Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN SISTEM


KARDIOVASKULER DENGAN MASALAH STROKE HEMORAGIK

DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH :

NOPI KRISDAYANTI
20186523029

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN + NERS PONTIANAK


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB 1
KONSEP KEBUTUHAN PENYAKIT

1. Pengertian
Stroke adalahpenyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara
maju, saat ini juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara
Indonesia. Satu diantara enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah
stroke di Indonesia menjadi semakin penting karena di Asia menduduki urutan
pertama dengan jumlah kasusnya yang semakin banyak. Penyakit stroke
merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang masih menjadi
masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Seiring dengan semakin
meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu yang bersamaan,
dimana di Indonesia peningkatan kasus dapat berdampak negatif terhadap
ekonomi dan produktivitas bangsa, karena pengobatan stroke membutuhkan
waktu lama dan memerlukan biaya yang besar (Kemenkes, 2018).
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat
berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis, emboli),
dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2018). Darah yang keluar dan
menyebar menuju jaringan parenkim otak, ruang serebrospinal, atau
kombinasi keduanya adalah akibat dari pecahnya pembuluh darah otak yang
dikenal dengan stroke hemoragik (Goetz, 2017).

2. Etiologi
a. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral adalah Pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi memgakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering di jumpai di daerah putamen, thalamus, pons, dan
serebelum.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid apat terjadi karena trauma atau hipertensi,
penyebab tersering adalah kebocoran anurisma pada area sirkulus Willisi dan
Malvormasi arteri – vena kongenetal. Gejala-gejala pada umumnya
mendadak, peningkatan intracranial (TIK), perubahan tingkat kesadaran,
sakit kepala (mungkin hebat), vertigo, kacau mental, stupor sampai koma,
gangguan ocular, hemiparesis atau hemiplegic, mual muntah, iritasi
meningeal (kekakuan nukhal, kernig’s, Brudzinski’s positif, Fotofobia,
penglihatan ganda, peka rangsang, kegelisahan, peningkatan suhu tubuh)
c. Perdarahan Serebral
Faktor risiko stroke Beberapa faktor penyebab stroke antara lain:
1) Hipertensi, merupakan faktor risiko utama
2) Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3) Kolesterol darah tinggi.
4) Obesitas atau kegemukan.
5) Peningkatan hematokrit meningkatkan
risiko infark serebral.
6) Diabetes mellitus terkait dengan aterogenesis terakselerasi.
7) Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi,merokok,dan kadar
estrogen tinggi)
8) Merokok
9) enyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10) Konsumsi alkohol
3. patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab
infark pada otak. Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau
terjadi turbulensi. Thrombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kogestri disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisme pembuluh darah.
Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisme pecah atau
rupture. Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan
hipartensi pembuluh darah.perdarahan intrasirebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular,karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa
otak,peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat
mengakibatkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,henisfer otak,dan
perdarahan sibatang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke bataang
otak.Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus
kaudatus,thalamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang enuksia
serebral.perubahan yang oleh enuksia serebral dapat reversible untuk waktu 4
sampai 6 menit. Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkin otak,akibat volume
perdarahan yang relativ banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemen-eleman vaso aktiv darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunya tekanan perfusi,menyebabkan saraf di area yg terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60cc maka resiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan logar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan seregral dengan volume antara 30 sampai 60cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%,namun volume darah 5cc dan terdapat di
pons sudah berakibat fatal.
4. manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang
terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral. Pada
stroke akut gejala klinis meliputi:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) yang
timbul secara mendadak
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
d. Afasia (kesulitan dalam bicara)
e. Disatria (bicara cadel atau pelo)
f. Gangguan penglihatan, diplopia
g. Ataksia h. Verigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.

5. Komplikasi
a. Hipoksia serebral.
Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral dan luasnya area cedera.
Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
itegritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi luasnya area cedera.
c. Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah
serebral.Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentikan thrombus lokal. Selain itu disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
6. pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik
a. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik misalnya perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler
b. CT scan Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti
c. Lumbal pungsi Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
e. USG Doppler Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis)
f. EEG Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak
g. Sinar tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, kalsifikasi karotis
interna terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding
aneurisma pada perdarahan subaraknoid. (Batticaca, 2018)

7. penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan umum
1. Pada fase akut
a) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator
b) Monitor peningkatan tekanan intrakranial
c) Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah
d) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
e) Evaluasi status cairan dan elektrolit
f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung
dan pemberian makanan
h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial, dan reflek
2. Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program management bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi
(ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3. Pembedahan
Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau
volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut
4. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke : Stroke hemoragik
a) Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium
b) Diuretik : manitol 20%, furosemide
c) Antikonvulsan: fenitolin (Tarwoto, 2007)
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Tarwoto (2017) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :

1. Pengkajian

a. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.

b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan
sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak disadari
oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada
salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga

g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran

Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor,
soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15

2) Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik

3) Rambut

Biasanya tidak ditemukan masalah

4) Wajah

Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :


biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.

5) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,


kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya
luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas
dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan

6) Hidung

Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang
bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung

7) Mulut dan gigi

Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara

8) Telinga

Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas

9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya
(+) dan bludzensky 1 (+)

10) Thorak

a) Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya


fremitus sam aantara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal
(sonor) Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya
ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi:
biasanya suara vesikuler

11) Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada
pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi:
biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan
reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa.

12) Ekstremitas

a. Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu
< 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)).
Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak
mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).

b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki kiri
pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari
tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang
kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau
ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan
(reflek patella (+)).

h. Test diagnostik

1) Radiologi

a) Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara


spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya
pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan
cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid
atau pada intrakranial
c) CT-Scan Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI) Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area
yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
e) USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f) EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal
ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan
leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas
normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International Normalized
Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur
seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya
sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan
untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu
pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
a) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minumana beralkhohol
b) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
c) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya kejang
otot/ nyeri otot
d) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
e) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
f) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara 7) Pola persepsi dan
konsep diri Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2018)

2. Kemungkinan diagnosis yang muncul

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan


napas, reflek batuk yang tidak adekuat
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
d. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan kardiak output
f. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak
global
g. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
h. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi
bicara, afasia
i. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan depresi pusat pencernaan
j. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
a. Tujuan :
Status pernafasan : Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit), Irama
pernafasan teratur, Kemampuan untuk mengeluarkan secret
Tanda-tanda vital: Irama pernafasan teratur, Tekanan darah normal
(120/80mmHg), Tekanan nadi normal (60-100 x/menit).
b. Intervensi
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas
3) Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender
4) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
5) Auskultasi suara nafas
6) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
7) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
8) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi otot
9) Monitor suara nafas tambahan
10) Monitor pola nafas
11) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
12) Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru
13) Monitor kemampuan batuk efektif pasien
14) Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
a. Tujuan : Tanda-tanda vital normal, Status sirkulasi lancer, Pasien
mengatakan nyaman dan tidak sakit kepala, Peningkatan kerja pupil,
Kemampuan komunikasi baik
b. Intervensi
1) Kaji status neurologic setiap jam
2) Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
3) Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata
4) Kaji reflek kornea
5) Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien
6) Monitor tanda vital setiap 1 jam
7) Hitung irama denyut nadi, auskultasi adanya murmur
8) Pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas
9) Pertahankan kepala tempat tidur 30-45° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi
10) Anjurkan pasien agar tidak menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau mengedan
11) Pertahankan suhu normal
12) Pertahankan kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan
oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik
13) Monitor AGD, PaCO2 antara 35- 45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
14) Bantu pasien dalam pemeriksaan diagnostic
15) Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping
- Antikoagulan:heparin
- Antihipertensi
- Antifibrolitik : Amicar
- Steroid, dexametason
- Fenitoin, fenobarbital
- Pelunak feses
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
a. Tujuan :
1. Status pernafasan : Frekuensi pernafasan normal (16-25x/menit),
Irama pernafasan teratur, Suara auskultasi nafas normal, Kepatenan
jalan nafas, Retraksi dinding dada tidak ada
2. Tingkat kelelahan berkurang dengan kriteria hasil : Kelelahan tidak
ada , Nyeri otot tidak ada, Kualitas istirahat cukup, Kualitas tidur
cukup.
b. Intervensi
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan
alat membuka jalan nafas
3) Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif
4) Auskultasi suara nafas
5) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
6) Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier.
7) Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
8) Monitor aliran oksigen
9) Monitor efektifitas terapi oksigen
10) Amati tanda-tanda hipoventialsi induksi oksigen
11) Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan
oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
12) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan dengan tepat
13) Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk dan berdiri
sebelum dan setelah perubahan posisi
14) Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia
15) Monitor keberadaan nadi dan kualitas nadi
16) Monitor irama dan tekanan jantung
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2018).
Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan
pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu
asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu (Nursalam,
2018). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP.
Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan
Daftar Pustaka

Arum, S.P. 2015. Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC

Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita
Stroke di Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 31 Juni 2021pukul 08.00
wib

Bulecheck, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).


Singapore: Elsevier Global Rights.

Moorhead, Sue., dkk. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore:


Elsevier Global Rights.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017, edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai