Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

“ DIABETES MELITUS TIPE II “

DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

DI SUSUN OLEH

SRI WAHYUNI (2004034)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme hidrat arang akibat
berkurangnya hormone insulin, baik kekurangan relatif maupun absolut. Hasil penelitan
departemen kesehatan yang di publikasiakan pada tahun 2008 menunjukkann angka
prevalensi DM di Indonesia sebesar 5,7%, yang berarti lebih dari 12 juta penduduk Indonesia
saat ini menderita DM ( Hartini, 2007)
Penyakit DM tipe 2 di Indonesia merupakan salah satu penyebab utama penyakit tak
menular atau sekitar 2,1% dari seluruh kematian. Diperkirakan sekitar 90% kasus DM di
seluruh dunia tergolong tipe 2. Jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok
umur > 30 tahun dan pada seluruh status social ekonomi (Perkeni, 2010)
Diabetes mellitus adalah salah satu diantara penyakit yang tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya dimasa datang, diabetes mellitus sudah merupakan salah satu ancaman
utama bagi kesehatan umat manusaia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada
tahun 2000 jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian , pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak
menjadi 300 juta
orang. (Sudoyo, 2007)
Maka dari itu sangat dibutuhkan tindakan berupa asuhan keperawatan pada diabetes
millitus tipe II khususnya, agar angka prevalensi diabetes dapat menurun dalam tahun ke
tahunnya. Hal yang paling dibutuhkan agar tidak terkena diabetes adalah dengan pengaturan
pola makan dan menjaga gaya hidup sehat karena banyaknya orang yang menderita diabetes
disebabkan pola makan dan gaya hidup sehat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes melitus tipe 2 – yang dahulu disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin
(non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes onset dewasa – merupakan
kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks
resistensi insulin dan defisiensi insulin relative.
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi
dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi
insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sel dan jaringan
tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin,
diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan
kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat
badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal
respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan
untuk diberikan.
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel
terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang
normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus
tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) (Corwin,2001).
B. Pembahasan DM
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit glukosa
yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa, di sisi lain glukosa
menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang akan merusak pembuluh darah
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Bagi penderita Diabetes Melitus yang sudah
bertahun-tahun minum obat modern seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ
tubuh lain. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas
terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang
dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme
terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi
terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines
(suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira
90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain
meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun didekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat
terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati
dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan
karbohidrat) dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh,
di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal
yang gemuk.
Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetik drugs.
Produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang
digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon
insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan yang tidak sesuai tentang glukosa oleh
hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g.,metformin), dan
pada hakekatnya menipisnya pembalasan hormon insulin(e.g., thiazolidinediones). Jika ini
gagal, ilmu pengobatan hormon insulin diperlukan untuk memelihara tingkatan glukosa
yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan
dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan
pengobatan. Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-
baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2.
Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka
peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.
C. Kaitan antara Metabolisme Karbohidrat dan Diabetes Mellitus tipe 2
Metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus adalah dua mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan. Keterkaitan antara metabolisme karbohidrat dan diabetes mellitus dijelaskan
oleh keberadaan hormon insulin. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang
secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai
dengan hiperglikemia puasa dan post prandial, aterosklerotik dan penyakit vascular
microangiophaty dan neurophaty. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya telah
bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vascularnya. Pasien
dengan kelainan toleransi glukosa ringan ( gangguan glukosa puasa dan gangguan
toleransi glukosa ) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi diabetes mellitus.
Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi
sesungguhnya diperoleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1-2%
jika hiperglikemia puasa merupakan kriteria diagnosis. Penyakit ini ditandai oleh
komplikasi metabolik dan komplikasi jangka panjang yang melibatkan mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah.
Penderita diabetes mellitus mengalami kerusakan dalam produksi maupun sistem kerja
insulin, sedangkan ia sangat dibutuhkan dalam melakukan regulasi metabolisme
karbohidrat. Akibatnya, penderita diabetes mellitus akan mengalami gangguan pada
metabolisme karbohidrat. Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi
dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses
pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan
dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus
kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan
sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan
sebagai bahan bakar. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah.
Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang
diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi
aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport glukosa ke dalam
otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).
Insulin berupa polipeptida yang dihasilkan oleh sel-sel β pankreas. Insulin terdiri
atas dua rantai polipeptida. Struktu insulin manusia dan beberapa spesies mamalia kini
telah diketahui. Insulin manusia terdiri atas 21 residu asam amino pada rantai A dan 30
residu pada rantai B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh adanya dua buah rantai disulfida
(Granner, 2003). Insulin disekresi sebagai respon atsa meningkatnya konsentrasi glukosa
dalam plasma darah. Konsentrasi ambang untuk sekresi tersebut adalah kadar glukosa pada
saat puasa yaitu antara 80-100 mg/dL. Respon maksimal diperoleh pada kadar glukosa
yang berkisar dar 300-500 mg/dL. Insulin yang disekresikan dialirkan melalui aliran darah
ke seluruh tubuh. Umur insulin dalam aliran darah sangat cepat. Waktu paruhnya kurang
dari 3-5 menit.
Sel-sel tubuh menangkap insulin pada suatu reseptor glikoprotein spesifik yang
terdapat pada membran sel. Reseptor tersebut berupa heterodimer yang terdiri atas subunit
α dan subunit β dengan konfigurasi α2β2. Subunit α berada pada permukaan luar
membran sel dan berfungsi mengikat insulin. Subunit β berupa protein transmembran yang
melaksanakan fungsi tranduksi sinyal. Bagian sitoplasma subunit β mempunyai aktivitas
tirosin kinase dan tapak autofosforilasi (King, 2007).
Terikatnya insulin subunit α menyebabkan subunit β mengalami autofosforilasi
pada residu tirosin. Reseptor yang terfosforilasi akan mengalami perubahan bentuk,
membentuk agregat, internalisasi dan mnghasilkan lebih dari satu sinyal. Dalam kondisi
dengan kadar insuli tinggi, misalnya pada obesitas ataupun akromegali, jumlah reseptor
insulin berkurang dan terjadi resistansi terhadap insulin. Resistansi ini diakibatkan
terjadinya regulasi ke bawah. Reseptor insulin mengalami endositosis ke dalam vesikel
berbalut klatrin.
Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan memfosforilasi substrat reseptor
insulin (IRS) melalui aktivitas tirosin kinase subunit β pada reseptor insulin. IRS
terfosforilasi memicu serangkaian rekasi kaskade yang efek nettonya adalah mengurangi
kadar glukosa dalam darah. Ada beberapa cara insulin bekerja yaitu
Pengaturan metabolisme glukosa oleh insulin melalui berbagai mekanisme kompleks
yang efek nettonya adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah. Oleh karena itu,
penderita diabetes mellitus yang jumlah insulinnya tidak mencukupi atau bekerja tidak
efektif akan mengalami hiperglikemia.
D. Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif sel β dan
resisten insulin.Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh
hati.Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defensiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel β pancreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
E. Faktor resiko Diabetes Mellitus Tipe II
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II (Smeltzer & Bare, 2002)
antara lain:
1. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yangmengidap diabetes,
karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapatmenghasilkan insulin dengan baik
2. Usia
Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologiyang secara drastis, DM
tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada mereka yang berat
badannya berlebihan sehinggatubuhnya tidak peka terhadap insulin
3. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makananyang manis-manis untuk
meningkatkan kadar lemak seretonin otak.Seretonin ini mempunyai efek penenang
sementara untuk meredakanstresnya.Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka
yang beresikomengidap penyakit DM tipe II.
4. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan) yang dapat
mengakibatka gangguan kerja insulin (resistensi insulin).Obesitas bukan karena
makanan yang manis atau kaya lemak,tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang
terlalu banyak, sehingga

F. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe 2 disebabkan oleh kurangnya produksi insulin oleh sel beta pada keadaan
resistensi insulin. Resistensi insulin merupakan ketidakmampuan sel untuk berespon
terhadap kadar insulin normal, terutama di dalam otot, hati, dan jaringan lemak. Di hati,
insulin biasanya bertugas menekan pelepasan glukosa.Namun, pada keadaan resistensi
insulin, hati melepaskan glukosa secara tidak normal ke dalam darah.Proporsi resistensi
insulin versus disfungsi sel beta berbeda-beda pada masing-masing individu. Sebagian
pasien dapat mengalami resistensi insulin yang nyata dengan hanya sedikit cacat dalam
sekresi insulin sementara yang lain dapat mengalami hanya sedikit resistensi insulin namun
berkurangnya sekresi insulin secara nyata.

Mekanisme penting lain mungkin berhubungan dengan diabetes tipe 2 dan resistensi
insulin antara lain: meningkatnya perombakan lipid di dalam sel lemak, resistensi dan
kekurangan inkretin, tingginya kadar glukagon di dalam darah, peningkatan retensi garam
dan air oleh ginjal, dan gangguan pengaturan metabolisme olehsistem syaraf pusat
Meskipun demikian, tidak semua orang yang mengalami resistensi insulin kemudian terkena
diabetes, karena keadaan ini harus juga disertai oleh gangguan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.

