak ada persiapan terutama obat-obatan
yang penting. Dari instalasi farmasi sering menelpon saya bila ada
obat yang diresepkan tidak tersedia jadi saya bilang beli diluar
saja. Informasi mengenai persediaan obat tidak pernah ada dari
instalasi farmasi dan juga informasi tentang obat dekat tanggal
kadaluarsa”.(DTSB, 41 tahun)

Tabel 10. Persentase peresepan obat generik di instalasi farmasi


RSUD Kudungga Sangatta tahun 2016

Total R/ Obat
No Bulan Total R/ Obat Persentase (%)
Generik

1 Januari 22142 10746 48,53


2 Februari 31729 12170 38,36
3 Maret 38116 11920 31,27
4 April 36522 11090 30,37
5 Mei 16621 11404 68,61
6 Juni 15791 11277 71,41
7 Juli 23775 11412 48,00
8 Agustus 30337 12239 40,34
9 September 15590 10186 65,34
10 Oktober 31166 12509 40,14
11 November 5698 3725 65,37
12 Desember 17286 12058 69,76
Rata-rata 51,46
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
88

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa penggunaan obat generik di

RSUD Kudungga Sangatta masih rendah yaitu rata-rata 51,46% dari total

peresepan obat dimana standar penggunaan obat generic adalah 82-94%

(WHO, 1993). Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan dokter

spesialis sebagai berikut :

“untuk penyediaan obat-obatan sering sekali mengalami


kekosongan obat yang sering sekali obat-obat generik jadi banyak
pasien datang kepada saya mengeluh obat-obat yang rutin dipakai
sering tidak tersedia jadi pasien langsung menebus obat diluar atau
obatnya di copy resep”. Jadi yang seharusnya diresepkan obat
generik tapi karena ketersediaan kurang di instalasi maka biasa
saya ganti dengan obat pateni”. (ZLM, 44 tahun)

C. Pembahasan

1. Perencanaan

Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal

dalam proses pengelolaan obat. Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2014

perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah

dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan

untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat waktu, tepat jumlah

dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat

dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan

dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,

epidemiologi dan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan

disesuiakan dengan anggaran yang tersedia.


89

Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian

Kesehatan tahun (2010) menyebutkan bahwa tujuan dari perencanaan

kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan:

a. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan

b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.

c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Berdasarkan hasil penelitian di gudang farmasi RSUD Kudungga

Sangatta Kutai Timur bahwa Perencanaan obat di gudang farmasi RSUD

Kudungga Kutai Timur dibuat pada periode setahun. Perencanaan

kebutuhan obat di gudang farmasi dilakukan berdasarkan pada rata-rata

jumlah konsumsi obat atau jumlah pemakaian pada periode sebelumnya

dan ditambah 20% dari jumlah pemakaian sebelumnya. Metode ini

digunakan karena lebih mudah dalam penerapannya. Pada tahap

perencanaan obat-obatan yang akan dibuat dalam perencanaan adalah

obat-obatan yang merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),

formularium rumah sakit dan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) untuk obat

askes. Proses perencanaan obat di RSUD Kudungga yang selama ini

dilakukan belum sesuai dengan prinsip dasar manajemen pengelolaan

obat, sebab meskipun sudah dibentuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT)

dan formularium rumah sakit yang perencanaannya berdasarkan

permintaan/usulan dari user (dokter) dengan menggunakan metode

komsumsi namun belum ada menggunakan suatu sistem atau metode


90

VEN, analisis ABC, belum ada menghitung stok maksimum, stok

minimum, dan lead time sehingga sering menyebabkan terjadinya

kekosongan obat dan ketersediaan obat tidak dapat terpenuhi dengan

baik.

Disamping itu Keterbatasan dana untuk belanja pengadaan obat

sangat mempengaruhi ketersediaan obat di instalasi farmasi yang

tentunya berdampak pada akan terjadi kekosongan persediaan obat

sehingga pasien tidak mendapatkan obat sesuai yang diresepkan oleh

dokter pada saat pasien berobat dirumah sakit.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) yang

menyebutkan bahwa metode yang digunakan di Sub Unit Gudang

Farmasi RSUD Kota Depok adalah menggunakan metode konsumsi yang

merupakan dasar perencanaan melalui data laporan jumlah pemakaian.

Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa perencanaan

kebutuhan obat berdasarkan pada rata-rata jumlah kebutuhan obat pada

periode sebelumnya, selain itu dilihat slow moving dan fast moving dari

masing-masing obat.

Selain itu juga menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa untuk mengantisipasi melonjaknya

permintaan dan penggunaan obat, maka dalam perencanaan kebutuhan

harus disertakan stok pengaman (buffer stock). Menurut Heijanto (2008)

Buffer stock merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk


91

melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan

(stock out).
Pada perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur pun disertai dengan stok pengaman.

Stok pengaman yang dilakukan oleh gudang farmasi sebesar 20% dari

persediaan yang ada. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi melonjaknya

permintaan kebutuhan. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan

oleh Utari (2014) di RS Zahirah yang menyatakan bahwa gudang farmasi

harus menambahkan stok pengaman (buffer stock) sebesar 10% sampai

20% pada setiap kali melakukan perencanaan dan pengadanaan obat, hal

ini dilakukan untuk mengantisipasi kelonjakan permintaan kebutuhan

persediaan obat, maka perlu dilakukan perhitungan stok pengaman. Hal

ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh John dan Harding

(2010), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali

terletak pada dua faktor yaitu pertama pertimbangan tingkat pemesanan

kembali secara langsung berdasarkan pemakain normal, dan yang kedua

sediaan pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan tingkat

pelayanan yang diminta.

Masalah yang dihadapi dalam perencanaan obat di gudang farmasi

adalah perencanaan hanya menggunakan metode konsumsi dengan

melihat pemakaian obat sebelumnya dan kurang memperhatikan pola

penyakit, oleh karena itu ada obat yang sering kosong dan ada juga obat

yang mengalami over stock. Dalam Depkes (2008) telah disebutkan


92

bahwa perencanaan harus melihat dari segi konsumsi dan pola penyakit,

karena dengan menggunakan dua metode tersebut dapat menghitung

jumlah kunjungan dan jenis penyakit yang dilayani pada tahun-tahun

sebelumnya. Disamping itu juga instalasi farmasi tidak memperhitungkan

waktu tunggu obat mulai dari di pesan sampai obat datang dari distributor,

sangat perlu memperhitungkan waktu tunggu karena jarak antara

distributor obat dan RSUD Kudungga Sangatta jauh. Penyebab lain

perencanaan obat berjalan belum optimal karena belum didukung oleh

sumber daya manusia, dari hasil wawancara dengan kepala instalasi

farmasi RSUD Kudungga bahwa masih kurangnya pengalaman kerja yang

dimiliki sehingga perencanaan yang dilakukan belum optimal. Kurangnya

pengetahuan tentang perencanaan obat dengan menggunakan metode

analisis ABC-VEN, penentuan lead time hal ini karena belum pernah

dilakukan pelatihan kepada para karyawan instalasi farmasi rumah sakit

RSUD Kudungga tentang perencanaan obat.

