1. PENDAHULUAN
Gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraseluler. Keadaan ini merupakan penyakit metabolik yang paling
sering mengenai pria diatas 40 tahun dan wanita pascamenopause. Manifestasi
klinis dari gout dapat berupa arthritis episodik akut maupun kronis yang
disebabkan oleh deposisi kristal monosodium urate (MSU) pada sendi atau adanya
tophi pada jaringan ikat maupun peningkatan risiko deposisi pada ginjal yang
menyebabkan nefrolitiasis.1 Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout
adalah hiperurisemua yang didefinisikan sebagai peningkatan kadar urat pada
laki- laki lebih dari 7,0 ml/dl dan Wanita lebih dari 6,0 mg/dl.2
Deposisi MSU dapat terjadi pada sendi, ginjal maupun jaringan subkutan.
Deposisi MSU pada lapisan subkutan ini dapat menimbulkan lesi yang disebut
dengan gouty panniculitis. Gouty panniculitis merupakan manifestasi
dermatologis yang jarang dari gout. Pasien biasanya mengeluhkan nodul subkutan
atau plak indurasi yang dapat menyertai munculnya tophi. Patogenesis dari gouty
panniculitis belum sepenuhnya dipahami tetapi diduga bahwa kelebihan produksi
dan akumulasi asam urat dipicu oleh kerusakan jaringan subkutan yang sudah ada
sebelumnya disertai peradangan lokal.3
Prevalensi gouty panniculitis diperkirakan hanya sekitar 1% dari seluruh
kejadian gout dengan prevalensi tertinggi ditemukan pada Negara-negara barat.
Hasil ini dipengaruhi oleh perbedaan diet pada Negara-negara tersebut. Tidak
ditemukan data mengenai prevalensi gouty panniculitis pada Negara-negara Asia
khususnya Indonesia. Gouty panniculitis lebih rentan untuk mengalami infeksi,
serta membutuhkan pemberian terapi hiperurisemia jangka panjang.3,4
1
Berdasarkan latar belakang diatas sehingga penulis tertarik membawa kasus
ini karena termasuk jarang yang dilaporkan.
2. KASUS
Seorang laki-laki, 60 Tahun, suku Aceh, pegawai swasta datang dengan
keluhan nyeri pada sendi tangan dan kaki sejak 2 tahun yang lalu, yang memberat
dalam 5 hari ini. Awalnya keluhan hanya dirasakan pasien pada jempol jari kaki.
Nyeri awalnya disertai bengkak, kemerahan dan kaku. Keluhan nyeri hilang
timbul dan saat ini disertai nyeri dan bengkak pada mata kaki, lutut, siku,
pergelangan dan jari-jari tangan. Pasien juga mengeluhkan kaku di pagi hari yang
lebih dari 1 jam. Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Riwayat demam sejak
dua hari yang lalu. Pasien biasanya mengkonsumsi obat asam urat yang didapat
dari puskesmas tetapi tidak rutin. Gejala saat ini disertai dengan munculnya
benjolan pada tungkai dan lengan pasien. Benjolan terasa nyeri, bewarna
kemerahan disertai adanya nanah berwarna putih. Keluhan munculnya benjolan
dirasakan pasien sekitar 2 minggu yang lalu. Pasien dengan riwayat hipertensi dan
mendapatkan terapi amlodipine 5mg dan furosemide. Pasien memiliki riwayat
hiperurisemia sejak sekitar 2 tahun yang lalu. Pasien juga mengonsumsi
prednisone dan metilprednisolon yang didapatkan dari puskesmas untuk
meredakan gejala nyeri sendinya.
Pemeriksaan vital sign dijumpai kesadaran compos mentis dengan tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 108 kali per menit, pernapasan 20 kali per menit, suhu
38,4 oC, dan saturasi oksigen 96%. Status gizi pasien yakni, berat badan 78 kg,
tinggi badan 168 cm, dan indeks massa tubuh sebesar 27,63 Kg/m2. Dari hasil
pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembengkakan dan hiperemis pada sendi
metatarsophalangeal I dextra et sinistra. Ditemukan adanya pembengkakan pada
sendi lutut, sendi pergelangan kaki, sendi siku dan sendi pergelangan tangan.
Selain itu ditemukan adanya nodul subkutan hiperemis, multiple, diskret,
generalisata, berisi pus putih seperti kapur. Ulkus tidak ditemukan. Pemeriksaan
fisik lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 10,1
g/dl, leukosit 10,0 x 103/ul, trombosit 430 x 103 /ul, Ht 27 %, ureum 25 mg/dl,
kreatinin 1,90 mg/dl, GDS 143 mg/dl dan kadar asam urat 10,7 mg/dl. Dari
2
pemeriksaan urin rutin ditemukan leukosit urin 6-8 LBP, epitel 3-5 LBP serta
protein positif (+1).
Pasien selanjutnya didiagnosa dengan gout artritis akut dan gouty
panniculitis. Pasien mendapatkan terapi Allupurinol 1x600mg, Kolsikin 3x0,5 mg,
Bicnat 2x1, Lenal ace 2x169 mg, Amlodipin 1x5mg, Paracetamol 3x500 mg,
Asam folat 2x200 mg dan Valsartan 1x160 mg. Selama 6 hari rawatan pasien
mengalami perbaikan kondisi klinis dengan nyeri pada sendi pasien dirasakan
berkurang dengan gejala kulit masih menetap tanpa disertai nyeri. Pasien
dianjurkan selanjutnya berobat ke Poli Rheumatologi Penyakit Dalam.
3
3. DISKUSI
3.1 Definisi
Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstarseluler. Keadaan ini biasanya ditandai dengan arthritis akut episodik atau
artritis kronis yang disebabkan oleh pengendapan kristal asam urat pada sendi dan
tophi jaringan ikat serta dengan peningkatan akan risiko terjadinya deposisi asam
urat pada interstitium ginjal sehingga menyebabkan terjadinya nefrolitiasis.1,2
Artritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan, yang ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di
dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari
metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah
hiperurisemia dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat
di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan
tubuh, penyakit artritis gout ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan
kristal monosodium urat secara mikroskopis maupun makroskopis berupa
tophi.1,2,3 Selain berdeposisi pada persendian, pada beberapa kasus yang jarang,
kristal asam urat dapat berdeposisi pada lapisan subkutis jaringan kulit. Hal ini
bermanifestasi berupa nodul subkutan disertai plak indurasi.4,5
4
Pada kasus ini, pasien memiliki komorbid berupa hipertensi dan juga
mendapatkan terapi loop diuretic furosemide. Selain itu, pasien juga memiliki
faktor risiko berupa acute kidney injury. Adanya peningkatan usia, dimana pada
pasien ini telah berusia 60 tahun, juga merupakan faktor risiko terjadinya gout.
3.3 Patofisologi
Awitan serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat
serum, baik meninggi ataupun menurun. Pada kadar urat serum yang stabil, jarang
mendapat serangan. Pengobatan dini dengan allopurinol yang menurunkan kadar
urat serum juga dapat mencetuskan serangan gout akut. Konsumsi alkohol berat
dapat menyebabkan fluktuasi konsentrasi urat serum.2
Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan Kristal monosodium urat
dari deposisinya dalam tofi (crystal shedding). Pada beberapa pasien gout atau
yang dengan hiperurisemua asimptomatik Kristal urat ditemukan pada sendi
metatasofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak mengalami serangan akut.
Dengan demikian gout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Menurunnya
kelarutan sodium urat pada temperatur lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki
dan tangan dapat menjelaskan mengapa Kristal MSU diendapkan pada kedua
tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan Kristal MSU pada
metatarsophalangeal I (MTP-I) juga berhubungan dengan trauma ringan yang
berulang pada daerah tersebut.2
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada artritis gout
terutama gout akut. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik
untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab.2
Tujuan dari proses inflamasi adalah :
• Menetralisir dan menghancurkan agen penyebab.
• Mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan yang lebih luas.
5
Gambar 2. Mediator Kimiawi pada Peradangan Akut2
Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan agen penyebab
yaitu Kristal monosodium urat pada sendi. Mekanisme peradangan ini belum
diketahui secara pasti. Hal ini diduga oleh peranan mediator kimia dan seluler.
Pengeluaran berbagai mediator peradangan akibat aktivasi melalui berbagai jalur,
antara lain aktivitas komplemen (C) dan seluler.2
Aktivasi Komplemen
Kristal urat dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur klasik dan
jalur alternatif. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran
immunoglobulin. Pada kadar asam urat yang meninggi, aktivasi sistem
komplemen melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi
C1q melalui jalur klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan
menagktifkan Hageman factor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade
koagulasi. Ikatan partikel dengan C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi.
Proses opsoniasi partikel mempunyai peranan penting agar partikel tersebut
mudah dikenal, yang kemudian digafositosis dan dihancurkan oleh netrofil,
6
monosit atau makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan peningkatan
aktivitas proses kemotaksis sel neutrophil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin
IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane
attack complex (MAC). Membrane attack complex merupakan komponen akhir
proses aktivasi komplemen yang berperan dalam ion channel yang bersifat
sitotoksi pada sel patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui
jalur aktivasi “komplemen cascade”. Kristal urat menyebabkan proses peradangan
melalui mediator IL- 1 dan TNF serta sel radang neutrophil.2
7
diinduksi oleh asam urat menyebabkan peningkatan mikrokristal fosfolipase D
yang penting dalam jalur tranduksi signal. Pengeluaran berbagai mediator akan
menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik dan menimbulkan kerusakan
jaringan. 2
8
yang lama kelamaan mengenai sendi-sendi lainnya. Berdasarkan faktor risiko,
pasien dalam laporan kasus ini memiliki riwayat hipertensi dengan mengonsumsi
amlodipine dan furosemide jangka panjang.
Gouty panniculitis
Gouty panniculitis merupakan manifestasi gout pada kulit yang jarang,
ditandai dengan adanya deposisi kristal monosodium urat di jaringan subkutan
dengan peradangan lobular dominan. Meskipun keadaan ini berhubungan dengan
peningkatan serum asam urat, patogenesis pasti dari keadaan ini masih belum
diketahui secara pasti. Terdapat kemungkinan bahwa perubahan inflamasi lokal di
jaringan subkutan lobular dapat dipicu oleh gangguan suplai darah arteri oleh
kristal monosodium urat, mikrotrauma dari dinding kapiler terminal dan jaringan
adiposa. Dikarenakan kurangnya anastomosis dan komunikasi antara pembuluh
darah dan dermis sehingga menjadikan jaringan ini rentan terhadap cedera. Selain
itu, kadar asam urat serum tampaknya tidak berhubungan langsung dengan
perkembangan panniculitis, karena pasien dengan kadar serum normal dapat
menunjukkan komplikasi ini.3,7
Gouty panniculitis dapat terjadi baik sebelum atau sesudah munculnya gout
tophaceous klasik. Gouty panniculitis secara klinis ditandai dengan nodul
subkutan eritematosa atau plak indurasi atau plak dengan permukaan yang tidak
beraturan, berbatas tegas, dapat disertai dengan atau tanpa nyeri, dan dengan
kecenderungan untuk membentuk ulkus dengan drainase cairan serosa atau opak
dengan kristal positif, terutama ditemukan pada ekstremitas bawah. Insufisiensi
ginjal kronis yang berhubungan dengan hipertensi nefropati merupakan faktor
risiko potensial untuk pengendapan kristal urat monosodium di jaringan subkutan
lobular.8-10
Pada laporan kasus ini, berbeda dari laporan kasus sebelumnya, pasien
memiliki lesi yang tidak hanya mengenai ekstremitas bawah tetapi juga mengenai
bagian badan dan lengan. Lesi berupa nodul berupa dengan permukaan tidak
rata, dengan pus berwarna keputihan. Lesi muncul setelah gejala nyeri sendi dan
munculnya tophi.
9
3.5 Diagnosis
3.5.1 Gejala Klinis
Hiperurisemia Asimptomatik
Pada tahap ini, pasien tidak memiliki gejala atau tanda dan biasanya tidak
sengaja ditemukan ketika dilakukan pengukuran kadar asam urat darah. Pasien
dengan hiperurisemia dapat mengalami serangan gout akut.5
Interkritikal Gout
Ketika serangan akut mereda dalam beberapa jam hingga hari setelah
pemberian terapi kolkisin atau NSAID, pasien masuk ke dalam fase remisi.
10
Periode ini ditandai dengan hilangnya gejala. Serangan ulang dapat terjadi jika
pasien tidak segera mendapatkan terapi hiperurisemia. Tanpa pemberian terapi
yang tepat, serangan menjadi lebih sering dan berat.5
11
3.5.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada pasien gout bisasanya tidak spesifik. Neukrofilik
leukositosis dan/atau peningkatan laju sedimentasi eritrosit maupun protein C-
reaktif sering ditemukan pada arthritis gout akut. Temuan ini dapat membedakan
keadaan gout artiris dengan artritis lainnya namun temuan ini hanya memiliki
sedikit nilai diagnostik. 10, 11
Diagnosis gout idealnya harus dikonfirmasi oleh aspirasi pada sendi akut atau
kronis maupun pada tophi. Septic arthritis akut, artropati lain akibat deposisi
kristal, rematik palindromic, dan psoriasis arthritis dapat memiliki gejala klinis
yang serupa. Selama serangan gout akut, kristal asam urat berbentuk jarum
biasanya ditemukan intraseluler maupun ekstraseluler. Dengan compensated
polarized light, kristal ini berbentuk birefringent terang dengan elongasi negatif.
Jumlah leukosit cairan sinovial meningkat dari 2000 menjadi 60.000/μL. Efusi
tampak keruh dikarenakan peningkatan jumlah leukosit. Sebagian besar kristal
membentuk cairan thick pasty atau chalky joint. Infeksi bakteri dapat menyertai
temuan kristal urat dalam cairan sinovial dan jika terdapat kecurigaan septic
arthritis, cairan sendi harus dikultur. 1
Kadar asam urat serum dapat normal atau rendah pada saat serangan akut,
dikarenakan sitokin inflamasi dapat menjadi uricosuric dimana pemberian terapi
hypouricemic dapat memicu serangan. Hal ini membatasi nilai diagnostik gout
menggunakan kadar asam urat serum. Namun, kadar serum urat hampir selalu
meningkat dan penting dalam menentukan terapi hypouricemic. Pengambilan
sampel urin 24 jam dapat berguna untuk menilai risiko batu, mengetahui
kelebihan atau kurangnya produksi asam urat, dan memutuskan penggunaan terapi
uricosuric. Ekskresi asam urat >800 mg per 24 jam pada diet teratur menunjukkan
adanya kelebihan produksi purin. Urinalisis, kreatinin serum, hemoglobin,
leukosit, fungsi hati, dan lipid serum harus diperiksa dikarenakan adanya
kemungkinan gejala sisa akibat gout dan penyakit terkait lainnya yang
membutuhkan pengobatan dan menilai kemungkinan efek samping dari
pengobatan asam urat. 1,9
12
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien ini didapatkan
hasil; Hb 10,1 g/dl, leukosit 10,0 x 103/ul, trombosit 430 x 103 /ul, Ht 27 %, ureum
25 mg/dl, kreatinin 1,90 mg/dl, GDS 143 mg/dl dan kadar asam urat 10,7 mg/dl.
Dari pemeriksaan urin rutin ditemukan leukosit urin 6-8 LBP, epitel 3-5 LBP
serta protein positif (+1). Dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut
didapatkan adanya peningkatan kadar asam urat sebesar 10,7 mg/dl. Selain itu
juga ditemukan adanya peninggkatan kadar ureum dan kreatinin. Hal ini dapat
disebabkan oleh gangguan ginjal akibat akumulasi asam urat dalam interstitium
ginjal. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar asam urat dalam urin untuk menilai
peningkatan risiko pembentukan batu asam urat.
Pemeriksaan Radiografi
Temuan kistik, erosi dengan tepi sklerotik serta adanya masa jaringan lunak
merupakan gambaran karakteristik radiografi dari gout tophaceous kronis.
Pemeriksaan ultrasonography dapat membantu diagnosis dini dengan
menunjukkan gambaran double contour yang melapisi kartilago artikular. Dual-
energy computed tomography (CT) dapat memberikan fitur-fitur khusus yang
dapat menentukan keberadaan kristal urat. 1,9, 10
13
Gambar 3. Dual-energy computed tomography yang menunjukkan deposisi
Kristal urat.10
Pasien dalam laporan kasus ini mengeluhkan nyeri pada jempol jari kaki
disertai bengkak, kemerahan dan kaku. Keluhan nyeri hilang juga dirasakan pada
mata kaki, lutut, siku, pergelangan dan jari-jari tangan. Dari hasil pemeriksaan
fisik ditemukan adanya pembengkakan dan hiperemis pada sendi
metatarsophalangeal I dextra et sinistra. Ditemukan adanya pembengkakan pada
knee joint, ankle joint, elbow joint, dan pergelangan tangan. Gejala dan
pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan gejala dari gout artiris akut. Namun
pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan radiologi untuk menilai adanya
masa kistik atau erosi pada tulang.
