Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

E DENGAN PENYAKIT
GAGAL GINJAL KRONIK DI RUMAH SAKIT USU MEDAN
SUMATERA UTARA TAHUN 2021

OLEH :

KELOMPOK 2

1. Endang Pakpahan, S.Kep (200202018)


2. Sriana Sianturi, S.Kep (200202056)
3. Pebriantis Sitorus, S.Kep (200202042)
4. Hendi Lumban Gaol, S.Kep (200202023)
5. Tri Epipanias Gea, S.Kep (200202061)
6. Emmi Tinambunan, S.Kep (200202017)
7. Yohana Purba, S.Kep (200202066)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kelompok 2 dapat menyelesaikan “Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Penyakit
Gagal Ginjal Kronik di rumah sakit USU Medan Sumatera Utara” untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dalam menyelesaikan
Profesi Ners. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini banyak pihak yang
membantu penulis, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia
2. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, slaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ibu Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Prodi Keperawatan
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia dan
sekaligus Dosen Pembimbing Keperawatan Medikal Bedah
4. Bapak Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J Selaku Koordinator Profesi
Ners
5. Ibu Ns. Agnes Marbun, S.Kep, M.Kep Selaku Koordinator Keperawatan Medikal
Bedah
6. Ibu Ns. Lasmarina Sinurat, S.Kep, M.Kep Selaku Dosen Pembimbing
Keperawatan Medikal Bedah
7. Ibu Ns. Indah Septiani Pasaribu, S.Kep, selaku CI di ruang Hemodialisa RS USU
Medan
8. Serta terima kasih kepada teman-teman Mahasiswa/i Universitas Sari Mutiara
Indonesia yang telah bersama-sama menyelesaikan tugas makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka
dari itu kami dari Kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran guna
memperbaiki di masa yang akan datang dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Akhir kata Kelompok mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2021


Kelompok 2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.4 Manfaat ................................................................................................... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis.......................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8


2.1 Tinjauan Teoritis Medis....................................................................... 8
2.1.1 Definisi........................................................................................ 8
2.1.2 Etiologi........................................................................................ 15
2.1.3 Manifestasi Klinis ....................................................................... 16
2.1.4 Patofisiologi ................................................................................ 18
2.1.5 Komplikasi ............................................................……………. 20
2.16 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 20
2.17 Penatalaksanaan ............................................................................ 24

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan .......................................................... 25


2.2.1 Pengkajian Keperawatan............................................................. 25
2.2.2 Diagnosa Keperawatan................................................................ 30
2.2.3 Intervensi Keperawatan............................................................... 31
2.2.4 Implementasi Keperawatan......................................................... 32
2.2.5 Evaluasi Keperawatan................................................................. 33

BAB 3 TINJAUAN KASUS..................................................................…….. 45


3.1 Pengkajian………………………………………………………..
3,2 Diagnosa Keperawatan……………………………………………
3.3 Intervensi Keperawatan…………………………………………..
3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………
3.5 Evaluasi Keperawatan…………………………………………….
BAB 4 PENUTUP...........................................................…………………… 49
4.1 Kesimpulan……………………………………………………….
4.2 Saran……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), Chronic Kidney Disease
(CKD) atau penyakit ginjal kronik telah menyebabkan kematian pada 850.000
orang setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa CKD menduduki
peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia. Prevalensi
CKD di dunia menurut ESRD Patients (EndStage Renal Disease) pada tahun
2017 sebanyak 2.241.998 orang, tahun 2018 sebanyak 2.303.354 orang dan tahun
2019 sebanyak 2.372.697 orang. Dari data tersebut disimpulkan adanya
peningkatan angka kesakitan pasien penyakit ginjal kronik tiap tahunnya sebesar
3% (IRR, 2019).

Menurut Chronic Kidney Disease Fact Sheet tahun 2017, diperkirakan 30 juta
atau 15% orang dewasa di Amerika memiliki PGK. 48% dari mereka dengan
penurunan fungsi ginjal yang parah tetapi tanpa dialisis tidak sadar memiliki PGK.
Sebagian besar (96%) orang dengan kerusakan ginjal atau penurunan fungsi ginjal
yang tidak parah juga tidak sadar memiliki PGK. PGK diperkirakan lebih umum
terjadi pada wanita dibanding pria, dengan perbandingan 16% : 13%. Penyakit
ginjal tahap akhir dilaporkan terjadi karena 44% diabetes, 29% hipertensi, 20%
penyebab lain dan 7% tidak diketahui.

Prevalensi CKD di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan.


Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam Program Indonesian Renal
Registry (IRR) melaporkan jumlah penderita CKD di Indonesia pada tahun 2017
tercatat 30.831 dengan 21,2 % kasus baru dan pada tahun 2017 meningkat
menjadi 66.433 naik dua kali lipat kasus baru (IRR, 2018). Di Jawa Timur
terdapat 4.858 kasus baru pada tahun 2017 naik menjadi pada 2018 terdapat 9.607
pasien CKD kasus baru (IRR, 2018).