2. Penganggaran

Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung

terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan

keinginan apabila didukung penuh dari segi pendanaannya. Begitu juga

dengan pelayanan yang ada di RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur ,

pelayanan kesehatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh

pendanaan yang memadai.


93

Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada

informan diketahui bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur untuk pengadaan obat rata-rata sebesar

± 9 miliar pertahun. Dana tersebut berasal dari BLUD. Persentase dana

yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan rumah sakit sesuai dengan

yang dianggarkan di dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) pola

pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), untuk

belanja kebutuhan obat yang ada mengikuti jumlah dana yang tersedia.

Dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat pada tahun 2014, tahun

2015 dan tahun 2016 rata-rata sebesar Rp. 9.921.992.971 dan total

anggaran operasional belanja rumah sakit pada tahun 2014, tahun 2015

dan tahun 2016 rata-rata sebesar Rp. 69.452.807.842 jadi persentase

anggaran obat yang digunakan yaitu sebesar rata-rata 14,23 % dari total

anggaran operasional rumah sakit. Hal ini masih sangat rendah bila

dibandingkan dengan standar DEPKES RI bahwa anggaran untuk belanja

obat-obatan adalah sebesar 40-50% dari total anggaran operasioanal

rumah sakit. Kendala yang dihadapi dalam penganggaran obat adalah

kurangnya dana untuk pembelian obat. Dengan dana yang tersedia

sekarang dirasa masih belum cukup untuk memenuhi permintaan

kebutuhan yang meningkat hal ini menyebabkan ketersediaan obat tidak

sesuai dengan perencanaan. Alokasi dana untuk anggaran obat masih

sangat rendah karena pihak rumah sakit lebih mengutamakan


94

peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit untuk menunjang

pelayanan rumah sakit.

Menurut Suciati dkk (2006) Pelayanan kefarmasian merupakan

pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama.

Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di

rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia,

bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis),

dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan

pembekalan farmasi termasuk obat-obatan.

Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam

proses perencanaan dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang cukup

maka kebutuhan obat akan terpenuhi dengan baik, sebaliknya jika

anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat terbatas maka

pelayanan kefarmasian rumah sakit akan terganggu. Pernyataan ini

sesuai dengan pedoman perbekalan kefarmasian yang dibuat oleh Dirjend

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa

salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan

perbekalan farmasi adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan

sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah

sakit. Disamping karena perencanaan obat yang dilakukan kurang baik

maka akan berimbas pada penentuan anggaran yang digunakan untuk

belanja obat-obatan.
95

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk merealisasikan

kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian obat

ke distributor. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan

farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman

barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak

memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008). Di RSUD

Kudungga Sangatta tim yang terlibat di bagian pengadaan adalah kepala

instalasi farmasi, kepala gudang farmasi, kasubid logistik dan kasubid

penunjang medik.

Hasil paparan beberapa informan dan pengamatan dokumen,

pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan pembelian

langsung ke distributor. Sistem e-purchasing obat yang masuk dalam

daftar e-cataloq dilakukan agar mempermudah petugas dalam melakukan

pembelian, karena barang atau obat yang akan dibeli dalam e-catalog

sudah memuat daftar, jenis, dan spesifikasi termasuk harga obat tersebut.

Dalam penelitian Sumangkut dan Jansen (2014) menyebutkan hal yang

sama yaitu pengadaan secara e- purchasing dilakukan secara langsung

kepada penyedia barang, pengadaan seperti ini untuk mempermudah

petugas dalam melakukan pemesanan barang kepada penyedia barang.

Proses pengadaan persediaan melalui e-purchasing ini dirasa

cukup efektif karena proses pengadaannya dilakukan secara online dan

langsung kepada penyedia yang telah telah terdaftar di Lembaga


96

Kebijakan Pengelolaan Barang/Jasa (LKPP) tanpa adanya kompetisi.

Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari

pengadaan melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi biaya

yang dibutuhkan relatif tidak banyak, dan membutuhkan lebih sedikit

waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem pengadaan ini terkadang

belum sesuai dengan yang diharapkan, karena terkadang sering terjadi

masalah pada jenis, jumlah obat yang tidak tersedia dan harga obat yang

tidak sesuai dengan perencanaan. Untuk frekuensi kegiatan pengadaan

obat dilakukan satu bulan sekali bahkan dapat dilakukan seminggu sekali

pemesanan tergantung dengan pergerakan obatnya. Ini sesuai dengan

pernyataan semua informan yang menyatakan bahwa pengadaan

persediaan obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diadakan satu kali

dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa obat

juga dapat diadakan setiap minggu, mengingat permintaan kebutuhan

yang tinggi.

Proses pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga

Sangatta menggunakan metode pembelian langsung, untuk

menyesuaikan trend kebutuhan di Rumah Sakit. Hal ini sesuai Peraturan

Presiden RI. nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan ketujuh atas

Keputusan Presiden Nomor 80 tentang pelaksanaan Pengadaan Barang

/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa untuk mempercepat pengadaan dan

pendistribusian bahan dan obat generik dipandang perlu segera


97

menetapkan penyedia barang/jasa melalui penunjukan langsung(

pembeliang langsung).

Pembelian obat dengan metode pembelian langsung hal tersebut

dapat dilaksanakan sebab obat dapat dikategorikan didalam pekerjaan

untuk keadaan khusus dan juga merupakan barang spesifik yang hanya

dilaksanakan oleh satu penyedia barang /jasa pabrikan, pemegang hak

paten, dan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan

untuk harga obat generik, telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan R I Nomor 320/ MenKes/SK/III/2008 tanggal 26-3-2008

tentang Harga Obat Generik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengadaan dan

perencanaan sering tidak sesuai dan ketidak sesuaian disebabkan karena

ketidak tersedianya ditingkat distributor atau kosong pabrik dan

keterbatasan dana. Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang

harus diperhatikan :

1). Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi.

2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk

menjaga agar pelaksanaan pengadaan mutu terjamin (misalnya

persyaratan kadaluarsa, sertifikat analisa/standar mutu.

3) Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu dan tempat.

(DepKes 2010).

Hal tersebut bila dianalisis lebih jauh bahwa pengadaan obat belum

optimal karena perencanaan yang tidak baik sehingga mempengaruhi


98

tingkat ketersediaan obat. Ketersediaan obat di Instalasi Farmasi akan

berubah sesuai trand kebutuhan misalnya saja atas permintaan dokter

untuk jenis tertentu yang tidak tercantum baik dalam formularium maupun

dalam DPHO atau perubahan pola penyakit. Ketidaksesuaian obat yang

tersedia dengan kebutuhan akan menyebabkan pelayanan tidak maksimal

yaitu pasien tidak mendapatkan obat pada saat dibutuhkan sehingga

tujuan pengobatan tidak tercapai.

