Hastomi/Civil Engineer/Blog
Dari postingan pertama kita sudah dapat mengetahui frekuensi dari sistem (pondasi + mesin) clan
juga sudah dapat memperhitungkan amplitudo yang terjadi. Pada bagian kedua ini saya akan
membahas penentuan parameter-parameter, khususnya nilai kekakuan (k) clan damping rasio (D).
Perlu dipahami juga sebelumnya bahwa dalam analisa dinamis ini ditinjau pada suatu sistem single
degree-of-freedom (SDOF). Dalam pondasi mesin, ada tiga arah utama yang harus ditinjau;
pergerakan vertikal, pergerakan horizontal clan pergerakan rocking. Sebenarnya ada arah lain yaitu
pitching clan horizontal longitudinal, tapi kedua arah itu perhitungannya identik dengan
perhitungan horizontal clan rocking sehingga tinggal mengubah orientasi saja.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/15.jpg)
Untuk menentukan nilai kekakuan (K) clan damping ratio (D), digunakan referensi dari buku Suresh
Arya et al (1979). Rumus dalam buku Suresh Arya et al sebenarnya mengacu pada model Richart
Whitman (1967) clan Richart, Hall clan Wood (1970), namun dengan tambahan pengaruh bagian
pondasi yang masuk dalam tanah (embedment factor).
Kekakuan (K)
G
kl/) = - P., BL2 n_, _
- l - 'l/J -JI/'
v
Oimarna
G = Modulus Ges e r t a na h
.
v = po ison ras io
.
IJ = Em b e dme nt Factor
(https://hastorniaf.files.wordpress.corn/2014/12/16.jpg)
3
i
....,.
I ,L,
f-
I
I -
1
I
I -
-
--
D,
" I
1,
l5
, · --
i,,
i
'-
Ii,!,
""T'"
I
2 I.
i
11 '
- . , .
'
,· I
:I
I•
-, :..,,,,, 8 -
......... ; , I
i
"-.
I .:--
,_., b..
... _.
IO
,, L
--
,. I ,1
I f ., I
'
:I II
I
I
0
O D. I
'
,o . t 0 0 . 6' 1.0 2 •· '4 fi 8: ,o
,.4- · l,'8
I
(https://hastorniaf.files.wordpress.corn/2014/12/17.jpg)
Untuk pondasi berbentuk kotak di atas tanah, rnaka damping rasionya (D) adalah:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/18.jpg)
Catatan:
-Pengaruh embedment jika diabaikan maka diambil nilainya sama dengan 1.0
Hastomi
December 29, 2014December 29, 2014
compressor
dynamic
dynamic foundation
foundation
pump
suresh
PONDASI MESIN DINAMIS (1/3)
Saya pernah pada saat sedang di pusat perbelanjaan, di lantai atas, getaran mesin terasa sehingga
orang yang ada di sana tidak nyaman. Berdasarkan kode etik seharusnya getaran mesin tidak boleh
sampai menganggu kenyamanan orang yang ada di sekitarnya. Struktur atau pondasi mesin harus
direncanakan mampu me-mute-kan getaran dari mesin sehingga tidak mengganggu orang. Selain itu
struktur dan pondasi harus mampu menahan beban dinamis dari mesin saat mesin beroperasi.
Mesin yang bergetar (vibrating machine) berbeda dengan mesin statis karena memiliki getaran selama
mesin bekerja yang menghasilkan adanya gaya dinamis.Pondasi yang menopang mesin yang
bergetar (pompa, kompressor, motor elektrik, turbin) harus didesain mampu manahan beban
dinamik dan dampak getarannya harus dalam batasan yang ditentukan.
Persamaan Dinamis
c = nilai damping
F = gaya dinamis
w = frekuensi mesin
Solusi lengkap (buka lagi diktat persamaan diferensial :D) dari persamaan diferensial di atas adalah:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/11.jpg)
Dua suku pertama bersifat sementara (transient) karena pengaruh pangkat -zwnt. Sehingga yang
perlu diperhitungkan cukup respon steady state yang ada terus menerus selama mesin bekerja.
