Anda di halaman 1dari 10

A.

Latar Belakang

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang disingkat TAP MPR,


merupakan salah satu wujud peraturan perundang-undangan yang sah dan
legitimate berlaku di Negara Indonesia. Bahka didalam hierrarki peraturan
perundang-undangan, TAP MPR memiliki kedudukan lebih tinggi
dibandingkan dengan UU,Perpu, PP, Perpres dan Perda. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa jenis
dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

1. UUD 1945
2. Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tetang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan, maka TAP MPR dapat dikatakan sebagai
salah satu sumber hukum. Meskipun dalam Undang-undang sebelumnya,
yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Perundang-Undangan, TAP MPR tidak dimasukkan dalam hierarki
perundang-undangan, bukan berarti keberadaan TAP MPR tidak diakui. Akan
tetapi norma yang diatur dalam setiap TAP MPR sejak tahun 1966 hingga
tahun 2002 tetap diakui sebagai sebuah produk hukum yang berlaku
sepanjang tidak digantikan dengan undang-undang formal yang ditetapkan
setelahnya.

Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan


berdasarkan apa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hanya merupakan
bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang dibuat berdasarkan TAP
MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-undangan
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Apa yang melatarbelakangi perubahan pembentukan dari TAP MPR menjadi
Perundang-Undangan?

C. Tujuan Penulisan
Untuk memahami hal yang melatarbelakangi perubahan pembentukan dari
TAP MPR menjadi Perundang-Undangan.
BAB II
PEMBAHASAN

Latar Belakang Perubahan Pembentukan Dari TAP MPR Menjadi Perundang-


Undangan

Peraturan perundang – undangan mengatur berbagai bidang kehidupan berbangsa


dan bernegara. Jumlahnya pun sangat banyak dan sewaktu – waktu lembaga yang
berwenang dapat menetapkan dan memberlakukannya sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan Nasional. Undang – Undang Dasar 1945 adalah hukum tertinggi
sekaligus sumber hukum tertinggi yang berlaku di negara kita. Ini berarti bahwa
semua produk hukum yang ada di Indonesia haruslah bersumber dari Undang –
Undang Dasar 1945. Sekarang UUD 1945 telah mengalami perubahan, perubahan ini
dilakukan oleh MPR, perubahan isi pasal – pasal UUD 1945 yang dilakukan oleh
anggota MPR ini disebut amandemen.

Sebelum dilakukan perubahan atas UUD 1945, MajelisPermusyawaratan Rakyat


(MPR) dikontruksikan sebagai wadah penjelmaan seluruh rakyat yang berdaulat,
tempat ke mana Presiden harus tunduk dan mempertanggungjawabkan segala
pelaksanaan tugas-tugas konstitusionalnya. Dalam Penjelasan UUD 1945 sebelum
diadakan perubahan itu, dinyatakan bahwa “Presiden bertunduk dan
bertanggungjawab kepada MPR”.

Dari kontruksi yang demikian, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat dipahami


sebagai lembaga tertinggi negara dimana kedaulatan seluruh rakyat Indonesia
terjelma. Oleh karena itu, segala ketetapan yang dikeluarkannya
mempunyaikedudukan lebih tinggi dari produk hukum yang ditetapkan oleh lembaga-
lembaga tinggi negara yang lain, seperti Presiden, DPR, ataupun MahkamahAgung.1
Dengan demikian, ketetapan MPR/S lebih tinggi kedudukan hierarkinya daripada
Undang-Undang ataupun bentuk-bentuk peraturan lainnya.

Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sebelumamandemen UUD 1945


didasarkan pada faham integralistik yang diajukanoleh Soepomo. Faham integralistik
ini mengatakan bahwa “Negara ialahsuatu susunan masyarakat yang integral, segala
golongan, segala bagian,segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan
merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting ialah negara yang
berdasar pikiran integral ialah penghidupan bangsa seluruhnya”. Menurut Faham
integralistik ini, di dalam struktur ketatanegaraan Indonesia harus adasatu lembaga
yang menaungi semua lembaga-lembaga negara sebagai puncak dari kekuasan negara
untuk melaksanakan kedaulatan rakyat danmewakili kepentingan rakyat secara
keseluruhan.

Setelah amandemen ketiga kedudukan MPR kemudian bergeser dari lembaga


tertinggi negara menjadi lembaga negara sama denganlembaga negara lainnya. Oleh
karena ini MPR bukan lagi sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. Hal ini sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 ayat (2)amandemen ketiga UUD 1945 bahwa ” Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ”.

Perubahan sistem ketatanegaraan sebagaimana telah dirumuskan didalam


Amandemen UUD 1945 tersebut adalah terkait dengan perubahanstruktur dan fungsi
dari lembaga kenegaraan di Indonesia, baik di dalamkekuasan legislatif, kekuasaan

1
Jimly Asshiddiqie, “ Perihal Undang-Undang”, PT. RajaGrafindo Persada, Cetakan ke 2, Jakarta,2010,
halaman 33.
eksekutif maupun di dalam kekuasaan yudikatif. Perubahan tersebut sebagai wujud
pelaksanaan gagasan check and balances antar pelaksana ketiga macam kekuasaan
negara. Jika sebelumAmandemen ketiga UUD 1945, MPR berkedudukan sebagai
lembagatertinggi negara (supreme) yang melaksanakan kedaulatan rakyatsepenuhnya,
maka pada Amandemen ketiga UUD 1945 kedudukan MPR tidak lagi sebagai
lembaga tertinggi negara, melainkan sebagai lembaganegara yang sama seperti
lembaga negara lainnya.

Berbicara mengenai kedudukan TAP MPR tentunya tidak terlepasdari sejarah


panjang Konstitusi Negara kita, dimana sebelum dilakukanamandemen ketiga,
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR)
sehingga dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden
adalah sebagai mandatris MPR dan mempunyai garis pertanggungjawaban kepada
MPR berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang dibuat oleh MPR melalui
Ketetapan MPR (TAP MPR). Hal inilah yang menjadi dasar kenapa MPR
mempunyaiwewenang membentuk TAP MPR sebagaimana disebutkan dalam
UUD1945 pra amandemen, yaitu “Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkanUndang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari pada haluan Negara”.

Pertanggungjawaban Presiden terhadap MPR itu juga didasarkan pada adanya


struktur kekuasaan Negara yang menempatkan MPR sebagailembaga tertinggi
Negara (supreme) sebagai pemegang kedaulatan rakyatsehingga segala proses
penyelenggaraan Negara dapat dilakukan pengawasan oleh MPR termasuk dalam
proses penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden.

Kewenangan pembentukan TAP MPR dan kedudukan MPR sebagai lembaga


tertinggi Negara itu kemudian dihapus sejak amandemen ketiga UUD 1945.
Penghapusan kewenangan pembentukan TAP MPR inididasarkan alasan untuk
memperkuat sistem presidensial, dimana Presidendan Wakil Presiden bukan lagi
sebagai mandataris MPR dan tidak mempunyai garis pertanggungjawaban terhadap
MPR dalam menjalankankekuasaan pemerintahan. Garis pertanggungjawaban
Presiden dan WakilPresiden sekarang langsung kepada rakyat berdasarkan ketentuan
yangdiatur dalam UUD 1945. Kedudukan MPR juga bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi Negara tetapi bergeser sebagai lembaga Negara yang kedudukannya sama
dengan lembaga-lembaga Negara lainnya seperti DPR,MA, MK, dan lainnya.

Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, MPR masa kini dan mendatang masih tetap
dapat mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Tata Tertib MPR dan Produk
Ketetapan MPRS dari pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Ketetapan MPRS
dalam pegertiannya sebagai produk hukum yang mengikat untuk umum, seperti
sebelumnya, memang tidak dikenal lagi. Namun, sampai sekarang masih terdapat
beberapa produk Ketetapan MPR atau MPRS yang masih berlaku mengikat sebagai
peraturan yang mengikat untuk umum.

Hal ini, dapat dilihat dari Ketetapan MPR terakhir yang meninjau kembali seluruh
Ketetapan MPR dan Ketetapan MPRS sejak tahun 1966 sampai dengan 2002, yaitu
ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS sejak
tahun 1966 sampai 2002. Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003, adalah Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Peninjauan Terhadap Menteri dan Status
Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun
2002.2

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan


utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan
2
Yasir, Armen. 2008. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Ketiga, dan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur kelembagaan negara
yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Perubahan tersebut antara lain Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945) dan pengurangan
wewenang Majelis Pemusyawaratan Rakyat sehingga tinggal berwenang mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat (2) UUD 1945),
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat (3) UUD 1945).3

Penghapusan wewenang pembentukan TAP MPR itu diatur dalamPasal 3amandemen


ketiga UUD 1945. Dalam Pasal 3 amandemen ketiga UUD 1945 ini tidak
menyebutkan lagi adanya wewenang pembentukanTAPMPR. kewenangan MPR
sekarang berdasarkan Pasal 3 amandemen ketigaUUD 1945 tersebut adalah :4

a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;


b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c. Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Akan tetapi dengan telah diundangkannya UU NO.10 Tahun 2004 tentang


pembentukan peraturan perundang-undangan dan dengan demikian Ketetapan MPR
No. III/MPR/2000 dinyatakan tidak agi berlaku mengikat secara umum, maka
berdasarkan ketentuan UUD 1945 pasca perubahan keempat (2000), sistem hukum
dan ketatanegaraan Indonesia dewasa ini tidak lagi mengenal produk hukum yang

3
Pudjosewojo, Kusumadi. 2004. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
4
Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bersifat mengatur yang kedudukannya berada dibawah UUD, tetapi mempunyai
status hukum di atas UU.

Dalam ketetapan No. I/MPR/2003, MPR sendiri juga menentukan adanya sebelas
ketetapan MPRS yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang
yang mengatur materi-materi ketetapan-ketetapan tersebut. Artinya, sebelas ketetapan
MPRS itu ditundukkan derajatnya oleh MPR sendiri, sehingga dapat diubah oleh atau
dengan undang-undang. Jika demikian halnya, maka lembaga negara yang berwenang
yang membahas undang-undang ada pada empat lembaga, yaitu:

a. DPR
b. Presiden
c. DPD
d. Mahkamah Konstitusi
BAB III

KESIMPULAN

Sebelum dilakukan atas perubahan UUD 1945, MPR dikonstruksikan sebagai wadah
penjelma seluruh rakyat yang berdaulat, tempat kemana Presiden harus tunduk dan
mempertanggungjawabkan segala pelaksanaan konstitusionalnya.

Tujuan pembentukan Ketetapan MPR tersebut adalah untuk meninjau materi dan
status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yag akan
datang, serta untuk memberi kepastian hukum.

Kewenangan pembentukan TAP MPR dan kedudukan MPR sebagai lembaga


tertinggi Negara itu kemudian dihapus sejak amandemen ketiga UUD 1945.
Penghapusan kewenangan pembentukan TAP MPR inididasarkan alasan untuk
memperkuat sistem presidensial, dimana Presidendan Wakil Presiden bukan lagi
sebagai mandataris MPR dan tidak mempunyai garis pertanggungjawaban terhadap
MPR dalam menjalankankekuasaan pemerintahan. Garis pertanggungjawaban
Presiden dan WakilPresiden sekarang langsung kepada rakyat berdasarkan ketentuan
yangdiatur dalam UUD 1945. Kedudukan MPR juga bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi Negara tetapi bergeser sebagai lembaga Negara yang kedudukannya sama
dengan lembaga-lembaga Negara lainnya seperti DPR,MA, MK, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

- Sumber dari internet:

Dikutip dari https://id.scribd.com/doc/109875367/Implikasi-Hukum-Ketetapan-MPR-


Dalam-Peraturan-Perundang-undangan-Indonesia (akses 29 Oktober 2018 pukul
19.27 WIB)

Dikutip dari http://hamasbinsyukri.blogspot.com/2016/04/makalah-pkn-perundang-


undangan-nasional.html (akses 29 Oktober 2018 pukul 21.04 WIB)

- Sumber dari buku:

Jimly Asshiddiqie, “ Perihal Undang-Undang”, PT. RajaGrafindo Persada, Cetakan


ke 2, Jakarta,2010, halaman 33.

Yasir, Armen. 2008. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Universitas


Lampung.

Pudjosewojo, Kusumadi. 2004. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia. Jakarta:


Sinar Grafika.

Amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Anda mungkin juga menyukai

  • Perbankan
    Perbankan
    Dokumen1 halaman
    Perbankan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Pendahuluan
    Pendahuluan
    Dokumen5 halaman
    Pendahuluan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • H. Keluarga
    H. Keluarga
    Dokumen3 halaman
    H. Keluarga
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Agraria
    Agraria
    Dokumen2 halaman
    Agraria
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Perikatan
    Perikatan
    Dokumen5 halaman
    Perikatan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Metopel
    Metopel
    Dokumen29 halaman
    Metopel
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Perikatan
    Perikatan
    Dokumen5 halaman
    Perikatan
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat
  • Konsham
    Konsham
    Dokumen13 halaman
    Konsham
    Putri Zakia Yurahman
    Belum ada peringkat