Berdasarkan data dari Riskesdas (2018), menunjukkan bahwa terjadi peningkatan


prevalensi penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) berdasarkan diagnosis dokter
di Indonesia sebesar 0,18%, dimana Provinsi Kalimantan Utara menempati angka
tertinggi sebesar 0,64% sedangkan nilai terendah yaitu Provinsi Sulawesi Barat
sebesar 0,18%.
Di Sumatera Utara sendiri pada tahun 2018 prevalensi penderita gagal ginjal
kronis (penyakit ginjal kronis stadium 5) mencapai 0.33% dari jumlah penduduk ≥
15 tahun atau sekitar 36410 orang (Kementrian Kesehatan, 2019). Data ini
menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun 2013 sebesar 0,2% populasi usia
≥ 15 tahun (Kementrian Kesehatan, 2013).

Berdasarkan data dari RS Universitas Sumatera Utara Ruangan Hemodialisis


(HD) menunjukkan pada tahun.. sebanyak 62 pasien. Dan untuk tindakan yaitu
586 kali/minggu.

Menurut InfoDATIN 2017, di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan


ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.
Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi penyakit ginjal kronis (permil) pada
penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia yaitu 3,8‰, meningkat dari tahun
2013 yaitu 2,0‰. Saat ini, penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 265 juta
jiwa, sehingga total penduduk yang menderita penyakit ginjal kronis adalah
1.007.000 jiwa. Sedangkan untuk penduduk yang pernah/sedang cuci darah umur
lebih dari 15 tahun adalah 19,3%, sehingga totalnya adalah sekitar 51.145 jiwa.

CKD merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan pada fungsi ginjal yang
berlangsung lambat dan dapat berujung kematian bila tidak segera ditangani.
Penderita CKD diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal untuk
memperpanjang usia harapan hidup pasien, salah satu terapi yang dapat dilakukan
yaitu hemodialisis (Muttaqin & Kumala Sari, 2011). Hemodialisis (HD)
merupakan terapi pengganti dari fungsi ginjal yang dilakukan 2-3 kali seminggu,
dengan rentang waktu tiap tindakan hemodialisa adalah 4-5 jam, yang bertujuan
untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein dan untuk mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Lina dan Sari, 2016). Komplikasi
hemodialisis yang sering terjadi diantaranya ialah: hipotensi, kejang otot, mual
dan muntah, nyeri kepala, nyeri dada, nyeri pungung, gatal, demam, dan
menggigil (Jangkup dkk, 2015). Pada umumnya, proses hemodialisis di rumah
sakit dapat menimbulkan stres psikologis (kecemasan) dan fisik yang
mengganggu sistem neurologi seperti kelemahan, fatigue, penurunan konsentrasi,
disorientasi, tremor, seizures, kelemahan pada lengan, nyeri pada telapak kaki,
perubahan tingkah laku dan kecemasan (Julianty, Yustina dan Ardinata, 2015).

Penyakit ginjal kronis dapat mempengaruhi hampir setiap bagian dari tubuh.
Dampaknya antara lain retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan di
lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru),
hiperkalemia, penyakit kardiovaskular, tulang lemah dan
peningkatan risiko patah tulang, anemia, gairah seks menurun atau impotensi,
kerusakan sistem saraf pusat, penurunan respon kekebalan tubuh, perikarditis,
serta kerusakan permanen ginjal (penyakit ginjal stadium akhir), akhirnya
membutuhkan dialisis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup (Sagita,
2019).

Masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien dengan penyakit ginjal
adalah gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan
curah jantung, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis, hipervolemi berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia, perfusi
perifer tidak efektif berhubungan dengan perlemahan aliran darah keseluruh
tubuh, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, dan gangguan
integritas kulit berhubungan dengan pruritus (NANDA, 2015)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan


pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru dengan memposisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis dengan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, hipervolemi
berhubungan dengan penurunan haluaran urine dengan kolaborasi pemberian
diuretic, deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia dengan monitor jumlah
nutrisi dan kandungan kalori, perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
perlemahan aliran darah keseluruh tubuh dengan batasi gerakan pada kepala,
leher, punggung, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia
dengan membantu klien dalam aktivitas, dan gangguan integritas kulit
berhubungan dengan pruritus dengan mengoleskan lotion pada daerah yang
tertekan (NANDA, 2015)
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, kami tertarik untuk membuat Asuhan
Keperawatan Pada Tn. E Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney
Disease (CKD) Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera
Utara.

1.2 Rumusan masalah


Rumusan masalah pada Askep ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada
Tn. E Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD)
Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD) Diruang Hemodialisa
(HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. E dengan
Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD)
Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. E dengan
Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD)
Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
3. Mampu menyusun rencana keperawatan keperawatan pada Tn. E
dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD)
Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
4. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. E dengan
Gangguan Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD)
Diruang Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan
Sistem Perkemihan : Chronic Kidney Disease (CKD) Diruang
Hemodialisa (HD) Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga dalam
penerapan asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam meningkatkan
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan pada pasien dengan Chronic
Kidney Disease (CKD) khususnya di bidang keperawatan medikal bedah
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.Uremia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2015).
Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan
normal.Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan
akut.Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun
dan tidak reversible).Penyakit ginjal kronik seringkali berkaitan dengan
penyakit kritis, berkembang cepat dalam hitungan beberapa hari hingga minggu,
dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan penyakit kritisnya.
(Price & Wilson, 2006 dalam Nanda Nic-Noc, 2015)

2.1.2 Etiologi
Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalananklinis
PGK dan penanggulangannya. Penyebab primer PGK juga akan mempengaruhi
manifestasi klinis yang akan sangat membantu diagnosa, contoh: gout akan
menyebabkan nefropati gout. Penyebab terbanyak PGK pada dewasa. ini adalah
nefropati DM, hipertensi, glomerulonefritis, penyakit ginjal herediter seperti
ginjal polikistik dan sindroma alport, uropati obstruksi, dan nefritis interstisial
(Irwan, 2016). Sedangkan di Indonesia, penyebab PGK terbanyak adalah
glomerulonefritis, infeksi saluran kemih (ISK), batu saluran kencing, nefropati
diabetik, nefrosklerosis hipertensi, ginjal polikistik, dsb (Irwan, 2016).
2.13 Manifestasi
Klinis Menurut Smeltzer & Bare dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner& Suddarth 2015, pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia, oleh karena itu pasien akan memperlihatkan
sejumlah tanda dan gejala. Keparahantanda dan gejala tergantung pada bagian
dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari adalah usia pasien.
Berikut merupakan tanda dan gejala gagal ginjal kronis.
1. Kardiovaskuler yaitu yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting edema
(kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub pericardial, serta
pembesaran vena leher. Menurut Doenges (2014), hipervolemia ditandai
dengan penurunan output, oliguria, peningkatan tekanan darah, peningkatan
CVP (Central Venous Pressure), edema, peningkatan berat badan dalam
waktu singkat, edema pulmonal, perubahan pada status mental, kegelisahan,
penurunan hemoglobin/hematokrit, dan ketidakseimbangan elektrolit.
2. Integumen yaitu yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat, kulit
kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh serta rambut
tipis dan kasar.
3. Pulmoner yaitu yang ditandai dengan krekels, sputum kental dan liat, napas
dangkal serta pernapasan kussmaul. Menurut penelitian Pradesya (2015)
salah satu kondisi patologis yang umum terjadi karena penyakit PGK yaitu
terjadinya edema paru yang disebabkan kombinasi penumpukan cairan
(karena kenaikan tekanan intravaskuler atau penurunan intravaskuler) pada
alveoli sehingga terjadi gangguan pertukaran gas secara progresif yang
mengakibatkan hipoksia yang dapat mengancam jiwa.
4. Gastrointestinal yaitu yang ditandai dengan napas berbau ammonia, ulserasi
dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi dan
diare, serta perdarahan dari saluran GI. Menurut Kant dan Graubard (2010),
salah satu faktor yang mempengaruhi proses defekasi adalah asupan cairan.
Air memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai media eliminasi sisa
metabolisme. Hal ini didukung dengan teori Potter dan Perry (2006) yang
menyatakan bahwa salah satu fungsi air adalah sebagai penghancur makanan.
Sedangkan pasien PGK dibatasi asupan cairan, buah, dan sayurnya, sehingga
dapat terjadi konstipasi.
5. Neurologi yaitu yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
serta perubahan perilaku.
6. Muskuloskletal yaitu yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot hilang,
fraktur tulang serta foot drop.
7. Reproduktif yaitu yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler.
Selain itu, tanda dan gejala lain PGK menurut Suhardjono (2009) adalah
penurunan kadar hemoglobin. Anemia terjadi pada 80-90% pasien PGK,
terutama bila sudah mencapai stadium III. Anemia terutama disebabkan oleh
defisiensi Erythropoietic Stimulating Factors (ESF). Kemudian menurut
National Kidney Foundation (2002), dalam keadaan normal 90%
eritropoietin (EPO) dihasilkan di ginjal tepatnya oleh juxtaglomerulus dan
hanya 10% yang diproduksi di hati. Eritropoietin mempengaruhi produksi
eritrosit dengan merangsang proliferasi, diferensiasi dan maturasi prekursor
eritroid. Keadaan anemia ini terjadi karena defisiensi eritropoietin yang
dihasilkan oleh sel peritubular sebagai respon hipoksia lokal akibat
pengurangan parenkim ginjal fungsional. Lalu menurut Sukandar (2006),
faktor lain yang dapat menyebabkan anemia pada PGK adalah defisiensi
besi, defisiensi besi, defisiensi vitamin, penurunan masa hidup eritrosit yang
mengalami hemolisis, dan akibat perdarahan. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan antara lain lemas, kelelahan, sakit kepala, masalah dengan
konsentrasi, pucat, pusing, kesulitan bernapas atau sesak napas, dan nyeri
dada.

2.1.4 Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan SylviaA. Price,
(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaanklinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai
penyebabdiantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit
vaskular hipertensif,gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan
herediter, penyakitmetabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik
(penyalahgunaan analgesik),nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas dan
saluran kemih bagian bawah).
 
