Anda di halaman 1dari 24

Laporan Hasil Observasi Fenomena Alam dan Kebudayaan

KONDISI GEOSFER DI BUKIT KARST KECAMATAN PUGER


KABUPATEN JEMBER DAN PENGARUHNYA TERHADAP WARGA
SEKITAR

Dosen Pengampu :

Fahrudi Ahwan Ikhsan, S.Pd., M.Pd.

Oleh :

Maria Ulfa

NIM 200210303010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN ILMU


PENDIDIKAN PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat,
hidayah beserta inayah-Nya sehingga Laporan Hasil Analisis Fenomena Alam
dan Kebudayaan yang berjudul “Kondisi Geosfer Bukit Karst di Kecamatan Puger
Kabupaten Jember dan Pengaruhnya Terhadap Warga Sekitar” dapat terselesaikan
tepat waktu. Laporan ini dibuat guna memenuhi tugas observasi dari mata kuliah
Pengantar dan Filsafat Geografi prodi Pendidikan Geografi FKIP Universitas
Jember. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Bapak Fahrudi Ahwan
Ikhsan S.Pd., M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah ini.

Di dalam penulisan laporan ini, kami sadar bahwasannya masih terdapat


beberapa hal yang harus dibenahi mulai dari tata bahasa, penyusunan kalimat dan
isi. Oleh sebab itu, penulis selaku penyusun laporan ini berharap bisa
mendapatkan kritik dan saran positif yang diberikan oleh pembaca. Penulisan
laporan ini juga dimaksudkan agar berguna bagi pembaca.

Jember, 29 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL……………………………………………………………i
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1

1.1 Latar Belakang…..…………………………………………………….1

1.2 Rumusan Masalah.…………………………………………………….2

1.3 Tujuan Penelitian.…………..…………………………………………2

1.4 Manfaat Penelitian.……………………………………………………3

1.5 Fokus atau Hipotesis Penelitian..………………………………….......3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….………...4

2.1 Kondisi Geosfer………………………………………………………4

2.2 Bukit Karst……………………………………………………………4

2.3 Pengaruh Bukit Karst terhadap Warga Sekitar………..……………...4

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………….6

3.1 Jenis Penelitian …………………………..……..…………………….6

3.2 Lokasi Penelitian …………………………………………...………...6

3.3 Subjek atau Sampel Penelitian………………………………………..6

3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian………………………………...6

3.5 Teknik Analisis Data……………………………………………….....7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN………………………...9

iii
BAB V PENUTUP…………………….………………………………………...17

5.1 Kesimpulan…………...…………………………………………..….18

5.2 Saran…………………………………………….…………………...18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...19

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecamatan Puger merupakan salah satu subdivisi wilayah Kabupaten
Jember bagian selatan. Di Kecamatan Puger terdapat rangkaian jalur karst
Puger. Jalur karst merupakan kawasan bukit yang dijadikan sebagai
penambangan batu gamping sehingga ada beberapa pabrik yang beroperasi
disini. Karst adalah suatu area yang sebagian besar dicirikan dengan batu
gamping dan sulitnya pelarutan air, namun banyak penambang yang tergiur
dengan batu ini. Dengan adanya penambangan menjadikan perbukitan karst di
Puger mengalami kerusakan yang semakin memprihatinkan.
Adanya penambangan karst batu gamping di Desa Grenden Kecamatan
Puger ini telah mengubah bentuk lahan karst disini. Bukit karst yang awalnya
utuh, saat ini telah berkurang bentuk bagian-bagiannya bahkan telah nampak
sebagian yang telah ditambang. Pemanfaatan lahan karst semakin hari
semakin meningkat mengingat kebutuhan batu gamping semakin banyak.
Batu gamping kebutuhannya kian naik membuat area penambangan ini
pemanfaatannya juga semakin meningkat. Selain itu, pemanfaatan yang
berlebihan akan mengancam kerusakan terhadap ekosistem yang ada di
kawasan karst ini. Karst dimanfaatkan oleh warga sekitar dirasa kurang dalam
melihat aspek kelestarian, sebab warga hanya memahami bahwa batu gamping
itu memiliki manfaat yang tinggi sehingga melupakan aspek dari fungsi
ekologis itu sendiri.
Lokasi pemanfaatan lahan karst menjadi daya tarik tersendiri karena
dengan adanya lokasi pertambangan memberikan manfaat untuk warga
sekitar. Bukan hal yang tidak mungkin apabila kawasan pertambangan di
bukit karst ini akan menimbulkan suatu degradasi lahan yang dapat
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan disini.
Perbukitan karst ini berpotensi dapat menimbulkan longsoran batuan
yang terjadi di daerah pertambangan. Potensi longsoran dipengaruhi oleh
adanya aktivitas penambangan yang dilakukan setiap hari tanpa henti. Disisi

1
lain, faktor musim juga mempengaruhi potensi longsor. Perlu diketahui
bahwasannya longsoran yang terjadi biasanya karena sifat batuan yang kedap
air di perbukitan kapur dengan kemiringan lereng yang sedang ataupun terjal.
Bukan hanya itu saja, minimnya flora dengan perakaran yang tunjang sulit
ditemukan di kawasan ini.
Penelitian ini menunjukkan kondisi geosfer Bukit Karst Desa Grenden
yang saat ini dan prediksi untuk ke depannya yang sangat berpengaruh
terhadap warga sekitar. Untuk menjelaskan lebih dalam mengenai kondisi
geofer di bukit karst ini maka peneliti mengambil judul penelitian “Kondisi
Geofer Di Bukit Karst Desa Grenden Kecamatan Puger Kabupaten Jember
Dan Pengaruhnya Terhadap Warga Sekitar”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa fenomena yang terjadi di Bukit Karst Desa Grenden Kecamatan Puger
Kabupaten Jember?
2. Mengapa fenomena kerusakan lingkungan tersebut bisa terjadi di Bukit
Karst Desa Grenden Kecamatan Puger Kabupaten Jember?
3. Apa dampak positif dan negative pertambangan batu kapur di Bukit Karst
Desa Grenden Kecamatan Puger Kabupaten Jember?
4. Bagaimana prediksi kedepannya Bukit Karst Desa Grenden Kecamatan
Puger Kabupaten Jember?
5. Bagaimana upaya yang tepat untuk menimalisir kerusakan lingkungan di
Bukit Karst ini?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk menjelaskan fenomena yang terdapat di Desa Grenden, Kecamatan
Puger, Kabupaten Jember.
2. Untuk mengetahui kedaan fisik dan budaya yang ada di Desa Grenden,
Kecamatan Puger, Kabupaten Jember.
3. Untuk mengetahui dampak negative dan positif adanya pertambangan
yang dilakukan di bukit karst Desa Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten
Jember.

2
4. Untuk memberikan solusi yang tepat dalam menimalisir kerusakan yang
terjadi di Bukit Karst Desa Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten
Jember.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Untuk meningkatkan pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
2. Memberikan informasi mengenai fenomena alam dan aktivitas yang ada di
Desa Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember.

1.5 Fokus atau Hipotesis Penelitian


Penulis memfokuskan penelitian pada kondisi geosfer dan pengaruhnya
tehadap aktivitas masyarakat di Bukit Karst Desa Grenden Kecamatan Puger
Kabupaten Jember.
Adapun hipotesis penelitian ini adalah:
H0 = Tidak ada pengaruh kondisi geosfer terhadap aktivitas masyarakatnya.
H1 = Ada pengaruh kondisi geosfer terhadap aktivitas masyarakatnya.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geosfer


