Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH KEKERASAN TERHADAP ANAK

A. Pengertian

Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan menjadi
penerus bangsa ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun
fakta berbicara lain. Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini
seolah membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi.Begitu banyak anak yang
menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun masyarakat dewasa ini.

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminas”. Namun apakah hal tersebut
sudah dilaksanakan dengan benar? Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia masih jauh
dari kondisi yang disebutkan.

Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal, fisik,
mental maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya
adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti keluarga, guru
maupun teman sepermainannya sendiri. Tentunya ini juga memicu trauma pada anak,
misalnya menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya dihajar ole gurunya sendiri.

Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada


penyelesaiannya. Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada
lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi
tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih sayang agar anak
tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita
semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang tidak menyelesaikan
kekerasan terhadap rakyatnya.

Persoalannya adalah sejauh mana hukum atau perundang-undangan Indonesia,


mengapresiasi terhadap fenomena tersebut,baik terhadap perbuatan, pelaku maupun anak
sebagai korban kekerasan.
B. Jenis Kekerasan Terhadap Anak

1.Kekerasan Fisik

Bentuk kekerasan seperti ini mudah diketahui karena akibatnya bisa terlihat pada tubuh korban
Kasus physical abuse: persentase tertinggiusia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun
(16.2%).Kekerasan biasanya meliputi memukul, mencekik, menempelkan benda panas ke tubuh
korban dan lain-lainnya. Dampak dari kekerasan seperti ini selain menimbulkan luka dan trauma
pada korban, juga seringkali membuat korban meninggal

2. Kekerasan secara Verbal

Bentuk kekerasan seperti ini sering diabaikan dan dianggap biasa atau bahkan dianggap sebagai
candaan. Kekerasaan seperti ini biasanya meliputi hinaan, makian, maupun celaan. Dampak dari
kekerasaan seperti ini yaitu anak jadi belajar untuk mengucapkan kata-kata kasar, tidak
menghormati orang lain dan juga bisa menyebabkan anak menjadi rendah diri.

3. Kekerasan secara Mental

Bentuk kekerasan seperti ini juga sering tidak terlihat, namun dampaknya bisa lebih besar dari
kekerasan secara verbal. Kasus emotional abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (28.8%)
dan terendah usia 16-18 tahun (0.9%) Kekerasaan seperti ini meliputi pengabaian orang tua
terhadap anak yang membutuhkan perhatian, teror, celaan, maupun sering membanding-
bandingkan hal-hal dalam diri anak tersebut dengan yang lain, bisa menyebabkan mentalnya
menjadi lemah.Dampak kekerasan seperti ini yaitu anak merasa cemas, menjadi pendiam, belajar
rendah diri, hanya bisa iri tanpa mampu untuk bangkit. 

4.Pelecehan Seksual

Bentuk kekerasan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal anak, seperti
keluarga, tetangga, guru maupun teman sepermainannya sendiri. Kasus pelecehan eksual:
persentase tertinggiusia 6-12 tahun (33%) dan

terendah usia 0-5 tahun (7,7%). Bentuk kekerasan seperti ini yaitu pelecehan, pencabulan
maupun pemerkosaan. Dampak kekerasan seperti ini selain menimbulkan trauma mendalam,
juga seringkali menimbulkan luka secara fisik.
Berikutnya hendak dikemukakan berbagai bentuk kekerasan terhadap anak yang ditetapkan
sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak. Seperti dikemukakan
di atas, bahwa ada beberapa bentuk kekerasan terhadap anak, yaitu kekerasan fisik, psikis, dan
seksual. Bentuk bentuk kekerasan terhadap anak tersebut dijabarkan ke dalam berbagai tindak
pidana, seperti diatur dalam Pasal 77 s/d Pasal 89. Berbagai bentuk tindak pidana kekerasan pada
anak dalam UU Perlindungan Anak adalah sebagai berikut:

(1) diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian

materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya (Pasal 77);

 (2)penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan fisk,
mental, maupun social (Pasal 77);

(3) membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti dalam pengusian, kerusuhan, bencana alam,
dan/atau dalam situasi konflik bersengjata (Pasal 78);

 (4) membiarkan anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan,
anakyang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkhohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, padahal anak tersebut
memerlukan pertolongan dan harus dibantu (Pasal 78);

(5) pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan Pasal 39 (Pasal 79);

(6)melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak (Pasal 80);

(7) melakukan kekerasan terhadap anak untuk melakukan persetubuhan (Pasal 81)

(8) melakukan kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul (Pasal 82);

(9) memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual (Pasal
83);

(10) melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum(Pasal 84);
(11) melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak(Pasal 85);

(12) melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objeknya tanpa
mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, secara melawan hukum (Pasal 85);

(13) membujuk anak untuk memilih agama lain dengan menggunakan tipu muslihat atau
serangkaian kebohongan (Pasal 86);

(14) mengeksploitasi ekonomi dan seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain (Pasal 88);

(15) menempatkan, membiarkan, melibatkan,menuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan


produksi atau distribusi narkotika, psikotropika, alkhohol, dan/atau zat adiktif lainya (napza)
(Pasal89).

C. Dampak dari Kekerasan pada Anak

Dampak kekerasan pada anak yang diakibatkan oleh orangtuanya sendiri atau orang lain
sangatlah buruk antara lain:

1.      Agresif.

Sikap ini biasa ditujukan anak kepada pelaku kekerasan. Umumnya ditujukan saat anak merasa
tidak ada orang yang bisa melindungi dirinya. Saat orang yang dianggap tidka bisa
melindunginya itu ada disekitarnya, anak akan langsung memukul datau melakukan tindak
agresif terhadap si pelaku. Tetapi tidak semua sikap agresif anak muncul karena telah mengalami
tindak kekerasan.

2.      Murung/Depresi

Kekerasan mampu membuat anak berubah drastis seperti menjadi anak yang memiliki gangguan
tidur dan makan, bahkan bisa disertai penurunan berat badan. Ia akan menjadi anak yang
pemurung, pendiam, dan terlihat kurang ekspresif.

3.      Memudah menangis
Sikap ini ditunjukkan karena anak merasa tidka nyaman dan aman dengan lingkungan
sekitarnya. Karena dia kehilangan figur yang bisa melindunginya, kemungkinan besar pada saat
dia besar, dia tidak akan mudah percaya pada orang lain.

4.      Melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain

Dari semua ini anak dapat melihat bagaimana orang dewasa memperlakukannya dulu. Ia belajar
dari pengalamannya, kemudian bereaksi sesuai dengan apa yang dia alami.

 D. penanganan tindak kekerasan

Perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan. Perlindungan anak adalah suatu usaha
yang mengadakan situasi dan kondisi yang memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban anak
secara manusiawi positif. Ini berarti dilindunginya anak untuk memperoleh dan mempertahankan
haknya untuk hidup, mempunyai kelangsungan hidup, bertumbuh kembang dan perlindungan
dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya sendiri atau bersama para pelindungnya. (Arief Gosita,
1996:14).

Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
disebutkan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat  hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Pada umumnya, upaya  perlindungan anak dapat dibagi menjadi perlindungan langsung dan tidak
langsung, dan  perlindungan yuridis dan non-yuridis. Upaya-upaya perlindungan secara langsung
di antaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari  sesuatu
yang membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau
mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau dari luar
dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan pendidikan formal dan informal,
pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward), pengaturan dalam peraturan perundang-
undangan.(Arief Gosita, 1996:6)

Sedangkan,
E. Upaya pencegahan tindak kekerasan

upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain
merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-undangan,
peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan
mengenai pembinaan anak dan keluarga, pengadaaan sesuatu yang menguntungkan anak,
pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam
pelaksanaan perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak.
(Arief Gosita, 1996:7)

Kedua upaya perlindungan di atas sekilas nampak sama dalam hal bentuk upaya


perlindungannya. Perbedaan antara keduanya terletak pada objek dari perlindungan itu
sendiri. Objek dalam upaya perlindungan langsung  tentunyaadalah anak secara
langsung. Sedangkan upaya perlindungan tidak langsung, lebih pada para partisipan yang
berkaitan dan berkepentingan terhadap perlindungan anak, yaitu orang tua, petugas dan pembina.

Demi menimbulkan hasil yang optimal, seyogyanya upaya perlindungan ini ditempuh dari dua
jalur, yaitu dari jalur pembinaan para partisipan yang berkepentingan dalam perlindungan anak,
kemudian selanjutnya pembinaan anak secara langsung oleh para partisipan tersebut.

Upaya-upaya ini lebih merupakan upaya yang integral, karena bagaimana mungkin pelaksanaan
perlindungan terhadap anak dapat berhasil, apabila para partisipan yang terkait seperti orang tua,
para petugas dan pembina, tidak terlebih dahulu dibina dan dibimbing serta diberikan
pemahaman mengenai cara melindungi anak dengan baik.

Ditinjau dari sifat perlindungannya, perlindungan anak juga dapat dibedakan dari menjadi:
perlindungan yang bersifat yuridis, meliputi perlindungan dalam bidang hukum perdata dan
dalam hukum pidana; perlindungan yang bersifat non-yuridis, meliputi perlindungan di bidang
sosial, bidang kesehatan dan bidang pendidikan.

Upaya perlindungan anak korban kekerasan baru mulai mendapat perhatian penguasa, secara
lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak, meski perlindungan itu masih
memerlukan instrumen hukum lainnya guna mengoperasionalkan perlidunngan tersebut.
Di samping adanya perlindungan yang bersifat abstrak (secara tidak langsung) melalui
pemberian sanksi pidana kepada pelaku kekerasan terhadap anak, UU Perlindungan Anak juga
menetapkan beberapa bentuk perlindungan yang lain terhadap anak korban kekerasan. “Setiap
anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum
berhak dirahasiakan”.

Agar anak terhindar dari bentuk kekerasan seperti diatas perlu adanya pengawasan dari orang
tua, dan perlu diadakannya langkah-langkah sebagai berikut:

· Jangan sering mengabaikan anak, karena sebagian dari terjadinya kekerasan terhadap anak
adalah kurangnya perhatian terhadap anak. Namun hal ini berbeda dengan memanjakan anak.

· Tanamkan sejak dini pendidikan agama pada anak. Agama mengajarkan moral pada anak agar
berbuat baik, hal ini dimaksudkan agar anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasn itu sendiri.

· Sesekali bicaralah secara terbuka pada anak dan berikan dorongan pada anak agar bicara apa
adanya/berterus terang. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengenal anaknya dengan baik
dan memberikan nasihat apa yang perlu dilakukan terhadp anak, karena banyak sekali kekerasan
pada anak terutama pelecehan seksual yang terlambat diungkap.

· Ajarkan kepada anak untuk bersikap waspada seperti jangan terima ajakan orang yang kurang
dikenal dan lain-lain.

· Sebaiknya orang tua juga bersikap sabar terhadap anak. Ingatlah bahwa seorang anak tetaplah
seorang anak yang masih perlu banyak belajar tentang kehidupan dan karena kurangnya
kesabaran orang tua banyak kasus orang tua yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anaknya
sendirI

Anda mungkin juga menyukai