DM tipe 2 ditandai dengan 3 patofisiologi utama, meliputi gangguan sekresi insulin,


resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa hepatik berlebih.Obesitas sering ditemukan
pada penderita DM tipe 2.Adiposit mensekresi sejumlah hormon seperti leptin, TNF-alfa,
asam lemak bebas, resistin, dan adiponektin yang memodulasi sekresi insulin, kerja insulin,
berat badan, dan berkontribusi terhadap resistensi insulin.Awalnya, toleransi glukosa pada
pasien DM tetap normal meskipun terjadi resistensi insulin karena sel beta pankreas
mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.Seiring dengan meningkatnya
resistensi insulin, sel beta pankreas tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia.
IGT (Impaired Glucose Tolerance) ditandai dengan peningkatan kadar glukosa postprandial.
Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik menyebabkan pasien
mengalami diabetes disertai peningkatan kadar glukosa darah puasa. Penanda inflamasi
seperti IL-6 dan CRP umumnya meningkat pada diabetes tipe 2.

1. Resistensi Insulin
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-
10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah
insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa
darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah
stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu
meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal. Gangguan sekresi sel
beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah
turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa
darah puasa meningkat. Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk
menghasilkan insulin akan menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai
dengan gangguan fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan
fase 2 di mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada
kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam, akan
tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak
mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta
menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai
menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat
dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan
fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit
amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005
dikutip olehIndraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin
dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik
terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih kerja
insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan sindrom yang
heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting pada
perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama
gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk.
Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga
dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi
insulin (Indraswari, 2010).
Penurunan kemampuan insulin untuk bekerja secara efektif pada jaringan
target terutama otot dan liver merupakan gambaran utama DM tipe 2 dan merupakan
kombinasi antara faktor genetik dan obesitas.Resistensi insulin bersifat relatif.
Tingginya jumlah insulin yang dibutuhkan untuk menormalkan kadar glukosa plasma
menandakan penurunan sensitivitas dan respon reseptor insulin. Mekanisme pasti
mengenai resistensi insulin pada DM tipe 2 belum diketahui dengan pasti.Penurunan
reseptor insulin dan aktivitas tirosin kinase pada otot rangka merupakan efek sekunder
hiperinsulinemia.
2. Gangguan Sekresi Insulin
Etiologi penurunan kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum
jelas.Defek genetik sekunder diduga meningkatkan resistensi insulin yang memicu
kegagalan sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amylin yang disekresikan
oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan
pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
3. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik
Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada liver merefleksikan kegagalan
hiperinsulinemia untuk menghambat glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia
pada keadaan puasa dan penurunan penyimpanan glikogen oleh liver pada fase
postprandial.Peningkatan produksi glukosa hepatik terjadi pada awal sindrom diabetes.

G. MANIFESTASI KLINIS
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Agustina,
2009):Keluhan Klasik
1) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel
lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
2) Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
3) Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing.Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.Dikira sebab rasa haus ialah
udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu
penderita minum banyak
4) Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa
dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
Keluhan lain:

a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan


Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu
malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit
Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk
mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang DM Tipe II antara lain:
1. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa dapat diukur dari sample berupa darah biasa atau plasma.
Pemeriksaan kadar glukosa darah lebih akurat karena bersifat langsung dan dapat
mendeteksi kondisi hiperglikemia dan hipoglikemia. Pemeriksaan kadar glukosa darah
menggunakan glukometer lebih baik daripada kasat mata karena informasi yang
diberikan lebih objektif kuantitatif. (FKUI,2011)
2. Pemeriksaan Kadar Glukosa Urine

Pemeriksaan kadar glukosa urin menggambarkan kadar glukosa darah secara


tidak langsung dan tergantung pada ambang batas rangsang ginjal yang bagi
kebanyakan orang sekitar 180 mg/dl. Pemeriksaan ini tidak memberikan informasi
tentang kadar glukosa darah tersebut, sehingga tak dapat membedakan normoglikemia
atau hipoglikemia. (FKUI, 2011)
3. Kadar Glukosa Serum Puasa dan Pemeriksaan Toleransi Glukosa
Memberikan diagnosis definitif diabetes. Akan tetapi, pada lansia, pemeriksaan
glukosa serum postprandial 2 jam dan pemeriksaan toleransi glukosa oral lebih
membantu menegakan diagnosis karena lansia mungkin memiliki kadar glukosa puasa
hampir normal tetapi mengalami hiperglikemia berkepanjangan setelah makan.
Diagnosis biasanya dibuat setelah satu dari tiga kriteria berikut ini terpenuhi:
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg/dl atau lebih tinggi.
5. Konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dl atau lebih tinggi.
6. Kadar glukosa darah puasa setelah asupan glukosa per oral 200 mg/dl atau lebih.
(Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer, 2007)
I. Penatalaksanaan Dm Tipe II
1. Penatalaksanaan Medis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
Obat Hipoglikemik Oral
a) Pemicu sekresi insulin
o Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Efek ekstra pankreas yaitu memperbaiki
sensitivitas insulin ada, tapi tidak penting karena ternyata obat ini tidak
bermanfaat pada pasien insulinopenik. Mekanisme kerja golongan obat ini antara
lain:
(a) Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan ( Stored insulin)
(b) Menurunkan ambang sekresi insulin
(c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa (FKUI,
2011)
o Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonylurea,
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.(FKUI, 2011)

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin


o Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Etformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap insulin pada tingkat
selular, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan menghambat absorbsi glukosa dari usus pada
keadaan sesudah makan. (FKUI, 2011)
o Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologis
meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa
disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa dihati.( FKUI, 2011)
c) Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabakan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.(FKUI, 2011)
o Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan terhadap sekresi
glukagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar glukosa dapat diturunkan. (FKUI,
2011)
o Insulin
Insulin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari pulau
Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang bila kemudian
distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah akan terbelah untuk
menghasilkan insulin dan peptide penghubung (C-peptide)yang masuk kedalam
aliran darah dalam jumlah ekuimolar.Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien
DM Tipe II akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa
darahnya. Pada DM Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:
• Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat memanfaatkan potensi atau
sumber yang ada guna menyembuhkan anggota keluarga yang sakit dan
menyelesaikan masalah penyakit diabetes dan resikonya.
• Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam pengobatan dan
pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
• Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih, menghindari alkohol,
penggunaaan waktu luang yang positif untuk kesehatan, menghilangkan stress dalam
rutinitas kehidupan atau pekerjaan, pola makan yang baik
• Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan keluhan dan
meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena DM atau yang memiliki resiko
• Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan jasmani atau
kebugaran yang sesuai.
3. Penatalaksanaan Diet
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan control metabolic yang lebih baik, dan
beberapa tambahan tujuan khusus yaitu:
• Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan
asupan makanan dengan insulin(endogen/eksogen) atau obat hipoglikemik oral dan
tingkat aktifitas
• Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
• Memberikan energy yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan
yang memadai pada orang dewasa mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
normal pada anak dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan metabolic selama
kehamilan dan laktasi atau penyambuhan dari penyakit metabolic
• Dapat mempertahankan berat badan yang memadai
• Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit jangka pendek, komplikasi
kronik diabetes seperti penyakit ginjal, hipertensi, neuropati autonomic dan penyakit
jantung
• Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.

Kebutuhan zat gizi penderita DM Tipe II


1. Protein
Menurut consensus pengelolaan diabetes di Indonesia tahun 2006, Kebutuhan
protein untuk penyandang diabetes sebesar 10-20% energi dari protein total.
2. Total lemak
Asupan lemak di anjurkan <7% energy dari lemak jenuh dan tidak lebih 10%
energy dari lemak titk jenuh ganda, sedangkan selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal. Anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20-25% energi.
3. Lemak jenuh dan kolesterol
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol adalah
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu <7% asupan
energy sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan kolesterol makanan tidak
lebih dari 300mg per hari.
4. Karbohidrat dan pemanis
Anjuran konsumsi karbohidrat untuk penderita diabetes di Indonesia adalah
45-65% energy.
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk control glukosa darah pada individu
dengan diabetes.
6. Pemanis
Fruktosa menaikkan glikosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan
kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan. Sakarin, aspartame, acesulfame K
adalah pemanis tak bergizi yang dapat di terima sebagai pemanis pada semua
penderita DM.
7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetessama dengan untuk
orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonnsumsi 20-35 gr serat makanan
dari berbagai sumber makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25gr
/1000 kalori perhari dengan mengutamakan serat larut
8. Mikronutrien: vitamin dan mineral
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplemen
vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan suplemen
antioksidan pada saat ini hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi tersebut
menguntungkan.( FKUI, 2011 )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
NO.RM : 32 15 27

Tanggal : 10/06/2015

Tempat : ruangan perawatan baji pamai II

Sumber Informasi : Pasien dan keluarga pasien


I. IDENTITAS
Nama : tn S
Umur :57 thn
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Parimbalan
Status perkawinan : Kawin
Agama : islam
Pekerjaan : wiraswasta
Tanggal masuk rumah sakit : 27/05/2015
Diagnosa medis : Diabetes militus
II. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama : Luka biru, bengkak, memar, dan nyeri pda punggung
belakang.
b. Diagnosa masuk : DIABETES MILITUS
c. Riwayat kesehatan searang : setelah dilakukan operasi klien mengatakan nyeri nya
berkurang

1. Riwayat medis yang pernah di alami : diabetes militus


2. Riwayat kehamilan :~
3. Kebiasaan : merokok
4. Riwayat alergi :~
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. TANDA TANDA VITAL
• TD : 140/90
• N : 88 x / i
• P : 22x / i
• S : 36,2 C0
• BB : sebeleum masuk rumah sakit 80 Kg
BB : setealah masuk umah sakit 70 kg
• TB : 165 Cm
2. Rambut dan kepala : bersih
3. Mata : rabun
4. HidunG : t.a.k
5. Telinga : bersih
6. Mulut : kotor
7. labio : Mukosa embab
8. Lidah : kotor
9. Gigi : kotor
10. Leher : t.a.k
11. DADA
- Ekspansi dada : simetris
- bunyi nafas : vaskuler

12. -abdomen : cekung

- turgor : baik
- bising usus : normal
- stoma : tidak ada
- visika urinari : teraba

13. – alat bantu berkemih : tidak ada

14. –ekstremitas : gerakan terbatas karena luka di pungung pasien


15.PUNGGUNG

- kulit : lesi/luka, kondisi parah


- warna : kemerahan

IV. PENGKAJIAN RESIKO JATUH,INTEGRITAS KULIT,NYERI,LUKA,DAN NEUROSENSORI

a. Resiko jatuh (Morse Fall b. Risiko Integritas Kulit (Norton, Skin integrity risk
Scale) assessment)
Factor Resiko Skor
Riwayat jatuh Tidak =
dalam 90 hari 0 0 Kriteria 0 1 2 3 Skor
terakhir Ya = 25
Diagnosis Tidak =
Mandiri Agak Sangat
sekunder 0 0 Mobilitas Immobile 0
penuh terbatas terbatas
Ya = 15
Alat bantu
berjalan 0
Bed rest / dg
bantuan 15
Status Terjaga Kadang Sangat Letargi /
perawat 30 0 0
Mental penuh bingung bingung koma
Tongkat /
walker
Perabot /
furniture
Baik :
Tidak = Cukup : Buruk : Per
IV / Heparin Status habis
0 0 50-74 <50 % selang / 0
Lock Nutrisi 75 %
Ya = 20 % porsi porsi IV
porsi
Gaya berjalan
Turgor
Normal / bed 0 Kondisi Abrasi /
Turgor buruk, Kering ,
rest / 10 0 Kulit Secara kemera 0
baik edema atropi
immobile 20 Umum han
eritema
Lemah
Terganggu
Status mental
Orientasi 0
sesuai 15
Tidak Urinary
kemampuan 0 Inkontinensi Urinari Fekal 0
ada dan fekal
Melupakan
keterbatasan
diri
Kondisi Fisik
Sangat
Total Skor 0 Secara Baik Cukup Buruk 0
buruk
Umum
Tidak
Level Resiko Jatuh TOTAL 0
Beresiko

1. Pengkajian nyeri : Nyeri (skala 4)


Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol
dengan aktifitas yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
Provokes : saat luka di sentuh
Quality : nyerinya seperti berdenyut
Region : Nyeri pada punggung
Scale : (4 sedang)
Time : pada saat perawatan luka diabetik
Ekspresi wajah : Meringis
Nyeri mempengaruhi : aktivitas klien
Cara mengatasi nyeri : Tidak ada
2. Pengkajian luka
LOKASI PUNGGUNG
UKURAN
STAGE
DRAINAGE/ODOR
3. Neorosensori
Rasa ingin pingsan : tidak
Berdengung : tidak
Riwayat demam : tidak
Facial drop :tidak
Kerning sign :tidak

V. POLA AKTIVITAS HARIAN DAN STATUS FUNGSIONAL


1. Istirahat dan tidur :tidak ada kelainan
2. Makan dan minum :
Makan : 3x sehari (porsi tidak habis)
Alergi : tidak
Minum : gak menentu cc/hari
3. Eliminasi BAB : lunak
Terakhir BAB : 2 hari yang lalu
4. Kebersihan diri
Mandi : sikat gigi: keramas:
5. Olahraga : klien mengatakan semenjak sakit tidak melakukan aktivitas olahraga
6. Aktivitas secara umum : aktivitas yang perlu di batu ke toilet
7. Identifikasi derajat ketergantungan ( metode dougulas )
KRITERIA Ya Tidak
A. Perawatan Minimal
a. Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan √
sendiri
b. Makan dan minum dilakukan sendiri √
c. Ambulasi dengan pengawasan √
d. Observasi TTV dilakukan setiap shift √
e. Pengobatan minimal, status psikologis stabil √

B. Perawatan Parsial Klasifikasi Pasien :


 Minimal
a. Kebersihan diri, makan dan minum dibantu √  Parsial
 Total
b. Observasi TTV dilakukan setiap 4 jam √ Aktivitas
 Mandiri
c. Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali √  Tergantung
sebagian
d. Foley kateter, input output dicatat √  Tergantung penuh
e. Terpasang infuse, persiapan pengobatan yang √
memerlukan prosedur

C. Perawatan Total
a. Semua kebutuhan klien dibantu √
b. Pergantian posisi dan observasi TTV/2 jam √
c. Makan melalui NGT, terapi intravena √
d. Pemakaian suction √
e. Gelisah/disorientasi √
VI. RESPON EMOSI, RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA,SPIRITUAL
1. Respon emosi : tenang
2. Riwayat sosial ekonomi :
Tinggl di : rumah sendiri
Tinggal bersama : keluarga
Pekeerjaan : wiraswasta
Status pernikahan : klien sudah 2x menikah
Peran dalam struktur keluarga: kepala keluarga
Kehidupan sosial :t.a.k
Agama :islam
3. Komunikasi
Verbal : normal
Non verbal :-
Alat bantuak komunikaso :-
VII. TINGKAT PENEGETAHUAN DAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN
1. Riwayat pendidikan
Pendidikan terakhir : SMP
Bahasa utama : bahasa indonesia

2. Tingkat pengetahuan tentang


• Penyakit yang di deria : ya
• Tindakan pengobatan dan perawtan yang di berikan : ya
• Perencanaan diet dan menu :ya
• Perubahan aktivitas sehari-hari :ya
• Perawatan setelah di rumah :ya

3. Pendidikan kebutuhan kesehatan :-


VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboraturium
GLUKOCE :167 mg%
LED :62
HB :9,5
LEUKOSIT :25,1
ERITROSIT :3,43
SEMATORIT :27,6
2. Pemeriksaan diagnostik
DR
GDS

II. ANALISA DATA

NO ANALISA DATA MASALAH


1 DS:
− Klien mengatakan sering
merasa lapar Blood glucose level,risk for unstable
DO: b/d hiperglikemia
− Hasil pemeriksaan (tgl
8/6/15)
GDP=230mg/dl
GDS=233
2 DS:
− Klien mengeluh luka Gangguan integritas kulit b/d luka
pada punggung belakang diabetic
DO:
− Kerusakan pada lapisan
kulit (epidermis)
3 DS:
− Klien mengatakan berat Ketidakseimbangan nutrisi kurang
badannya menurun dari kebutuhan tubuh b/d
setelah masuk rumah resistensi insulin
sakit
DO:
− BB klien sebelum masuk
rumah sakit 80kg
sekarang 70 kg

4 DS:
− Klien mengatakan nyeri Nyeri akut b/d factor
pada punggung belakang biologis,terputusnya kontanitas
dengan skala 4(0-10) jaringan
DO:
− Klien Nampak meringis
− Penilaian PQRST
P:luka pada punggung
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : punggung
S : sedang 4(0-10)
T : nyeri dirasakan ketika
dilakukan perawatan
luka diabetik

5 DS: Resiko infeksi b/d perawatan luka


− diabetik

III. DIAGNOSAKEPERAWATAN
1) Blood glucose level,risk for unstable berhubungan dengan hiperglikemia
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka diabetic
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
resistensi insulin
4) Nyeri akut berhubungan dengan factor biologis,terputusnya kontanitas jaringan
5) Resiko infeksi berhubungan dengan perawatan luka diabeti
VI. INTERVENSI KEPERAWATAN

N0 DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


(NOC) (NIC)
1 Blood glucose level,risk Setelah dilakukan tindakan keperawatan ➢ Teaching prescribed diet
for unstable selama..x24 jam pasien dapat terkontol 1. Menilai pola makan pasien saat ini dan masa lalu
berhubungan dengan gula darahnya dengan kriteria hasil: 2. Instruksikan pasien apa jenis makanan yang di
hiperglikemia • Blood glukosa level: perbolehkan dan di larang untuk di konsumsi
− glukosa darah pasien dapat 3. Menginformasikan pasien mengonsumsi obat sesuai
terkontrol (glukosa terakhir yang telah di anjurkan
149mg/dl) 4. Jelaskan diet dengan makanan yang di sukai dan

− pasien dapat melakukan diet yang kebiasaan makan sesuai budaya

diajurkan 5. Ajarkan keterlibatan keluarga,dan latar belakang


keluarga dan factor-faktor lain yg dapat
• hyperglycemia severity
mempengaruhi kesedian pasien untuk mengikuti diet
− pengeluaran urin pasien sekarang
yang di tentukan
pada malam hari 2-3 kali.
6. Ajarkan pasien jenis-jenis makanan yang seharusnya
− Pasien tidak mengalami sakit
dikonsumsi pada saat diet
kepala
7. Jelaskan tujuan di lakukan diet pada penyakit yang di
− Pasien merasa kelelahan dan alami pasien
kelemahan 8. Jelaskan berapa lama diet harus di lakukan oleh pasien
➢ Hiperglicemia management
1. Memantau kadar glukosa darah
2. Pantau adanya tanda dan gejala gangguan
penglihatan atau sakit kepala
3. Monitor pengeluaran kandungan keton dalam urin
4. Monitor level ABG,electrolyt dan betahidroxybutirate
5. Monitor tekanan darah dan nadi sesuai yang di
tunjukan pada insulin administer
6. Memantau pemasukan dan pengeluaran cairan
7. Konsultasikan jika tanda dan gejala hiperglicemi
menetap atau memburuk
8. Antisipasi situasi kebutuhan insulin akan penyakit
9. Batasi latihan ketika kadar glucose darah lebih besar
dari 250 mg/dl terutama nika keton urin pasien
meningkat
10. Catat ulasan kadar glukosa darah hasil pemeriksaan
dgn pasien atau keluarga
11. Instruksikan tepat pasien untuk melaporkansedang
atau besar keton yang ada dalam urin

2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan ➢ Pressure ulcer care


kulit berhubungan keperawatan…x24jam luka pasien dapat 1. Gambarkan karakterisistik luka ,lokasi,adanya
dengan luka diabetic sembuh dan dengan criteria hasil: nanah,granulasi atau kematian jaringan epitel/kulit
• Tissue integritas skin and mucous 2. Monitor warna pada luka,edema dan suhu di
membranes sekitar area kulit yang mengalami luka
− Pasien masih merasakan sensasi 3. pantau adanya tanda dan gejalanya infeksi
pada saat dilakukan perawatan 4. jaga kelembaban pada area sekitar luka
luka 5. perbaiki perfusi darah dan suplay oksigen pada area
− Luka pasien belum mengalami luka
necrosis jaringan 6. membersihkan luka menggunakan sabun dan air
− Warna luka pasien Nampak sesuai prosedur
merah(tubuh jaringan baru) 7. terapkan pemberian salep pada bagian luka
8. balut luka dengan kasa semipermaebel yang sesuai

9. anjurkan pasien untuk tidak menggunakan pakaian
ketat yang dapat menyebabkan luka baru
10. instruksikan keluarga tentang perawatan luka di
rumah

➢ skin care : topical treatments


1. bersihkan luka denga sabun antibakteri
2. bersihkan /angkat nanah dan jaringan mati pada
luka
3. terapkan pelindung tumit yang mengalai luka
4. terapkan pemberian obat salep pada area luka
5. menjaga kelembapan pada area luka
➢ wound care
1. pantau warna ,ukuran, bentuk dan bau pada luka
2. bersihkan luka menggunakan normal salin
3. menjaga kesterilan ketika melakukan perawatan
luka
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ➢ nutrition management
nutrisi kurang dari selama…x24jam kebutuhan nutrisi 1. menentukan status gizi dan pemenuhan kebutuhan
kebutuhan tubuh pasien dapat terkontrol atau terpenuhi nutrisi
berhubungan dengan dengan criteria hasil: 2. identifikasi makanan dan minuman yang
resistensi insulin • nutritional status:nutrient intake menyebabkan alergi
3. anjurkan pasen untuk mengonsumsi makanan
− pemasukan kalori dalam tubuh yang bergizi
terpenuhi 4. tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang

− pemasukan protein terpenuhi dibutuhkan untuk kebutuhan gizi


5. memenuhi gizi sesuaikan dengan diet yang di
− pemasukan karbohidrat
anjurkan
terpenuhi sesuai diet yang
6. instruksikan pasien memodifikasi jenis diet yang
diajurkan
sehat
− pemasukan mineral dalam
➢ eating disorder management
tubuh terpenuhi
1. kolaborasi dengan tim medis lain dan pasien untuk
penetapkan target berat badan yang di targetkan
2. berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan
asupan kalori harian yg di perlkan untuk mencapai
target berat badan
3. mengajarkan pasien untuk memperkuat konsep gizi
yang baik untuk pasien agar mencapai target
➢ fluid management
1. memantau hasil laboratorium relevan terhadap
retensi cairan (warna dan konsentrasi urin, keruh da
penurunan hemotokrin dan peningkatan kadar
osmolaritas urin)
2. status hemodinamik termasuk CVP,MAP,PAP
3. Monitor TTV pasien
4. Melakukan pemberian terapi cairan melalui IV
5. Monitor status nutrisi
6. Monitor terhadap retensi urin atau pengeluaran urin
berlebihan
7. Monitor berat badan pasien sebelum dan sesudah
mengalami pengeluaran cairan berlebihan jika di
perlukan
8. Menganjurkan pasien untuk melakukan pemenuhan
cairan sendiri secara oral
4 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan • Manajemen nyeri
dengan factor selama .. x 24 jam, pasien dapat ✓ Melakukan penilaian yang komprehensif dari rasa
biologis,terputusnya mengontrol nyeri dengan indikator: sakit untuk memasukkan lokasi, karakteristik,
kontanitas jaringan ✓ Pain control onset/durasi, frekuensi,kualitas,intensitas atau
o Pasien dapat melaporkan keparahan nyeri,dan faktorpencetus
timbulnya nyeri ✓ Mengamati isyarat nonverbal dari
o menggunakan langkah-langkah ketidaknyamanan, terutama pada mereka dapat
bantuan non-analgesik berkomunikasi secara efektif
o pasien dapat mengendalikan nyeri ✓ Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
dengan cara mengelus-elus mengakui pengalaman rasa sakit dan
bagian yang sakit menyampaikan penerimaan respon pasien terhadap
nyeri
✓ Mengeksplorasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri pasien
✓ pain level • Manajemen medikasi
o pasien dapat melaporkan nyeri ✓ Memantau efek dari obat-obatan
dengan (skala 3) ✓ Ajarkan pasien dan keluarga metode administrasi
o ekspresi wajah pasien (skala 4) obat yang sesuai
✓ Ajarkan pasien dan keluarga tindakan non
farmakologi
✓ Kolaborasi dengan tim medis lainnya

5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan ➢ infection control


berhubungan dengan keperawatan…x24 jam,luka 1. anjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga lingkungan yang
luka diabetik yang dialami pasien tidak dapat menyebabkan infeksi
terjadi infeksi dengan criteria 2. anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan luka
hasil: 3. anjurkan pasien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum
• Infection severity menyentuh luka
− Pasien menjaga agar 4. menjaga kelembaban di area luka
tidak terjadi infeksi 5. mencuci tangan menggunakan sabun antibakteri
pada luka
− Pasien menjaga
kebersihan diarea luka
BAB V

PENUTUP

I. Kesimpulan

Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah pankreas dapat menghasilkan cukupjumlah insulin


untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk memanfaatkan secara
efisien.Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan kadar glukosa darah meningkat.
Dalam patofisiologi diabetes melitus tipe 2, dimulai dengan gangguan fase earlypeak yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase sekresi insulin dimulai 20
menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah
tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal di mana tidak
terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. NIDDM ditandai dengan adanya
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Gambaran klini terjadinya DM tipe 2 ini yaitu melalui keluhan klasik seperti
penurunan berat badan, banyak kencing, banyak minum, banyak makan. adapun keluhan
lain yang terjadi yaitu gangguan saraf tepi / kesemutan, gatal / bisul, gangguan ereksi dan
keputihan. dalam menegakkan diagosis dm dapat dilakukan berdasarkan cara pelaksanaan
TTGO menurut WHO 1985.
Faktor risiko DM tipe 2 seperti genetik, usia, stres, minim gerak, pola makan yang
salah, dan obesitas. Pencegahannya dilakukan pada tiga level, yaitu primer berupa
penyuluhan pada faktor risiko; sekunder berupa diagnosis dini (skirning), pengobatan, dan
diet; tersier berupa tindakan rehabilitatif untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Adapun strategi penanggulangan DM yaitu primordial prevention, health promotion,
spesific protection, early diagnosis and prompt treatmen, disability limitation dan
rehabilitation. Tindakan penanggulangan iaalah pengendalian DM yang lebih
diprioritaskan pada pencegahan dini melalui upaya pencegahan faktor risiko DM seperti
upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Dan adapun faktor penanggulangan Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu melalui Edukasi,
Perencanaan Makan, Aktivitas fisik dan Pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Adhi , Bayu.T1, Rodiyatul F. S. dan Hermansyah,2011. An Early Detection Method of Type-2 Diabetes
Mellitus in Public Hospital. Telkomnika, Vol.9, No.2, August 2011, pp. 287~294.

Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam Rsud
Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Indraswari, Wiwi.2010.Hubungan Indeks Glikemik Asupan MakananDengan Kadar Glukosa Darah


Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi
Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Isniati, 2003, Hubungan Tingkat Pengetahuan Penderita Diabetes Militus Dengan Keterkendalian Gula
Darah Di Poliklinik Rs Perjan Dr. M. Djamil Padang Tahun.Jurnal Kesehatan Masyarakat,
September 2007, I (2).

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006


.2006.http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-pengelolaaln-dan-
pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf

Mohjuarno.2009. Makalah Kontenporer Konsentrasi Epidemiologi Pasca Sarjana: Penanggulangan


Diabetes Melitus. Makassar :Universitas Hasanuddin.

Murwani, Arita dan Afifin Sholeha, 2007.Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran
Keluarga Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I
Kulon Progo 2007.Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta.Ilmu Keperawatan Stikes Surya
Global Yogyakarta.

Nadesul, Hendrawan. 2002.428 Jawaban untuk 25 Penyakit Manajer dan Keluhan-keluhan Orang
Mapan.Kompas.

Waspadji, Sarwono dkk., 2009. PedomanDiet Diabetes Melitus. Jakarta: FKUI.

WHO, 1999. Defenition, Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus and Its Complication

Anda mungkin juga menyukai