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
yangnormalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam
darah,sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh,
akibatsemakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja
ginjalakan semakin berat. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai
akibat dan
penurunan jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substa
nsi darahyang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk
memfiltrasinya.

Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah


(BUN)meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara
normal.Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukancairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan.
(Brunner &Suddarth, 2002).
 
Asidosis metabolik dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjalmengekspresikan
muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) danmengabsorpsi
bikarbonat.Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin,
sehinggarangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, defisiensi besi,asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang
berkurang, perdarahan palingsering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet
Suyono, 2001)
 
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan
dalammetabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat
mengakibatkan peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsi
um. Sehinggamenyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan
penurunanmetabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks
kalsium, fosfatdan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan
osteodistrofi (penyakittulang uremik)
2.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul menurut Corwin,2015 antara lain:
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolic, azotemia, dan uremia
2. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolic memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernafasan
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremic, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
4. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
6. Tanpa pengobatan terjadi koma dan kematian

2.1.6 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti: pemeriksaan urin (volumenya biasanya<
400 ml/jam atau oliguria atau urin tidak ada/anuria, perubahan warna urin bisa
disebabkan karena ada pus/darah/bakteri/lemak/partikel koloid/miglobin, berat
jenis pemeriksaan natrium, pemeriksaan protein, dan pemeriksaan darah
(kreatinin, SDM, Hitung darah lengkap, GDA)
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi ginjal, biopsy
ginjal, endoskopi ginjal, EKG, KUB foto(untuk menunjukkan ukuran ginjal),
arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, massa), pyelogram retrogad (untuk menunjukkan abnormalitas
pelvis ginjal), sistouretrogram (berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung
kemih, refluk kedalam ureter, dan retensi) (Nuari. 2017)

2.1.7 Penatalaksanaan
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya penyakit penyerta,
derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal,
factor resiko untuk penurunan fungsi ginjal, dan factor risiko untuk penyakit
kardiovaskular.Penatalksanaan menurut Nurarif, Huda A. 2015 yaitu:
1. Terapi penyakit ginjal
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Penghambatan penurunan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal
6. Terapi pengganti ginjal dengan dialysis atau transplantasi jikatimbul gejala
dan tanda uremia
Sedangkan menurut Corwin dalam Buku Saku Patofisiologi Ed.3,2009
pengobatan perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit, yaitu:
1. Untuk gagal ginjal stadium 1, 2, dan 3 tujuan pengobatan adalah
memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi
aspan protein dan pemberian obat-obat anti hipertensi. Inhibitor enzim
pengubah-angiotensin (ACE) terutama membantu dalam memperlambat
perburukan.
2. Renal anemia management period, RAMP diajukan karena adanya hubungan
antara gagal jantung kongestif da anemia terkait dengan penyakit gagal ginjal
kronis. RAMP adalah batasan waktu setelah suatu awitan penyakit ginjal
kronis saat diagnosis dini dan pengobatan anemia
3. memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat komplikasi
kardiovaskular, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia
dilakukan dengan memberikan eritropoitein manusia rekombinan (rHuEPO).
Obat ini terbukti secara dramatis memperbaiki fungsi jantung secara
bermakna.
4. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
5. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialysis atau transplantasi ginjal
6. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Alam
pengkajian semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan
status kesehatan klien saat ini.Pengkajian harus dilakukan secara
komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun
spiritual klien. (Asmadi, 2008) Data dasar pengkajian menurut Doengoes,
2000 adalah:
1. Aktivitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaiase, gangguan tidur (insomnia/
gelisah/ somnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan
rentan gerak.
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama/berat, hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema
jaringan umum, dan pitting pada kaki, telapak tangan, disritmia
jantung.Nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,
yang jarang pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial (respon
terhadap akumulasi sisa). Pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.Kecenderungan perdarahan.
3. Integritas ego
Faktor stres, contoh finansial, hubungan dan sebagainya.Perasaan tidak
berdaya, tak ada harapan, tidak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut,
marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, urinaria (gagal tahap
lanjut).Abdomen kembung, diare/konstipasi, perubahan warna urine,
contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria, dapat menjadi
anuria.
5. Makanan/cairan
Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), Penggunaan diuretik, distensi
abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan turgor
kulit/kelembapan..Edema (umum, tergantung).Ulserasi gusi,
perdarahan gusi/lidah.Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.Kram otot/kejang, sindrom “kaki
gelisah”, kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas/kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer),
gangguan status mental, contoh: penurunan lapang pandang perhatian,
ketidak mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda
chvostek dan Trousseau positif.Kejang, fasikulsi otot, aktifitas
kejang.Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri/kenyamanan
8. Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari), perilaku hati-hati/distraksi, gelisah.
9. Pernafasan
Nafas pendek, dispnea, nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi
atau kedalaman (pernapasan kausmal).Batuk produktif dengan sputum
merahmudaencer (edema paru).
10. Keamanan
Kulit gatal.Ada/berulangnya infeksi.Pruritus.Demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu lebih rendah dari normal (efek
PGK/depresi respon imun).Patekie, area ekimosis pada kulit.Fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium (klasifikasi metastatik).Pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
11. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
12. Interaksi Sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh: tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran, biasanya dalam keluarga
13. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat DM, keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan
antibiotik nefrotoksik atau berulang.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan
yang aktual atau potensial, diagnosa Keperawatan memberikan dasar
untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tanggung jawab perawat.(Allen, 1998). Setelah dilakukan
pengkajian kemungkinan diagnosa yang akan muncul pada klien dengan
penyakit ginjal kronik menurut Nurarif, 2015.
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveoluskapiler
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hb
3. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan
4. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
6. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
7. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan, sindrom uremia

2.2.3. Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah
atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya
juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara
luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien. Tujuan
intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan
menggunakan koping yang konstruktif (Nursalam, 2008).
No Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi
. Hasil (SLKI) (SIKI)
1 D.0003 Gangguan L.01003 Pertukaran I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Observasi
berhubungan Gas Ekspektasi:
dengan meningkat Kriteria - Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas
ketidakseimbanga
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
n ventilasi-perfusi, hasil
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
perubahan
membran - Tingkat - Monitor kemampuan batuk efektif
alveolus-kapiler. kesadaran
meningkat - Monitor adanya produksi sputum
- Dispnea menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
Gejala dan tanda
- Bunyi napas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
mayor Subjektif: tambahan
menurun
1. Dispnea
- Pusing menurun
Objektif:
- Penglihatan kabur
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)

Hasil (SLKI)

1. PCO2 Menurun - Auskultasi bunyi napas


meningkat/menu
run - Monitor saturasi oksigen
- Diaforesis
2. PO2 menurun menurun - Monitor nilai AGD

3. Takikardia - Gelisah menurun - Monitor hasil x-ray toraks


Terapeutik
4. pH arteri - Napas cuping
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
meningkat/menu hidung
run menurun - Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
5. Bunyi napas - PCO2 membaik
tambahan - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- PO2 membaik
Gejala dan tanda
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
minor Subjektif: - Takikardia I.01026 Terapi Oksigen
1. Pusing membaik Observasi
2. Penglihatan - pH arteri - Monitor kecepatan aliran oksigen
membaik
kabur Objektif: - Monitor posisi alat terapi oksigen
- Sianosis membaik
1. Sianosis - Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan
- Pola napas cukup
2. Diaforesis membaik
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
3. Gelisah - Warna
kulit - Monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. Napas cuping
hidung membaik - Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelaktasis
5. Pola napas
abnormal
(cepat/lambat,
reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)

Hasil (SLKI)
6. Warna kulit - Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
abnormal (mis.
pucat, kebiruan) - Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
7. Kesadaran
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
menurun
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2 D.0009 Perfusi L.02011 Perfusi I.02079 Perawatan Sirkulasi
perifer tidak Observasi
efektif Perifer
- Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
berhubungan
dengan Ekspektasi: warna, suhu, ankle brachial index)
penurunan - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis. Diabetes, perokok,
konsentrasi meningkat Kriteria
orang tua
hemoglobin. hasil:

- Denyut nadi
perifer
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)

Hasil (SLKI)

Gejala dan tanda meningkat hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)


mayor
Subjektif: - Monitor panans, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstermitas
- Penyembuhan Teraupetik
(tidak tersedia)
Objektif: luka meningkat
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah keterbatasan
- Sensasi perfusi
1. Pengisian
kapiler >3 detik meningkat
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan
- Warna kulit perfusi
2. Nadi perifer
menurun atau tidak pucat menurun
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera
teraba - Edema
- Lakukan pencegahan infeksi
3. Akral teraba perifer
dingin menurun - Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi
4. Warna kulit pucat - Nyeri
ekstremitas - Anjurkan berhenti merokok
5. Turgor
kulit menurun - Anjurkan berolah raga rutin
menurun
- Parastesia - Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
menurun
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah, antikoagulan,dan
Gejala dan tanda - Kelemahan penurun kolestrol, jika perlu
minor Subjektif: otot
1. Parastesia menurun - Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur

2. Nyeri - Kram otot - Anjurkan menggunakan obat penyekat beta


ekstremitas menurun - Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis. Rendah lemak
(klaudikasi jenuh, minyak ikam omega 3)
intermiten) - Bruit
Objektif: femoralis - Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Raasa
menurun sakit yang tidak
- Nekrosis menurun
- Pengisian
kapiler
membaik
- Akral membaik
- Turgor kulit
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)

Hasil (SLKI)

1. Edema membaik hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
2. Penyembuhan
luka lambat - Tekanan I.06195 Manajemen Sensasi Perifer
darah sistolik Observasi
3. Indeks membaik
ankle-brachial - Identifikasi penyebab perubahan sensasi
<0,90 - Tekanan darah - Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan pakaian
diastolik
4. Bruit femoralis membaik - Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
- Tekanan arteri - Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
rata-rata
- Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
membaik
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Indeks
ankle-brachial - Monitor perubahan kulit
membaik
- Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
Teraupetik
- Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (terlalu panas
atau dingin)
Edukasi
- Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
- Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)

