Sigmund Freud
Biografi Singkat Sigmund Freud
Sigmund Freud lahir pada tahun 1856 di Freiberg, Moravia, yang kini jadi bagian dari
Republik Ceko. Freud adalah anak sulung dari Jacob dan Amalie Nathanson Freud, meskipun
sang ayah telah memiliki dua anak laki-laki dewasa, Emanuel dan Phillipp, dari pernikahan
sebelumnya. Jacob dan Amalie Freud mempunyai tujuh anak lagi dalam kurun waktu
sepuluh tahun, tetapi Sigmund selalu menjadi kesayangan ibunya, yang masih belia serta
memanjakan, yang secara tidak langsung membuat dirinya berkembang menjadi pribadi
yang percaya diri sepanjang hidup. Sebagai remaja yang serab serius dan anak sekolahan,
Freud tidak memiliki persahabatan yang erat dengan adik-adiknya. Akan tetapi ia menikmati
hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang dengan ibunya sehingga di tahun-tahun
berikutnya ia melihat hubungan ibu dan anak sebagai hubungan yang paling sempurna dan
paling jelas di antara semua hubungan antar manusia.
Freud terpikat oleh bidang kedokteran bukan karena ia jatuh cinta dengan praktik
kedokteran, tetapi karena ia memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang sifat manusia. Ia
masuk ke Sekolah Kedokteran Universitas Wina tanpa berniat untuk mempraktikkan
kedokteran. Ia justru lebih tertarik mengajar dna melakukan penelitian fisiologi, yang ia
lanjutkan sekalipun ia telah lulus dari Institut Fisiologi di Universitas tersebut.
Struktur Kepribadian
Menurut pandangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem yakni id, ego,
dan superego. Ketiganya adalah nama bagi proses-proses psikologis dan jangan dipikirkan
sebagai agen-agen yang secara terpisah mengoperasikan kepribadian; merupakan fungsi-
fungsi kepribadian sebagai keseluruhan ketimbang sebagai tiga bagian yang terasing satu
sama lain. Id adalah komponen biologis, ego adalah komponen psikologis, sedangkan
superego adalah komponen sosial.
Id. Id adalah sistem kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari
id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang
terorganisasi, buta, menuntut, dan mendesak. Seperti kawah yang terus mendidih dan
bergolak, id tidak dapat menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tagangan itu
sesegera mungkin serta untuk mencpaai keadaan homeostatik. Dengan diatur oleh asas
kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan
perolehan kesenangan, id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan
yakni memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak
pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, hanya
menginginkan atau bertindak. Id bersifat tak sadar.
Ego. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif
dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Sebagai “polisi lalu
lintas,” tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego
mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Denga diatur oleh asas kenyataan, ego
berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi
pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Apa hubungan antara ego dan id? Ego adalah tempat
bersemayam intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan implus-
implus buta dari id. Sementara id hanya mengenal kenyataan subjektif, ego
memperbedakan bayangan-bayangan mental dengan hal-hal yang terdapat di dunia
eksternal.
Superego. Superego adalah cabang moral atau hukum dari kepribadian. Superego
adalah kode moral individu yang urusan utamanya adalah apakah suatu tindakan baik atau
buruk, benar atau salah. superego merepresentasikan hal-hal yang ideal dari yang nyata dan
mendorong bukan sekedar kesenangan melainkan kepada kesempurnaan. Superego
merepresentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh
orang tua kepada anak. Superego berfungsimenghambat implus-implus id, kemudiansebagai
internalisasi standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan
imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan bangga dan
mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya ialah perasaan berdosa dan rendah diri.