Untuk mengatasi masalah ketidak tersediaan obat tersebut tidak

jarang pihak rumah sakit melakukan pengadaan dengan meminjam obat

yang dibutuhkan kerumah sakit lain yang telah terjalin kerjasama, hal ini

dikarenakan permintaan yang tinggi dan mendesak, sedangkan

persediaan yang dibutuhkan yang ada di dalam gudang mengalami

kekosongan hal ini didukung oleh data stok obat pada tahun 2015 dan

tahun 2016 yang menunjukkan stok obat kosong masih tinggi

dibandingkan dengan stok obat yang ada yaitu tahun 2015 stok obat

kosong 53,84% sedangkan stok obat yang ada 46,16% dan tahun 2016

stok obat kosong 55,82% sedangkan stok obat yang ada 44,18%.

Berdasarkan data laporan perencanaan obat yang di ambil peneliti pada

tahun 2016 menunjukkan bahwa persentase jumlah item obat yang

diadakan dengan yang direncanakan adalah sebesar 71 %. Jumlah ini

belum sesuai standar yaitu jumlah item obat yang di adakan sebesar 100-

120% dari total perencanaan obat (Pudjaningsih,1996). Pengadaan obat


99

tidak sesuai dengan yang direncanakan yaitu hanya 71% yang terealisasi

hal ini disebabkan karena kurangnya anggaran obat.

Permasalahan lain yang didapat pada saat penelitian berdasarkan

wawancara yang mempengaruhi pengadaan obat di RSUD Kudungga

Sangatta adalah sering menunda pembayaran obat meskipun faktur obat

sudah jatuh tempo. Pesanan obat ke distributor terpending karena

lambatnya pembayaran obat. Hal ini disebabkan karena lambatnya proses

administrasi untuk pengajuan pembayaran faktur obat yang sudah jatuh

tempo dari instalasi farmasi ke bagian keuangan.

Dalam proses pengadaan obat, kendala lain yang sering terjadi

ketika melakukan pembelian obat adalah distributor yang sering terlambat

dalam melakukan distribusi obat kerumah sakit dan obat yang dipesan

tidak tersedia atau kosong pada distributor tersebut, sehingga pihak

gudang farmasi melakukan pemesanan pada distributor lain. RSUD

Kudungga belum memperhitungkan waktu tunggu pemesan obat mulai

dari di pesan sampai obat datang. Waktu tunggu sangat diperlukan

dikarenakan jarak distributor yang jauh dari rumah sakit.

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa proses

pengadaan sudah sesuai standar yang ada, namun ketersediaan obat

belum terpenuhi sesuai dengan kebutuhan di rumah sakit hal ini karena

dipengaruhi oleh perencanaan yang kurang baik, pembayaran obat yang

tidak tepat waktu dan ketersediaan anggaran obat yang kurang.


100

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara

dan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang

dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu

obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan

farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,

menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan

(Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian melalui survei diketahui bahwa

pelaksanaan kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur menggunakan sistem FIFO (First In First

Out) dan FEFO (First Expired First Out). Artinya dalam penyusunan, obat-

obatan yang baru datang diletakkan dibelakang dan obat-obatan yang

lama diletakkan di bagian depan dan obat-obatan yang dekat tanggal

kadaluarsa di letakkan di depan sedangkan obat-obatan yang tanggal

kadaluarasa masih lama diletakkan di belakang. Hasil penelitian ini juga

didukung oleh hasil penelitian Sheina dan Umam (2010) yang

menyebutkan bahwa penyimpanan dan penyusunan obat di gudang

Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I

menggunakan metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired

First Out) dan berdasarkan abjad, metode ini digunakan agar

mempermudah petugas dalam pengambilan obat- obatan dan menjaga

mutu obat-obatan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah


101

Yogyakarta Unit I. Menurut Dina (2012) pengaturan obat yang dilakukan di

rak/lemari penyimpanan dapat memberikan kemudahan bagi petugas

gudang dalam mencari barang saat dibutuhkan dan dapat membuat

penyimpanan menjadi lebih efisien.

Dalam kegiatan penyimpanan, barang yang sudah diterima dan

sudah diperiksa oleh petugas gudang farmasi disimpan di gudang farmasi.

Penyusunan obat yang dilakukan di rak-rak dan lemari penyimpanan obat

di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur dipisahkan

menurut abjad, bentuk sediaan, obat paten dan obat generik, kestabilan

obat dalam suhu tertentu atau obat-obatan yang memerlukan kondisi

penyimpanan khusus seperti vaksin diletakkan di lemari es/kulkas dengan

suhu terkontrol, pemisahan bahan mudah meledak/terbakar dan

pemisahan obat-obat high alert seperti LASA (Look alike, sound alike),

elektrolit pekat, obat sedasi, insulin, nutrisi parenteral, obat kemoterapi

dan agen radiokontras masing-masing golongan tersebut diberi stiker

warna dengan tulisan high alert begitu juga dengan obat yang mendekati

expired date diberi kode atau pelabelan dan ditulis tanggal kadaluarsanya.

Menurut Dirjen Bina Kefarmasian, proses penyimpanan harus

menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired

First Out), abjad, berdasarkan sedian dan diberi kode atau nama agak

untuk mempermudah dalam pengambilan obat.

Penyimpanan disertai dengan system informasi yang selalu

menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan


102

merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan

yang ditetapkan (Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004) yaitu di

bedakan menurut 1).Bentuk sediaan dan jenis; 2). Menurut suhunya; 3)

Mudah tidak meledak / terbakar; 4) Tahan/tidaknya terhadap cahaya. Jika

dibandingkan dengan teori, hal ini sudah sesuai dengan pedoman Dirjen

Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan..

Menurut G Jeetu dan T Girish (2010) dalam hasil penelitian

menyebutkan bahwa 25% dari semua kesalahan obat yang dikaitkan

dengan nama obat dan 33% untuk kemasan dan pelabelan. Hasil

penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Wardhana (2013) yang

menyebutkan bahwa terjadinya medication error disebabkan karena obat-

obatan yang disimpan tidak menggunakan kode atau tanda khusus baik

obat yang expired date maupun yang tidak expired date. Dengan

menggunakan tanda khusus atau kode atau pun pelabelan tersebut

diharapkan agar lebih mudah membedakan obat yang akan kadaluarsa

dengan obat yang belum kadaluarsa.

Menurut hasil penelitian Palupiningtiyas (2014) yang menyebutkan

bahwa luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat

petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang farmasi.

Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa gudang farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur tidak hanya digunakan untuk menyimpan

obat, namun juga digunakan untuk menyimpan alat kesehatan.


103

Menurut Seto (2008) gudang farmasi adalah awal dari penyimpanan

perbekalan farmasi yang datang dari supplier, perbekalan farmasi tersebut

kemudian didistribusikan ke bagian rawat inap, rawat jalan, dan unit-unit

pelayanan rumah sakit yang membutuhkannya.

Persyaratan gudang penyimpanan perbekalan farmasi: 1)

Accesibility, adalah ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses.

2) Size, ruang penyimpanan harus cukup untuk menampung barang yang

ada.

