Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULAN

A. LATAR BELAKANG
Pasar modal merupakan salah satu tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini.
Lembaga pasar modal yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah disebut
pasar modal syariah. Instrumen pasar modal syariah pada prinsipnya adalah semua surat-surat berharga
(efek) yang umum diperjual belikan melalui pasar modal. Yang menjadi instrumen pasar modal itu
sendiri adalah Pertama, saham. Saham dapat diartikan sebagai sertifikat penyertaan modal dari seseorang
atau badan hukum terhadap suatu perusahaan. Kedua, yang merupakan instrumen pasar modal adalah
obligasi atau sukuk. Mengenai obligasi syariah atau sukuk, baik itu tentang pengertian, landasan hukum,
prinsip-prinsip obligasi syariah, dan lain sebagainya, disini penulis akan membahasnya satu persatu
dalam bentuk makalah.
Perkembangan investasi bergeser dari yang hanya mementingkan keuntungan dan kepuasan
financial yang menjadi investasi juga mementingkan aspek spiritual. Investasi konvensional dianggap
banyak membawa dampak negatif dibandingkan dengan dampak positif, selain itu investasi
konvensional banyak memberikan kontribusi kerugian sosial dengan unsur spekulasi yang tinggi. Unsur
spekulasi dalam investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam relasi keuangan dunia yang
menyebabkan perekonomian dunia berguncang.
Obligasi syariah atau sukuk semakin di sukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah
untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga keuangan Islam. Pasar modal syariah pun mulai
diterima secara umum dengan masuknya investor non muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai
sasaran baru yang lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses
modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas lintas batas. Penerbitan
sukuk di Indonesia saat ini lebih didasari pada perkembangan institusi perbankan syariah, asuransi
syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternatif investasi obligasi syariah. Sukuk
pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat
berharga syariah negara.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang hakikat obligasi syariah!
2. Apa saja prinsip dari obligasi syariah?
3. Apa saja bentuk dari obligasi syariah?
4. Bagaimana kendala dan strategi pengembangan obligasi syariah?
5. Jelaskan emisi obligasi syariah atau obligasi sukuk!
6. Apa perbedaan antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional?
7. Bagaimana risiko dan jenis risiko obligasi syariah?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui hakikat obligasi syariah
2. Untuk mengetahui prinsip obligasi syariah
3. Untuk mengetahui bentuk obligasi syariah
4. Untuk mengetahui kendala dan strategi pembangunan obligasi syariah
5. Untuk mengetahui emisi obligasi syariah atau sukuk syariah
6. Untuk mengetahui perbedaan antar obligasi syariah dengan obligasi konvensional
7. Untuk mengetahui risiko dan jenis risiko obligasi syariah
BAB II
PEMBAHASAN
OBLIGASI SYARIAH

A. HAKIKAT OBLIGASI SYARIAH


Pengertian obligasi syariah
Sukuk adalah akar kata daripada bahasa arab “sakk” jamaknya “sukuk atau sakait”, yang berarti
“memukul atau membentur”, dan bisa juga bermakna “percetakan atau menempa” sehingga kalau dikatakan
“sakkan nukud” bermakna “percetakan atau penempahan uang” . Istilah sakk bermula dari tindakan
membubuhkan cap tangan oleh seseorang atas suatu dokumen yang mewakili suatu kontrak pembentukan hak,
obligasi dan uang. Dalam konsep modern disebut sebagai pengamanan pembiayaan yang memberikan hak atas
kekayaan dan tanggungan serta bentuk-bentuk hak milik lainnya. Sukuk didefinisikan sebagai suatu dokumen
sah yang menjadi bukti penyertaan modal atau bukti utang terhadap pemilikan suatu harta yang boleh dipindah
milikkan dan bersifat kekal atau jangka panjang. 1
Obligasi syariah (Sukuk) menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. 2
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)
berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat bernilai sama
yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa – jasa atau
kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu. 3
Obligasi syariah bukan merupakan uang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyerta dana yang
didasarkan pada prinsip bagi hasil. Transaksinya bukan akad utang - piutang melainkan penyertaan. obligasi
sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah bond, dimana muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah.
Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau emiten sebagai
pengelola atau mudharib dan di beli oleh investor atau shahib maal.
Dana yang terhimpun disalurkan untuk mengembangkan usaha atau pembangunan suatu unit baru yang
benar - benar berbeda dari usaha lama. Bentuk alokasi dana yang khusus ( specially dedicated ) dalam syariah
dikenal dengan istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertaanya, investor berhak mendapatkan nisbah
keuntungan tertentu yang di hitung secara proporsional dan dibayarkan secara periodik.

B. PRINSIP OBLIGASI SYARIAH


Setelah sebuah perusahaan menerbitkan Obligasi Syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan
prinsip-prinsip yang mengatur Obligasi Syariah tersebut. Prinsip Obligasi Syariah antara lain:
a. Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat
diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
b. Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan
dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
c. Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang
(time value of money).
d. Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
e. Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengikat diri (aqad jaiz).
f. Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik usaha
(emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.

1
Nazarudin Abdul Wahid, SUKUK:Memahami & Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah, (Yogyakarta:AR-RUZZ
MEDIA, 2010), hlm. 92-93
2
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Curret Issues Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana, 2009), hlm. 314
3
Khaerul Umam, Pasar Modal Syariah dan Praktek Pasar Modal Syariah, (Bandung:Pustaka Setia, 2013), hlm. 173
g. Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai
dengan ketentuan).
h. Obligasi dapat dijual dibawah nilai dari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
i. Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.

C. BENTUK OBLIGASI SYARIAH


1) Obligasi Mudharabah
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang menggunakan akad mudharabah. Akad
mudharabah adalah akad kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola modal.
Dalam Fatwa No. 33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah, dinyatakan antara lain:
a. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkann prinsip Islam yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi Islam merupakan bagi hasil, margin, atau fee serta membayar
dana obligasi pada saat obligasi jatuh tempo.
b. Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah dengan
memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah.
c. Obligasi mudharabah emiten bertindak sebagai pengelola modal, sedangkan pemegang obligasi syariah
mudharabah bertindak sebagai pemodal.
d. Jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip islam.
e. Nisbah keuntungan dinyatakan dalam akad.
f. Apabila emiten lalai atau melanggar perjanjian, emiten wajib menjamin pengambilan dana dan pemodal
dapat meminta emiten membuat surat pengakuan utang.
g. Kepemilikan obligasi syariah dapat dipindah tangankan selama disepakati dalam akad. 4
Obligasi syariah mudharabah telah memiliki pedoman khusus dengan disahkannya Fatwa No. 33/DSN-
MUI/XI/2002. Disebutkan dalam fatwa tersebut, bahwa obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah
yang menggunakan akad mudharabah. Selain telah mempunyai pedoman khusus, terdapat beberapa alasan lain
yang mendasari pemilihan struktur mudharabah ini, diantaranya:
i. Bentuk padanan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relative
panjang.
ii. Dapat digunakan untuk padanan umum seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan
capital expenditure.
iii. Mudharabah merupakan percampuan keja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga
membuat strukturnya memunginkan untuk tidak memerlukan jaminan atas asset yang spesifik.
Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli yang mensyaratkan
jaminan atas asset yang didanai.
iv. Kecenderungan regional dan global, dari penggunaan struktur murabahah dan bai bi-thaman Ajil
menjadi mudarabah dan Obligasi ijarah.
Mekanisme atau beberapa hal pokok mengenai obligasi syariah mudharabah ini dapat diringkaskan
dalam butir-butir berikut:
i. Kontrak atau akad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.

4
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:PT Fajar
Interpratama Mandiri, 2013), hlm. 239-244
ii. Rasio atau presentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasatkan komponen pendapatan
atau keuntungan. Tetapi, Fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 memberi pertimbangan bahwa dari
segi kemaslahatan pembagian usaha sebaliknya menggunakan prinsip revenue sharing.
iii. Nisbah ini dapat ditetapkan konstan, meningkat, ataupun menurun, dengan mempertimbangkan
proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
iv. Pendapatan bagi hasil berarti jumlah pendapatan yang dibagihasilkan yang menjadi hak dan oleh
karenanya harus dibayarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang dihitung
berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang obligasi syariah dengan pendapatan/keuntungan
yang dibagi hasilkan yang jumlahnya tercantum dalan laporan keuangan konsolidasi emiten.
v. Pembagian hasil pendapatan ini atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik (tahunan,
bulanan, smesteran)
vi. Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja actual emiten, maka
obligaasi syariah memberikan indicative return tertentu.5
Produk obligasi mudharabah juga dapat dikonversi menjadi saham dalam jangka waktu tertentu dengan
persetujuan pemiliknya. Sehingga pemilik surat ini berubah menjadi mitra kerja sama kontemporer bagi
perusahaan. Dalam keuntungan investasinya menjadi pemilik saham atau mitra sama selamanya.
Adapun ketentuan-ketentuan yang berlaku berkaitan dengan konversi obligasi mudharabah menjadi
saham, antara lain:
i. Wajib menjaga kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk pertambahan modal sesuai dengan undang-
undang Negara tempat perusahaan yang mengeluarkan obligasi.
ii. Wajib menjaga keseimbangan keuangan dengan sumber-sumbernya, baik dari dalam maupun
dari luar.
iii. Tanggal dan syarat-syarat konversi menjadi saham harus dijelaskan, serta jangka waktu yang
mana pemilik surat obligasi tersebut meminta untuk mengkonversikan kedalam saham.
iv. Penjelasan tanggal pengambilan harga obigasi dalam kondisi tidak dikonversikan ke dalam
saham.
2) Obligasi Ijarah
Obligasi ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah. Akad ijarah adalah jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Artinya, pemilik harta memberikan hak untuk memanfaatkan
objek dengan manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada pemilik objek. Ijarah mirip dengan leasing.
Tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak tejadi
perpindahan kepemilikan.
Sukuk ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang sukuk ijarah
akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari asset yang disewakan. 6
Penerbitan sukuk al-ijarah dimulai dari suatu akad jual beli asset (misalnya gedung dan tanah) oleh
pemerintah atau perusahaan kepada suatu perusahaan yang ditunjuk, misalnya PT X, untuk suatu jangka waktu
tertentu dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir. Dalam hal ini, Bank Syariah
adalah pemilik asset yang menjualnya kepada PT X sebagai SPV, untuk jangka waktu tertentu dengan janji
membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Akad jual beli ini pada saat bersamaan diikuti dengan akad penyewaan kembali asset tersebut oleh PT X
kepada Bank Syariah selama jangka waktu tersebut. Dengan demikian, akad ini tidak mengubah pemanfaatan

5
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), (Jakarta:Kencana Prenada
Medi Group, 2012), hlm. 334-338
6
Ibid, Khaerul Umam, hlm. 181
terhadap asset tersebut. Dalam istilah keuangan, transaksi seperti ini dikenal dengan back-to-back-lease, dan
untuk itu PT X diperlukan sebagai SPV, yaitu perusahaan yang khusus didirikan dalam penerbitan sukuk ini. 7
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:

i. Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta
perdagangan) maupun berbentuk jasa.
ii. Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan di sepakati oleh kedua belah
pihak. Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
iii. Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau
sewa/upah.
iv. Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh
objek tetap terjaga.
v. Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.

Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

i. Investor dapat bertindak sebagai penyewa. Adapun emiten dapat bertindak sebagai
wakil investor. Dan propery owner, dapat bertindak sebagai orang yang menyewakan.
Dengan demikian, ada dua kali transaksi dalam akad wakalah. Untuk melakukan
transaksi sewa-menyewa dengan property owner dengan akad ijarah. Selanjutnya,
transaksi terjadi antara emiten (sebagai wakil investor) dengan property owner(sebagai
orang yang menyewakan) untuk melakukan transaksi sewa-menyewa (ijarah)
ii. Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali objek sewa
tersebut kepada emiten. Atas dasar transaksi sewa-menyewa tersebut, maka
diterbitkanlah surat berharga jangka panjang (obligasi syariah ijarah), di mana atas
penerbitan obligasi tersebut, emiten wajib membayar pendapatan kepada investor
berupa fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
3). Obligasi Murabahah
Obligasi syariah Murabahah adalah surat berharga yang berisi akad murabahah dimana keduanya
bersepakat soal harga perolehan dan keuntungan (margin). Penjual membeli barang dari pihak lain dan
menjualnya kepada pembeli dengan memberitahu harga pembelian dan keuntungan yang ingin diperoleh dari
penjualan barang tersebut. Penerbit wajib memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan
kepada pemilik dana dan membayar kembali dan pokok pada saat jatuh tempo. 8
4). Obligasi Musyarakah
Sukuk musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, yaitu dua
pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek
yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan ataupun kerugian yang timbul ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing masing pihak.
Sukuk musyarakah ini merupakan sertifikat kepemilikan permanen, yang dimiliki oleh sebuah
perusahaan ataupun unit bisnis dengan pengawasan dari pihak manajemen.
5). Obligasi Salam
Obligasi syari’ah Salam adalah surat berharga yang berisi akad salam. Penerbit obligasi wajib
memberikan pendapatan berupa bagi hasil dari margin keuntungan kepada pemilik dana dan membayar kembali
dana pokok pada saat jatuh tempo.

