Anda di halaman 1dari 5

ORIGINAL ARTICLE

Intisari Sains Medis 2021, Volume 12, Number 1: 285-289


P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: 2089-9084

Infeksi COVID-19 pada pasien myasthenia gravis:


sebuah tinjauan pustaka

Made Ratna Dewi Setiawan1*, I Ketut Sumada2


Published by Intisari Sains Medis

ABSTRACT
Coronavirus disease (COVID-19) has rapidly become patient with  myasthenia gravis. Myasthenia gravis
a global pandemic and during this condition, there might be a risk factor for severe COVID-19 infection
might be at greater risk of exacerbation in patients due to several mechanisms, such as the effect of
with myasthenia gravis. This is related to the viral the immunosuppressive therapy and the inherent
infection that has been known to increase the risk of respiratory muscle weakness and vulnerabilities. The
a myasthenic crisis. In addition, some experimental comprehensive study based on several case report is
drugs used in COVID-19 has been reported to increase needed to respond the needs of adaptation in treating
the risk of exacerbation in patient with myasthenia patient with myasthenia gravis during this pandemic
gravis. In the other hand, several studies show higher era.
morbidity and mortality rates due to COVID-19 in

Keywords: COVID-19, myasthenia gravis, infection, risk, exacerbation.


Cite This Article: Setiawan, M.R.D., Sumada, I.K. 2021. Infeksi COVID-19 pada pasien myasthenia gravis: sebuah
tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis 12(1): 285-289. DOI: 10.15562/ism.v12i1.991

ABSTRAK
Coronavirus disease (COVID-19) telah menjadi pandemi angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada
global dalam waktu singkat. Selama pandemi ini, pasien dengan myasthenia gravis. Myasthenia gravis
1
Puskesmas Mengwi III, Kabupaten Badung, Bali terdapat peningkatan resiko eksaserbasi pada pasien juga merupakan faktor resiko untuk infeksi COVID-19
2
Departemen Neurologi, RSUD Wangaya, Denpasar, dengan myasthenia gravis. Hal ini terjadi karena berat yang berhubungan degan beberapa mekanisme
Bali sejak lama telah diketahui bahwa infeksi virus dapat seperti efek dari terapi imunosupresan dan kondisi
meningkatkan resiko krisis myasthenia pada pasien kelemahan otot pernafasan pada penyakit myasthenia
myasthenia gravis. Beberapa obat eksperimental gravis. Telaah yang komprehensif berdasarkan
*Korespondensi: yang diberikan pada pasien dengan infeksi COVID-19 beberapa laporan kasus terkait infeksi COVID-19 pada
Made Ratna Dewi Setiawan; juga dilaporkan memiliki resiko yang tinggi dalam pasien myasthenia gravis sangat diperlukan untuk
Puskesmas Mengwi III, Kabupaten Badung, Bali, menimbulkan eksaserbasi gejala myasthenia gravis. Di melakukan adaptasi manajemen terapi pada era
Indonesia;
sisi lain, beberapa studi terkait COVID-19 menunjukkan pandemi ini.
maderatnadewisetiawan@gmail.com
Kata kunci: COVID-19, myasthenia gravis, infeksi, resiko, eksaserbasi.
Sitasi Artikel ini: Setiawan, M.R.D., Sumada, I.K. 2021. Infeksi COVID-19 pada pasien myasthenia gravis: sebuah
Diterima: 06-02-2021 tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis 12(1): 285-289. DOI: 10.15562/ism.v12i1.991
Disetujui: 12-04-2021
Diterbitkan: 30-04-2021

PENDAHULUAN Organization) pada tanggal 9 Maret 2020 jumlah kematian mencapai 35.786 jiwa.1
secara resmi mengumumkan COVID-19 Angka-angka ini akan sangat mungkin
COVID-19 (Coronavirus disease-2019) sebagai pandemi global. Sejak tanggal mengalami peningkatan hingga jangka
merupakan entitas penyakit baru yang 27 Februari 2021, berdasarkan informasi waktu yang belum bisa diperkirakan
mampu menimbulkan infeksi akut WHO, dilaporkan terdapat 113.076.707 seiring berjalannya dinamika pandemi
sistem respirasi derajat berat akibat virus kasus yang tersebar di 216 negara dengan global.
SARS-CoV-2 (Severe acute respiratory jumlah kematian mencapai 2.512.272 Myasthenia gravis adalah salah satu
syndrome Coronavirus-2).1-3 Penyebaran jiwa. Sedangkan di Indonesia, per tanggal penyakit autoimun pada neuromuscular
virus ini semakin meluas di seluruh 27 Februari 2021, dilaporkan jumlah junction yang disebabkan oleh
dunia sehingga WHO (World Health kasus positif sebanyak 1.322.866 dengan autoantibodi yang menyerang komponen

Published
Open access:
by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2021; 12(1): 285-289 | doi: 10.15562/ism.v12i1.991
http://isainsmedis.id/ 285
ORIGINAL ARTICLE

dari membran postsinaps. Hal ini manajemen pasien yang harus dilakukan. dan usia dilaporkan memiliki pengaruh
mengganggu transmisi neuromuskular Hal ini disebabkan karena infeksi terhadap angka kejadian penyakit ini,
dan menyebabkan kelemahan serta COVID-19 dapat menjadi pencetus dimana pada usia kurang dari 40 tahun,
kelelahan otot rangka yang lebih cepat. eksaserbasi myasthenia gravis maupun rasio perempuan berbanding laki-
Myasthenia gravis merupakan suatu krisis myasthenia, dan pengobatan laki yang menderita myasthenia gravis
kelainan pada neuromuscular junction myasthenia gravis berupa obat-obatan adalah 3:1. Sementara pada usia 40-50
yang paling sering ditemukan, dengan imunosupresan akan meningkatkan resiko tahun, proporsi kasus pada laki-laki dan
prevalensi sekitar 20/100.000 populasi.4 infeksi virus COVID-19.7 Berdasarkan perempuan bernilai sama, dan pada usia
Pada pandemi COVID-19, pasien hal tersebut, maka telaah pustaka ini lebih dari 50 tahun, kondisi ini lebih
dengan gangguan neuromuskular, akan mencoba merangkum beberapa banyak terjadi pada laki-laki.9
khususnya kondisi autoimun seperti laporan terkait infeksi COVID-19 pada Pada myasthenia gravis, autoantibodi
myasthenia gravis memiliki resiko yang pasien myasthenia gravis sehingga dapat terhadap reseptor asetilkolin (AChR) yang
lebih besar mengalami luaran buruk memberikan gambaran awal bagi klinisi berperan pada patofisiologi penyakit ini
saat terinfeksi COVID-19 dibandingkan terkait manajemen myasthenia gravis merupakan subkelas imunoglobulin G1
dengan populasi tanpa kondisi autoimun dalam periode pandemi yang sangat (IgG1) dan imunoglobulin G3 (IgG3).
tersebut. Hal ini terjadi karena status dinamis ini. Immunoglobulin ini mampu berikatan
immunocompromised yang dimiliki secara bivalen pada AChR yang berdekatan
pasien myasthenia gravis sehubungan MYASTHENIA GRAVIS pada permukaan otot, menimbulkan
dengan terapi imunosupresan dan kondisi serangan yang dimediasi oleh sistem
Myasthenia gravis adalah suatu kelainan
kelemahan otot pernafasan. Di sisi lain, komplemen terhadap reseptor asetilkolin.
autoimun pada neuromuscular junction
infeksi COVID-19 memiliki peluang besar Rusaknya AChR pada neuromuscular
yang ditandai oleh kelemahan abnormal
untuk menjadi faktor pencetus eksaserbasi junction (NMJ) akibat serangan sistem
dan progresif pada otot rangka yang
akut pada pasien myasthenia gravis. Terapi komplemen tersebut menimbulkan
dipergunakan secara terus-menerus dan
eksperimental yang digunakan pada terganggunya transmisi neuromuskular
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas,
COVID-19 seperti hidroksiklorokuin dan yang bermanifestasi sebagai gejala berupa
dimana bila penderita beristirahat, maka
azitromisin juga merupakan faktor yang kelelahan (fatigue) dan kelemahan otot.
tidak lama kemudian kekuatan otot
dapat menyebabkan perburukan gejala Pada minoritas kasus, autoantibodi yang
akan pulih kembali.8 Myasthenia gravis
myasthenia gravis.2,3,5,6 terbentuk berikatan pada MuSK (muscle-
merupakan penyakit yang cukup jarang
Infeksi COVID-19 dan adanya specific kinase), dimana MuSK merupakan
ditemui. Pada penduduk Amerika Serikat,
kondisi myasthenia gravis menimbulkan kinase reseptor tirosin transmembran
kondisi ini memiliki prevalensi sebanyak
tantangan bagi klinisi terkait dengan yang berperan dalam membentuk dan
2 dari 100.000 populasi. Jenis kelamin

Tabel 1. Klasifikasi Myasthenia Gravis10


Klasifikasi myasthenia gravis Gejala klinis yang muncul
Kelas I • Kelemahan otot okuler
• Kelemahan dalam menutup mata
• Kekuatan otot lainnya normal.
Kelas II (mild weakness pada otot selain otot okuler, meskipun dapat disertai dengan kelemahan otot okuler)
Kelas IIa • Kelemahan dominan pada otot tungkai, aksial, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot orofaring.
Kelas IIb • Kelemahan dominan pada otot orofaring, pernafasan, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot tungkai, aksial, atau keduanya.
Kelas III (moderate weakness pada otot selain otot okuler, meskipun dapat disertai dengan kelemahan otot okuler)
Kelas IIIa • Kelemahan dominan pada otot tungkai, aksial, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot orofaring.
Kelas IIIb • Kelemahan dominan pada otot orofaring, pernafasan, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot tungkai, aksial, atau keduanya.
Kelas IV (severe weakness pada otot selain otot okuler, meskipun dapat disertai dengan kelemahan otot okuler)
Kelas IVa • Kelemahan dominan pada otot tungkai, aksial, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot orofaring.
Kelas IVb • Kelemahan dominan pada otot orofaring, pernafasan, atau keduanya.
• Dapat mengenai otot tungkai, aksial, atau keduanya.
Kelas V (Krisis myasthenia) • Membutuhkan intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik,
kecuali pada manajemen postoperatif.
• Penggunaan NGT (nasograstric tube) tanpa intubasi digolongkan ke
kelas IVb.

286 Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2021; 12(1): 285-289 | doi: 10.15562/ism.v12i1.991
ORIGINAL ARTICLE

mempertahankan reseptor asetilkolin obat lainnya adalah imunosupresan, Laporan kasus yang disampaikan
pada NMJ.10 dengan pilihan obat seperti azathioprin, oleh Sriwastava, dkk., seorang pasien
Terkait diagnosis penyakit myasthenia mikofenolat mofetil, siklosporin, menunjukkan manifestasi myasthenia
gravis, terdapat beberapa tanda klinis khas metotreksat, siklofosfamid, dan gravis okular 2 minggu setelah gejala
serta pemeriksaan penunjang khusus. rituximab. Rapid acting immunotherapy prodromal infeksi virus COVID-19.13
Pemeriksaan khas pada myasthenia gravis berupa plasma exchange diberikan bila Laporan kasus lainnya melaporkan
dapat dilakukan dengan cara meminta memenuhi indikasi seperti kondisi myasthenia gravis paska infeksi muncul
pasien untuk menghitung dengan krisis myasthenia (kelas V), impending berkisar antara 1 minggu hingga 3 minggu
suara yang keras. Lama kelamaan akan krisis pada pasien dengan gejala berat setelah adanya gejala COVID-19.16
terdengar bahwa suara pasien bertambah (kelas IV), atau kelemahan yang bersifat Gejala sesak napas (respiratory distress)
lemah dan menjadi kurang terang/jelas menyeluruh (generalized ) pada pasien merupakan gejala yang terdapat pada
(anartris dan afonis). Pasien juga dapat dengan gejala ringan (kelas II) atau kedua kondisi, baik pada COVID-19
diminta untuk mengedipkan matanya gejala sedang (kelas III). Modalitas terapi dan krisis myasthenia, sehingga akan
secara terus-menerus dan kemudian akan lainnya yakni kortikosteroid, intravenous menyulitkan identifikasi etiologi dan
timbul ptosis. Setelah suara penderita immunoglobulin (IVIG), dan tindakan manajemen pasien.17 Pada pasien dengan
menjadi parau atau tampak ada ptosis, pembedahan berupa timektomi.8,12 COVID-19, gagal nafas hipoksemik
maka penderita diminta beristirahat sekunder akibat infeksi virus tersebut
sejenak, sehingga akan tampak bahwa INFEKSI COVID-19 PADA PASIEN dapat diperberat dengan adanya gagal
suara pasien akan kembali baik dan ptosis MYASTHENIA GRAVIS nafas akibat gangguan neuromuskular
menghilang.8 Pemeriksaan penunjang pada krisis myasthenia. Evaluasi terhadap
Penyakit autoimun myasthenia gravis pada
sederhana yang dilakukan pada mekanika pernafasan, yang merupakan
dasarnya akibat penurunan availabilitas
myasthenia gravis adalah uji Tensilon, baku emas untuk diagnosis gagal
reseptor asetilkolin pada neuromuscular
uji Prostigmin dan uji Kinin.11 Diagnosis nafas akibat gangguan neuromuskular,
junction paska sinaps diakibatkan oleh
myasthenia gravis juga ditegakkan dari merupakan kontraindikasi pada pasien
adanya antibodi dan respon inflamasi
beberapa pemeriksaan penunjnag spesifik dengan COVID-19 karena menimbulkan
yang mendestruksi reseptor. Antibodi
seperti pemeriksaan antibodi terhadap resiko aerosolisasi partikel virus dan
yang dihasilkan sebagai respon inflamasi
reseptor asetilkolin, antibodi MuSK menyebabkan transmisi virus.7,18
akibat agen eksternal seperti virus dapat
(muscle-specific kinase). Selain itu, adanya Laporan kasus yang disampaikan
mencetuskan respon imun jika terjadi
gambaran timoma atau hiperplasia timus oleh Anand, dkk, dua pasien myasthenia
reaksi silang dengan reseptor asetilkolin
pada CT scan atau MRI juga mendukung gravis dilaporkan terinfeksi COVID-19
karena adanya kemiripan molekular
diagnosis myasthenia gravis. Pemeriksaan dengan resiko tinggi mengalami ARDS
yang dimiliki kedua antibodi tersebut.
neurofisiologis dengan repetitive nerve sehingga memerlukan pemberian obat-
COVID-19 memiliki afinitas terhadap
stimulation (RNS) diperlukan untuk obatan sedatif dan pelumpuh otot. Hal
reseptor ACE-2 (angiotensin converting
menegakkan diagnosis awal, terutama ini dilakukan untuk dapat melaksanakan
enzyme 2), sehingga secara langsung
pada pasien dengan pemeriksaan antibodi manajemen jalan nafas definitif yakni
menyebabkan pembentukan autoantibodi
dengan hasil yang negatif.9 Myasthenia intubasi. Tatalaksana ini menyebabkan
dan menghasilkan kaskade inflamasi yang
Gravis Foundation of America (MGFA) klinisi tidak bisa melakukan pemeriksaan
signifikan. Reseptor ACE-2 diekspresikan
membagi kondisi myasthenia gravis neurologi, sehingga sulit untuk mengetahui
pada berbagai organ seperti paru, ginjal dan
menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan terjadinya perburukan kondisi pasien.
hepar. Kondisi ini membuat penurunan
gejala klinis yang dimiliki pasien seperti Pada kondisi pasien dengan intubasi
sitokin proinflamasi, kemokin, sel B dan
pada tabel 1.10 seperti kasus tersebut, disarankan untuk
sel T serta peningkatan interleukin dan
Manajemen terapi pada myasthenia menggunakan volume tidal spontan untuk
TNF-α yang berkorelasi dengan derajat
gravis bersifat multimodal, dengan memperkirakan adanya gagal nafas akibat
keparahan penyakit dan peningkatan
berbagai pilihan agen terapi. Untuk gangguan neuromuskular, dengan nilai
resiko reaksi silang autoantibodi terhadap
terapi simptomatik, golongan obat yang normal prediktif 5mL/kg berat badan dan
reseptor-reseptor yang dimiliki oleh
diperlukan adalah asetilkolinesterase nilai dibawah itu bersifat sugestif terhadap
tubuh manusia.13,14 IL-6 (interleukin-6)
inhibitor yakni piridostigmin. Dosis awal adanya gangguan neuromuskular yang
adalah marker inflamasi yang ditemukan
yang biasa digunakan adalah 60 mg tiap 6 menyebabkan gagal nafas.7,19
pada COVID-19 dan MG serta dapat
jam, dan dapat dititrasi hingga 60-120 mg Berdasarkan pedoman manajemen
diasosiasikan dengan angka mortalitas
tiap 3 jam. Onset munculnya efek klinis pasien myasthenia gravis di era pandemi
yang lebih tinggi pada pasien dengan
pada piridostigmin berkisar antara 15 COVID-19 yang dikeluarkan oleh
COVID-19. Adanya respon inflamasi
hingga 30 menit dengan durasi 3 hingga International MG/COVID-19 Working
bersamaan dengan pembentukan reactive
4 jam. Efek gastrointestinal seperti nyeri Group, disampaikan bahwa pasien
oxygen species (ROS) akan menyebabkan
perut dan akumulasi gas pada saluran myasthenia gravis harus melanjutkan
acute respiratory distress syndrome (ARDS)
pencernaan merupakan efek samping terapi myasthenia gravis yang sedang
dan fibrosis pulmonal jangka panjang.13,15
yang paling sering dialami. Golongan dijalani. Hingga saat ini, belum ada bukti

Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2021; 12(1): 285-289 | doi: 10.15562/ism.v12i1.991 287
ORIGINAL ARTICLE

ilmiah yang menunjukkan bahwa obat merupakan terapi eksperimental pada diberikan pada pasien ini. Selama dirawat,
piridostigmin dan 3,4 diaminopiridin COVID-19, dimana obat ini diberikan pasien menunjukkan gejala eksaserbasi
yang diberikan untuk pasien myasthenia pada satu pasien dengan riwayat krisis myasthenia gravis berupa shortness of
gravis meningkatkan resiko infeksi myasthenia yang dilaporkan dalam breath dengan pernafasan dangkal dan
COVID-19, sehingga penggunaan obat laporan kasus oleh Anand, dkk (2020). analisa gas darah normal, sehingga
ini harus tetap dilanjutkan.20 Laporan Pasien tersebut berhasil diesktubasi dan diberikan respiratory support yang bersifat
kasus yang disampaikan oleh Singh, membaik tanpa adanya gejala-gejala yang non invasif intermiten berupa negative
dkk, menyampaikan bahwa pasien pada menunjukkan krisis myasthenia selama pressure biphasic cuirass ventilation (BCV)
laporan kasus ini mengalami infeksi perawatan di rumah sakit.7 Interleukin-6 and nasal high flow cannula (NHFC).
COVID-19 dan eksaserbasi myasthenia menstimulasi produksi autoantibodi dari Kemudian diberikan terapi myasthenia
gravis. Manajemen terapi dilakukan sel plasma, dan penelitian menunjukkan gravis berupa IVIG 2 gram/kg berat
dengan tetap memberikan mikofenolat bahwa tocilizumab memiliki efikasi dalam badan selama 5 hari dan dosis prednisone
mofetil dan stress dose steroid selama mengatasi penyakit yang dimediasi oleh dititrasi hingga 60 mg/hari. Pada pasien ini
perawatan di rumah sakit. Piridostigmin autoantibodi.25,26 berhasil dilakukan penyapihan respiratory
tidak diberikan pada pasien ini karena Laporan kasus yang disampaikan support dan pasien dapat dipulangkan
merupakan inhibitor asetilkolinesterase oleh Moschella dan Roth, seorang pasien dengan gejala sisa myasthenia minimal.
yang akan meningkatkan sekresi terdiagnosis krisis myasthenia dengan Ketiga pasien yang tercantum pada laporan
bronkial, sehingga sangat mungkin untuk gagal nafas yang kemudian diintubasi kasus ini berhasil mentoleransi pemberian
memperburuk kondisi pasien.17 di ruang gawat darurat. Didapatkan terapi hidroksiklorokuin, terapi antiviral,
International MG/COVID-19 Working hipotensi persisten saat pemeriksaan fisik terapi steroid dosis tinggi dan terapi IVIG
Group (2020) juga menyampaikan sehingga ahli saraf yang bertanggung dengan luaran yang baik.27 Kortikosteroid
bahwa belum ada bukti ilmiah yang jawab perawatan pasien memberikan stress diyakini menjadi kunci menurunkan
menunjukkan adanya resiko infeksi dose steroid (100 mg hidrokortison sodium mortalitas pada pasien COVID-19 yang
COVID-19 akibat pemberian terapi suksinat) pada pasien. Pasien ini kemudian memerlukan respiratory support dan
IVIG (intravenous immunoglobulin) dan menjalani 5 sesi terapi plasma exchange bermanfaat pula bagi pasien myasthenia
plasma exchange. Akan tetapi, pedoman dalam 5 hari perawatan di rumah sakit. gravis yang terinfeksi oleh COVID-19.27,28
ini merekomendasikan bagi para klinisi Pasien tersebut terkonfirmasi COVID-19
agar menggunakan terapi IVIG dan melalui pemeriksaan RT-PCR (reverse- SIMPULAN
plasma exchange hanya untuk kondisi transcriptase polymerase chain reaction)
Selama pandemi COVID-19, penting
eksaserbasi akut myasthenia gravis.20 pada hari ketiga di rumah sakit. Pemberian
untuk memahami berbagai adaptasi
Pedoman penatalaksanaan untuk krisis hidroksiklorokuin tidak dilakukan dengan
perubahan terhadap manajemen pasien
myasthenia saat ini meliputi intravenous pertimbangan bahwa resiko efek samping
myasthenia gravis. Hal dikarenakan oleh
immunoglobulin (IVIG) dan plasma obat yang akan terjadi lebih berbahaya
adanya hubungan timbal balik antara
exchange sebagai terapi lini pertama.21 dibandingkan dengan efek terapeutik yang
infeksi COVID-19 dan kondisi myasthenia
Penggunaan plasma exchange pada akan didapatkan. Pemberian Remdesivir
gravis, dimana infeksi COVID-19 dapat
krisis myasthenia yang dicetuskan oleh juga tidak dilakukan karena pasien ini
menjadi pencetus eksaserbasi myasthenia
infeksi COVID-19 lebih dianjurkan tidak memenuhi kriteria gambaran
gravis maupun krisis myasthenia, dan
karena memiliki mekanisme yang dapat infiltrat pada rontgen dada. Oleh sebab
pengobatan myasthenia gravis berupa
membuang sitokin inflamasi yang itu, dapat disimpulkan bahwa pasien ini
obat-obatan imunosupresan akan
berkaitan dengan infeksi COVID-19 dari tidak mendapatkan terapi trial spesifik
meningkatkan resiko infeksi virus
sirkulasi tubuh pasien. Terapi IVIG tidak untuk COVID-19 sama sekali. Menarik
COVID-19. Poin penting yang disetujui
memiliki antibodi protektif terhadap untuk dipahami, bahwa pasien ini berhasil
oleh semua laporan kasus adalah bahwa
COVID-19, sehingga pada kondisi diekstubasi pada hari kelima perawatan
terapi simptomatik myasthenia gravis
krisis myasthenia dengan COVID-19, di rumah sakit tanpa komplikasi hingga
berupa asetilkolinesterase inhibitor
manajemen dengan menggunakan plasma pasien dipulangkan dengan hanya
harus tetap dilanjutkan. Penggunaan
exchange lebih direkomendasikan.22 mendapatkan terapi steroid dan plasma
imunosupresan dan steroid juga dilaporkan
Terapi eksperimental pada COVID-19 exchange.22
memiliki luaran yang baik. Pada kondisi
seperti azitromisin dan hidroksiklorokuin Laporan kasus lain oleh Rein, dkk,
krisis myasthenia, plasma exchange lebih
beresiko dalam menyebabkan krisis menumukan hal yang sebaliknya. Salah
direkomendasikan daripada intravenous
myasthenia. Kedua obat ini dianjurkan satu pasien COVID-19 dengan perburukan
immunoglobulin (IVIG) pada pasien
untuk dihindari sebisa mungkin pada gejala myasthenia gravis berupa ptosis
dengan infeksi COVID-19. Penggunaan
pasien dengan myasthenia gravis, unilateral, hipofonia, nasal speech dan
terapi eksperimental COVID-19 yakni
kecuali pada pertimbangannya dianggap kelemahan anggota gerak diberikan terapi
hidroksiklorokuin dan azitromisin serta
bersifat lifesaving.7,23,24 Tocilizumab trial spesifik untuk COVID-19. Terapi
terapi antiviral pada pasien dengan
yang merupakan antibodi monoklonal berupa hidroksiklorokuin, lopinavir dan
myasthenia gravis masih bersifat
terhadap reseptor interleukin-6 juga ritonavir, sementara azitromisin tidak
kontroversial.