Selain mengeluhkan adanya gejala pada sendi, pasien saat ini juga
mengeluhkan dengan munculnya benjolan pada tungkai dan lengan pasien.
Benjolan terasa nyeri, bewarna kemerahan disertai adanya nanah berwarna putih.
Keluhan munculnya benjolan dirasakan pasien sekitar 2 minggu yang lalu. Dari
14
pemeriksaan fisik ditemukan adanya nodul subkutan hiperemis, multiple, diskret,
generalisata, berisi pus putih seperti kapur. Temuan klinis pasien tersebut sesuai
dengan gouty panniculitis namun belum dilakukan konfirmasi dignostik secara
mikroskopis.
15
mg intraartikular, efektif dalam mengurangi gejala dan dapat ditoleransi dengan
baik.1
Sesuai teori, pasien dalam laporan kasus ini mendapatkan terapi Kolsikin
3x0,5 mg sebagai terapi acute gouty attack. Setelah keluhan nyeri berkurang,
pasien mendapatkan terapi hiperurisemia berupa xanthine oxidase inhibitor
allopurinol.
Terapi hiperurisemia
Kontrol utama dari gout adalah dengan melakukan koreksi terhadap keadaan
utama yang mendasarinya yaitu hiperurisemia. Upaya dalam menormalkan asam
urat serum menjadi <300–360 μmol/L (5,0–6,0 mg/dL) adalah untuk mencegah
serangan gout berulang dan menghilangkan deposit tophi. Terapi hipourisemia
harus dipertimbangkan ketika keadaan hiperurisemia tidak dapat dikoreksi dengan
kontrol berat badan, diet rendah purin, peningkatan asupan cairan, pembatasan
konsumsi alkohol, penurunan konsumsi makanan dan minuman yang
mengandung fruktosa, dan menghindari penggunaan diuretik. Terapi penurun
kadar asam urat harus dimulai pada setiap pasien yang sudah memiliki tophi atau
mengalami arthritis gout kronis. Agen-agen urricosuric seperti probenecid dapat
digunakan pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang baik. Volume urin harus
dipertahankan dengan konsumsi air sebanyak 1500 mL per hari. Probenesid dapat
dimulai dengan dosis 250 mg dua kali sehari dan dosis dapat meningkat secara
bertahap hingga 3 g per hari untuk mencapai dan mempertahankan kadar asam
urat serum kurang dari 6 mg/dL. Probenesid umumnya tidak efektif pada pasien
dengan kreatinin serum>177 μmol/L (2 mg/dL). Pasien-pasien ini mungkin
memerlukan terapi allopurinol atau benzbromarone. Benzbromarone merupakan
obat uricosuric lain yang lebih efektif pada pasien dengan penyakit ginjal kronis.
Beberapa agen yang digunakan untuk mengobati komorbiditas umum, termasuk
losartan, fenofibrate, dan amlodipine, memiliki efek uricosuric ringan. 1,2
Xanthine oxidase inhibitor allopurinol adalah agen hypouricemic yang paling
umum digunakan dan merupakan obat terbaik untuk menurunkan serum urate
yang overproduksi, temuan batu urat, dan pasien dengan penyakit ginjal. Terapi
dapat diberikan dalam satu dosis pada pagi hari yang biasanya dimulai dari 100
16
mg dan meningkat hingga 800 mg jika diperlukan. Pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis, dosis alopurinol awal harus lebih rendah dan disesuaikan tergantung
pada konsentrasi kreatinin serum. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap untuk
mencapai kadar asam urat target sebesar 6 mg/dL. Toksisitas allopurinol sering
ditemukan pada pasien yang menggunakan diuretik thiazide, pada pasien yang
alergi terhadap penicillin dan ampicillin, dan pada orang Asia yang
mengekspresikan HLA-B*5801. Efek samping yang paling serius seperti
nekrolisis epidermal, vaskulitis sistemik, supresi sumsum tulang, hepatitis
granulomatosa, dan gagal ginjal. 1,12
Terapi penurun kadar asam urat umumnya tidak dimulai pada serangan akut,
tetapi diberikan setelah pasien stabil dan kolkisin dosis rendah telah diberikan
untuk mengurangi risiko flare yang sering terjadi ketika menurunkan kadar asam
urat. Colchicine anti-inflammatory prophylaxis dengan dosis 0,6 mg yang
diberikan satu sampai dua kali sehari harus diberikan bersamaan dengan terapi
hypouricemic hingga pasien mencapai kadar asam urat normal dan pasien bebas
serangan selama 6 bulan. Colchicine tidak boleh digunakan pada pasien dialisis
dan diberikan dalam dosis rendah pada pasien dengan penyakit ginjal atau
diberikan bersamaan dengan P glikoprotein atau inhibitor CYP3A4 seperti
klaritromisin yang dapat meningkatkan toksisitas kolkisin.1
Sedangkan pada gouty panniculitis, tidak terdapat terapi khusus pada keadaan
ini. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengalaman serta kelangkaan
dari keadaan ini. Pilihan terapi pada gouty panniculitis terdiri dari agen yang
berfokus terhadap pengelolaan hiperurisemia dan komplikasinya. Dalam laporan
yang diterbitkan oleh Ochoa melaporkan bahwa penggunaan allopurinol dosis
tinggi 600–1.200 mg/hari selama 2–3 tahun memberikan hasil klinis yang baik
dengan perbaikan lesi kulit secara progresif dan juga pencegahan perkembangan
lesi baru. Pemberian kortikosteroid dosis rendah mungkin diperlukan untuk
mengontrol nyeri terkait panniculitis akut.6,7
Pasien dalam laporan kasus ini mendapatkan terapi xanthine oxidase
inhibitor allopurinol 600 mg satu kali sehari sebagai terapi hiperurisemia.
17
4. KESIMPULAN
1. Telah dilaporkan sebuah kasus pasien dengan diagnosis Gout Artritis Akut
dan Gout Panniculitis dan telah dirawat selama 6 hari. Setelah mendapatkan
terapi pengobatan Allupurinol 1x600mg, Kolsikin 3x0,5 mg, Bicnat 2x1,
Lenal ace 2x169 mg, Amlodipin 1x5mg, Paracetamol 3x500 mg, Asam folat
2x200 mg dan Valsartan 1x160 mg pasien mengalami perbaikan kondisi klinis
dengan nyeri pada sendi pasien dirasakan berkurang dengan gejala kulit masih
menetap tanpa disertai nyeri. Pasien dianjurkan selanjutnya berobat ke Poli
Rheumatologi Penyakit Dalam.
2. Gouthy Panniculitis merupakan manifestasi yang jarang ditemukan dengan
ditemukan prevalensi diperkirakan hanya sekitar 1% dari seluruh kejadian
gout dengan prevalensi tertinggi ditemukan pada Negara-negara barat.
3. Patofisologi terjadinya Gouty Panniculitis berhubungan dengan peningkatan
serum asam urat namun patogenesis pasti dari keadaan ini masih belum
diketahui secara pasti. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan inflamasi
lokal di jaringan subkutan lobular akibat gangguan suplai darah arteri oleh
kristal monosodium urat, mikrotrauma dari dinding kapiler terminal dan
jaringan adiposa. Dikarenakan kurangnya anastomosis dan komunikasi antara
pembuluh darah dan dermis sehingga menjadikan jaringan ini rentan terhadap
cedera.
4. Tidak terdapat terapi khusus pada pasien dengan gouty panniculitis yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya pengalaman serta kelangkaan dari
kondisi klinis ini. Pilihan terapi pada gouty panniculitis terdiri dari agen yang
berfokus terhadap pengelolaan hiperurisemia dan komplikasinya. Penggunaan
allopurinol dosis tinggi 600–1.200 mg/hari selama 2–3 tahun dilaporkan telah
memberikan hasil klinis yang baik dengan perbaikan lesi kulit secara progresif
dan juga pencegahan perkembangan lesi baru.
18
Daftar Pustaka
19
11. Malik A, Schumacher HR, Dinnella JE, Clayburne GM. Clinical diagnostic
criteria for gout: comparison with the gold standard of synovial fluid crystal
analysis. J Clin Rheumatol 2009; 15:22.
12. Engel B, Just J, Bleckwenn M, Weckbecker K. Treatment Options for Gout.
Dtsch Arztebl Int. 2017 Mar; 114(13): 215–222.
20