7
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 120
8
Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, (Jakarta Selatan: Media Kata, 2011), hlm. 114
6). Obligasi Istisna’
Sukuk istisna’ yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’, yaitu para pihak
menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Harga, waktu penyerahan, dan
spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan. Sebagai contoh,
pembangunan sebuah gedung yang menghabiskan dana sebesar US$ 150 Juta dan ditambah mark-up sebesar
10%. uang sebesar itu harus kembali tanpa adanya prinsip diferensiasi dan diskon (coupon).
Dana sejumlah ini dapat dibuat menjadi sebuah sertifikat utang yang tidak dapat diperdagangkan yang
mirip dengan zero-coupon bound dalam beberapa fiturnya. Sebagaimana disebutkan bahwa Islam melarang
perdagangan utang, sertifikat ini tidak bisa di perdagangkan.
7). Obligasi Salam
Dalam bentuk ini dana dibayarkan dimuka dan komuditas menjadi utang. Dana juga dalam betuk
sertifikat yang mempresentasikan utang. Sertifikat ini juga tidak bisa diperdagangkan.

D. KENDALA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN OBLIGASI SYARIAH


Kendala pengembangan obligasi syariah
1. Belum banyak masyarakat yang tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi system yang
digunakannya. Hal tersebut tidak lepas dari ruang sosialisasi obligasi yang dikondisikan
hanya terbatas oleh para pemodal yang memiliki dana lebih dari cukup.
2. Masyarakat dalam menyimpan dananya cenderung didasarkan atas pertimbangan
pragmatis. Hal ini yang menjadikan tren tingkat bunga yang cenderung bisa dipastikan di
masa yang akan datang menjadikan investor lebih memilih obligasi konvensional daripada
obligasi syariah.
3. Di usia yang masih relative muda dan sistem yang berbeda, obligasi syariah dikondisikan
untuk menghadapi masyarakat yang kurang percaya akan keberadaan sistem yang belum ia
kenal.9
Strategi pengembangan obligasi syariah
Usaha yang perlu dilakukan untuk menjawab kendala -kendala obligasi syariah adalah sebagai berikut :
1. Langkah - langkah sosialisasi dilakukan untuk membangun pemahaman akan keberadaan
obligasi syariah di tengah - tengah masyarakat. keterlibatan praktisi, akademisi ulama sangat
diperlukan dalam usaha - usaha obligasi syariah.
2. Usaha untuk menarik pasar emosional secara statistik relatif lebih sedikit daripada pasar
rasional. Oleh karenannya obligasi syariah tidak bisa hanya sekedar menunggu sampai
adanya perubahan paradigma mengenai obligasi syariah yang tidak tentu waktunya tetap
setidaknya obligasi syariah mampu menangkap kondisi yang ada sebagai peluang yang bisa
digunakan untuk meningkatkan produktivitasnya.
3. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, usaha untuk meningkatkan profesionalitas,
kualitas, kapabilitas, dan efisiensi untuk selalu dilakukan oleh obligasi syariah.

E. EMISI OBLIGASI SYARIAH ATAU OBLIGASI SUKUK


Syarat-syarat untuk menerbitkan obligasi syariah adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa
2. No.20/DSNMUI/ IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang betentangan
dengan syariah Islam diantaranya adalah :
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
9
Ibid, Abdul Manan, hlm. 339-340
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan atau menyediakan barang-barang atau jasa yang
merusak moral dan bersifat mudharat.
3. Peringkat investasi grade
a. Memiliki fundamental usaha yang kuat.
b. Memiliki fundamental keuangan yang kuat.
c. Memiliki citra yang baik bagi publik.
4. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII). 10

F. PERBEDAAN ANTARA OBLIGASI SYARIAH DENGAN OBLIGASI KONVENSIONAL


Adapun perbedaan antara obligasi syariah dengan obligasi konvensional antara lain:
1. Dari sisi orientasi
Obligasi konvensional hanya memperhitungkan keuntungannya semata. Tidak demikian pada obligasi
syari’ah, disamping memperhatikan keuntungan obligasi syaria’ah harus pula memperhatikan sisi halal-haram,
artinya setiap investasi yang diharamkan dalam obligasi pada produk-produk yang sesuai dengan prinsip
syari’ah.
2. Dari sisi profit
Obligasi konvensional keuntungannya di dapat dari besaran bunga yang ditetapkan, sedangkan obligasi
syari’ah keuntungannya diterima dari besarnya margin/fee yang ditetapkan ataupun dengan sistem bagi hasil
yang didasarkan atas aset dan produksi.
3. Dari sisi transaksi
Obligasi syari’ah disetiap transaksinya ditetapkan bedasarkan akad. Diantaranya adalah akad
mudharabah, musyarokah, istisna’, salam, dan ijarah. 11
Supaya lebih jelas dan lebih rinci penjelasannya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Variabel pembeda Obligasi syariah (sukuk) Obligasi konvensional
Mudharabah Ijarah
Akad Mudharabah Ijarah -
Jenis transaksi Uncertainty contact Certainty contact -
Sifat Instrumen Sertifikat kepemilikanSertifikat kepemilikanInstrumen pengakuan
pernyataan atas suatupenyertaan atas suatuutang
asset asset
Penerbit Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi Pemerintah, korporasi
Pihak yang terkait Obligor, SPV, investor Obligor, SPV, investor Obligor, investor
Harga penawaran 100% 100% 100%
Kupon Bagi hasil Imbalan Bunga
Pembayaran pokok Bullet atau amortisasi Bullet atau amortisasi Bullet atau amortisasi
Jangka waktu Pendek-menengah Pendek-menengah Menengah-Panjang
Pengembalian Indikatif bedasarkanDitentukan sebelumnya Float atau tetap
pendapatan
Jenis investor Syariah Syariah Konvensional
Akibat Halal Halal Haram
10
Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2007), hlm. 226
11
https://ilmuhukum56.blogspot.com/2017/06/makalah-lengkap-obligasi-syariah.html?m=1 (diakses pada tanggal
02 Mei 2018/ Pukul 22:56 WIB)
Hukum Maslahat dunia danMaslahat dunia danMudharat
akhirat akhirat
Harga Harga pasar Harga pasar Harga pasar
Penggunaan hasilHarus sesuai syariah Harus sesuai syariah Bebas
penerbitan

G. RISIKO DAN JENIS RISIKO OBLIGASI SYARIAH

Dalam setiap investasi untuk mendapatkan keuntungan selalu muncul potensi adanya risiko kerugian
yang akan timbul apabila target keuntungan investasi tersebut tidak sesuai dengan yang direncanakan dan yang
diinginkan. Seorang investor di pasar saham atau di pasar obligasi menyadari sepenuhnya potensi risiko yang
muncul dari tujuan investasi yang dilakukannya. Dengan melakukan investasi, seorang investor diharapkan telah
mengetahui setiap risiko investasinya tersebut.
Risiko investasi bentuknya bisa bermacam-macam, baik disebabkan oleh faktor internal maupun faktor
eksternal dari produk investasi tersebut. Setiap tindakan investasi mempunyai tingkat risiko dan keuntungan
yang berbeda-beda. Ada karakter investor yang menginginkan tingkat keuntungan cukup tinggi di atas rata-rata
keuntungan normal, sehingga harus siap mendapatkan potensi tingkat risiko yang tinggi juga. Begitu pula ada
investor yang mengharapkan tingkat keuntungan relatif sedikit cenderung akan mendapatkan tingkat risiko yang
relatif kecil juga. Istilah yang paling umum dikenal adalah high profit high risk, low profit low risk.
Hal ini dapat dilihat pada kasus obligasi perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan bagus, prospek
bisnis cerah serta manajemen yang profesional. Perusahaan yang demikian cenderung memberikan tingkat suku
bunga yang relatif kecil dibandingkan dengan obligasi perusahaan yang kinerjanya melemah. Perusahaan dengan
kinerja lemah akan memberikan tingkat suku (kupon) yang relatif tinggi agar menarik minat investor untuk
membeli obligasi tersebut. Dengan tingkat kupon yang tinggi, pada dasarnya investor dibebani potensi risiko
yang setiap saat bisa muncul karena kinerja perusahaan yang lemah dan berpotensi menimbulkan kerugian di
kemudian hari.
Risiko investasi yang timbul dari setiap investasi kadang bisa di prediksikan sebelumnya, kadang juga
tidak bisa di prediksikan. Oleh karena itu, sering kali investor menggunakan jasa konsultan atau analis investasi
untuk memprediksi setiap skenario risiko investasi yang mungkin timbul. Analisis risiko investasi bisa
mencakup analisis mikro perusahaan serta analisis makro ekonomi dan politik suatu negara, sampai dengan
analisis keuangan dan pasar modal internasional. Aspek analisis bisa mencakup aspek keuangan, bisnis,
manajemen, industri bisnis, ekonomi makro, dan sebagainya. Dengan mendapatkan gambaran potensi risiko
investasi, setiap investor diharapkan mampu melakukan strategi investasi secara hati-hati dan mampu bertindak
membuat keputusan sesuai kondisi yang ada.
Tingkat risiko investasi sangat berbeda tergantung dari jenis investasi yang dilakukan. Investasi pada
mata uang asing, deposito, komoditi berjangka, produk derivatif, saham, ataupun obligasi masing-masing
mempunyai tingkat risiko yang berbeda-beda. Setiap investor diharapkan mampu memahami perbedaan tingkat
risiko investasi pada setiap instrumen investasi tersebut.
Untuk melakukan investasi obligasi, akan timbul beberapa jenis risiko investasi yang berbeda hasilnya
serta bisa berpengaruh dan berkaitan satu dengan yang lain. Setiap risiko hendaknya dipahami sebab akibatnya.
Aspek penanganannyapun harus dikuasai penuh oleh investor obligasi. Dengan pemahaman yang luas tentang
risiko investasi obligasi, tingkat keuntungan diharapkan bisa dicapai secara maksimal, dan tingkat kerugian yang
tidak diinginkan dapat dikurangi. Di bawah ini beberapa jenis risiko investasi obligasi, yakni 1) Risiko Tingkat
Suku Bunga, 2) Risiko Fluktuasi Mata Uang, 3) Risiko Uang, 4) Risiko Volatilitas, 5) Risiko Likuiditas, 6)
Risiko Investasi Kembali, 7) Risiko Turunnya Daya Beli, 8) Risiko Perubahan Peraturan serta Aspek Hukum. 12