288 Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2021; 12(1): 285-289 | doi: 10.15562/ism.v12i1.991
ORIGINAL ARTICLE

KONFLIK KEPENTINGAN gravis. Muscle Nerve. 2020;62(2):254–8. 2020;132(6):1317–32. Available from: https://
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32195705
Semua penulis menyatakan penulisan gov/32392389 20. Group IM-19 W, Jacob S, Muppidi S, Guidon
naskah ini bebas dari konflik kepentingan 8. Arie A. GAA, Adnyana MO, Widyadharma IPE. A, Guptill J, Hehir M, et al. Guidance for the
Myasthenia gravis, diagnosis and treatment. management of myasthenia gravis (MG) and
dan dilakukan secara mandiri tanpa ada E-jurnal Med Udayana. 2013;2(6):1012–35. Lambert-Eaton myasthenic syndrome (LEMS)
pengaruh dari pihak ketiga. Available from: https://ojs.unud.ac.id/index. during the COVID-19 pandemic. J Neurol
php/eum/article/view/5622 Sci. 2020;412:116803. Available from: https://
SUMBER PENDANAAN 9. Jayam Trouth A, Dabi A, Solieman N, pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32247193
Kurukumbi M, Kalyanam J. Myasthenia gravis: 21. Sanders DB, Wolfe GI, Benatar M, Evoli A,
Penulisan naskah ini tidak mendapatkan a review. Autoimmune Dis. 2012;2012:874680. Gilhus NE, Illa I, et al. International consensus
pendanaan dari pihak ketiga. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. guidance for management of myasthenia
gov/23193443 gravis: Executive summary. Neurology.
10. Statland JM, Ciafaloni E. Myasthenia gravis: Five 2016;87(4):419–25. Available from: https://
KONTRIBUSI PENULIS new things. Neurol Clin Pract. 2013;3(2):126– pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27358333
33. Available from: https://pubmed.ncbi.nlm. 22. Moschella P, Roth P. Isolated COVID-19
RDS, IKS, menyumbang ide, dan nih.gov/23914322 Infection Precipitates Myasthenia Gravis
merancang konsep penelitian. RDS 11. Harkitasari S. Diagnosis dan Terapi Miastenia Crisis: A Case Report. Clin Pract cases Emerg
melakukan pencarian naskah. Seleksi dan Gravis pada Anak. Cermin Dunia Kedokt. Med. 2020;4(4):524–6. Available from: https://
penilaian kelayakan jurnal dilakukan oleh 2015;42(3):181–5. Available from: http:// pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33217262
IKS. RDS, IKS berperan dalam menyusun www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/ 23. Gilhus NE, Romi F, Hong Y, Skeie GO.
view/1030 Myasthenia gravis and infectious disease. J
naskah tinjauan pustaka dan bersedia 12. Farmakidis C, Pasnoor M, Dimachkie MM, Neurol. 2018;265(6):1251–8. Available from:
bertanggung jawab atas isi naskah. Barohn RJ. Treatment of Myasthenia Gravis. http://dx.doi.org/10.1007/s00415-018-8751-9
Neurol Clin. 2018;36(2):311–37. Available from: 24. Jallouli M, Saadoun D, Eymard B, Leroux G,
DAFTAR PUSTAKA https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29655452 Haroche J, Thi Huong D, et al. The association of
13. Sriwastava S, Tandon M, Kataria S, Daimee systemic lupus erythematosus and myasthenia
1. WHO. Coronavirus disease (COVID-19) M, Sultan S. New onset of ocular myasthenia gravis: a series of 17 cases, with a special focus
situation reports [Internet]. World Health gravis in a patient with COVID-19: a novel case on hydroxychloroquine use and a review of
Organisation. 2020. p. 1. Available from: https:// report and literature review. J Neurol. 2020;1–7. the literature. J Neurol. 2011;259(7):1290–7.
www.who.int/emergencies/diseases/novel- Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. Available from: http://dx.doi.org/10.1007/
coronavirus-2019/situation-reports gov/33047223 s00415-011-6335-z