Hasil (SLKI)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu

3 D.0019 Defisit nutrisi I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi


berhubungan Observasi
dengan kurangnya Ekspektasi: membaik
asupan makanan. - Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil: - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Gejala dan tanda - Porsi makanan
mayor Subjektif: - Identifikasi makanan yang disukai
(tidak tersedia) yang dihabiskan
Objektif: meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
1. Berat badan
menurun minimal - Kekuatan otot - Monitor asupan makanan
10% di bawah pengunyah
rentang ideal - Monitor berat badan
meningkat
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
- Kekuatan otot Teraupetik
Gejala dan tanda menelan
minor Subjektif: - Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika perlu
1. Cepat kenyang meningkat
setelah makan
- Serum - Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis. Piramida makanan)
albumin
meningkat - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

- Verbalisasi - Berikan makanantinggi serat untuk mencegah konstipasi


keinginan untuk - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
meningkatkan
nutrisi meningkat
- Pengetahuan
tentang pilihan
makanan yang
sehat meningkat
- Pengetahuan
tentang pilihan
minuman yang

No. Diagnosa (SDKI) Tujuan & Kriteria Intervensi


Hasil (SLKI) (SIKI)
2. Kram/nye sehat meningkat - Berikan makanan rendah protein
ri - Pengetahuan Edukasi
abdomen
tentang standar
asupan nutrisi - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
3. Nafsu
makan yang tepat - Anjurkan diet yang diprogramkan
menurun meningkat
Kolaborasi
Objektif: - Penyiapan dan
penyimpanan - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
1. Bising usus makanan yang antiemetic), jika perlu
hiperaktif aman meningkat - Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
2. Otot - Penyiapan dan yang dibutuhkan, jika perlu
pengunyah penyimpanan
lemah minuman yang
aman meningkat I03136 Promosi Berat Badan
3. Otot menelan
lemah - Sikap terhadap Observasi
4. Membran makanan/minum - Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
mukosa pucat an sesuai dengan
tujuan kesehatan - Monitor adanya mual muntah
5. Sariawan meningkat
- Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-hari
6. Serum - Perasaan cepat
albumin - Monitor berat badan
kenyang
turun menurun - Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
7. Rambut - Nyeri Teraupetik
rontok abdomen
berlebihan menurun - Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu

8. Diare - Sariawan menurun


- Rambut
rontok
menurun
- Diare menurun
- Berat badan
membaik
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi (SIKI)
(SDKI) Hasil (SLKI)
- Indeks Massa - Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan
Tubuh (IMT) dengan tekstur halus, makanan yang diblender, makanan cair yang
membaik diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total parenteral nutrition sesuai
indikasi)
- Frekuensi
makan - Hidangkan makanan secara menarik
membaik
- Berikan suplemen, jika perlu
- Nafsu makan
membaik - Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
- Bising usus
- Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
membaik
- Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
- Tebal lipatan
kulit trisep
membaik
- Membran
mukosa
membaik
4 D.0022 L.03020 I.03114 Manajemen Hipervolemia
Hipervole Keseimbangan Observasi
Cairan
mia Ekspektasi: - Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea,
berhubun meningkat Kriteria edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara
gan hasil: npas tambahan)
dengan - Asupan
gangguan cairan - Identifikasi penyebab hipervolemia
mekanis meningkat
- Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung, tekanan darah,
me
regulasi, - Haluaran MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
kelebihan urin
- Monitor intake dan output cairan
asupan meningkat
cairan, - Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium, BUN, hematokrit,
- Kelembaban
kelebihan berat jenis urine)
membran mukosa
asupan meningkat - Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. kadar
natrium.
protein dan albumin meningkat)
- Asupan
makanan
Gejala dan meningkat
tanda
mayor
Subjektif:
1. Ortopnea
2. Dispnea
3. Paroxysmal
2.2.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenito, 2009).

2.2.5. Evaluasi Keperawatan


Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan
yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan
pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu
terjadinya adaptasi pada individu (Nursalam, 2008).
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut SDKI, ada 2 diangnosa keprawatan yang diangkat dalam kasus gagal
ginjal kronik (CKD) yaitu :
1. Kelebihan Volume Cairan ( Hipervolumenia)
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer

3.3 Intervensi Keperawatan


DX 1 : Kelebihan Volume Cairan ( Hipervolumenia )
1. Manajemen Hipervolemia
Observasi : - Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea,
dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular
positif, suara npas tambahan)
- Identifikasi penyebab hipervolemia
- Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung, tekanan
darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika tersedia
- Monitor intake dan output cairan
- Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine)
- Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis.
kadar protein dan albumin meningkat)
- Monitor keceptan infus secara ketat
- Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi ortostatik,
hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik : - Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
Edukasi : - Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam dalam
6 jam
- Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
- Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran
cairan
- Ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian diuretik

DX 2 : Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer


1. Perawatan Sirkulasi
Observasi : - Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
- Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis.
Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar kolestrol
tinggi)
-Monitor panans, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas

Teraupetik : - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di daerah


keterbatasan perfusi
- Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan
keterbatasan perfusi
- Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cidera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku

Edukasi : - Anjurkan berhenti merokok


- Anjurkan berolah raga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,
antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara teratur
- Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis. Raasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)

2. Manajemen Sensasi Perifer


Observasi : - Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Identifikasi penggunaan alat pengikat, prosthesis, sepatu, dan
pakaian
- Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
- Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena

Teraupetik : - Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya


(terlalu panas atau dingin)

Edukasi : - Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air


s- Anjurkan penggunaan sarung tangan termal saat memasak
- Anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah

Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu


- Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
3.4. Implementasi Keperawatan
No. Tanggal/jam Tindakan Keperawatan
1. 27/04/21
10.00 1. Memperiksa tanda dan gejala hipervolemi.
10.10 2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemi
11.00 3. Memonitor intake dan output pasien
12.00 1. Memeriksa sirkulasi perifer
12.30 2. Mengidentifikasi ada/tidak rencana
melakukan transfuse darah
13.00 3. Memonitor adanya panas, kemerahan,
bengkak pada ekstermitas
14.30 4. Memonitor hasil hb dan ht 2.5 Memonitor
terjadinya kesemutan
15.00 5. Menganjurkan pasien rutin minum obat
pengontrol tekanan darah
16.00 6. Menginformasikan pasien dan keluarga
untuk melaporkan jika ada tanda dan gejala
darurat seperti nyeri yang tidak hilang/yang
lainnya
2 28/04/21
. 11.00 1. Memonitor intake dan output
12.00 2. Memberikan furosemide 5cc IV

13.30 1. Memeriksa sirkulasi perifer


14.30 2. Memonitor panas, kemerahan, nyeri,
bengkak pada ekstermitas
16.00 3. Memonitor terjadinya kesemutan
3. 29/04/21
09.00 1. Memonitor intake dan output
10.00 2. Memberikan furosemide 5cc IV
11.30 1. Memperiksa sirkulasi perifer
12.00 2. Memonitor panas, bengkak, nyeri,
kemerahan pada ekstermitas
13.30 3. Memonitor terjadinya kesemutan
15.00 4. Melakukan ambulasi sederhana duduk di
pinggir bed
4. 30/04/21
10.00 1. Memonitor input dan output
11.00 1. Memeriksa sirkulasi perifer
12.00 2. Memonitor bengkak, kemerahan, nyeri pada
ekstermitas
13.00 3. Memonitor hasil hb dan ht
14.00 4. Memonitor kesemutan

3.5. Evaluasi Keperawatan


No. Tanggal/jam Evaluasi Keperawatan
1. 27/04/21
10.00 S:
- Pasien mengatakan napas sesak
O:
- RR: 29x/menit - Terdengar ronkhi
- Pitting edem kaki kanan +1
- Input ±8 jam: 200ml
- Output ±8 jam: 180 ml
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1.Monitor intake dan output cairan
2.Monitor tanda-tanda vital
3.Kolaborasi pemeberian diuretic
12.00 S:
- Pasien mengatakan kaki masih sering kesemutan
O:
- Kulit pucat
- Turgor kulit menurun
- CRT > 2 detik
- Hb: 9,0 gr/dL - Ht:28,2 %
- Eritrosit: 3,25 10˄6/µL
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
1.Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu)
2.Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas
3.Monitor hasil laboratorium yang dibutihkan
4.Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
5.Kolaborasi pemberian transfuse darah
2. 28/04/21
11.00 S:
- Pasien mengatakan napas sesak
O:
- RR: 27x/menit
- Terdengar ronkhi berkurang
- Pitting edem kaki kanan +1
- Input ±10 jam: 200ml
- Output ±8 jam: 200 ml
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1.Monitor intake dan output cairan
2.Monitor tanda-tanda vital
3.Kolaborasi pemeberian diuretic
13.00 S:
- Pasien mengatakan kaki kadang kesemutan
O:
- Kulit pucat
- Turgor kulit turun
- CRT > 2 detik
- TD:150/80 mmHg
- N: 86x/menit
- RR: 26x/menit
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
1.Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu)
2.Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas 3.Monitor hasil laboratorium yang
dibutihkan
4.Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
5.Kolaborasi pemberian transfuse darah
3. 29/04/21
10.00 S:
- Pasien mengatakan sesak berkurang
O:
- Bengkak mulai berkurang
- Kemerahan tidak ada
- Frekuensi napas sedang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi:
1.Monitor intake dan output cairan
2.Monitor tanda-tanda vital
3.Kolaborasi pemeberian diuretic
11.30 S:
- Pasien mengatakan kaki sudah jarang kesemutan
hanya sekali
O:
- Turgor kulit baik
- CRT < 2 detik
- TD: 140/90 mmHg
- N: 80x/menit
- RR: 26x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi:
1.Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna, suhu)
2.Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
ekstermitas
3.Monitor hasil laboratorium yang dibutihkan
4.Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
5.Kolaborasi pemberian transfuse darah
4. 30/04/21
12.00 S:
- Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi
O:
- Pasien terlihat lebih nyaman
- RR: 22x/menit - Bengkak tidak ada
- Balance cairan
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
13.00 S:
- Pasien mengatakan sudah tidak merasakan kesemutan
O:
- Turgor baik
- CRT < 2 detik
- Hb menurun yaitu: 7,0 gr/dL
- Ht menurun yaitu: 22,1 %
- Akral hangat
- Dapat berkomunikasi dengan baik sesuai orientasi
A: Masalah teratasi Sebagian
P: Pertahankan intervensi