Amplitudo
dimana:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/3.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/4.jpg)
Jika nilai w (frekuensi mesin) sangat kecil sehingga sehingga w << wn sehingga rumus amplitudo di
atas menjadi:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/5.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/1O.jpg)
maka menjadi
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/111.jpg)
2
dengan mengeluarkan mw menjadi:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/12.jpg)
Jika nilai w (frekuensi mesin) sangat besar sehingga w >> k/m dan w >> c/m sehingga rumus
amplitudo di atas menjadi:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/13.jpg)
Dari penyederhanaan di atas maka pada mesin yang memiliki frekuensi sangat tinggi, tidak perlu
menghitung k dan c, kita sudah dapat memperkirakan amplitudonya.
Kesimpulan
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/9.jpg)
Nilai frekuensi ini harus < 0.3 frekuensi mesin atau > 1.3 frekuensi mesin. Hal ini untuk memastikan
bahwa frekuensi sistem di luar zona resonansi.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2014/12/14.jpg)
Penentuan Parameter
Dari persamaan di atas terlihat bahwa perilkau dinamis suatu sistem dipengaruhi oleh; massa, nilai
redaman, nilai kekakuan, gaya dinamis dan frekuensi mesin. Dalam menghitung pondasi dinamis,
hal yang paling rumit adalah mencari nilai k dan c, karena nilainya pada umumnya bedasarkan
rumus-rumus dan grafik-grafik dengan banyak parameter.
(bersambung)
Hastomi
December 18, 2014December 29, 2014
compressor
dynamic
dynamic foundation
foundation
frequensi
pump
turbin
<pMn>Mu
Dalam merencanakan tulangan longitudinal, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi:
Q=As/Ag maksimal 0.025 dan minumum sesuai dengan ketentuan konvensional
di joint, momen nominal positif > 1/2 momen nominal negatif
momen nominal spanjang balok > 1/4 momen nominal maksimum di ujung balok
splice tidak boleh diletakkan di daerah sepanjang 2h dari ujung balok
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/s21.jpg)
Sebagai pendekatan kapasitas, kapasitas momen plastis balok dihitung denganmenggunakan suatu
nilai yang dinamakan probable moment strength Mpr. Mpr adalah kapasitas momen berdasarkan
perhitungan kuat lentur konvensional dengan menggunakan nilai reduksi 0=1.0 dan kuat lentur
tulangan 1.25 fy. Probable moment capacity nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan kuat geser balok, sambungan balok-kolom dan kekuatan kolom sebagai pendekatan
kapasitas desain.
Tujuan dari SRPMK adalah untuk menjaga kelelehan terjadi hanya pada bagian-bagian struktur yang
memang direncanakan mengalami kelelehan. Jika momen pada balok akibat gaya gravitasi relatif
lebih kecil dibandingkan dengan momen akibat gaya gempa, maka kelelehan balok akan terjadi di
tepi balok dekat kolom (gambar a). Pada saat itu, sendi plastis mengalami siklus dari momen positif
dan negatif pada saat struktur bergerak ke kanan dan kiri. Hal ini yang diharapkan terjadi pada
struktur.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/s3.jpg)
Sebaliknya, jika momen akibat gaya gravitasi relatif lebih besar daripada momen akibat gaya gempa,
sendi plastis akan terjadi di lokasi agak di tengah balok. Pada saat berkebalikan, sendi plastis
bergeser ke sisi lainnya, namun juga tidak sampai tepi balok. Dalam hal ini sendi plastis tidak
mengalami momen yang berkebalikan (riverse) sehingga dapat mengakibatkan deformasi yang terus
bertambah yang membahayakan struktur.