2. Muppidi S, Guptill JT, Jacob S, Li Y, Farrugia 14. Baig AM, Khaleeq A, Ali U, Syeda H. Evidence 25. Jonsson DI, Pirskanen R, Piehl F. Beneficial
ME, Guidon AC, et al. COVID-19-associated of the COVID-19 Virus Targeting the CNS: effect of tocilizumab in myasthenia gravis
risks and effects in myasthenia gravis (CARE- Tissue Distribution, Host-Virus Interaction, refractory to rituximab. Neuromuscul Disord.
MG). Lancet Neurol. 2020;19(12):970–1. and Proposed Neurotropic Mechanisms. 2017;27(6):565–8. Available from: http://dx.doi.
Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. ACS Chem Neurosci. 2020;11(7):995–8. org/10.1016/j.nmd.2017.03.007
gov/33212055 Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. 26. Ayzenberg I, Kleiter I, Schröder A, Hellwig
3. Aksoy E, Oztutgan T. COVID-19 Presentation gov/32167747 K, Chan A, Yamamura T, et al. Interleukin
in Association with Myasthenia Gravis: A Case 15. Herold T, Jurinovic V, Arnreich C, Lipworth 6 Receptor Blockade in Patients With
Report and Review of the Literature. Case Rep BJ, Hellmuth JC, von Bergwelt-Baildon M, et Neuromyelitis Optica Nonresponsive to Anti-
Infect Dis. 2020;2020:8845844. Available from: al. Elevated levels of IL-6 and CRP predict the CD20 Therapy. JAMA Neurol. 2013;70(3):394.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32850160 need for mechanical ventilation in COVID-19. J Available from: http://dx.doi.org/10.1001/
4. Chairunisa N, Zanariah Z, Saputra O, Karyanto Allergy Clin Immunol. 2020;146(1):128-136.e4. jamaneurol.2013.1246
K. Myasthenia gravis pada Pasien Laki-laki Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. 27. Rein N, Haham N, Orenbuch-Harroch E,
39 Tahun dengan Sesak Napas. Medula. gov/32425269 Romain M, Argov Z, Vaknin-Dembinsky
2016;6(1):108–14. Available from: http://juke. 16. Ellul MA, Benjamin L, Singh B, Lant S, Michael A, et al. Description of 3 patients with
kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/ BD, Easton A, et al. Neurological associations of myasthenia gravis and COVID-19. J Neurol
article/view/858 COVID-19. Lancet Neurol. 2020;19(9):767–83. Sci. 2020;417:117053. Available from: https://
5. Camelo-Filho AE, Silva AMS, Estephan EP, Available from: https://pubmed.ncbi.nlm.nih. pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32731059
Zambon AA, Mendonça RH, Souza PVS, et al. gov/32622375 28. The RECOVERY Collaborative Group.
Myasthenia Gravis and COVID-19: Clinical 17. Singh S, Govindarajan R. COVID-19 and Dexamethasone in Hospitalized Patients with
Characteristics and Outcomes. Front Neurol. generalized Myasthenia Gravis exacerbation: Covid-19. N Engl J Med. 2021;384(8):693–
2020;11:1053. Available from: https://pubmed. A case report. Clin Neurol Neurosurg. 704. Available from: http://www.nejm.org/
ncbi.nlm.nih.gov/33013676 2020;196:106045. Available from: https:// doi/10.1056/NEJMoa2021436
6. Fares E, Tayyar R, Pathak K, Damiano C, pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32634699
Kuntz C. Myasthenia gravis crisis triggered 18. Murthy S, Gomersall CD, Fowler RA. Care for
by covid-19. Chest. 2020;158(4):A734. Critically Ill Patients With COVID-19. JAMA.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j. 2020;323(15):1499. Available from: http://
chest.2020.08.688 dx.doi.org/10.1001/jama.2020.3633
7. Anand P, Slama MCC, Kaku M, Ong C, 19. Meng L, Qiu H, Wan L, Ai Y, Xue Z, Guo Q, et al.
Cervantes-Arslanian AM, Zhou L, et al. Intubation and Ventilation amid the COVID-19
COVID-19 in patients with myasthenia Outbreak: Wuhan’s Experience. Anesthesiology.

Published by Intisari Sains Medis | Intisari Sains Medis 2021; 12(1): 285-289 | doi: 10.15562/ism.v12i1.991 289

Anda mungkin juga menyukai