Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Pengertian Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa

pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun)

hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain

mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan

pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses

perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan

perilaku sosial.

Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama

akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya

perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama.

Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga

dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah

ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami

perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola
koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak.

Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita

lihat pada saat bayi anak menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak

adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya,

dan lain sebagainya.

Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang

terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat

seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan

menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya

perilaku social yang seiring dengan perkembangan usia. perubahan Perilaku social

juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak

sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis (2005) dalam

Supartini, 2009).

2.1.2 Pengertian Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak

Secara umum pertumbuhan (growth) dan perkembangan (development)

memiliki pengertian yang sama, yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun

secara khusus keduanya berbeda. Menurut Departemen Kesehatan (2006),

pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan

interseluler, bertambahnya ukuran fisik, dan struktur tubuh dalam arti sebagian

atau keseluruhan. Pertumbuhan dapat diukur secara kuantitatif, yakni dengan

mengukur berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas

terhadap umur. Semua hal tersebut untuk tingkat pertutmbuhan fisik anak.
Sementara itu, Departemen Kesehatan (2006) mendefinisikan perkembangan

sebagai bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam

kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi serta

kemandirian.

Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi mulai dari pertumbuhan dan

perkembangan secara fisik, intelektual, maupun emosional.

a. Pertumbuhan dan perkembangan fisik

Peristiwa pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam

suatu perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel dan

perubahan organ tubuh. Anak bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk

kecil karena ia mempunyai sifat berlainan dari orang dewasa.

b. Pertumbuhan dan perkembangan intelektual

Pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak dapat dilihat dari kemampuan

secara simbol maupun abstrak seperti berbicara, bermain, berhitung, membaca,

dan lain-lain.

c. Pertumbuhan dan perkembangan emosional

Perkembangan secara emosional anak dapat dilihat dari perilaku anak ketika

berada dilingkungan sosial.

Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan peristiwa yang terjadi

selama proses kehidupan anak. Proses tersebut dapat mengalami percepatan

maupun perlambatan dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Menurut hidayat (2005), ada beberapa pola pertumbuhan dan perkembangan anak,

antara lain sebagai berikut.


a. Pola pertumbuhan fisik yang terarah

b. Pola perkembangan dari umum ke khusus

c. Pola perkembangan berlangsung dalam tahapan perkembangan

d. Pola perkembangan dipengaruhi oleh kematangan dan latihan (belajar)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak

Setiap individu berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor herediter, lingkungan,

dan internal.

a. Faktor herediter

Faktor herediter merupakan faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan,

meliputi jenis kelamin, ras, dan kebangsaan (Supartini, 2004). Faktor ini dapat

ditentukan dengan intensitas dan kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat

sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas, dan berhentinya

pertumbuhan tulang.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam

menentukan tercapai tidaknya potensi yang sudah dimiliki. Yang termasuk

dalam faktor lingkungan adalah faktor prenatal (sebelum kelahiran), faktor

postnatal (setelah kelahiran), faktor internal (hormonal, emosi, dan kecerdasan).


c. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri anak diluar kondisi fisik.

Faktor internal ini meliputi kecerdasan, hormonal, dan emosional. Pertama,

kecerdasan anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah,

biasanya tidak akan mencapai prestasi yang cemerlang walaupun stimulus yang

diberikan lingkungan sudah mencukupi. Sebaliknya, anak dengan tingkat

kecerdasan tinggi tidak didorong dengan stimulus lingkungan agar mencapai

prestasi yang maksimal.

2.1.4 Periode Tumbuh Kembang Anak

a. Pertumbuhan dan perkembangan masa pranatal

b. Pertumbuhan dan perkembangan postnatal

1. Masa neonatus (0-28 hari)

2. Masa bayi (28 hari-12 bulan)

c. Periode kanak-kanak awal ( masa toddler dan masa prasekolah)

d. Periode kanak-kanak pertengahan

e. Periode kanak-kanak akhir

2.1.5 Teori-Teori Perkembangan Anak

a. Perkembangan kognitif piaget

b. Perkembangan moral kohlberg

c. Perkembangan psikososial erikson

d. Perkembangan psikoseksual frued


2.2 Definisi

2.2.1 Pengertian DBD ( Demam Berdarah Dangue )

Penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) (secara medis disebut Dangue

Hemorragic Faver/DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dangue

yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.

Virus ini akan mengganggu kinerja darah kapiler dan sistem pembekuan darah,

sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan. (Prasetyono, Dwi Sunar, 2012).

Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis, seperti Asia Tenggara,

India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-

tempat dengan ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan air laut.

Dokter dan tenaga kesehatan lainnya, seperti bidan, sering kali salah dalam

penegakan diagnosis, karena kecendrungan gejala awal penyakit ini menyerupai

penyakit lain, seperti flu dan tifus (tifoid). (Prasetyono, Dwi Sunar, 2012).

Penyebab dari penyakit DBD ini sama dengan penyakit cikungunya, yaitu

tergigitnya seseorang oleh nyamuk Aedes Aegypti. Oleh karena itu, segala hal

yang dapat mengundang datangnya nyamuk jenis ini kerumah, merupakan

penyebab awal terjangkitnya penyakit DBD. (Prasetyono, Dwi Sunar, 2012).

2.2.2 Etiologi

Penyebab penyakit adalah virus dengue kelompok arbovirus B, yaitu

arthropod-bernevirus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini

termasuk genius falvivirus dan famili flaviviridea. Sampai saat ini dikenal ada 4

serotype virus yaitu:


a. Dengue 1 diisolasi oleh sabin pada tahun 1944

b. Dengue 2 diisolasi oleh sabin pada tahun 1944

c. Dengue 3 diisolasi oleh sather

d. Dengue 4 diisolasi oleh sather

Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di Indonesia

dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan

dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang

berat.

2.2.3 Tanda dan Gejala DBD

Masa inkubasi penyakit DBD adalah 3-15 hari sejak seseorang terkena

virus dengue. Selanjutnya, penderita akan menampakkan berbagai tanda dan

gejala Demam Berdarah, seperti berikut:

a. Demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari (38-40 °C).

b. Pada pemeriksaan uji Torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.

c. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (kongjungtiva),

mimisan (epitaksis), buang air besar dengan kotoran berupa lendir bercampur

darah (melena), dan lain-lainnya.

d. Terjadi pembesaran hati (hepatomegali).

e. Tekanan darah menurun, sehingga menyebabkan syok.

f. Pada pemeriksaan laboratorium (darah), hari ke 3-7 terjadi penurunan

trombosit dibawah 100.000 per mm³ (trombositopeni) dan terjadi peningkatan

nilai hematokrit diatas 20% dri nilai normal (bemokonsentrasi).


g. Timbulnya beberapa gejala klinis yang menyertai, seperti mual, muntah,

penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang, dan

sakit kepala.

h. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi

i. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada

persendian.

j. Muncul bintik-bintik marah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Gejala-gejala klinis yang menyertai penyakit DBD adalah mual, muntah,

penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang, dan

sakit kepala.

 Tindakan yang harus dilakukan

Berikut beberapa tindakan yang harus dilakukan seseorang, baik

pencegahan maupun pengobatan, agar terhindar dari penyakit ini:

a. Pencegahan DBD

Pencegahan dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi

sampai sore, karena nyamuk Aedes aktif disiang hari (bukan malam hari).

Hindari pula lokasi yang banyak nyamuknya disiang hari, terutama didaerah

yang ada penderita DBD-nya. Berikut beberapa cara paling efektif dalam

mencegah penyakit DBD:


1. Pemberantas Sarang Nyamuk (PSN) melalui pengolahan sampah padat,

modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan

manusia, dan perbaikan desain rumah.

2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) ditempat air

kolam.

3. Pengasapan (fogging) dengan menggunakan malatbion dan fantbion.

4. Memberikan bubuk abate (tbemopbos) pada tempat-tempat penampungan

air, seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

b. Pengobatan DBD

1. Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi

perdarahan dan pencegahan atau mengatasi keadaan shock/preshock, yaitu

dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5-2 liter air

dalam 24 jam (air teh, gula, sirup, atau susu).

2. Penambahan cairan tubuh melauli infus (intravena) jika diperlukan untuk

mencegah dehidrasi dan bemokonsentrasi yang berlebihan.

3. Transfusi platelet perlu dilakukan jika jumlah platelet menurun drastis.

4. Pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya:

a. Paracetamol untuk membantu menurunkan demam,

b. Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare, dan

c. Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.


5. Lakukan kompres dingin, namun jangan menggunakan es, karena bisa

berdampak shock. Beberapa tim medis menyarankan untuk mengompres

menggunakan alkohol.

6. Meminum jus jambu biji bangkok. Terapi ini memang belum pernah

dibuktikan secara medis, akan tetapi faktanya jambu biji mampu

mengembalikan cairan intravena dan meningkatkan nilai trombosit darah.

2.2.4 Epidemiologi

Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-

tropis. Data dari seluruh dunia menujukkan asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. World Health Organization

(WHO) sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 mencatat negara indonesia sebagai

negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah

penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan

kepadatan penduduk. Demam Berdarah pertama kali ditemukan di Indonesia

yaitu kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan

24 orang diantaranya meninggal dunia (angka kematian (AK):41,3%) (Gubbler

DJ, 2009).
2.2.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis penderita DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase febris, fase

kritis, dan fase pemulihan.

1. Fase Febris

Bisanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, disertai muka kemerahan,

eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala.

Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, infeksi farings dan konjungtiva,

anoreksia, mual dan muntah. Fase tersebut dapat pula ditemukan pada

perdarahan seperti petakie, perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula

terjadi pendarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

2. Fase Kritis

Terjadi pada hari 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh

disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang

biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering didahului

oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung trombosit. Fase tersebut

dapat terjadi shock.

3. Fase Pemulihan

Bila fase kritis melewati maka terjadi pengambilan cairan dari

ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.


Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,

hemodinamik stabil dan diuresis membaik.

 Dengue Berat

Dengue berat harus dicurigai bila penderita DBD ditemukan:

1. Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara

progresif, adanya efusi pleura atau esitesm, gangguan sirkulasi atau shock

(takhikardi, ekstermitas yang dingin, waktu pengisian kapiler (capillary refill time)

> 3 detik, nadi lemah atau tidak terditeksi, tekanan nadi yang menyempit atau

pada shock lanjut tidak terukurnya tekanan darah).

a. Adanya pendarahan yang signifikan.

b. Gangguan kesadaran.

c. Gangguan gastrointestinal berat (muntah) berkelanjutan, nyeri abdomen yang

hebat atau yang hebat atau bertambah (ikterik).

d. Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,

ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi yang tak lazim lainnya.

2.2.6 Fatogenesis

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

imunopatologis berperan dalam terjadinya Demam Berdarah Dengue dan


sindrom senjatan dengue. Respons imun yang diketahui berperan dalam

patogenesis DBD adalah (Halstead SB, 1998):

1. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses

netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam

mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini

disebut dengan antibodi dependent enchancement (ADE);

2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotosik (CD8) berperan dalam

respons imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1

akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;

3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi

antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;

4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a

dan C5a

Kurane dan ennis, (1994) merangkum pendapat Halstead yang menyatakan

bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus

bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue

menyebabkan aktifitas T halper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin

dan interferon gamma. Interferon gamma akam mengaktivasi monosit sehingga

disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet


activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi

endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningakatn C3a dan C5a terjadi melalui

aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya

kebocoran plasma. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui

mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5hari) menunjukkan

keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadi tercapai akan

terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoieses. Kadar

tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombopoiesis sebagai mekanisme

kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi

melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit

selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit

terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-

tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.

Aktivasi koagulopati pada Demam Berdarah Dengue terjadi melalui aktivasi jalur

intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi

faktor xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex)

(Dr. Masriadi, 2017).


 Penularan

Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang

disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

maupun Aedes Albopictus. Nyamuk Aedes Aegypti yang paling berperan dalam

penularan penyakit DBD adalah karena hidupnya di dalam dan sekitar rumah,

sedangkan Aedes Albopictus hidupnya di kebun sehingga lebih jarang kontak

dengan manusia. Kedua jenis nyamuk tersebut hampir di seluruh pelosok

Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian tersebut suhu udara

terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan

berkembangbiak. (Anupong, S, 2010)

1. Nyamuk penularan DBD

Nyamuk Aedes Aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk tersebut mempunyai dasar hitam

dengan bintik-bintik putih pada bagian kaki dan sayapnya. Nyamuk Aedes

Aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan

hidupnya.

Sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina lebih

menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari

mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00 –

10.00) sampai petang hari (16.00-17.00). Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan

menghisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah.


Nyamuk tersebut hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat

hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya di

tempat yang agak gelap dan lembab. Nyamuk menunggu proses pematangan

telurnya, selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding

tempat perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan air. Umumnya telur

akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik

kemudian menjadi kepompongn dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

2. Mekanisme penularan

Penyakit Demam Berdarah ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti.

Nyamuk tersebut mendapat virus dengue sewaktu mengigit menghisap darah

orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi di dalam

darahnya terdapat Virus Dengue. Seseorang yang di dalam darahnya

merupakan sumber penularan penyakit Demam Berdarah. Virus dengue

berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila

penderita tersebut digigit nyamuk, maka virus dalam darah akan ikut terisap

masuk ke dalam lambung nyamuk

3. Akibat Penularan Virus Dengue

Apabila Virus Dengue, masuk kedalam tubuh manusia, maka akan

terbentuk zat anti yang spesifik sesuai dengan tipe Virus Dengue yang masuk.

Tanda atau gejala yang timbul ditentukan oleh reaksi antara zat anti yang ada

dalam tubuh dengan antigen yang ada dalam Virus Dengue yang masuk.

Orang yang kemasukan Virus Dengue untuk pertama kali, umumnya hanya

menderita sakit Demam Dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala
yang tidak spesifik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama

sekali (asymptomatis).

Penderita Demam Dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5

hari tanpa pengobatan. Tanda Demam Berdarah Dengue ialah demam

mendadak selama 2-7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian

naik lagi, dan pada hari ke-6 panas mendadak turun, apabila orang yang

sebelumnya sudah pernah terpapar oleh Virus Dengue, kemudian

memasukkan Virus Dengue dengan tipe lain maka orang tersebut dapat

terserang penyakit Demam Berdarah Dengue (terori infeksi skunder).

4. Tempat Potensi Bagi Penularan DBD

Penularan Demam Berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat yang

terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya

penularan DBD adalah:

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis).

b. Tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang yang datang dari

berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa

tipe Virus Dengue cukup besar tempat umum antara lain:

1. Sekolah

2. RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

3. Tempat umum lainnya seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran,

tempat ibadah dan lain-lain.

c. Pemukiman baru dipinggir kota


Penduduk yang berada di permukiman baru umumnya berasal dari

berbagai wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat penderita

atau carrier.

A. Diagnosa Demam Berdarah Dengue

Diagnosis penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari.

2. Manifestasi perdarahan (Arsin, A. Arsunan, 2013)

a. Uji torniquet (Rumple leede) positif bearti fragilitas kapiler meningkat. Hal

tersebut juga dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.

Dinyatakan positif bila terdapat > 10 petechie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi

persegi) dilengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.

b. Petekie, ekimosis, epistakis, perdarahan gusi, melena dan hematermesis.

3. Tombositoperia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm³, biasanya

ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.

4. Mokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang peka

terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan berulang secara

priodik. Kenaikan Ht 20% menunjung diagnosis klinis Demam Berdarah Dengue.

Derajat berat ringan penyakit DBD secara diagnosis klinis dapat dibagi atas

(WHO, 2009).
1. Derajat 1 (ringan)

Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi

perdarahan dengan uji torniquet positif.

2. Derajat II (sedang)

Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan

perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.

3. Derajat II (berat)

Penderita dengan gejala shock/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab

dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV (berat)

Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat

diraba bulan yang sama tahun lalu.

B. Pemeriksaan Penunjang Demam Berdarah Dengue

1. Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi virus. Metode tersebut

membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1-2

minggu) serta biaya yang mahal. Pemeriksaan serologi yaitu dengan mendeteksi

IgM dan IgG anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG mulai

terdeteksi pada hari ke-14 (infeksi primer) dan terdeteksi mulai hari ke-2 setelah

infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,

jumlah trombosit, dn hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif

disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Trombositopenia

umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi

dapat dijumpai mulai demam pada hari ke-3.

3. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi

pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma

hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitorks. Asites dan efusi pleura dapat

pula dideteksi dengan USG.

4. Pemeriksaan Antigen Spesifik

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah

pemeriksaan antigen spesifik Virus Dengue, yaitu antigen nonstruktural protein I

(NS1). Antigen NS1 diekspresikan dipermukaan sel yang terinfeksi Virus Dengue.

Selain pemeriksaan antigen NS1 dapat pula dilakukan dengan metode ELISA.

Metode ELISA juga memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7%-

100%). WHO menyebutkan bahwa pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji

dini untuk pelayanan primer (Arsin, A. Arsunan, 2013).

C. Kegiatan Penanggulangan KLB DBD

Jika terjadi KLB, maka kegiatan tersebut dibawah ini harus dilakukan:

1. Pengobatan/perawatan penderita.
2. Penyelidikan epidemiologi.

3. Pemberantasan vektor.

4. Penyeluhan kepada masyarakat.

5. Evaluasi/penilaian penanggulangan KLB.

 Perencanan Pemberantasan Vektor

Empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor, yaitu:

1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk oleh

pengaruh alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat kasus penyakit

DBD paling rendah.

2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vektor pada

tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada masa viremia

sembuh sendiri.

3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi penularan

tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan nyamuk cukup tinggi.

4. Mengusahakan pemberantasan vektor dipusat-pusat penyebaran seperti sekolah,

rumah sakit, serta daerah penyangga sekitarnya. Pemberantasan vektor dapat

dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik.

D. Cara Pemberantasan

1. Cara pencegahan (Sierger, Faziah A, 2004)

a. Beri penyuluhan, informasikan kepada masyarakat untuk membersihkan tempat

perindukan nyamuk dan melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan memasang
kawat kasa, pelindungan dengan pakaian dan menggunakan obat gosok anti

nyamuk.

b. Lakukan survei dimasyarakat untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor

nyamuk, untuk mengetahui tempat perindukan dan habitat larva, biasanya untuk

Ae. Aegypti adalah tempat penampungan air buatan atau alam yang dekat

dengan pemukiman manusia (misalnya ban bekas, vas bunga, tandon

penyimpanan air) dan membuat rencana pemberantasan sarang nyamuk serta

pelaksanaannya.

2. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar

a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat; laporan resmi wajib dilakukan

bila terjadi kasus KLB.

b. Isolasi: kewaspadaan universal terhadap darah sampai dengan demam hilang,

hindari penderita demam dari gigitan nyamuk pada siang hari dengan

memasang kasa pada ruang perawatan penderita dengan menggunakan

kelambu, lebih baik lagi dengan kelambu yang telah direndam insektisida, atau

lakukan penyemprotan tempat pemukiman dengan insektisida yang punya efek

knock down terhadap nyamuk dewasa ataupun dengan insektisida yang

meninggalkan residu.

c. Disenfeksi serentak: tidak dilakukan

d. Karantina: tidak dilakukan

e. Imunisasi kontak: tidak dilakukan jika demam dengue terjadi disekitar daerah

fokus demam kuning, lakukan imunisasi terhadap penduduk dengan vaksin

demam kuning sebab vektor untuk daerah perkotaan kedua penyakit ini sama.
f. Lakukan investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: selidiki tempat tinggal

penderita 2 minggu sebelum sakit dan cari penderita tambahan yang tidak

dilaporkan atau tidak terdiagnosis.

g. Pengobatan spesifik: pengobatan spesifik tidak ada, yang diberikan adalah

pengobatan suportif atau penunjang. Aspirin merupakan kontraindikasi.

 Pemberantasan vektor dibagi dua yaitu:

1. Pemberantasan vektor stadium dewasa

Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering

dilakukan fagging atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida

malathion yaitu ditunjukkan pada nyamuk dewasa. Caranya adalah dengan

menyemprot atau menghisapkan dengan menggunakan mesin pengasap yang dapat

dilakukan melalui darat maupun udara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pengasapan rumah dengan malathion sangat efektif untuk memberantas vektor.

Namun kegiatan tersebut tanpa dukungan dengan aplikasi abatisasi, dalam bebrapa

hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik yang tidak

mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan

vektor stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.

2. Pemberantasan vektor stadium jentik

Pemberantasan vektor stadium jentik dapat dilakukan dengan menggunakan

insektisida maupun tanpa insektisida.


a. Pemberantasan jentik dengan insektisida. Insektisida yang digunakan untuk

memberantas jentik aedes aegypti disebut larvasida yaitu abate (temephose).

Abate SG 1% diketahui sebagai larvasida yang paling aman dibandingkan

larvasida lainnya, dengan rekomendasi WHO untuk dipergunakan sebagai

pembunuh jentik nyamuk yang hidup pada persediaan air minum penduduk,

sehingga kegiatannya sering disebut abatisasi. Pemakiannnya dengan dosis

1ppm (part per-million), yaitu setiap 1 gram abate 1% untuk setiap 10 liter air.

Abate setelah ditaburkan kedalam air maka butiran pasirnya akan jatuh sampai

ke dasar dan racun aktifnya akan keluar serta menempel pada poripori dinding

tempat air, dengan sebagian masih tetap berada dalam air. Tujuan abatisasi

adalah untuk menekan kepadatan vektor serendah-rendahnya secara serentak

dalam jangka waktu yang lebih lama, agar transmisi virus dengue selama waktu

tersebut dapat diturunkan. Sedang fungsi abatisasi bisa sebagai pendukung

kegiatan fogging yang Dilakukan secara bersama-sama, juga sebagai usaha

mencegah letusan atau peningkatan penderita DBD.

3. Pemberantasan jentik tanpa insektisida

Cara pemberantasan vektor stadium jentik tanpa menggunakan insektisida lebih

dikenal dengan pembersihan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan tersebut

merupakan upaya santitasi untuk melenyapkan cantainer yang tidak terpakai,

agar tidak memberikan kesempatan pada nyamuk Aedes Aegypti untuk

berkembang biak pada kontainer tersebut (Widiyanto, 2007). Tindakan

pemberantasan sarang nyamuk meliputi tindakan penguras air kontainer secara


seminggu sekali, menutup rapat konteiner air bersih, dan mengubur kontainer

bekas seperti kaleng bekas, gelas plastik, barang bekas lainnya yang dapat

menampung air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk (dikenal degan istilah

tindakan ‘3M’).

E. Penyuluhan

Kegiatan penyuluhan dikoordinasikan dengan kepala wilayah setempat

(Bupati/Walikota/Camat/Lurah). Kegiatan tersebut dapat berupa beberapa macam

kegiatan yakni:

1. Pertemuan dengan lintas sektor terkait (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,

Departemen Agama, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa).

2. Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak.

3. Penyuluhan di sekolah, tempat ibadah, tempat pemukiman, pasar.

4. Penyuluhan melalui ketua RT/RW.

F. Evaluasi Penanggulangan (KLB)

Evaluasi meliputi evaluasi oprasional kegiatan dan evaluasi epidemiologi

setelah penanggulangan KLB. Penilaian operasional kegiatan ditunjukkan untuk

mengukur persentase (jangkauan) pemberantasan vektor dari jumlah yang

direncanakan. Penilaian tersebut dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah

penderita secara acak dan kunjungan kewilayah yang direncanakan untuk dilakukan
pengasapan, larvasida dan penyuluhan. Pada saat kunjungan itu, dilakukan

wawancara untuk mengetahui apakah kegiatan pemberantasan vektor memang sudah

dilakukan. Tujuan evaluasi epidemiologi adalah mengetahui dampak upaya

penanggulangan terhadap jumlah penderita dan jumlah kematian akibat DBD.

Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan data kasus/kematian sebelum dan

sesudah usaha penanggulangan DBD.

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh

Bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3

tingkat ranah perilaku sebagai berikut:

G. Ilmu Pengetahuan Dan Penelitian

1. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah suatu pengetahuan yang sifatnya umum atau

menyeluruh memiliki metode yang logis dan terurai secara sistematis.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini menjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intesitas perhatian persepsi sebagai objek.

Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan penyelidikan yang dilakukan secara

terencana, penuh kehati-hatian dan teratur terhadap suatu objek atau subyek

tertentu untuk memperoleh bukti dapat dipisahkan dengan penelitian.


Penelitian yang baik didasari dengan ilmu pengetahuan, begitu pula

sebaliknya. Dengan penelitian maka ilmu pengetahuan dapat dikembangkan. Ilmu

pengetahuan akan selalu berkembang karena manusia memiliki kemampuan untuk

berfikir dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tetapi, keingintahuan yang

kompleks memerlukan suatu cara yang sistematis sehingga diperoleh suatu

pengetahuan kegiatan penyelidikan secara sistematis tersebut yang dinamakan

penelitian. Menurut Almacik dalam Natoadmodjo (2010), hubungan pengetahuan

dan penelitian ini sebagai hasil dan proses dimana peneliti sebagai prosesnya dan

ilmu pengetahuan sebagai hasilnya.

Pengetahuan ibu terhadap pencegahan DBD pada kejadian DBD di RSUD

Depati Bahrin Sungailiat Bangka.

Dalam suatu penelitian sebaiknya dilakukan dengan cara ilmiah yaitu cara

yang benar berdasarkan fakta serta empires, objektif dan logis. Karlinger dan

Wibowo (2014) mengutarakan empat cara untuk memperoleh pengetahuan:

a. Metode keteguhan (methode of tenacity), yaitu berpegang teguh pada pendapat

yang sudah diyakini kebenaranya sejak lama.

b. Metode otoritas (method of authority), yaitu merujuk pada pernyataan para ahli

atau yang memiliki otoritas.

c. Metode intuisi (method of intuition), yaitu berdasarkan keyakinan yang

sebenarnya dianggap terbukti dengan sendirinya atau tidak perlu pembuktian

lagi.
d. Metode ilmiah (method of science), yaitu berdasarkan kaidah keilmuan,

sehingga walaupun dilakukan oleh orang yang berbeda-beda namun dapat

menghasilkan kesimpulan yang sama.

Sedangkan Notoadmodjo (2014) membagikan kedalam 2 bagian besar cara

memperoleh pengetahuan yaitu:

a. Cara Non Ilmiah dan Tradisional

Cara yang biasa dilakukan oleh manusia saat sebelum ditemukan cara dengan

metode ilmiah. Cara yang dilakukan oleh manusia pada zaman dalu kala dalam

rangka memecahkan masalah termasuk dalam menemukan teori atau penemuan

baru. Cara-cara tersebut yaitu melalui: cara coba salah (trial and eror), secara

kebetulan, cara kekuasaan dan otoritas, pengalaman pribadi, cara akal sehat,

kebenaran melalui wahyu, kebenaran secara intuitif, melalui jalan fikir, indikasi

dan dedukasi.

b. Cara Ilmiah atau Moderen

Cara ilmiah yang dilakukan melalui cara-cara yang sistematis, logis dan ilmiah

dalam bentuk metode penelitian. Penelitian dilaksanakan melalui uji coba

terlebih dahulu sehingga instrumen yang digunakan valid dan reliabel dan hasil

penelitiannya dapat digenerelisasikan pada popuasi. Kebenaran atau

pengetahuan yang diperoleh betul-betul dapat dipertanggungjawabkan karena

telah melalui serangkaian proses yang ilmiah.

Oleh sebab itu, maka jelas bahwa ilmu dan penelitian merupakan hal yang

berkaitan untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Notoadmodjo (2014)

bahwa pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang
dimilikinya. Pengetahuan tiap orang akan berbeda-beda tergantung dari bagaimana

pengindraannya masing-masing terhadap objek atau sesuatu. Secara garis besar

terdapat 6 tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2014), yaitu :

a. Tahu (Know)

Pengetahuan yang dimiliki baru sebatas berupa mengingat kembali apa

yang telah dipelajari sebelumya, sehingga tingkat pengetahuan pada tahap ini

merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan pengetahuan pada

tingkatan ini adalah seperti menguraikan, menyebutkan, mendefinisikan,

menyatakan. Contoh tahapan ini antara lain : menyebutkan definisi

pengetahuan, menyebutkan definisi rekam medis, atau menguraikan tanda dan

gejala suatu penyakit.

b. Memahami (Comprehension)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini dapat diartikan sebagai suatu

kemampuan menjelaskan tentang objek atau sesuatu dengan benar. Seseorang

yang telah faham tentang pelajaran atau materi yang diberikan dapat dijelaskan,

menyimpulkan dan menginterprestasikan objek atau suatu yang telah dipelajari

tersebut. Contoh dapat menjelaskan tentang pentingnya dokumen rekam medis.

c. Aplikasi (Application)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini yaitu dapat mengaplikasikan atau

menerapkan materi yang telah dipelajarinya pada situasi dan kondisi nyata atau

sebenarnya. Misalnya melakukan assembling (merakit) dokumen rekam medis

atau melakukan kegiatan pelayanan pendaftaran.

d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke

dalam komponen-komponen yang ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis yang dimiliki seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

memisahkan dan mengelompokkan, membedakan atau membandingkan.

Contoh tahapan ini adalah menganalisis dan membandingkan kelengkapan

dokumen rekam medis menurut metode Huffman dan metode Hatta.

e. Sintesis (Syntesis)

Pengetahuan yang dimiliki adalah kemampuan seseorang dalam

mengaktifkan berbagai elemen atau unsur pengetahuan yang ada menjadi suatu

pola baru yang lebih menyeluruh. Kemampuan sintesis ini lebih menyusun,

merencanakan, mengkategorikan, mendesain, dan menciptakan. Contohnya

membuat desain form rekam medis dan menyusun alur rawat jalan atau rawat

inap.

f. Evaluasi (Evaluation)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini berupa kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi

dapat digambarkan sebagai proses merencanakan, memperoleh dan

menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif

keputusan.

Tahapan pengetahuan tersebut menggambarkan tingkatan pengetahuan

yang dimiliki seseorang setelah melalui berbagai proses seperti mencari,

bertanya, mempelajari atau berdasarkan pengalaman.


 Karakteristik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakteristik adalah ciri-ciri

khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perawatan tertentu. Karakteristik

adalah ciri khas seseorang dalam meyakini, bertindak, ataupun merasakan.

Berbagai teori pemikiran dari karakteristik tumbuh untuk menjelaskan berbagai

kunci karakteristik manusia. Karakteristik menurut Natoadmodjo (2012) bisa

dilihat dari beberapa sudut pandang diantaranya demografi seperti umur, jenis

kelamin, dan struktur sosial seperti tingkat pendidikan dan pekerjaan.

H. Pengertian Sikap

1. Sikap

Sikap adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus

atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaam, perhatian, dan gejala

kejiwaan yang lain (Campbell, 1950, dikutip dalam Notoatmodjo, 2010).

Sikap adalah reaksi respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya)

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo, 2010, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat

berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).


2. Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling

tinggi.

2. Cara pengukuran sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap

seseorang. Pernyataan sikap merupakan serangkaian kalimat yang berisi tentang

sikap seseorang terhadap suatu objek. Pernyataan sikap terbagi menjadi 2 jenis

yaitu favourable dan unfavourable.

1. Favourable (positif) adalah pernyataan-pernyataan sikap yang berisi tentang

hal-hal yang positif atau kalimat yang mendukung ataupun memihak pada objek

sikap.

2. Unfavourable (negatif) adalah pernyataan-pernyataan sikap yang berisi tentang

hal-hal yang negatif atau kalimat yang tidak mendukung pada objek sikap.

3. Tindakan
Hal yang di lakukan oleh responden terhadap terkait dengan kesehatan

(pencegahan penyakit), cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan

yang tetap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Notoatmodjo, 2010, tindakan atau praktik dapat di bedakan menjadi

3 tingkat menurut kualitasnya, yaitu :

1. Praktik terpimpin ( guided response)

Apa bila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

2. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apa bila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan suatu hal

secara otomatis maka di sebut praktik atau tindakan mekanis.

3. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya,

apa yang di lakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah di

lakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

I. Konsep Perilaku

1. Pengertian

Menurut Soekidjo (1993), perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organism yang bersangkutan yang dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung. Dengan demikian perilaku manusi adalah suatu aktivitas manusia itu

sendiri. Sedangkan secara operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu


respons organism atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek. (Donsu,

2019)

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Perilaku manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor genetik individu

dan faktor eksternal

a. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan konsepsi dasar atau modal awal untuk perkembangan

perilaku lebih lanjut dari makhluk hidup itu sendiri

1) Jenis kelamin

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan

melakukan pekerjaan sehari-hari. Pria berperilaku atas dasar pertimbangan

rasional atau akal, sedangkan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau

perasaan. Perilaku pada pria disebut maskulin sedangkan perilaku pada

wanita disebut feminim.

2) Sifat fisik

Jika kita amati, perilaku individu akan berbeda-beda tergantung pada sifat

fisiknya. Misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda

dengan individu yang tinggi dan kurus. Berdasarkan sifat fisiknya maka pasti

kita mengenal kepribadian piknis atau stenis dan tipe atelitis.

3) Sifat kepribadian
Sifat kepribadian merupakan keseluruhan pola pikiran, perasaan dan perilaku

yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus

menerus terhadap hidupnya.

4) Bakat pembawaan

Bakat merupakan kemampuan individu untuk melakukan sesuatu tanpa

harus bergantung pada intensitas latihan mengenai hal tersebut.

b. Faktor eksternal

1. Lingkungan

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada di dalam individu

baik fisik, biologis maupun sosial.

2. Pendidikan

Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu sejak

dalam ayunan hingga liang lahat yakni berupa interaksi individu dengan

lingkungannya baik secara formal maupun informal.

3. Agama

Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau

penghabisan. Sebagi suatu keyakinan hidup agama akan masuk ke dalam

konstruksi kepribadian seseorang.

4. Kebudayaan

Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban

manusia. Hasil kebudayaan manusia tersebut akan mempengaruhi perilaku

manusia itu sendiri.


 Domain Perilaku

Menurut Benyuamin Bloom yang dipaparkan oleh Notoadmojo (2005),

beliau mendapati terdapat tiga domain perilaku yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor. Ahli pendidikan di Indonesia kemudian menterjemahkan ketiga

domain ini ke dalam cipta (kognitif), rasa (afektif) dan karsa (psikomotor) terdapat

tiga tingkat perilaku manusia dapat dibagi ke dalam tiga domain yaitu

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (open

behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan biasanya bersifat kekal.

b. Sikap

Sikap menurut Azwar Siffuddin (1995) merupakan keteraturan perasaan,

pemikiran perilaku seseorang dalam interaksi sosial. Sedangkan menurut Baron

dan Bryne (2003) sikap merupakan evaluasi terhadap berbagai aspek dalam

dunia sosial.

c. Keterampilan

Keterampilan merupakan perwujudan dari sikap pada diri individu. Agar

sikap terwujud dalam perilaku nyata diperlukan factor pendukung dan fasilitas.

Sebagaimana pengetahuan dan sikap, praktik juga memilki beberapa tingkatan.


J. Kerangka Teori

Berdasarkan data diatas maka kerangka teori dari penelitian ini dapat

digambarkan sebagaimana terlihat pada gambar 2.1.berikut:

Faktor Predisposisi:
- Karakteristik (Umur,
Pendidikan, , Pekerjaan)
- Pengetahuan Ibu
- Sikap
- Tindakan Ibu
(pencegahan DBD pada
anak )
Faktor Pendukung:
- Perhatian Dari orang tua Perilaku
- Orang yang berpengaruh

Faktor Pendorong:
- Sikap Petugas
- Orang tua

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Berdasarkan teori modifikasi dari Karlinger dan Wibowo (2014), dalam
Notoadmodjo (2014)

Anda mungkin juga menyukai