Perilaku seperti ini dapat dihindari jika momen akibat gaya gempa lebih besar daripada momen
akibat gaya gravitasi, atau memenuhi persamaan berikut:
2. Joint Shear
Setelah desain balok selesai, maka selanjutnya adalah pemeriksaan joint shear pada sambungan
balok-kolom. Pemeriksaan joint shear iniperlu dilakukan karena biasanya menentukan ukuran
kolom.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/0
9/s4.jpg)
Pada saat terjadi gempa, ujung balok mengalami kelelehan dengan momen Mpr terjadi di ujung
balok atau muka kolom. Pemeriksaan joint shear dimaksudkan untuk menghitung apakah
jointmampu menahan Mpr yang terjadi yang berasal dari semua balok yang bersambung di titik joint
tersebut.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/sS.jpg)
gambar 5. Free body diagram pada (a) kolom dan (b) join (sumber 3)
Caya geser pada joint Vj dihitung dengan mempertimbangakn Mpr dan Ve (Ve, gaya geser akibat
Mpr, lihat prosedur no.3) dari balok di setiap sisi dan juga dengan mengasumsukan adanya gaya T
sebesar l.25AsFy akibat tulangan yang menerus melalui joint. Vj ini harus lebih kecil dari kua geser
nominaljoint Vn yang dihitung berdasarkan rumus:
<p = 0.85
Nilai @) = 1.7 untuk joint dengan balok di 4 muka
Nilai @) = 1.2 untuk joint dengan balok di 3 muka
Nilai @ = 1.0 untuk untuk lainnya
Aj = luasan efektif join sesuai dengan ACI 318-08, section 21.7.4.1
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/0
9/s6.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/s
7.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/s8.jpg)
4. Desain Kolom
Dalam SRPMK, tulangan kolom dibatasi minimum 1% dan maksimum 6% dari luasan penampang
kolom. Namun tulangan sebanyak 6% biasanya menghasilkan tulangan yang sangat padat, terutama
pada bagian splice, sehingga jika memungkinkan biasanya digunakan jumlah tulangan 2%-4%.
Untuk mendapatkan perilaku strong column-weak beam, jumlah nominal Mn dari kolom minimal
1.2 kali dari jumlah Mn dari balok yang menyambung pada sambungan balok-kolom. Pemeriksaan in
harus dilakukan pada semua arah gaya gempa.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/s9.jp
g)
Dalam menghitung kekuatan lentur kolom Mn, perlu diperhatikan gaya aksial maksimum dan
minimum yang terjadi pada kolom, karena kekuatan lentur kolom dipengaruhi oleh besarnya gaya
aksial yang dipikul oleh kolom.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/
2013/09/slO.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/sl 1.jpg
)
Referensi
1. SNI 03-2847-2002. (2002).Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. BSN.
2. ACI 318-08. (2008). Building Code Requirement for Structural Concrete. ACI.
3. Moehle, Jack P., Hooper, John 0., and Lubke, Chris 0. (2008).Seismic Design of Reinforced
Concrete: Special Moment Frame. NEHRP Technical Brief no. 1. NIST GCR 8-917-1.
Hastomi
September 28, 2013September 28, 2013
earthquake
gempa
resistance
SNI-1726-2012
SRPMK
tahangempa
SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus) adalah desain strukur beton bertulang dengan
pendetailan yang menghasilkan struktur yang fleksibel (memiliki daktilitas yang tinggi). Dengan
pendetailan mengikuti ketentuan SRPMK, maka faktor reduksi gaya gempa R dapat diambil sebesar
8, yang artinya bahwa gaya gempa rencana hanya 1/8 dari gaya gempa untuk elastis desain
(Pengambilan nilai R>1 artinya mempertimbangkan post-elastic desain, yaitu struktur mengalami
kelelehan tanpa kegagalan fungsi).Ketentuan SRPMK dijelaskan dalam SNI 03-2847-2002 bab 23.3
yang idem dengan ketentuan ACI 318-02.
Desain struktur beton bertulang dengan SRPMK sudah dimulai sejak tahun 1960 (Blume et al, 1961)
dan pertama kali diwajibkan penggunaannya untuk wilayah yang memiliki resiko gempa tinggi
dalam Uniform Building Code (ICBO 1973). Saat ini, SPRMK wajib digunakan untuk wilayah dengan
resiko gempa tinggi (ketagori desain sesimik D, Edan F dalam SNI 1726-2012 atau ASCE-7). SPRMK
dapat digunakan juga dalam kategori desain seismik A, B dan C, namun perlu diperhatikan jika
tidak ekonomis.
Berdasarkan pengalaman para praktisi, untuk desain yang ekonomis dengan SPRMK, bentang balok
yang proporisional adalah 6 sampai 9 m. Untuk jarak antar lantai disarankan tidak lebih dari 6 m.
Untuk jarak antar lantai yang tinggi, perlu diperhatikan kemungkinan soft story.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam SNI 1726-2012 dan ASCE-7 faktor reduksi gaya gempa R
dapat diambil sebesar 8. Hal ini disebabkan karena struktur SPRMK memiliki sifat yang fleksibel
dengan daktilitas yang tinggi, sehingga bisa direncanakan dengan gaya gempa rencana yang
minimum. Namunkekuatan dan kekakuan dari struktur juga harus diperhatikan untuk mampu
menahan beban rencana, baik beban gravitasi maupun angin dan gempa, dan juga struktur harus
menghasilan story drift yang sesuai denganbatasan peraturan.
Drift dari struktur dihitung dengan beban terfaktor yang diamplifikasi dengan faktor Cd (SNI 1726-
2012 tabel 9). Dalam analisa tersebut, kekakuan efektif dari frame juga harus mempertimbangkan
efek dari keretakan beton (post elastic desain). Analisa P-Delta juga perlu dilakukan karena dapat
memberikan efek yang signifikan.
Prinsip SPRMK
Struktur SPRMK diharapkan memiliki tingkat daktilitas yang tinggi, yaitu mampu menerima
mengalami siklus respon inelasitis pada saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam
ketentuan SRPMK adalah untuk memastikan bahwa respon inelastis dari strukur bersifat daktail.
Prinsip ini terdiri dari tiga:
1. Strong-Column/weak-beam yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai
2. Tidak terjadi kegagalan geser pada balok, kolom dan joint
3. Menyediakan detail yang memungkinkan perilaku daktail
Strong-Column/Weak-Beam
Pada saat struktur mengalami gaya lateral gempa, distribusi kerusakan sepanjang ketinggian
bangunan bergantung pada distribusi lateral story drift (simpangan antar lantai). Jika struktur
memiliki kolom yang lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada satu lantai
(gambar a). Sebaliknya jika kolom sangat kuat, maka drift akan tersebar merata, dan keruntuhan
lokal di satu lantai dapat diminimalkan (gambar c dan b).
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/09/sl .jpg)
Gambar 1. Desain SPRMK mencegah terjadinya mekanisme soft story (a) dengan
membuat kolom kuat sehingga drfit tersebar merata sepanjang lantai (c) atau
sebagian besar lantai (b). (sumber 3)
Metode Analisis
Dalam menganalisa pengaruh gempa, ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu; 1. Equivalent
Lateral Force (ELF), 2. Modal Response Spectrum (MRS), 3. Seismic Response History (SRH). Metode
ELF atau lebih dikenal dengan metode statik ekivalen dapat digunakan untuk struktur bangunan
yang sederhana dan beraturan. Untuk struktur bangunan yang tinggi, kompleks atau memiliki
periode panjang, metode kedua dan ketiga harus dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan dari
struktur dalam menahan gaya gempa.
Pemodelan Pondasi
Pemodelan pondasi sangat berpengaruh terhadap periode alami struktur yang menentukan gaya
gempa rencana yang harus diaplikasikan. Tipe pin atau fixed atau dengan pemodelan spring harus
dievaluasi dengan baik sehingga model mampu semaksimal mungkin merepresentasikan perilaku
struktur yang sebenarnya.
(bersambung ke bagian 2)
Referensi
1. SNI 03-2847-2002. (2002).Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. BSN.
2. ACI 318-08. (2008). Building Code Requirement for Structural Concrete. ACI.
3. Moehle, Jack P., Hooper, John D., and Lubke, Chris D. (2008).Seismic Design of Reinforced Concrete:
Special Moment Frame. NEHRP Technical Brief no. 1. NIST GCR 8-917-1.
Hastomi
September 28, 2013September 28, 2013
earthquake
gempa
resistance
SNI-1726-2012
SRPMK
tahangempa
Para pakar gempa nasionalmelalui BSN akhirnya mengeluarkan peraturan gempa yang baru
merevisi peraturan gempa 2002. Peraturan gempa terbaru ini sudah mengikuti konsep perencanaan
baru yang digunakan oleh ASCE7-10. Selain itu, peraturan baru ini dilengkapi dengan peta gempa
terbaru yang dikembangkan oleh tim revisi peta gempa Indonesia. Konsep baru ini sebenarnya
sudah diperkenalkan sejak tahun 2005 dalam ASCE7-05. Namun, untuk mengadopsi konsep baru ini
Indonesia masih harus menyusun revisi peta gempa dengan menggunakan data dan perkembangan
teknologi terkini.
Konsep SNI 2002 secara filosofi mengacu kepada konsep perencanaan gempa di UBC 97. Sedangkan
SNI 2012 mengacu kepada konsep perencanaan gempa ASCE7-10.Pada SNI 2002, gempa rencana
yang ditetapkan yaitu sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati (Probability of Exeedance, PE)
besarannya selama umur struktur tersebut 50 tahun adalah 10% (gempa dengan periode ulang
sekitar 500 tahun). Peta gempa yang digunakan adalah hasil riset gabungan antara Universitas (ITB,
Firmansyah dan Irsyam) , PU, Pusat Penelitian Geologi Kertapati dan Konsultan (Shah dan Boen,
1996). Dalam peta tersebut, Indonesia dikategorikan menjadi 6 zona dan kondisi tanah dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu tanah keras, sedang dan lunak.
Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi gempa-gempa besar yang besarannya di luar lingkup peta
gempa 2002, seperti gempa Aceh 2004 (Mw 9.0-9.3), gempa Nias 2005 (Mw 8.7) dan Yogyakarta 2006
(Mw 6.3). Selain itu, walaupun penggunaan gempa 500 tahunan memberikan peluang yang seragam
terjadinya gempa tersebut, namun hal itu tidak memberikan peluang keruntuhan struktur yang
seragam. Hal ini disebabkan tingkat laju perubahan gempa yang terjadi terhadap peluang terjadinya
gempa rencana berbeda di setiap tempat.
Untuk memperoleh peluang keruntuhan strukur yang seragam terhadap gempa rencana,
dipergunakanlah suatu parameter yang disebut MCER (Maximum Considered Earthquake, Risk
Targeted). MCE adalah suatu gempa maksimum yang terjadi di suatu wilayah dengan
mempertimbangkan seismisitas dari wilayah tersebut dan disesuaikan dengan target resiko.
Selanjutnya, berdasarkan rekomendasi NEHRP, keruntuhan struktur yang didesain sesuai peraturan
dianggap terjadi saat gaya gempa dengan faktor 1,5 dari gempa rencana terjadi. Sehingga gempa
maksimum MCER dikalikan dengan 1/1.5 (2/3) untuk mendapatkan gempa rencana. Dari penjelasan
tersebut, maka perencanaan ketahanan struktur terhadap gempa dalam SNI 2012 adalah
perencanaan berdasarkan post-elastic energy dissipation.
Resiko gempa maksimum MCER diambilsebagai gempa dengan periode ulang sekitar 2500 tahun
atauekuivalen dengan gempa yang kemungkinan terlewati besarannya selama umur sruktur tersebut
50 tahun adalah 2%. Walaupun gempa yang lebih besar dari ini mungkin saja terjadi, namun
pengambilan nilai gempa yang yang lebih besar dianggap tidak ekonomis.Untuk mendapatkan peta
MCER di Indonesia, para peneliti sudah memulai usaha sejak tahun 2006. Pada tahun 2009 dibentuk
tim revisi peta gempa Indonesia yang terdiri para ahli seismologi, geologi, geoteknik, tomografi.
Dibantu juga oleh USGS, Australia dan New Zaeland akhirnya pada tahun 2010 PU mengeluarkan
peta gempa 2010. Namun peta gempa baru ini tidak bisa digunakan dengan SNI 2002 karena
memiliki konsep yang berbeda sehingga masih jarang digunakan oleh praktisi. Revisi peraturan
gempa baru dikeluarkan dua tahun tahun kemudianyaitu dengan diterbitkannya peraturan gempa
terbaru SNI-1726-2012.
