BAB
BAB
I PENDAHULUAN
Upaya menciptakan proses pembelajaran yang bermutu dan berhasil, dapat dilakukan
dengan mewujudkan perilaku psikologis proses pengajaran dan pembelajaran antara (pendidik
dan peserta didik) dapat berjalan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pernyataan ini, menunjukkan bahwa pengetahuan psikologi pendidikan mempunyai peranan
yang sangat penting bagi guru (pendidik) dalam melaksanakan pengajaran dan bagi peserta didik
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Di dalam proses pengajaran dan pembelajaran terjadi proses (interaksi) antara pendidik
dengan peserta didik, dalam interaksi ini terdapat peristiwa psikologis yang dijadikan rambu-
rambu oleh para pendidik dalam memperlakukan peserta didik secara efektif dan efesien. Para
tenaga pendidik dituntut untuk memahami dan menguasai teori dan aplikasi psikologi pendidikan
agar mereka melaksanakan pengajaran dalam proses pendidikan secara berdayaguna dan
berhasilguna. Pengetahuan tentang psikologi yang berhubungan dengan pendidikan merupakan
suatu keharusan yang mutlak yang perlu dikuasai oleh pendidik, peserta didik, akademisi
pendidikan, peneliti pendidikan maupun (Stakeholders) pendidikan dalam melaksanakan tujuan
pendidikan.
Proses pengajaran dan pembelajaran menghadapi banyaknya perilaku-perilaku
psikologis, baik prilaku individu, kelompok, dan sosial yang harus dipahami guru atau dosen
(pendidik) dan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
Struktur, yaitu organisasi system kognitif, sebagian besar bersifat metafora (pengumpamaan).
Struktur yang dipostulatkan (dirumuskan sebagai dalil) ini merupakan "representatifl' organisasi
keberadaan mental, bukan merupakan suatu yang harafiah seperti yang digambarkan. Misalnya,
struktur mengenai memori oleh para teoris dikonsepkan terdiri dari memori jangka pendek dan
memori jangka panjang, direpresentasikan (digambarkan) dengan metafora "kotak
penyimpanan".
· Istilah proses, menunjuk pada system operasi atau fungsi-fungsi kognisi seperti analisa,
transformasi atau perubahan peristiwa-peristiwa mental. Misalnya, hal lupa, memory coding,
perpikir, dll. Proses, bersifat aktif, sedangkan struktur bersifat pasif.
Struktur dan proses bekerja bersama-sama dalam pemrosesan informasi.
b). Periode Pertengahan
Para filsuf dan teolog renaissance nampaknya cukup puas dengan pengetahuan yang berpusat di
otak. Dan bahwa pengetahuan tidak hanya diperoleh melalui panca indera, namun juga melalui
penyelaman.
· Abad 18
Empiris Inggris (Berkeley, Hume, James Mill dan anaknya John Steward Mill) mengusulkan
bahwa pengetahuan terdiri dari tiga tahap: (1) penginderaan secara langsung, (2) mengkopi hasil
penginderaan, (3) transformasi dari pengkopian tersebut, berasosiasi dengan pikiran.
· Abad 19
Para filsuf bergerak dari filsafat (yang bersifat spekulatif) ke bentuk disiplin yang berdasar hasil-
hasil empirik (Fechner, Brentano, Helmholtz, Wundt, Muller, Kulpe, Ebbinghause, Gallon,
Titchener, dan James).
Pada akhir pertengahan abad 19 teori-teori representasi pengetahuan terpisah secara tegas:
1). Wundt (Jerman) dan Edward Titchener (AS) menekankan
struktur representasi mental.
2). Franz Brentano (Austria) menekankan proses representasi
mental.
