Askep Labunag Baji DM Print-Dikonversi
Askep Labunag Baji DM Print-Dikonversi
DI SUSUN OLEH
PENDAHULUAN
F. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh sel beta pada keadaan
resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan ketidakmampuan sel untuk berespon
terhadap kadar insulin normal, terutama di dalam otot, hati, dan jaringan lemak. Di hati,
insulin biasanya bertugas menekan pelepasan glukosa.Namun, pada keadaan resistensi
insulin, hati melepaskan glukosa secara tidak normal ke dalam darah.Proporsi resistensi
insulin versus disfungsi sel beta berbeda-beda pada masing-masing individu. Sebagian
pasien dapat mengalami resistensi insulin yang nyata dengan hanya sedikit cacat dalam
sekresi insulin sementara yang lain dapat mengalami hanya sedikit resistensi insulin namun
berkurangnya sekresi insulin secara nyata.
Mekanisme penting lain mungkin berhubungan dengan diabetes tipe 2 dan resistensi
insulin antara lain: meningkatnya perombakan lipid di dalam sel lemak, resistensi dan
kekurangan inkretin, tingginya kadar glukagon di dalam darah, peningkatan retensi garam
dan air oleh ginjal, dan gangguan pengaturan metabolisme olehsistem syaraf pusat
Meskipun demikian, tidak semua orang yang mengalami resistensi insulin kemudian terkena
diabetes, karena keadaan ini harus juga disertai oleh gangguan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
1. Resistensi Insulin
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-
10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah
insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa
darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah
stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel
beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah
turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa
darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk
menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai
dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan
fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada
kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan
tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak
mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta
menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai
menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat
dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit
amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005
dikutip olehIndraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin
dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik
terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja
insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang
heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama
gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.
Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga
dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi
insulin (Indraswari, 2010).
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan
target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan merupakan
kombinasi antara faktor genetik dan obesitas.Resistensi insulin bersifat relatif.
Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan kadar glukosa plasma
menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor insulin. Mekanisme pasti
mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum diketahui dengan pasti.Penurunan
reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder
hiperinsulinemia.
2. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum
jelas.Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin yang memicu
kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang disekresikan
oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan
pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
3. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan
hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia
pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh liver pada fase
postprandial.Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal sindrom diabetes.
G. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina,
2009):Keluhan Klasik
1) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
2) Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
3) Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing.Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.Dikira sebab rasa haus ialah
udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita minum banyak
4) Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa
dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:
Tanggal : 10/06/2015
- turgor : baik
- bising usus : normal
- stoma : tidak ada
- visika urinari : teraba
a. Resiko jatuh (Morse Fall b. Risiko Integritas Kulit (Norton, Skin integrity risk
Scale) assessment)
Factor Resiko Skor
Riwayat jatuh Tidak =
dalam 90 hari 0 0 Kriteria 0 1 2 3 Skor
terakhir Ya = 25
Diagnosis Tidak =
Mandiri Agak Sangat
sekunder 0 0 Mobilitas Immobile 0
penuh terbatas terbatas
Ya = 15
Alat bantu
berjalan 0
Bed rest / dg
bantuan 15
Status Terjaga Kadang Sangat Letargi /
perawat 30 0 0
Mental penuh bingung bingung koma
Tongkat /
walker
Perabot /
furniture
Baik :
Tidak = Cukup : Buruk : Per
IV / Heparin Status habis
0 0 50-74 <50 % selang / 0
Lock Nutrisi 75 %
Ya = 20 % porsi porsi IV
porsi
Gaya berjalan
Turgor
Normal / bed 0 Kondisi Abrasi /
Turgor buruk, Kering ,
rest / 10 0 Kulit Secara kemera 0
baik edema atropi
immobile 20 Umum han
eritema
Lemah
Terganggu
Status mental
Orientasi 0
sesuai 15
Tidak Urinary
kemampuan 0 Inkontinensi Urinari Fekal 0
ada dan fekal
Melupakan
keterbatasan
diri
Kondisi Fisik
Sangat
Total Skor 0 Secara Baik Cukup Buruk 0
buruk
Umum
Tidak
Level Resiko Jatuh TOTAL 0
Beresiko
C. Perawatan Total
a. Semua kebutuhan klien dibantu √
b. Pergantian posisi dan observasi TTV/2 jam √
c. Makan melalui NGT, terapi intravena √
d. Pemakaian suction √
e. Gelisah/disorientasi √
VI. RESPON EMOSI, RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA,SPIRITUAL
1. Respon emosi : tenang
2. Riwayat sosial ekonomi :
Tinggl di : rumah sendiri
Tinggal bersama : keluarga
Pekeerjaan : wiraswasta
Status pernikahan : klien sudah 2x menikah
Peran dalam struktur keluarga: kepala keluarga
Kehidupan sosial :t.a.k
Agama :islam
3. Komunikasi
Verbal : normal
Non verbal :-
Alat bantuak komunikaso :-
VII. TINGKAT PENEGETAHUAN DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir : SMP
Bahasa utama : bahasa indonesia
4 DS:
− Klien mengatakan nyeri Nyeri akut b/d factor
pada punggung belakang biologis,terputusnya kontanitas
dengan skala 4(0-10) jaringan
DO:
− Klien Nampak meringis
− Penilaian PQRST
P:luka pada punggung
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : punggung
S : sedang 4(0-10)
T : nyeri dirasakan ketika
dilakukan perawatan
luka diabetik
III. DIAGNOSAKEPERAWATAN
1) Blood glucose level,risk for unstable berhubungan dengan hiperglikemia
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka diabetic
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
resistensi insulin
4) Nyeri akut berhubungan dengan factor biologis,terputusnya kontanitas jaringan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan perawatan luka diabeti
VI. INTERVENSI KEPERAWATAN
PENUTUP
I. Kesimpulan
Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2 Diabetes
Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.
Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud
Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus Dengan Keterkendalian Gula
Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun.Jurnal Kesehatan Masyarakat,
September 2007, I (2).
Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007.Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran
Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I
Kulon Progo 2007.Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.Ilmu Keperawatan Stikes Surya
Global Yogyakarta.
Nadesul, Hendrawan. 2002.428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan Orang
Mapan.Kompas.
WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its Complication