Kesadaran dan Ketidaksadaran
Mungkin sumbangan-sumbangan terbesar Freud adalah konsep-konsepnya tentang
kesadaran dan ketidaksadaran yang merupakan kunci-kunci untuk memahami tingkah laku
dan masalah-masalah kepribadian. Ketidaksadaran tidak dapat dipelajari secara langsung ia
dapat dipelajari dari tingkah laku. Pembuktian klinis guna membuktikan konsep
ketidaksadaran mencakup: (1) mimpi-mimpi, yang merupakan representasi-representasi
simbolik dari kebutuhan-kebutuhan, hasrat-hasrat, dan konflik-konflik tidak sadar; (2) salah
ucap atau lupa, misalnya terhadap nama yang dikenal; (3) sugesti-sugesti pascahipnotik; (4)
bahan-bahan yang berasal dari teknik-teknik asosiasi bebas; (5) bahan-bahan yang berasal
dari teknik proyektif; dan (6) isi simbolik gelaja psikotik.
Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti
gunung es yang mengapung yang bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air,
bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran. Ketidaksadaran itu
menyimpang pengalaman-pengalaman, ingatan-ingatan, dan bahan-bahan yang direpresi.
Kebutuhan-kebutuhan dan motivasi-motivasi yang tidak dapat dicapai - yakni terletak di luar
kesadaran – juga berada di luar daerah kendali. Freud juga percaya bahwa sebagaian besar
fungsi psikologis terletak di luar kawasan kesadaran. Oleh karena itu, sasaran terapi
psikoanalitik adalah membuat motif-motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika
menyadari motif-motifnyalah individu dapat melaksanakan pilihan. Pemahaman terhadap
peran ketidaksadaran itu penting guna menangkap esensi model tingkah laku psikoanalitik.
Meskipun di luar kesadaran, ketidaksadaran mempengaruhi tingkah laku. Proses-proses
tidak sadar adalah akar segenap gejala dan tingkah laku neurotik. Dari perspektif ini,
“penyembuhan” adalah upaya menyikapi makna gejala-gejala, sebab-sebab tingkah laku,
dan bahan-bahan yang merintangi fungsi psikologis yang sehat.
Kecemasan
Hal yang juga esensial untuk memahami pandangan psikoanalitik tentang sifat manusia
adalah memahami konsep kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang
memotivasi kita untuk melakukan sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya
ancaman bahaya – yakni sinyal bgai ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan
yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil. Apabila tidak dapat
mengendalikan kecemasan melalui cara-cara yang rasional dna langsung, maka ego akan
mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, yakni tingkah laku yang berorientasi pada
pertahanan ego.
Ada tiga macam kecemasan: kecemasan realistis, kecemasan neurotik, dna
kecemasan moral. Kecemasan realistik adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia
eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. Kecemasan
neurotik adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan
seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat mendatangkan hukuman bagi dirinya.
Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nurani sendiri. Orang yang hati nuraninya
berkembang baik cenderung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang
berlawanan atau bertentangan dengan kode moral yang dimilikinya.
Perkembangan Kepribadian
Pentingnya perkembangan awal. Sumbangan yang berarti dari model psikoanalitik
adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan psikoseksual individu darilahir
hingga dewasa. Kepada konselor ia menyuguhkan perangkat-perangkat konseptual bagi
pemahaman kecenderungan-kecenderungan dalam perkembangan, karakteristik, tugas-
tugas perkembangan utama dari berbagai taraf pertumbuhan , fungsi personal dan sosial
yang normal dan abnormal, kebutuhan-kebutuhan yang kritis berikut pemuasan dan
frustrasinya, sumber-sumber kegagalan perkembangan kepribadian yang mengarah pada
masalah-masalah penyesuaian di kemudian hari, serta penggunaan mekanisme-mekanisme
pertahanan ego yang sehat dan yang tidak sehat.
Menurut penulis, pemahaman terhadap pandangan psikoanalitik tentang
perkembangan adalah hal yang esensial jika seorang konselor mengangani para kliennya
secara mendalam. Penulis telah menemukan bahwa masalah-masalah yang paling khas yang
dibawa orang-orang, baik ke dalam situasi-situasi konseling individual maupun kelompok,
terdiri dari: (1) ketidakmampuan menaruh kepercayaan kepada diri sendiri dan pada orang
lain, ketakutan untuk mencintai dan untuk membentuk hubungan yang intim, dan
rendahnya rasa harga diri; (2) ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-
perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan
kekurangan perasaan-perasaan otonom; (3) ketidakmampuan menerima sepenuhnya
seksualitas dan perasaan-perasaan seksual diri sendiri, kesulitan untuk menerima diri sendiri
sebagai pria atau wanita, dan ketakutan terhadap seksualitas. Menurut pandangan
psikoanalitik Freudian, ketiga area perkembangan personal dan sosial (cinta dan rasa
percaya, penanganan perasaan-perasaan negatif, dan pengembangan penerimaan yang
positif terhadap seksualitas) itu berlandaskan enam tahun pertama dari kehidupan. Periode
perkembangan ini merupakan landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya.