3). William James (AS): "baik struktur maupun mental sama-
sama penting! Tidak seperti perdebatan para filsuf pada masa-masa awal, dalam periode ini para
tokoh meguji adanya struktur atau proses tersebut secara eksperimental.
c). Awal Abad 20
Psikologi kognitif yang dikonsepkan pada akhir abad 19 tiba-tiba tenggelam, digantikan dengan
Behaviorisme yang menggunakan kerangka kerja psikologi stimulus-respons (S-R). Studi-studi
mengenai operasi-operasi mental dan struktur internal seperti perhatian, memori, dan berpikir
beristirahat total selama 50 tahun. Bagi para behavioris, representasi internal merupakan variable
pengantara (intervening variables) yang merupakan konstruk hipotetik yang diasumsikan
mengantarai efek stimulus terhadap respon. Tokoh-tokoh behaviorisme pada masda itu,
Woodworth, Hull, dan Tolman menikmati popularitas yang tinggi.
d). Kemunculan Kembali Psikologi Kognitif
Pada tahun 1950-an, minat mulai berfokus kembali pada persoalan perhatian, memori, rekognisi
pola imaginasi, organisasi semantic, proses-proses bahasa, berpikir, dan topik-topik psikologi
kognitif lainnya. Jurnal jurnal penelitian dan kelompok kelompok professional baru menandai
bahwa para psikolog mulai beralih kembali kepada psikologi kognitif. Kemunculan kembali
psikologi kognitif ini dipicu oleh:
1). Kegagalan Behaviorisme.
Behaviorisme gagal memperhitungkan adanya perbedaan individual. Bagaimanapun juga
nampak bahwa proses mental internal berhubungan erat dengan stimulus dan menentukan
perilaku.
2). Kemunculan teori-teori komunikasi.
Teori komunikasi menyumbang eksperimen dalam deteksi sinyal, perhatian, cybernetics, dan
teori informasi yang sangat relevan dengan psikologi kognitif.
3). Linguistik modern.
Cara pandang yang baru mengenai bahasa dan struktur gramatikal mempengaruhi sikap terhadap
kognisi.
4). Riset-riset mengenai memori.
5). Ilmu komputer dan perkembangan teknologi.
Ilmu komputer, khususnya sub-divisi Artificial Inteligence (AI) menyebabkan diuji kembali
postulat dasar mengenai pemrosesan dan penyimpanan memori seperti halnya pemrosesan
bahasa dan akuisisi (kemahiran). Penelitiaan-penelitian diperluas dengan menggunakan alat-alat
eksperimen yang baru.
D. Revolusi Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Kognitif
Pada tahun 1962 Thomas Khun (filsuf, ahli fisika, dan sejarawan dari Universitas Chicago)
menulis buku The Structure of Scientific Revolution. Karena buku ini berisi pandangan baru
mengenai perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, dapat menjadi cermin akan adanya
revolusi dalam sejarah ilmu pengetahuan. Revolusi ilmu pengetahuan menurut Thomas Khun
ditandai oleh pergantian paradigma yang berhubungan dengan penemuan monumental dan/atau
peralihan sejumlah besar ilmuwan dari metode-metode dan konsep-konsep tradisional.
Peralihan di dalam psikologi Amerika antara tahun 1950-1960, menunjukkan adanya pergantian
paradigma yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai revolusi kognitif. Lebih tepatnya dapat
dikatakan terjadi pada tahun 1956, yaitu saat dilaksanakannya symposium teori informasi di
kampus MIT yang melibatkan pembicara seperti Naom Chomsky, Jerome Bruner, Allen Newell
dan Herbert Simon, serta George Miller. Simposium tersebut telah memberikan efek pendekatan
baru dalam psikologi: menerima proses-proses mental dan representasi pengetahuan sebagai kom
nen yang perlu dan syah (legitimate) untuk memahami psikologi manusia.
Tema utama revolusi kognitif (kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak putih"/ white-box
theory) adalah bahwa proses-pmses internal merupakan pokok bahasan dalam psikologi. Hal ini
berkebalikan dengan behaviorisme (kadang-kadang menunjuk pada " teori kotak hitam"/ black-
box tlreory) yang mengusulkan bahwa respon-respon atau perilaku merupakan pokok bahasan
psikologi yang sebenarnya.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah
yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka, bukannya guru atao orang lam. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif
siswa(Suparno, 1997: 81).
Belajar lebih diarahkan pada ezperiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan
pada pebelajar. Beiajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga
memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan
diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri.
Bentuknya bias objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan
divergen otak manusia (Semiawan, 2001:6).
Siswa akan menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berpikir bukan
meniru. Konstruktivisme sebagai aliran psikologi kognitif menyatakan manusialah yang
membangun makna terhadap suatu realita. Implikasinya dalam belajar dan mengajar, bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuhlam upaya dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Siswa sendirilah yang aktif secara mental dalam membangun pengetahuannya (Howe, 1996: 45;
Carl bereiter, 1994: 21-22). Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada
pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan
gagasan, gambaran,gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam
konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti seharihari.
Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan
indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu
obyek (Suparno, 1977:80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam
mengembangkan pengetahuan. Pemerolehan ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan, menggali dan menilai sendiri apa yang kita ketahui.(Anonim, 2002:1)
Proses pembelajaran yang terjadi menurut pandangan konstruktivisme menekankan pada kualitas
dari keaktifan siswa dalam menginterpretasikan dan membangun pengetahuannya. Setiap
organism menyusun Mengutamakan pengalamannya dengan jalan menciptakan struktur mental
dan menerapkannya dalam pembelajaran. Suatu proses aktif dalam mana organism atau individu
berinteraksi dengan lingkungannya dan mentransformasikannya ke dalam pikirannya dengan
bantuan struktur kognitif yang telah ada dalam pikirannya (Cobb,1994:15). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran konstruktivis, yaitu:
a). Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam
konteks yang relevan.
b). Mengutamakan proses,
c). Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social,
d).Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman
(Honebein, 1996:5)
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu
struktur, isi dan fungsi.
a. Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental
perkembangan logis anak-anak. Tindakan(action) menuju pada operasi-operasi dan operasi-
operasi menuju pada perkembangan struktur.
Operasi memiliki empat cirri yaitu: (1) operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi. Tidak
ada garis pemisah antara tindakan fisik dan mental, (2) operasi bersifat reversible, (3) operasi itu
selalu tetap walaupun terjadi tranformasi atau perubahan, (4)tidak ada operasi yang berdiri
sendiri. Suatu operasi berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi.
b. Isi,merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya
terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
c. Fungsi, adalah cara yang digunakan organism untuk membuat kemajuan intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan
adaftasi (1) Organisasi memberikan pada arganisme kemampuan untuk mengestimasikan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi system-sistem yang teratur dan
berhubungan.(2) Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan
akomodasi.
· Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian
atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi
tidak akan menyebabkanperubahan/pergantian schemata meiainkan perkembangan schemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan rrtengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
· .Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan schemata yang telah dipunyai. Pengalaman
yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.Dalam keadaan
demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untu membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi
terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimabangan(disequilibrium). Akibat
ketidakseimbangan itu maka’ terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan
mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini
merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan
setimbang(disequilibriumequilibrium). Tetapi bila terjadi ketidakseimbangan maka individu akan
berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
BAB III SIMPULAN
Keberhasilan untuk mengembangkan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap
perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang
konkret dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang
terbuka. Namun, disamping kecakapan psikmotor tidak terlepas dari kecakapan kognitif dan
banyak terikat oleh kecakapan afektif.
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap
perkembangan kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi yang baik ( dalam arti yang
luas dan ideal ) dalam bidang pelajaran agama misalnya sudah tentu akan lebih rajin beribadah
shalat, puasa, mengaji. Sebab ia merasa member bantuan itu adalah kebajikan (afektif),
sedangkan perasaan yang berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang
mendalam terhadap materi pelajaran agama yang ia terima dari gurunya ( kognitif ).
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa upaya guru dalam
mengembangkan keterampilan ranah kognitif para siswanya merupakan hal yang sangat penting
jika guru tersebut menginginkan siswanya aktif mengembangkan sendiri keterampilan ranah-
ranah psikologis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Iskandar, M.Pd, Psikologi PendidikanSetelah Orientasi Baru, Gaung Persada ( GP ) Press –
2009 ( Jambi)
Muhibbin Syah, M.Ed, Psiklogi Belajar, PT Gajah Grafindo Persada, Jakarta, 2005, Pengantar
dari Prof. Dr. S.C. Utami Munandar ( GuruBesar Psikologi UI )
Anderson, John R, Cognitive Psychology and Its Implication, 3rd. Edition. New York : W.H.
Freeman and Company, 1990