Dalam SNI 2002 besarnya gempa ini (MCER, risk targeted, maximum considered earthquake) dinyatakan
dalam besaran Ss dan S1 di tanah kelas tanah B (rock). Ss adalah parameter percepatan respon
spektral MCE pada periode pendek dengan redaman 5%. S1 adalah paremater percepatan respon
spektral MCE pada periode 1 detik dengan redaman 5%. Karena Ss dan S1 ini adalah parameter pada
kelas tanah B, maka Ss dan S1 perlu dimodifikasi dengan dikalikan dengan faktor Fa dan Fv sesuai
dengan kelas tanahnya menjadi SMs dan SMl. Kemudian sebagai besaran desain, SMs dan SMl
dikalikan dengan 2/3 sehingga diperoleh nilai Sos dan So1. Berikut ini repon spektrum Sa di SNI
2012.
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/08/respon
spektrum.jpg)
Respon Spektrum (Sa)
Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB membuat suatu aplikasi yang sangat membantu untuk
mendapatkan respon sepktrum desain di seluruh wilayah Indonesia. Dengan aplikasi ini pengguna
tinggal menginput di lokasi mana parameter gempa ingin diketahui dan apa kelas sitenya lalu output
berupa parameter gempa hingga respons spektrum akan dikeluarkan oleh aplikasi ini.
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_20l1/
(http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_201l/)
Dalam tulisan singkat ini dicoba dibandingkan respon spektrum yang dihasilkan oleh SNI 2012
dengan respon spektrum SNI 2002. Dipilih dua lokasi yaitu koordinat Monas di Jakarta dan
koordinat Universitas Andalas di Padang. Jakarta berdasarkan SNI 2002 masuk ke wilayah zona 3
dan Padang masuk dalam wilayah zona 5. Diasumsikan kelas site yaitu kelas D atau masuk kriteria
tanah sedang di SNI 2002. Berikut ini respon spektrum di dua wilayah tersebut:
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/08/jakarta.jpg)
(https://hastomiaf.files.wordpress.com/2013/08/padang.jpg)
Dari grafik diatas, percepatan maksimum rencana untuk wilayah Jakarta naik dari 0.55g menjadi
0.57g (3%) dan untuk wilayah Padang naik dari 0.83g menjadi 0.97g (17%).
Kategori resiko berdasarkan SNI 2012 dibagi menjadi empat yaitu kategori resiko I, II, III dan IV.
Nilai faktor keutamaan untuk kategori resiko I dan II adalah 1,0 kategori III 1.25 dan kategori IV 1.5.
Deskripsi untuk setiap kategori dapat dilihat pada tabel 1 SNI 2012.
Kategori Desain Seismik
Kategori desain seismik baru diperkenalkan di SNI 2012. Kategori desain sesimik dibagimenjadi
enam yaitu kategori desain seismik A, B, C, D, Edan F. Kategori desain seismik ditentukan oleh
kategori resiko struktur yang ditinjau (I-IV) dan nilai paramater gempa dari situs dimana struktur
atau bangunan tersebut akan dibangun (SDs dan SD1). Kategori desain seismik ini akan menentukan
tipe struktur apa yang dapat digunakan yang nantinya berpengaruh pada nilai R (Koefision
Modifikasi Respon) dan pendetailan dari desain struktur tersebut.
Untuk kategori desain seismik C, D, E dan F diharuskan untuk dilakukan investigasi geoteknik yang
meliputi analisis stabilitas lereng, lukuefaksi, penurunan total dan beda penurunan, dan
perpindahan permukaan akibat patahan.
Khusus untuk kategori desain seismik D, Edan F investigasi geoteknik harus mencakup gaya seismik
dinamik tanah dan potensi likuefaksi. Untuk menghitung potensi likuefaksi digunakan PGAM (Peak
Ground Accelecation, terkoreksi untuk kelas situs). PGAM didapat dengan mengalikan nilai PGA
dengan FPGA, yaitu suatu faktor untuk menyesuaikan PGA dengan kelas situs. PGA adalah MCR
rata-rata geometrik (Maximum Considered Earthquake, geometric mean) yang didapat dari peta PGA di
SNI 2012.Dalam ASCE7-05, PGA untuk analisis likuefaksi dapat digunakan nilai Ss/2.5.
REFERENSI
Hastomi
August 23, 2013January 8, 2015