BAB III

12
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009), hlm. 128-130
PENUTUP
KESIMPULAN
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah,
qiradh, murabahah, salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah
sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang
digunakan.
Obligasi syariah mudharabah adalah obligasi syariah yang berdasarkan akad mudharabah, tentu harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada pada akad pembiayaan mudharabah. Emiten dalam obligasi
syariah mudharabah adalah mudharib sedangkan pemegang obligasi syariah mudharabah adalah shahibul mal.
Nisbah keuntungan dalam obligasi syariah mudharabah ditentukan sesuai kesepakatan, sebelum
emisi(penerbitan) obligasi syariah mudharabah. Pembagian pendapatan (hasil) dapat dilakukan secara periodic
sesuai kesepakatan, dengan ketentuan pada saat jatuh tempo diperhitungkan secara keseluruhan. Pengawasan
aspek syariah dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan
Syariah Nasional MUI. Pengawasan ini dilakukan sejak proses emisi obligasi ayariah mudharabah dimulai.
Apabila emiten (mudharib) lalai atau melanggar syarat perjanjian dan/atau melampaui batas, mudharib
wajib menjamin pengembalian dana mudharabah, dan shahibul mal dapat meminta mudharib untuk membuat
surat pengakuan hutang. Kemudian, pemegang obligasi syariah mudharabah (shahibul mal) dapat menarik dana
obligasi syariah mudharabanh. Kepemilikan obligasi syariah mudharabah dapat dialihkan kepada pihak lain,
selama disepakati dalam akad.

DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.2007.Akad dan Produk Bank Syariah.Jakarta:Raja Grafindo Persada

Heykal, Mohammmad dan Nurul Huda.2013.Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan
Praktis.Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri

Hidayat, Taufik.2011.Buku Pintar Investasi Syariah.Jakarta Selatan:Media Kata

Manan, Abdul.2012.Hukum Ekonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan


Agama).Jakarta: Kencana Prenada Medi Group

Nasution, Mustafa Edwin dan Nurul Huda.2009.Curret Issues Lembaga Keuangan


Syariah.Jakarta:Kencana, 2009

Sudarsono, Heru.2007.Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Edisi 2.Yogyakarta:Ekonisia

Sutedi, Adrian.2009.Aspek Hukum Obligasi dan Sukuk.Jakarta:Sinar Grafika

Umam, Khaerul.2013.Pasar Modal Syariah dan Praktek Pasar Modal Syariah.Bandung:Pustaka Setia

Wahid, Nazaruddin Abdul.2010.SUKUK:Memahami & Membedah Obligasi pada Perbankan Syariah


.Yogyakarta:AR-RUZZ MEDIA

https://ilmuhukum56.blogspot.com/2017/06/makalah-lengkap-obligasi-syariah.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai