Anda di halaman 1dari 17

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Batubara

Batubara adalah suatu jenis bahan bakar yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan

purba dan terbentuk dalam suasana basa selama jutaan tahun. Adapun fungsi dan

kegunaan batubara adalah sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap

(PLTU) dan bahan bakar untuk industri. Terdapat 3 macam bahan bakar yang

berasal dari tumbuhan-tumbuhan purba adalah antara lain seperti gambut,

batubara muda dan batubara.

2.2. Genesa Batubara

Proses pembentukan gambut akan berhenti karena penurunan cepat dasar

cekungan. Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian, ditutupi lapisan

sedimen, maka tidak ada lagi bakteri anaerob, atau oksigen yang dapat

mengoksidasi, sehingga lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan

sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat dengan bertambahnya

ketebalan lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan

peningkatan suhu. Disamping itu, suhu juga akan meningkat dengan

bertambahnya kedalaman. Selain karena adanya lapisan sedimen, kenaikan suhu

dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktivitas magma, proses pembentukan

gunung, serta aktivitas –aktivitas tektonik lainnya.

Peningkatan tekanan dan suhu, pada lapisan gambut akan mengkonversi gambut

menjadi batubara dimana terjadi proses pengurangan kandungan lengas, pelepasan


II-2

gas-gas (CO2,H2O, CO,C ), peningkatan kepadatan dan kekerasan serta

peningkatan nilai kalori. Faktor takanan (P) dan suhu (T) serta faktor waktu (t)

merupakan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara. Tahap pembentukan

batubara ini sering disebut juga sebagai proses termodinamika.

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batubara Huton and Jones, (1995 VD

Mendra, 2008) antara lain:

1. Posisi geotektonik.

Posisi geotektonik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan

sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik

lempeng. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran batubara

yang terbentuk. Makin dekat cekungan sedimentasi batubara terbentuk

atau terakumulasi terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng kualitas

batubara yang dihasilkan akan semakin baik.

2. Keadaan topografi daerah.

Daerah tempat tumbuhan berkembang baik,merupakan daerah yang

relative tersedia air. Oleh karenanya tempat tersebut mempunyai topografi

yang relatif kebih rendah dibandingkan daerah yang mengelilinginya. Hal

ini merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan penyebaran batubara

berbentuk seperti lensa.

3. Iklim daerah.

Daerah beriklim tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun,

disamping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan tempat

yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh karenanya didaerah

yang beriklim tropis pada masa lampau, sangat dimungkinkan


II-3

didapatkannya endapan batubara dalam jumlah yang banyak. Kebanyakan

luas tanaman yang keberadaannya sangat ditentukan oleh iklim akan

menentukan penyebaran dan ketebalan batubara yang nantinya akan

terbentuk.

a) Proses penurunan cekungan sedimentasi

Cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis, artinya dasar cekungan

akan mengalami proses penurunan atau pengangkatan. Selain itu penurunan dasar

cekungan akan mengakibatkan terbentuknya batubara yang cukup tebal. Makin

sering dasar cekungan sedimentasi mengalami proses penurunan, batubara yang

terbentuk akan makin tebal.

b) Umur geologi

Zaman karbon (kurang lebih berumur 350 juta tahun yang lalu), diyakini

merupakan awal munculnya tumbuh-tumbuhan di dunia untuk pertama kalinya.

Di Indonesia, batubara didapatkan pada cekungan sedimentasi yang berumur

Tersier (kurang lebih berumur 70 juta tahun yang lalu). Semakin tua umur

batubara tersebut maka semakin tinggi rank batubara yang diperoleh, dengan kata

lain semakin tua semakin baik kualitas batubara tersebut.

c) Jenis tumbuh-tumbuhan

The present is the key to the past merupakan salah satu konsep geologi yang

mampu menjelaskan kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan semula yang

merupakan bahan utama pembentuk batubara. Arang kayu yang diproses dari

kayu yang keras misalnya kayu lamtoro akan mempunyai mutu yang relatif lebih

baik dibandingkan dengan arang kayu yang dibuat dari kayu yang relatif lebih

lunak. Begitu juga dengan batubara, batubara yang terbentuk dari tanaman keras
II-4

dan berumur tua akan lebih baik dibandingkan dengan batubara yang terbentuk

dari tanaman berbentuk semak dan hanya berumur semusim. Batubara di

Indonesia khususnya di Sumatera dan Kalimantan kebanyakan dari jenis bitumina

dalam jumlah yang cukup besar, hal ini memberikan gambaran pada kita bahwa

selama zaman tersier di kedua pulau tersebut merupakan daerah hutan dengan

tanaman yang bervariasi, tetapi didominasi oleh tumbuhan keras. Dari uraian

diatas maka dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat tumbuhan dan makin

tua umur tumbuhan bila mengalami coalification, akan menghasilkan batubara

dengan kualitas baik.

7. Proses dekomposisi

Proses dekomposisi pada tumbuhan merupakan bagian dari transformasi biokimia

pada bahan organik, selama proses pembentukan gambut (yang merupakan tahap

awal dalam proses pembentukan batubara), sisa tumbuhan mengalami perubahan,

baik secara fisik maupun kimia. Proses pembusukan (decay) akan terjadi sebagai

akibat kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerob. Jenis bakteri ini

bekerja dalam suasana tanpa oksigen. Apabila tumbuhan yang telah mati tertutup

oleh air dan sedimen berbutir halus dengan cepat, maka akan terhindar dari

proses pembusukan, dan terjadilah proses desintegrasi atau penguraian oleh

mikroba.

8. Sejarah setelah pengendapan

Sejarah cekungan tempat terjadi pembentukan batubara salah satu faktor

diantaranya ditentukan oleh posisi cekungan sedimentasi tersebut terhadap posisi

geotektonik. Semakin dekat dengan posisi cekungan sedimentasi terhadap posisi

geotektonik yang selalu dinamis, akan mempengaruhi perkembangan batubara


II-5

dan cekungan letak batubara berada. Apabila dinamika geotektonik

memungkinkan terbentuk perlipatan pada lapisan batuan yang mengandung

batubara dan terjadi pensesaran, proses ini akan mempercepat terbentuknya

batubara dengan rank yang lebih tinggi. Proses ini juga akan di percepat bila

cekungan berdekatan dengan proses intrusi magmatis. Panas yang ditimbulkan

selama terjadi proses perlipatan, pensesaran, ataupun proses intrusi magmatis,

akan mempercepat terjadinya proses coalification atau sering disebut dengan

proses pemuliaan batubara.

9. Struktur geologi cekungan

Batubara terbentuk pada cekungan sedimentasi yang sangat luas, mencapai

ratusan hingga ribuan hektar, dalam sejarah bumi batuan sedimen yang

merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami proses deformasi akibat gaya

tektonik. Oleh karena itu, pencarian batubara bermutu baik, diarahkan pada daerah

geosinklin atau geantiklin, karena di kedua daerah tersebut diyakini kegiatan

tektonik berjalan cukup intensif.

10. Metamorfosa organik

Tingkat kedua dalam proses pembentukan batubara adalah penimbunan atau

penguburan oleh sedimen baru. Apabila telah terjadi proses penimbunan, proses

degradasi biokimia tidak berperan lagi tetapi mulai digantikan dan didominasi

oleh proses dinamokimia. Proses ini menyebabkan terjadinya perubahan gambut

menjadi batubara dalam berbagai mutu. Peningkatan mutu batubara sangat

ditentukan oleh faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat diakibatkan oleh lapisan

sedimen penutup yang tebal atau karena tektonik. Makin lama selang waktu

semenjak saat mulai bergradasi hingga berubah menjadi batubara, makin baik
II-6

mutu batubara yang diperoleh. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan bertam-

bahnya tekanan dan percepatan proses metamorfosa organik. Proses ini akan

mengubah gambut menjadi batubara sesuai dengan perubahan kimia, fisika dan

tampak pula pada sifat optiknya.

Di dalam mempelajari cara terbentuknya batubara dikenal 2 teori (Krevlen, 1993)

yang memungkinkan untuk terbentuknya batubara yaitu:

a) Teori insitu yang menyatakan bahwa lapisan gambut terbentuk dari tumbuhan

yang tumbang ditempat tumbuhnya batubara yang terbentuk disebut batubara

autochtone.

b) Teori drift yang menyatakan bahwa lapisan gambut yang terbentuk berasal dari

bagian-bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran air (sungai) dan terendapkan

di daerah hilir (delta), batubara yang terbentuk disebut batubara allochtone.

2.3. Kualitas Batubara.

Pada umumnya batubara yang mempunyai kualitas yang baik atau bernilai

ekonomis untuk di tambang adalah batubara yang terbentuk dari tumbuhan yang

tumbang dan diendapkan ditempat tumbuhnya (autochtone). Beberapa parameter

yang digunan dalam menganilisis kualitas batubara (Sukandarumidi, 1995) yaitu:

 Ash Content

Ash Content adalah residu dari sisa pembakaran batubara yang terdiri dari

oksida –oksida logam maupun non logam maupun non logam serta komponen –

komponen batubara yang tidak terbakar dengan sempurna. Parting adalah salah

satu hal yang mepengaruhi kadar abu (ash) dalam batubara. Prinsip dari penetapan
II-7

kadar abu pada batubara adalah contoh batubara yang sudah dihaluskan dibakar

pada suhu tertentu sampai didapatkann residu dalam bentuk abu.

 Moisture Content

Moisture Content atau kandungan air pada batubara dapat dibedakan atas

kandungan air bebas (free Moisture), kandungan air bawaan (inherent moisture)

dan kandungan air total (total moisture).

 Volatile Matter

Kandungan zat terbang (Volatile Matter) sangat erat hubungannya dengan

kualitas batubara tersebut, makin tingi zat terbangnya maki rendah kelasnya.

Kandungan zat terbang yang tinggi akan lebih mempercepat pembakaran karbon

padatnya dan sebaliknya zat terbang yang rendah lebih mempersukar proses

pembakaran.

 Nilai Kalor

Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga – harga panas

pembakaran dari unsur pembentukan batubara. Nilai kalor dapat dibedakan

menjadi dua macam yakni nilai kalor “net” yaitu nilai kalor pembakaran di hitung

dalam keadaan semua air H2O berwujud gas. Sedangkan nilai kalor yang lain

adalah “gross” yaitu nilai kalor pembakaran diukur dari semua air H2O berwujud

cair. Harga nilai kalor yang dapat dilaporkan pada hasil analisis adalah harga

“Gross Calorific Value” dan biasanya denagn dasar aiedried. Sedangkan nilai

kalor yang benar - benar dimanfaatkan pada pembakaran batuabra adalah “Net

Calorific Value” yang dapat di hitung dengan harga panas yang dipengaruhi oleh

kandungan total oleh air dan abu.


II-8

 Sulfur Content

Sulfur atau belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral pirit,

makasit, Ca sulfur atau belerang organik yang pada pembakaran dapat berubah

menjadi SO2.

 Hardgrave Grindability Index

Hardgrave Grindability Index merupakan suatu bilangan yang dapat

menunjukkan mudah sukarnya batubara digerus menjadi bahan bakar serbuk.

Makin kecil hilangnya, makin keras keadan batubaranya.

2.4. Klasifikasi Batubara.

Batubara bukan hanya material yang heterogen tetapi juga merupakan material

yang beragam. Jenis dapat dilihat dari umurnya (rank) kandungan mineral

(grade), elemen tumbuhan pembentuk batubara (type). Dapat dilihat melalui tabel

berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Batubara Berdasarkan Kualitasnya


II-9

2.5. Potensi Penyebaran Batubara di Indonesia

Penyebaran endapan batubara di Indonesia ditinjau dari sudut geologi sangat erat

hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur tersier yang

terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan di Indonesia. Batubara di

Indonesia dapat dibedakan tiga jenis berdasarkan cara terbentuknya. Pertama,

batubara paleogen yaitu endapan batubara yang terbentuk pada cekungan

intramontain terdapat di Ombilin, Bayah, Kalimantan Tenggara, Sulawesi Selatan,

dan sebagainya. Kedua, batubara neogen yakni batubara yang terbentuk pada

cekungan foreland terdapat di Tanjung Enim Sumatera Selatan. Ketiga, batubara

delta, yaitu endapan batubara di hampir seluruh Kalimantan Timur (Anggayana

1999). Berdasarkan aplikasi sistem database yang dikembangkan oleh Badan

Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan

batubara di Indonesia diperkirakan sebesar 21 juta ton pada tahun 2011.

Gambar 2.1 Peta Sebaran Batubara di Indonesia


II-10

2.6. Pengertian Umum Tentang Sumberdaya Dan Cadangan

Endapan batu bara (coal deposit) endapan yang mengandung hasil akumulasi

material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses

litifikasi untuk membentuk lapisan batu bara. Material tersebut telah mengalami

kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan

tekanan selama perioda geologis. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam

lapisan batu bara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organik

tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture), lebih dari 70%.

Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara

yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam

kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan

secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif

oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan

apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.

Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara

yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat

pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.

Keyakinan geologi (geological assurance) tingkat kepercayaan tentang keberadaan

batu bara yang ditentukan oleh tingkat kerapatan titik informasi geologi yang

meliputi ketebalan, kemiringan lapisan, bentuk, korelasi lapisan batu bara,

sebaran, struktur, ketebalan tanah penutup, kuantitas dan kualitasnya sesuai

dengan tingkat penyelidikan.


II-11

Kajian kelayakan (feasibility study) suatu kajian rinci terhadap semua aspek yang

bersifat teknis dan ekonomis dari suatu rencana proyek penambangan. Hasil dari

kajian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan keputusan investasi

dan sebagai dokumen yang mempunyai nilai komersial (bankable document)

untuk pendanaan proyek. Kajian ini meliputi seluruh aspek ekonomi,

penambangan, pengolahan, pemasaran, kebijakan pemerintah,

peraturan/perundangundangan, lingkungan dan sosial. Proyeksi anggaran biaya

harus akurat dan berdasar serta tidak diperlukan lagi penyelidikan lanjutan untuk

membuat keputusan investasi. Informasi pada kajian ini meliputi angka cadangan

yang didasarkan pada hasil eksplorasi rinci, pengujian model teknis, dan

perhitungan biaya operasional.

Ketebalan lapisan batu bara (seam thickness) jarak terpendek antara atap dan

Iantai lapisan batu bara yang diukur pada singkapan batu bara (surface outcrop),

Iubang bor (borehole), dan pengamatan pada tambang dalam aktif (working

underground mining). Lapisan batu bara seringkali, meskipun tidak selalu, terdiri

atas sublapisan atau lapisan majemuk yang dihasilkan oleh terbelahnya lapisan

atau penggabungan lapisan. Sub-lapisan ini mempunyai karakteristik masing-

masing yang kadang-kadang dipisahkan oleh lapisan pengotor (rock/dirt partings)

dengan ketebalan yang bervariasi.

Batubara energi rendah (brown coal) jenis batu bara yang paling rendah

peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi

(10-70%), terdiri atas batu baraenergi rendah lunak (soft brown coal) dan batu

baralignitik atau batu bara energi tinggi (lignitic atau hard brown coal) yang
II-12

memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya < 7000 kalori/gram (dry ash free -

ASTM).

Batubara energi tinggi (hard coal) semua jenis batu bara yang peringkatnya lebih

tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak,

mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayu tidak tampak

lagi, dan relatif tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan (coal

handling). Nilai kalorinya > 7000 kalori/gram (dry ash free - ASTM).

 Kelas Sumber Daya Dan Cadangan

1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)

Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau

bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi

syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.

Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan

batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama

dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada

umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan

pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari

distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika

eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan

mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka

mereka akan diklasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi

(identified resources).
II-13

2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)

Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau

bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi

syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.

Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari

sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari

proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik

pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km –

4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub

bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau

lebih.

3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)

Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan

atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara

relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan

alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar

jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan

dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik

pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km

– 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib

bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
II-14

4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)

Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau

bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi

syarat–syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.

Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan

penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu.

Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup,

rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti

geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan

35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan

ketebalan 150 cm.

2.7. Metode Perhitungan Sumberdaya

Metode perhitungan sumberdaya dapat dikelompokkan sebagai metode klasik dan

metode geostatistika. Metode klasik mempunyai keuntungan yaitu, mudah

diterapkan muda dikomunikasikan serta mudah dipahami. Akan tetapi

memerlukan interpretasi geologi yang baik. Sedangkan metode geostatistika

memiliki kelemahan, dimana bila diinginkan kualitas yang baik atas volume yang

besar, maka sering menghasilkan kesalahan perhitungan sehingga perlu tingkat

ketelitian yang tinggi. Dalam penentuan bobot berdasarkan luas areal atau volume

tidak komleks dan secara matematis tidak optimal. Kelemahan lainnya adalah

kandungan dan ketebalan batubara diasumsikan konstan dan tidak begitu cocok

untuk endapan yang kompeks.


II-15

Perhitungan sumberdaya memiliki beberapa metode yaitu metode penampang

(Cross-Section), Metode Poligon (area of influence), dan Metode USGS-83

(united state geological survey. Penulis disini hanya melakukan perhitungan

sumberdaya batubara hanya menggunakan satu metode saja yaitu metode USGS,

maka disini penulis hanya akan memaparkan tentang metode USGS saja.

Sistem United States Geological Survey (USGS-83) merupakan pengembangan

dari sistem blok dan perhitungan volume. Sistem USGS ini dianggap sesuai untuk

diterapkan dalam perhitungan sumberdaya batubara, karena sistem ini ditujukan

pada pengukuran bahan galian yang berbentuk perlapisan (tabular) yang memiliki

ketebalan dan kemiringan lapisan yang relatif konsisten. Sumberdaya yang

dihitung terdiri dari cadangan terukur (measured coal) dan cadangan tertunjuk

(indicated coal). Prosedur atau teknik perhitungan dalam sistem USGS adalah

dengan membuat lingkaran-lingkaran (setengah lingkaran) pada setiap titik

informasi endapan batubara, yaitu singkapan batubara dan lokasi titik pemboran.

Seperti Aturan perhitungan metode USGS dapat dilihat di gambar 2.2.

Gambar 2.2. Aturan Penghitungan Sumberdaya Batubara dengan


Metode Circular (USGS) (Wood et al., 1983)
II-16

Untuk menghitung besarnya sumberdaya dengan menggunakan metode Circular

USGS (Wood dkk, 1983 vd Anshariah, 2015), terdapat beberapa langkah kerja

yang harus di ikuti, yaitu:

a) Sumberdaya Terukur (Measured Resources)

Untuk sumberdaya batubara terukur, kerapatan, distribusi dan keterpaduan dari

titik-titk infomasi, yang bisa ditunjang dengan data interpretasi, cukup untuk

memperoleh estimasi yang dapat dipercaya akan ketebalan rata-rata, laus wilayah,

rentang kedalaman, kualitas dan jumlah in situ dari batubara.

Sumberdaya ini mempertingkat kepastian akan endapan untuk pembuatan rencana

rinci tambang, menentukan biaya penambangan dan memberikan spesifik produk

yang dipasarkan. Sumberdaya terukur ini bisa diestimasikan dengan menggunakan

data yang diperoleh dari titik-titik informasi umumnya 0-400 m.

b) Sumberdaya Tertunjuk (Indicated Resources)

Sumberdaya tertunjuk, kerapatan, distribusi dan keterpaduan titik-titik informasi,

yang mungkin diperkuat dengan data interpretasi, cukup untuk memperoleh

estimasi yang Realistik atas rata-rata ketebalan, luas wilayah, kisaran kedalaman.

Kualitas dan jumlah insitu dari batubara.

Sumberdaya ini telah mampu memberikan tingkat kepercayaan yang cukup atas

endapan untuk membuat rencana tambang dan menetukan kualitas produk

batubara yang kira-kira akan didapat.Sumberdaya batubara tertunjuk ini dapat

disetimasikan dengan menggunakan data yang diperoleh dari titik-titik informasi

umumnya 400-800 m.
II-17

c) Sumberdaya Tereka (Inferred Resources)

Sumberdaya batubara tereka, kerapatan dan penebarluasan titik-titik informasi,

yang mungkin ditunjang oleh data interpretasi, harus memberikan pengertian yang

memadai atas keadaan geologi untuk menyimpulkan kemenerusan lapisan antara

titik-titik informasi.

Sumberdaya ini harus juga memungkinkan adanya estimasi kisaran ketebalan

batubara juga kualitasnya walaupun tingkat kepastian yang rendah, sehingga tidak

memadai untuk tujuan perencanaan penambangan. Sumberdaya tereka dapat

diestimasikan dengan menggunakan data yang didapat dari titik-titik informasi

dengan kerapatan hingga sejauh 800-1200 m.

Teknik perhitungan ini hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih kecil atau

sama dengan 30° (≤30°). Sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lapisan

lebih besar dari 30° (≥30°) caranya adalah mencari proyeksi radius lingkaran-

lingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu. Selain itu, aspek-aspek geologi

daerah penelitian seperti perlipatan, sesar, intrusi dan singkapan batubara di

permukaan, ikut mengontrol perhitungan cadangan batubara.

Perhitungan tonase (W) batubara dapat digunakan rumus sebagai berikut:

W = L x t x BJ .............................................................(2.1)

Dimana:

L = Luas daerah terhitung

t = Tebal rata-rata batubara sejenis (m)

BJ = Berat jenis batusbara ( ton/m³)

Anda mungkin juga menyukai