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Cronik Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang
progresifirreversible yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah
metabolik di dalamdarah, sehingga kemampuan tubuh tidak mampu
mengekskresikan sisa- sisa sampahmetabolisme dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penyebab GGK termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler(nefrosklerosis), proses
obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agennefrotik (amino
glikosida), penyakit endokrin (diabetes). 
 
Manifestasi klinik menurut suyono (2001) adalah sebagai berikut :
sistemkardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
pembesaran vena leher,friction sub pericardial. sistem pulmoner: krekel,
nafas dangkal, kusmaull, sputumkental dan liat. sistem gastrointestinal:
anoreksia, mual dan muntah, perdarahansaluran GI, ulserasi dan pardarahan
mulut, nafas berbau ammonia. sistemmusculoskeletal: kram otot.

4.2 Saran
a) Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa
dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta
upaya pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik agar terciptanya kesehata
n masyarakat yang lebih baik. 

b) Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang Gagal Ginjal
Akutlebih dalam sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari
penyakitGagal Ginjal Kronik.

c) Bagi Petugas Kesehatan


Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan
Gagal Ginjal Kronik sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan
yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2018.


Kementerian Kesehatan RI. 2017. Info DATIN situasi penyakit ginjal kronis.
Diunduh pada tanggal 2 November 2018 http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginjal%202017.pdf
Kidney Disease Improving Global Outcomes. 2012. Guideline on CKD. Diunduh
pada tanggal 2 November 2018 https://kdigo.org/wp-
content/uploads/2017/04/KDIGO-CKD-Guideline-Mani la_Kasiske.pdf
Kidney International. 2015. Analysis of the global burden of disease. Diunduh pada
tanggal 2 November 2018
National Institute for Health and Clinical Excellence. 2014. Chronic kidney disease in
adults: assessment and management. Diunduh pada tanggal 2 November 2018
https://www.nice.org.uk/guidance/cg182/resources/chronic-kidney-disease-in -adults-
assessment-and-management-pdf-35109809343205
National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(K/DOQI). 2002. Advisory Board: K/DOQI clinical practice guideline for chronic
kidney disease: evaluation, classification, and stratification.
America Journal of Kidney Disease. Nurarif, Huda A. dan Hardi Kusuma 2015.
Proses dan dokumentasi keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. 2009.
Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
PPNI. 2016. Standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator
diagnostik edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018.
Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan keperawatan edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2019. Standar luaran keperawatan Indonesia: definisi dan
kriteria hasil edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Pradesya, Ezra Senna. 2015. Hubungan antara gagal ginjal kronik dan edema paru
ditinjau dari gambaran radiologi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.
Yogyakarta: FKIK UMY. RSUD AWS Samarinda
Bagian Perencanaan. 2017. Profil RSUD AWS 2017. Diunduh pada tanggal 28
November 2018
http://www.rsudaws.co.id/uploads/DOWNLOAD/Profil%20RSUD%20AWS
%202017.pdf
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2015. Buku ajar keperawatan medikal-
bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Suarli, S. dan Bahtiar. 2009. Manajemen keperawatan dengan pendekatan praktis.
Jakarta: Erlangga. Sudoyo, Aru W., dkk. 2015.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Bagian Perencanaan. (2017). Profil 2017 Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab
Sjahranie.
Baradero, Mary, dkk. (2009). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC Corwin,
Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC
Hasmi. (2012). Metode Penulisan Epidemiologi. Jakarta: CV. Trans Info Media
Hidayat Alimul
Aziz, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba
Medika Infodatin. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis.
Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit yang Tidak Menular. Yogyakarta: Deepublish
Kementrian
Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama
RISKESDAS 2018. Diunduh pada tanggal 1 Desember 2018
Moeloek, F Nila. (2018). Air Bagi Kesehatan: Upaya Peningkatan Promotif Preventif
Bagi Kesehatan Ginjal Di Indonesia.
Nuari, Nian A. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaannya,
Ed.1. Yogyakarta: Penerbit Deepublish
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Pernefri. (2016). Report Of Indonesian Renal Registry.
Rajiv, Saran. (2016). The State of Kidney Disease in the US: New Findings & High
Impact Practices Linked to Improved Patient Outcomes. Jurnal USRDS. Vol.2.
Smeltzer, C Suzanne & Bare, G Brenda. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah Brunner&Suddarth, Ed.8, Vol.2. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta:
DPP PPNI Trihono. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013.

Anda mungkin juga menyukai