Proses Terapeutik
Tujuan-tujuan terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan
jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik
difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan
dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi
afektif dari upaya menjadikan ketidaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian
intelektual memiliki arti penting, tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang
berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.
Asosiasi bebas. Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Terapis
meminta kepada klien agar membersihkan pikirannya dari pemikiran-pemikiran dan
renungan-renungan sehari-hari, dan sedapat mungkin, mengatakan apa saja yang melintas
dalam pikirannya, betapapun menyakitkan, tolol, remeh, tidak logis, dan tidak relevan
kedengarannya. Singkatnya, dengan melaporkannya segera tanpa ada yang disembunyikan,
klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Cara yang khas ialah klien
berbaring di atas balai-balai sementara terapis duduk di belakangnya sehingga tidak
mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa
lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa
lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan peredaan
sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan yang dialami klien, tidak memainkan
peran utama dalam proses terapi psikoanalitik. Katarsis mendorong klien untuk
menyalurkan sejumlah perasaannya yang terdalam, dan karenanya meratakan jalan bagi
pencapaian pemahaman. Guna membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan
evaluasi diri yang lebih objektif, terapis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi
bebas ini. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas terapis adalah mengenali bahan
yang dikurung dalam ketidaksadaran. Urutan asosiasi-asosiasi membimbing terapis dalam
memahami hubungan-hubungan yang dibuat oleh klien di antara peristiwa-peristiwa yang
dialaminya. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap
asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan.
Terapis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien ke
arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak
disadari oleh klien.
Analisis mimpi. Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk
menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas
beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan
melemah, dan perasaan-perasaan yang direpresi muncul ke permukaan. Freud memandang
mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketidaksadaran,” sebab melalui mimpi-mimpi
itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, katakutan-ketakutan yang tidak disadari,
diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tidak dapat diterima oleh orang yang bersangkutan
sehingga diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan secara terang-
terangan dan langsung.
Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi yakni laten dan manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif
yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan
mengancam, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten
ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian
sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi isi laten mimpi ke dalam isi
manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas terapis adalah menyingkap
makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi
manifes mimpi. Selama jam terapi, terapis dapat meminta klien untuk mengasosiasikan
secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang
terselubung.
Analisis dan penafsiran resistensi. Resistensi, sebuah konsep yang fundamental dalam
praktik terapi psikoanalitik, adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan
mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas atau
asosiasi kepada mimpi-mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk
menghubungkan pemikiran-pemikiran, dan pengalaman-pengalaman tertentu. Freud
memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai
pertahanan terhadap kecemasan yang tidak dapat dibiarkan, yang akan meningkat jika klien
menjadi sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaannya yang direpresi itu.
Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi
psikoanalitik dengan menghambat klien dan terapis dalam melaksanakan usaha bersama
untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketidaksadaran klien. Karena
resistensi ditujukan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran,
terapis harus menunjukkannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan
dapat menangani konflik-konflik secara realistis. Penafsiran terapis atas resistensi ditujukan
untuk membantu klien agar menyadari alasan-asalan yang ada di balik resistensi sehingga
dia dapat menanganinya. Sebagai aturan umum, terapis harus membangkitkan perhatian
klien dan menafsirkan resistensi-resistensi yang paling nampak, guna mengurangi
kemungkinan klien menolak penafsiran dan guna memperbesar kesempatan bagi klien
untuk mulai melihat tingkah laku resistifnya.
Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan
perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-
harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi
menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.