Dalam proses penyimpanan ada faktor hambatan yang

mempengaruhi proses tersebut yaitu kondisi gudang yang kurang

memadai. Letak dan tata ruang yang kurang baik terdiri dari banyak sekat

atau ruang-ruang kecil sehingga ruang yang digunakan untuk

penyimpanan obat tidak efektif dimana gudang obat yang digunakan

adalah bekas ruang untuk operasi. Luas gudang yang kurang memadai

tentunya sangat menghambat petugas gudang dalam melakukan tugas

penyimpanan obat di gudang tersebut. Petugas gudang menjadi tidak

leluasa bergerak pada saat akan menyusun obat-obatan yang baru

diterimanya. Minimnya luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas

gudang terpaksa harus menumpuk obat-obatan dan alat kesehatan pada

lorong-lorong ruangan dan ada beberapa obat yang belum kadaluarsa di

satukan dalam satu ruangan penyimpanan dengan obat kadaluarsa.


104

Menurut Depkes RI (2007) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan

kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan

pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang

dengan baik. Departemen Kesehatan juga menyebutkan bahwa dalam

penataan gudang farmasi harus dibagi menjadi ruang produksi, ruang

kantor, ruang arsip dokumen, dan ruang penyimpanan. Hal ini berfungsi

untuk mempermudah kegiatan di gudang farmasi.

Penyimpanan obat udah sesuai dengan standar yang ada namun di

instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta masih di temukan obat-

obatan kadaluarsa, data yang di ambil yaitu pada tahun 2015 nilai obat

kadaluarsa Rp. 40.037.527 dengan persentase 0,58% dari nilai

persediaan obat dan tahun 2016 Rp. 38.078.389 dengan persentase

0,53% dari nilai persediaan jadi rata-rata persentase obat kadaluarsa

adalah 0,55%. Nilai ini masih tergolong tinggi dibanding nilai yang sesuai

standar yaitu ≤ 0,2% (Pudjaningsih, 1996). Hal ini di sebabkan karena

dokter kurang komitmen dalam peresepan obat, user meminta untuk

disiapkan obat tersebut tapi peresepan obat kurang atau obatnya jarang

keluar jadi mengakibatkan obat tersebut kadaluarsa. Dan juga kurangnya

informasi ke dokter tentang daftar obat-obatan yang dekat kadaluarsa dan

obat yang tergolong slow moving. Penyebab lain masih tingginya obat

kadaluarsa karena pengadaan obat di instalasi farmasi tidak mengikuti

perkembangan obat baru atau tidak mengikuti trend yang ada sedangkan

dokter setiap selesai mengikuti seminar atau simposium mendapatkan


105

informasi tentang obat baru sehingga obat yang lama sudah tidak mau

diresepkan dokter lagi.

Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) sudah diatur tentang bagaimana

cara atau sistem penyimpanan obat-obatan yang baik dan benar.

Tujuannya adalah untuk mempertahankan mutu obat dan menghindari

kerugian akibat kesalahan penyimpanan obat. Penyimpanan obat sudah

dilakukan dengan baik namun belum dapat memenuhi semua persyaratan

yang ditetapkan karena keterbatasan SDM, sarana dan prasarana.

5. Pendistribusian

Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)

menyebutkan bahwa sistem distribusi dilakukan dua metode yaitu sistem

distribusi sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS

sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan.

Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa depo/satelit

IFRS di beberapa unit pelayanan. Sedangkan sistem desentralisasi

dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada

dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi

obat persediaan lengkap di ruangan, hanya saja sistem distribusi

desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan

pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.


106

Proses pendistribusian obat di RSUD Kudungga Sangatta Kutai

Timur dilakukan dengan sistem desentralisasi yaitu pendistribusian obat

dari gudang farmasi ke farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo OK

dan ruang rawat inap untuk bahan habis pakai. Permintaan setiap unit

akan obat semua ditujukan ke gudang farmasi. Pendistribusian obat-

obatan ke unit-unit rumah sakit di pusatkan di gudang tujuannya adalah

untuk memudahkan pendataan dan pengontrolan terhadap obat-obatan

yang dikeluarkan Jika stok obat di farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap,

Depo OK dan IGD tersebut sudah habis atau sedikit jumlahnya, maka

akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai dengan bukti

berupa surat permintaan obat.

Dalam proses pendistribusian obat dipengaruhi oleh banyak

sedikitnya jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang

jumlahnya memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit

tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak

memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka

obat yang disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak

dapat dilakukan distribusi karena obat yang diminta kosong.

Pendistribusian obat ke pasien rawat jalan dengan cara individual

prescribing sedangkan pasien rawat inap menggunakan cara One Daily

Dispensing (ODD).

Pendistribusian obat ke pasien berdasarkan hasil survei langsung di

farmasi rawat jalan bahwa rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani
107

pasien mulai dari pasien menyerahkan resep sampai menerima obat rata-

rata waktu pelayanan per lembar resep adalah untuk resep obat jadi

adalah antara 22 - 35 menit dan resep racikan adalah antara 33 - 58

menit. Nilai ini cukup lama jika dibandingkan dengan standar rata-rata

waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien

untuk Obat racikan maksimal 30 menit, non racikan 15 menit (Depkes RI,

2008). Hal ini di sebabkan tenaga petugas di farmasi rawat jalan kurang

dan tidak jarang pasien komplain karena lambatnya pelayanan dan lebih

memilih menebus obat di rumah sakit lain karena tidak mau menunggu

lama. Selain itu mengenai ketersediaan obat sering terjadi kekosongan

obat tapi untuk pasien BPJS di upayakan untuk tidak memberikan

langsung copy resep, petugas farmasi berusaha dengan menghubungi

dokter si penulis resep untuk menggantikan obat yang sejenis atau

mengganti obat yang lain dengan kandungan obat dan komposisi yang

sama tapi kalau dokter tidak menyetujui petugas menghubungi gudang

farmasi untuk mencarikan obat keluar atau meminjamkan obat ke rumah

sakit lain, dan diinformasikan ke pasiennya untuk menunggu agak lama

karena obat lagi kosong dan baru dicarikan ke rumah sakit lain kalau

pasien tidak mau menunggu terpaksa diberikan copy resep saja untuk

ditebus keluar. Untuk pasien umum biasanya langsung diberikan copy

resep saja bila obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek, hal tersebut

dapat terjadi karena ketersediaan obat yang rendah dan juga kurangnya

informasi ke dokter tentang stok obat yang ada di instalasi farmasi.


108

Persentase peresepan obat dengan nama generik Pengukuran

persentase peresepan obat dengan nama generik dimaksudkan untuk

mengetahui kecenderungan dokter untuk meresepkan obat dengan nama

generik yang berarti tertulis sebagai zat aktif sediaan sehingga ada

kesepemahaman antara dokter dan farmasis dimana secara tidak

langsung turut mencegah prescribing error, yang merupakan awal

terjadinya medication error (WHO, 1993). Hasil penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa persentase penulisan resep dengan nama generik

oleh dokter masih rendah yaitu sebesar 51,46% apabila dibandingkan

dengan standar penelitian yang dilakukan oleh WHO (1993) sebesar 82-

94%. Jadi penggunaan obat generik di RSUD Kudungga Sangatta belum

memenuhi standar yang ada . Hal ini di sebabkan karena kurangnya

ketersediaan obat generik di RSUD Kudungga karena sering mengalami

kekosongan obat dan juga dokter lebih cenderung menggunakan obat

paten dibandingkan dengan obat generik.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap manajemen obat di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta, yang

berpengaruh terhadap rendahnya ketersediaan obat di rumah sakit umum

daerah Kudungga Sangatta maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perencanaan Obat

Perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD

Kudungga Sangatta Kutai Timur pada dasamya sudah sesuai

dengan prinsip dasar manajemen pengelolaan obat yaitu

perencanaan menggunakan metode komsumsi dengan melihat

kebutuhan pemakaian sebelumnya, namun belum maksimal

karena perencanaan belum menggunakan suatu system atau

analisis VEN, metode ABC, belum menghitung stok maksimum

dan minimum, dan belum menghitung lead time. Kurangnya

pengetahuan tentang perencanaan obat karena belum pernah

mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan perencanaan obat.

2. Penganggaran Obat

Penganggaran persediaan obat yang ada di RSUD Kudungga

Sangatta Kutai Timur menggunakan anggaran BLUD. Persentase

dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat adalah 14,23 %


110

dari total anggaran operasional rumah sakit. Alokasi dana untuk

anggaran belanja obat masih sangat kurang sehingga

ketersedian obat dari perencanaan tidak terpenuhi.

3. Pengadaan Obat

Metode pembelian obat dilakukan dengan cara pembelian

langsung dan e-purchasing, jangka waktu pembayaran selama 1

(satu) bulan, frekuensi pembelian obat sebulan sekali tapi dalam

keadaan tertentu pembelian obat bisa sekali dalam seminggu.

Pengadaan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta

Kutai Timur belum berjalan dengan baik, sering terjadi

kekosongan obat karena obat yang di pesan ke distributor tidak

langsung dikirim karena pending yang disebabkan oleh

tertundanya pembayaran obat tidak sesuai dengan waktu yang

disepakati sering melewati tanggal jatuh tempo. dan terlambatnya

distributor dalam mendistribusikan obat ke rumah sakit juga

karena obat yang dipesan tidak ada atau kosong di distributor,

Untuk mengatasi kekosongan obat maka dilakukan peminjaman

obat kerumah sakit yang sudah ada kerjasama dengan rumah

sakit Kudungga Sangatta Kutai Timur .

4. Penyimpanan Obat

Sistem penyimpanan obat yang dilaksanakan di RSUD Kudungga

Sangatta menggunakan system sistem FIFO (First In First Out)

dan FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan di gudang


111

farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur belum sesuai

dengan standar dimana obat yang sudah kadaluarsa di simpan

pada satu ruangan dengan obat yang belum kadaluarsa. Selain

itu ada beberapa kendala atau masalah yang ditemukan dalam

proses penyimpanan antara lain dan terjadinya penumpukkan

kardus yang berisi obat-obatan hal ini disebabkan oleh kondisi

gudang tempat penyimpanan obat terbatas.

Persentase dan nilai obat kadaluarsa pada tahun 2015 dan tahun

2016 rata-rata 0,55% dari total nilai persediaan obat dan nilai obat

kadaluarsa rata-rata Rp. 39.057.958 nilai termasuk cukup tinggi.

5. Pendistribusian Obat

Waktu tunggu untuk pendistribusian obat ke pasien mulai dari

pasien menyerahkan resep sampai pada penyerahan obat

menggunakan waktu cukup lama untuk obat jadi yaitu 22 – 35

menit dan obat racikan 33 – 58 menit hal ini disebabkan karena

kurangnya tenaga farmasi khususnya di farmasi rawat jalan.

Pendistribusian obat ke pasien rawat jalan dengan cara individual

prescribing sedangkan pasien rawat inap menggunakan cara One

Daily Dispensing (ODD).

Untuk penggunaan obat persentase penulisan resep dengan

nama generik oleh dokter masih rendah yaitu sebesar 51,46%.


112

B. Saran

1. Perlunya menggunakan metode lain dalam perencanaan obat

,seperti metode analisis VEN dan analisis ABC dan

memperhitungkan stok maksimum, stok minimum, lead time dan

stok pengaman (safety stock).

2. Perlunya menambah anggaran untuk pengadaan obat agar dapat

memenuhi stok obat berdasarkan kebutuhan.

3. Melakukan pembayaran tepat waktu tidak menunda pembayaran

obat jika sudah jatuh tempo atau melakukan pembayaran obat

sebelum obat pending sehingga pengiriman obat dari distributor

tidak terhambat.

4. Perlunya menambah jumlah tenaga farmasi untuk mengatasi waktu

tunggu pelayanan distribusi obat ke pasien yang lama.

5. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta

lebih memperhatikan sarana gudang farmasi yang kurang memadai

untuk proses penyimpanan persediaan obat.

6. Prioritas utama yang harus dilakukan atau perlu dibenahi untuk

mengatasi permasalahan terkait dalam pengelolaan obat di

instalasi farmasi RSUD Sangatta adalah mengenai perencanaan

obat yaitu perlu adanya peningkatan pengetahuan sumber daya

manusia melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan

perencanaan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama Y T, (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit . Jakarta


Penerbit Universitas Indonesia.

A. Harianto. Supardi, S. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar


Pelayanan Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah
Ilmu Kefarmasian

Ali, Maimun. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi


Metode Konsumsi dengn Analisis ABC dan Reorder Point
terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Rasio di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis.
Universitas Diponegoro.

Anggraeni, Mekar Dwi dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif


dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta:Nuha Medika.

Berry, L., Zeithaml, V., Parasuraman, A. (1990) The Service-. Quality


Puzzle
Business Horizon

Budiono, S., Suryawati, S., Sulanto, S.D., 1999, Manajemen Obat Rumah
Sakit : Kumpulan Modul, 33-36, Fakultas Kedokteran, Program
Pendidikan Pascasarjana, Magister Manajemen Rumah Sakit,
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Danu S dan Suryawati S., 1997, Distribusi dan Penyimpanan, Universitas


Gadjah Mada

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Pedoman Pengelolaan


Obat Program Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI,(2004) Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI;2004

Depkes RI , 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Direktorat


Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Depkes RI, 2010. Materi-Materi Kefarmasian Di Instansi Farmasi


Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan
Kesehatan Direktorat Jendral BinaKefarmasian Dan Alat
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerja sama dengan
114

International Coorperation Agency(JICA). Jakarta.

Handoko, 1992 Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPPE,


Yokyakarta

Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi ketiga. Grasindo.


Jakarta.

IFRS-RSDS, 1990, Pedomanan Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi


Rumah Sakit yang Baik. Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUD
Dr. Sutomo, Surabaya.

Indriawati, C.S., Suryawati, S., Pujaningsih.,1996 Analysis of Drug


Management In Wates Local Public Hospital.

Indonesia,Departemen Kesehatan 1999 ,Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 , Standar Pelayanan
Rumah Sakit,departemen kesehatan,Jakarta

Jeetu G, Girish T. 2010. Prescription Drug Labeling Mediction Errors: A


Big Deal for Pharmacists. Journal of Young Pharmacists.
Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih
Keunggulan Kompetitif. PPM. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI,(2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan


Farmasi di Rumah Sakit.Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Depkes RI Bekerja sama dengan Japan International
Cooperation Agency.

Kementerian Kesehatan RI,(2012). Standar Akreditasi Rumah Sakit Tahun


2012, Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta

Miles, Matthew B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.


Jakarta. Universitas Indonesia Press
Moleong, J Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung
Mulyadi, 1996, Pengelolaan Obat di Rumah Sakit, Universitas Gadjah
Mada

Muzakin, M.,(2008). Analisis Kerugian yang Ditanggung Oleh RSU Dr.


Soetomo Surabaya sebagai akibat dari stagnant dan stockout
obat. Skripsi. Surabaya. Universitas Airlangga
115

Nadzam D.M., 1991, Development of medication-use indicators by the


Joint
Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. Am J
Hosp
Pharm. Sep;48(9):1925-30. PubMed PMID: 1928134

Naiborhu, JP., 1995, Upaya Peningkatan Proses Penyerahan Obat di


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesta, Yokyakarta.

Palupiningtiyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di


Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun2014.
Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.

Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan


Obat di Farmasi Rumah Sakit, [Tesis], Yogyakarta: Magister
Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada.

Purwanti Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Poli, W. 2001. Peningkatan Daya Saing Output Rumah Sakit diera Afta
2003, Makalah disajikan pada Seminar Perubahan Dalam
Kebijakan dan Manajemen Rumah Sakit di era Otonomi dan
Menjelang AFTA 2003 yang dilaksanakan oleh PPS UNHAS
Makassar. Oktober 2001.

Pratiwi,Sauzan. 2012. Gambaran Perencanaan Obat Antibiotik


Menggunakan Analisis ABC di Sub Unit Gudang Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. FKM UI.
Depok.
Prihatiningsih, Dina.2012. Skripsi: Gambaran Sistem Penyimpanan Obat
di
Gudang Farmasi RS Asri Tahun 2011. Depok: UI

Quick,, Hume, M.L,O Conner, R.W., 1982, Managing Drug Suplay.


Management Sciences of Health, Boston.,Massachuset

Quick,, Hume, M.L,O Conner, R.W., 1997, Managing Drug Suplay.


Second Edition, Revised And Expanded, Kumarin Pres, West
Hartford.
116

Ratnaningrum, E. (2002). Pengembangan Model Pengadaan Alat


Kesehatan Habis Pakai Untuk Mencapai Efisiensi Biaya Di
Instalasi Farmasi RSUD Kota Semarang. Tesis Mahasiswa IKM
Universitas Diponegoro, Semarang

Seto, Soerjono. 2008.Manajemen Farmasi. Airlangga University Press.


Surabaya.

Setyowati, J.d.,Purnomo, W.,2004. Analisis Kebutuhan Obat Dengan


Metode Konsumsi Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan Obat Di
Kota Kediri. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. V(02): 188-
195.

Sheina, B., Umam, M.R., Solikhah. (2010) Penyimpanan Obat di Gudang


Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I.
Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 4 (1). p. 1-75.

Siregar, Ch. J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan, 25 – 49, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suciati S, Adisasmito WBB. (2006).”Analisis Perencanaan Obat


berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi”. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol 09/Maret 2006,hal 9.

Sugiono, 1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung

Supranto, J., 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Rineke


Cipta,
Jakarta

Suryawati, S., 1997. Menuju swamedikasi yang rasional.Yogyakarta:Pusat


Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat ,Universitas
Gadjah Mada.

Titta.H.S, (2008). Analisis Manajemen Obat di Rumah Sakit Angkatan


Darat Tk. II Dustira Cimahi. Tesis Mahasiswa Magister
Manajemen Farmasi. Program Studi Ilmu Farmasi, Program
Pasca Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Tjiptoherijanto, Prijino, dan Budi Soesetyo, 1994. Ekonomi Kesehatan.


Reneke Cipta, Jakarta.
117

Umar Husen. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen Jakarta:


Gramedia.

Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan


Metode Analisis ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ),
Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi
RS Zahirah Tahun 2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.

Waluyo, D.S., (2006). Analisis Penyebab Utama Stagnan Pada


Manajemen Persediaan Obat di Rumah Sakit Kusta Kediri.
Tesis. Surabaya Universitas Airlangga : 1-5.

Wardhana, Zendy Priscillia. 2013. Profil Penyimpanan Obat di Puskesmas


Pada Dua Kecamatan Yang Berbeda Di Kota Kediri. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2.

World Health Organization.1988. Estimating Drug Requirement. A


Practical Annual World Health Organization, Geneva.

Wibowo, dkk. (2011). Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara


Elektronik (E- Procarement) Pada Pemerintah Kota Yogyakarta.
Volume 23, Nomor 2, Juni 2011.

WHO, 1993, How to Investigate Drug Use In Health Facilities, Selected


Drug Use Indikators, Action Program on Essential Drugs, 46-52,
WHO, Genewa.

WHO (1999), Promoting Rational Use of Medicine:core Component.


Geneva

Wirjoatmodjo, K., 1990 Kebutuhan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit


Sebagai Bagian Integral dari Sistem Pelayanan Rumah
Sakit, Work Shop on Hospital Pharmacy, Jakarta.

Wijono, D., 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga


University Press, Surabaya.
LAMPIRAN

118
119

Lampiran 1. Pedoman wawancara

Yang harus digali dari responden adalah :

A. Perencanaan Kebutuhan Obat dengan indikatornya adalah sebagai

berikut:

1. Team dalam proses perencanaan.

2. Persentase dana yang tersedia dibandingkan dengan

kebutuhan rumah sakit.

3. Perbandingan jumlah item obat.

4. Alur proses perencanaan.

5. Metode yang digunakan dalam perencanaan.

6. Kendala dan solusi dalam proses perencanaan.

B. Penganggaran

1. Proses penganggaran dalam kegiatan pengadaan obat.

2. Team yang terlibat dan bertanggungjawab dalam proses

penganggaran.

3. Besarnya anggaran yang dikeluarkan dan sumber anggaran

yang dipakai.

4. Kendala dalam proses penganggaran.

5. Cara mengatasi kendala tersebut.

C. Pengadaan

1. Proses pengadaan obat.


120

2. Team yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam

pengadaan obat.

3. Seleksi pemasok.

4. Metode pembelian.

5. Frekuensi pembelian.

6. Frekuensi tertunda pembayaran.

7. Frekuensi kesalahan faktur.

8. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengadaan.

9. Kendala dan solusi yang dihadapi dalam pengadaan.

D. Penyimpanan

1. Proses penyimpanan obat.

2. Team yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam

penyimpanan.

3. Metode atau sistem yang digunakan

4. Kondisi dan tempat penyimpanan obat.

5. Sistem penataan gudang penyimpanan obat.

6. Kendala dan solusi pada proses penyimpanan.

E. Pendistribusian

1. Proses distribusi obat.

2. Team yang terlibat dan bertanggung jawab dalam distribusi.

3. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses distribusi.


121

4. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai

ke tangan pasien.

5. Persentase item obat yang diresepkan dengan item obat yang

dilayani
Lampiran 2. Tabel hasil penelitian
Jenis Informan
informasi Kabid Kasubid Kasubid Ketua KFT Kepala IFRS Kepala Farmasi RJ & Dokter Staf Kesimpulan
Penunjang penunjang Logistik Gudang RI Keuangan
medik
Perencanaan Tim yang Peran KFT Metode Proses Perencanaan Apoteker user ikut kegiatan
a. Metode terlibat dalam terlibat dalam komsumsi perencanaan obat selama penanggung menentukan perencanaan
perencanaan perencanaan penentuan dilihat dari kebutuhan 1 tahun jawab rawat jenis obat kebutuhan
b. Tim yang KFT, dokter, jenis obat pemakaian persediaan dengan inap dan yang akan obat di
terlibat dalam kepala dan membuat sebelumnya. obat yang melihat rawat jalan dipakai di gudang
perencanaan instalasi dan formularium dilakukan pemakaian terlibat dalam rumah sakit, farmasi
c. Proses gudang Team KFT oleh instalasi atau stok perencanaan ada form RSUD
perencanaan farmasi dan Perencanaan dalam farmasi obat keluar obat yang diisi Kudungga
apoteker obat sesuai managemen RSUD pada tahun untuk Sangatta
dengan yang pengelolaan Kudungga sebelumnya Mengajukan mengajukan Kutai Timur
KFT yang ada di obat Sangatta ditambah usulan obat obat-obatan menggunaka
membuat formularium berperan adalah buffer 20%, ke gudang yang akan n metode
formularium rumah sakit. dalam hal dengan belum untuk dimasukkan konsumsi
rs, dokter perencanaan melihat menerapkan dipesan dalam dengan
memasukkan obat yaitu pemakaian perencanaan formularium, melihat
usulan obat- bertanggung obat berdasarkan form tersebut pemakaian
obatan ke jawab dalam sebelumnya jenis penyakit setelah di isi sebelumnya
KFT. penentuan atau metode atau diserahkan dengan
jenis obat konsumsi, epidemiologi kepada buffer 20%.
yang akan di perencanaan baru sebatas Komite medik
masukkan obat belum menggunaka setelah perencanaan
dalam ada n metode mendapatkan obat belum
formularium, menggunaka komsumsi persetujuan menggunaka
KFT meminta n suatu baru di n metode
usulan dari sistem atau Perencanaan serahkan analisis VEN,
user obat- metode obat sesuai kepada tim analisis ABC,
obat apa analisis VEN, dengan KFT untuk belum ada
yang akan di analisis ABC, usulan dokter dimasukkan menghitung
masukkan belum ada yang ada dalam stok
dalam menghitung dalam formularium maksimum,

122
formularium, stok rumah sakit. stok
setelah maksimum, formularium minimum,
mendapatkan stok rumah sakit. dan tidak
daftar usulan minimum, memperhitun
disusunlah dan tidak gkan lead
formularium memperhitun time
RS, apabila gkan lead
ada obat time perencanaan
yang akan berdasarkan
dipakai oleh Team yang Formularium
dokter/user terlibat dalam yang dibuat
tapi belum perencanaan oleh KFT.
ada dalam obat adalah
formularium, kepala
dokter bisa instalasi
membuat farmasi,
usulan obat kepala
baru dengan gudang dan
mengisi form Komite
pengusulan Farmasi dan
obat baru Terapi dan
kemudian dokter
dibawah dimana peran
komite medik KFT ikut
setelah dalam
mendapat penentuan
persetujuan jenis obat
dari komite dan membuat
medik formularium
barulah KFT Rumah Sakit”
bisa sedangkan
memasukkan dokter ikut
dalam daftar menentukan
obat jenis obat
formularium yang akan
dipakai di
rumah sakit

123
Penganggara Tidak terlibat Anggaran Anggaran penganggara
n dalam yang yang n obat di
a. Sumber penganggara digunakan digunakan RSUD
anggaran n obat. dari BLUD dalam Kudungga
b. Tim yang Anggaran disesuaikan belanja obat Sangatta
terlibat yang ada dengan RBA. adalah Kutai Timur
masih sangat menggunaka menggunaka
minim sekali Sub bagian n anggaran n anggaran
karena logistik dari BLUD. BLUD
rumah sakit melakukan Anggaran Anggaran
lebih pengecekan yang ada obat yang
mengutamak pembayaran digunakan disiapkan
an faktur yang untuk belanja terbatas.
peningkatan jatuh tempo obat, alat
sarana dan sebelum kesehatan,
prasarana dibuatkan bahan
rumah sakit rencana laboratorium
seperti pembayaran dan radiologi.
pengadaan oleh bagian
alat-alat keuangan. Team yang
kedokteran Pembayaran terlibat
obat atas langsung
persetujuan dalam proses
direktur. pembayaran
obat adalah
direktur
rumah sakit,
staf
keuangan,
kabid
keuangan
dan kasubid
logistic

Anggaran
obat yang

124
disiapkan
terbatas.
Pengadaan Tidak ikut Pengadaan KFT Tidak Metode pembelian Pembayaran Metode
obat terlibat dalam obat ikut dalam pengadaan langsung ke dilakukan pengadaan
a. Sistem proses dilakukan pengadaan dengan PBF, untuk pada saat dengan
pengadaan pengadaan dengan obat pembelian pemesanan obat sudah pembelian
b. Metode mengecek semuanya di langsung dan obat e- pending, langsung dan
pengadaan sisa stok serahkan melalui e- kataloq pembayaran melalui e-
c. Frekuensi yang menipis kepada purchasing. menggunaka tidak tepat purchasing
pembelian dan sudah di instalasi ne– waktu karena
d. Seleksi setujui oleh farmasi Pembelian purchasing. prosesnya Pembelian
pemasok bagian dilakukan yang lama, dilakukan
e. Frekuensi logistik dan sekali Pemilihan pembayaran sekali
tertunda penunjang sebulan Distributor dilakukan sebulan
pembayaran medis. namun bila dilihat dari dua kali namun bila
dalam ketersediaan dalam dalam
keterlambata keadaan obat dan sebulan. keadaan
n pemesanan tertentu bisa harga obat tertentu bisa
obat ke sekali bila sekali
distributor seminggu. distributor seminggu.
dan obat satu tidak
pending Mengecek tidak mempunyai Terjadi
karena faktur stok obat melakukan stok obat kekosongan
jatuh tempo digudang bila seleksi maka di cari obat karena
belum sudah di pemasok distributor obat pending
dibayar verifikasi oleh hanya dilihat lainnya. pembayaran
bagian ketersediaan faktur jatuh
untuk logistic baru stok obat tempo tidak
menghindari boleh kalau tepat waktu
kekosongan dilakukan distributor sehingga
obat pengadaan satu kosong pengiriman
dilakukan obat. maka obat
peminjaman dilakukan dipending.
obat-obatan obat menipis pemesanan
ke rumah diorder ke distributor untuk
sakit yang dengan lain. menghindari
bekerja sama melihat sisa kekosongan
dengan stok obat di Obat sering obat

125
RSUD gudang pending dilakukan
Kudungga. farmasi karena faktur peminjaman
obat yang obat-obatan
telah jatuh ke rumah
tempo belum sakit yang
dibayar, bekerja sama
sehingga dengan
sering terjadi RSUD
kekosongan Kudungga.
obat akibat
lambatnya
pengiriman
Penyimpana Penyimpanan Sistem FIFO Sistem FIFO
n obat (First In First (First In First
a. Sistem dilakukan Out) dan Out) dan
penyimpanan dengan FEFO (First FEFO (First
b. Penataan memisahkan Expired First Expired First
gudang antara obat Out), obat di Out),
yang masuk beri penyimpanan
e-katalog dan label/stiker berdasarkan
obat non e- high alert, bentuk
katalog, LASA sediaan,
bentuk alfabetis,
sediaan, barang kestabilan
alfabetis, banyak obat , bahan
kestabilan diletakkan di mudah
obat yaitu lorong-lorong terbakar dan
penyimpanan ruangan, ada di beri
pada suhu beberapa label/stiker
kamar dan obat yang high alert,
lemari belum LASA
pendingin, kadaluarsa
bahan mudah dicampur Ruang
terbakar dan dengan obat tempat
secara FIFO kadaluarsa penyimpanan
(First In First dalam satu obat terbatas.
Out) dan ruangan.
FEFO (First Banyak stok

126
Expired First obat-obat
Out)
yang sudah
Letak dan tata kadaluarsa
ruang yang
kurang baik
terdiri dari
banyak sekat
atau ruang-
ruang kecil
sehingga ruang
yang
digunakan
untuk
penyimpanan
obat tidak
efektif.

Nilai obat
yang sudah
kadaluarsa
cukup tinggi.

Pemusnahan
obat baru
dilakukan
sekali.
Pendistribusi Peresepan Pendistribusi Pelayanan Obat generik Pendistribusi
an obat generik an obat di resep rawat banyak an obat di
a. Sistem masih rawat jalan inap kosong jadi rawat jalan
distribusi rendah, dengan cara menggunaka diganti obat dengan cara
b. Penggunaan persediaan individual n metode paten individual
obat obat generik prescribing ODD belum prescribing
c. Waktu kurang, sedangkan ada depo di sedangkan
tunggu obat stoknya untuk ruangan untuk
selalu pendistribusi rawat inap pendistribusi
mengalami an rawat inap kecuali ruang an rawat inap
kekosongan. dengan cara OK dengan cara

127
Pasien ODD ( One ODD (One
langsung
menebus Daily rata-rata Daily
obat keluar Dispensing) waktu Dispensing)
atau di beri pelayanan
copy resep. Sering terjadi per lembar Peresepan
kekosongan resep untuk obat generik
obat generik resep obat masih
di distributor jadi adalah rendah,
antara 22 - persediaan
Waktu 35 menit dan obat generik
tunggu obat resep racikan stoknya
lama adalah antara selalu
33 - 58 menit, kurang,
ini selalu
disebabkan mengalami
karena kekosongan.
kurangnya
tenaga Waktu
farmasi tunggu
sehingga pasien lama
pelayanan untuk obat
resep lambat. jadi dan obat
racikan
obat generik
stoknya
sering
kosong jadi
biasanya
dilakukan
peminjaman
ke rumah
sakit lain,
kadang juga
di copy resep
keluar.

128
129

Lampiran 3. Perbandingan standar pengelolaan obat dengan hasil penelitian di


instalasi RSUD Kudungga Sangatta

Pengelolaan Temuan/hasil
No Standar Keterangan
obat penelitian
Perencanaan 1 Perencanaan
1. Metode Metode kombinasi
obat . belum sesuai
a standar
. Metode komsumsi -
b
. Metode epidemiologi -
c. Metode kombinasi -
2
. Menghitung stok
minimum -
3
. Menghitung stok
maksimum -
4 Menghitung lead
. time -
5 Analisis VEN dan
. ABC -
6
. Hukum pareto -
7 Menghitung safety Sesuai
. stok 20% standar
2 Penganggaran 1 Anggaran obat 40-
50% Anggaran obat Belum sesuai
13,61% standar
Pengadaan 1
3 Obat . Tender terbuka -
2
. Tender tertutup -
3 Pembelian langsung Pembelian
Pembelian
. langsung
langsung
menggunaka
n pedoman
pengadaan
BLUD
4 Persentase jumlah Persentase jumlah Belum sesuai
item obat diadakan item obat diadakan standar
dengan yang dengan yang
direncanakan 100 - direncanakan 71
120% %
4 Penyimpanan 1 FEFO FEFO Sudah sesuai
obat . standar
2
. FIFO FIFO
3
. Menurut bentuk Menurut bentuk
sediaan dan jenis sediaan dan jenis
4
. Menurut suhu dan Menurut suhu dan
kestabilan obat kestabilan obat
130

5 Bahan mudah
. terbakar Bahan mudah
terbakar
6
. Alfabetis Alfabetis
7 Persentase nilai obat Belum sesuai
. kadaluarsa ≤ 0,2 % Persentase nilai standar
obat kadaluarsa
0,5 %
5 Pendistribusia 1 Sentralisasi
n obat .
2 Desentralisasi Desentralisasi Sudah sesuai
. standar
3
. Flour Stok
4 Individual dispensing
. Individual
dispensing
5
. Unit dose dispensing
6 Unit day dispensing
. Unit day
dispensing
7 51.46%
. Penggunaan obat Belum sesuai
generik 82-94% standar
131

Lampiran 4. Dokumentasi wawancara di RSUD Kudungga Sangatta

Wawancara dengan drg. Rudi Purwono Kepala Bidang Penunjang

Wawancara dengan Suraini Makatita, SKM Kasubid. Penunjang Medik


132

Wawancara dengan Jumardi, SST Kasubid. Logistik

Wawancara dengan dr. Zulmiaty, Sp.S ketua KFT dan dokter Spesialis Syaraf
133

Wawancara dengan dr. Didit Tri Setyo Budi Sp.P dokter Spesialis Paru
dan Pernafasan

Wawancara dengan Liza Arifiyanti S.Farm., Apt Kepala Instalasi Farmasi


134

Wawancara dengan Harnita Sari, S.Farm., Apt Koordinator Farmasi Rawat Inap

Wawancara dengan Nurahmi Abdullah, S.Farm., Apt Koordinator Farmasi Rawat


Jalan
135

Wawancara dengan Hadi Hamidan Hakim Koordinator Gudang Farmasi

Wawancara dengan Marni Tandi Ayu, SE staf Keuangan


136

Wawancara dengan pasien di poli rawat jalan

Anda mungkin juga menyukai