Kondisi geosfer ialah suatu keadaan atau situasi yang kaitannya dengan
litosfer, atmosfer yang terdapat di suatu wilayah. Kondisi geosfer disini mengacu
pada keadaan yang terdapat di Bukit Karst Desa Grenden, Kecamatan Puger, Kota
Jember. Kaitannya untuk mengetahui kondisi yang terjadi di wilayah ini.
2.2 Bukit Karst
Bukit karst merupakan salah satu bukit yang di dalamnya memiliki lapisan
karst dan batu gamping. Karst sendiri diartikan sebagai kawasan yang
menggambarkan keadaan kawasan yang berbatuan karbonat dan mempunyai
karakteristik mudah larut. Ford dan Williams (2007: 1) mendeskripsikan bahwa
karst sebagai suatu area yang memiliki kondisi hidrologi unik karena memiliki
struktur batuan terlarut dan perkembangan yang baik dalam porositas sekunder.
Menurut Eko Haryono (2004: 1) Ciri karst ialah: (1) memiliki cekungan tertutup
dan jurang yang tandus, (2) kelangkaan sungai permukaan, dan (3) di bawah
permukaan tanah terdapat gua. Karst disini berada di sebelah area persawahan
warga dan berada di belakang permukiman warga.
2.3 Pengaruh Karst terhadap Warga Sekitar
Area bukit karst yang luas memiliki dampak terhadap warga sekitar yakni
diantaranya berdampak pada mata pencaharian penduduknya dan kebiasaan atau
tradisi penduduk setempat. Dengan adanya penambangan yang diberlakukan
disini, rata-rata mata pencaharian penduduknya bekerja sebagai buruh pabrik dan
sebagai penambang batu gamping. Disisi lain, masyarakatnya juga bertani. Seperti
yang telah diketahui bahwasannya bukit karst yang ada disini dikelilingi oleh area
persawahan warga dan juga area permukiman di depan bukit ini.
Bukan hanya itu saja, aktivitas yang dilakukan tanpa henti berdampak
pada pencemaran dan polusi udara yang akan menggangu pernapasan warga
sekitar. Jika warga enggan dalam menjaga organ pernapasannya dalam artian
jarang menggunakan masker jika melewati area ini maka ia hal itu akan
menggangu aktivitas pernapasannya. Area persawahan yang berdekatan dengan

4
lokasi pertambangan juga berdampak pada aktivitas petani. Hal demikian itu
sebenarnya telah diantisipasi oleh para petani.
Bukit karst yang saat ini telah dikenal sebagai area pertambangan batu
gamping dan memiliki area pabrik yang cukup luas berpengaruh terhadap mata
pencaharian penduduk setempat. Kegiatan pertambangan secara terus-menerus
dikerjakan maka akan menyebabkan kawasan rusak. Hal ini dikaitkan dengan
adanya proses penambangan yang sama sekali tiada henti dalam mengeksploitasi
batu gamping di bukit karst ini. Akibatnya masyarakat yang tinggal di wilayah
karst ini sifatnya heterogen.

5
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif atas dasar
penjelasan guna memahami suatu fenomena secara detail dan mendalam.
Penelitian kualitatif ini diawali dengan pengambilan data di lokasi serta
memanfaatkan konsep yang sebelumnya sudah ada sebagai penunjang
penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan membuat laporan sesuai data-
data yang telah didapat.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian observasi ini diadakan di Bukit Karst Desa Grenden,
Kecamatan Puger Kabupaten Jember, Jawa Timur yang dilaksanakan pada
hari Minggu 27 September 2020.
3.3 Subjek atau Sampel Penelitian
Subjek penelitian yaitu dua warga di Desa Grenden satunya adalah
seorang petani dan satunya lagi pekerja batu gamping. Sedangkan sampel
penelitian diambil di bukit karst Desa Grenden, Kecamatan Puger Kabupaten
Jember.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka yang terkait
dengan kondisi daerah penelitian digunakan guna mendapatkan data informasi
yang ada di lapangan. Berikut penjelasannya :
3.4.1 Observasi
Observasi biasanya diistilahkan dengan pengamatan yang
dijalankan dengan teliti dan sistematis secara turun langsung ke
lapangan. Dengan demikian, penggunaan metode ini mewajibkan
seorang peneliti untuk turun langsung ke lapangan guna melakukan
pengamatan dalam memperoleh informasi sesuai fakta yang ada di
lapangan. Observasi ini berguna dalam mengenal fenomena alam
dan kebudayaan yang ada disekitar tempat tinggal.

6
3.4.2 Wawancara
Metode yang dilaksanakan dengan tatap muka antara narasumber
dan partisipan dalam memperoleh informasi data, biasanya
dilakukan dengan tanya jawab merupakan pengertian dari
wawancara. Moleong (2005:186) mengatakan bahwa wawancara
merupakan komunikasi antar dua belah pihak yang memiliki
tujuan. Teknik wawancara yang digunakan disini untuk
mengetahui informasi terkait fenomena alam dan kebudayaan yang
terdapat di desa ini.
3.4.3 Studi Pustaka
Metode studi pustaka merupakan data yang dikumpulkan dengan
melakukan studi penelitian melalui buku, majalah, tulisan, dan
jurnal yang erat kaitannya dengan persoalan yang akan
diselesaikan untuk ditelaah. Studi pustaka berguna dalam
mendapatkan informasi dari berbagai literature yang ada
hubungannya dalam permasalahan yang akan dikaji.
3.4.4 Dokumentasi
Metode dokumentasi ini diambil dengan cara memfoto dan
memvideo kondisi yang terjadi di lapangan sebagai bukti
bahwasannya telah turun langsung ke lapangan untuk melakukan
sebuah penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis kualitatif ialah teknik analisis data yang digunakan.
Teknik ini mengarah dalam mendeskripsikan suatu fenomena terjadi baik
alam maupun kebudayaan. Analisis ini dijabarkan dan dijelaskan
menggunakan kalimat deskripsi untuk memahami suatu persoalan terkait
fenomena alam dan kebudayaan wilayah sekitar. Penggunaan analisa
kualitatif lebih menekankan pada pemaknaan suatu fenomena melalui
penginderaan inderawi yang terlihat oleh mata. Analisa kualitatif

7
cenderung mengarah terhadap deskripsi yang isinya pertanyaan dalam
mengartikan suatu fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar.

8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Bukit Karst Desa Grenden, Kec. Puger,


Kab. Jember.

Gambar 2. Lokasi Permukiman Warga di dekat Bukit Karst.

Desa Grenden adalah bagian dari Kecamatan Puger yang terletak di ujung
selatan Kota Jember. Desa ini dikenal dengan desa industri batu gamping. Sebutan
ini diambil karena hampir sebagian warganya memproduksi batu gamping.
Tampak terlihat dari depan perumahan warga memiliki tumpukan kayu kering dan

9
tungku pembakaran yang besar, hal ini berguna untuk pembakaran batu gamping
dengan suhu tingkatan tertentu.
Karst identik dengan penamaan bentuk lahan di ujung selatan Jember, hal
demikian terjadi sebab karst disini memiliki karakteristik tersendiri dengan ciri
ketinggian tertentu dan system pengairan yang berbeda dengan kawasan lain.
Kawasan karst merupakan suatu kawasan yang telah terbentuk selama jutaan
tahun yang lalu karena proses pelarutan batuan dan berpotensi memiliki banyak
batu gamping. Batu gamping adalah batuan yang menyusun karst. Banyak
masyarakat yang mengincar adanya batu gamping ini sebab memiliki nilai jual
yang sangat menguntungkan.
Di Jawa Timur sendiri memiliki banyak kawasan karst salah satunya
adalah di lokasi Bukit Karst desa Grenden, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember.
Kawasan karst ini banyak terdapat batuan kapur yang masih murni warnanya.
Selain itu, disini juga memiliki pemandangan yang indah karena terdapat doline
yang terisi air sehingga membentuk danau doline. Jarak Desa Grenden dari pusat
Kota Jember sekitar 35,1 km dengan waktu tempuh sekitar 55 menit. Sedangkan
jarak dari rumah peneliti di Desa Mlokorejo menuju lokasi observasi ini sekitar
8,9 km yang memerlukan waktu sekitar kurang lebih 15 menit. Menurut data BPS
tahun 2010 jumlah penduduk Desa Grenden sekitar 14.372 jiwa.
Jika dilihat dari konsep keterjangkauan, bukit karst ini letaknya sangat
terjangkau karena banyak truk-truk besar dan kendaraan yang berlalu lalang dari
kota melewati akses jalan beraspal yang cukup baik untuk menjemput hasil olahan
batu gamping. Lokasi penambangan yang mudah ditemukan dikarenakan
aksesnya yang terjangkau. Daerah Bukit Karst ini telah menjadi suatu kawasan
pertambangan yang saat ini telah banyak penduduknya bekerja di bidang
pertambangan.
Kondisi perumahan rumah warga tersusun secara tersebar di sekitar bawah
bukit ini. Akan tetapi, jika melihat suatu lokasi keberadaannya memiliki pola
tertentu. Pola lokasi industri batu gamping tersebar di dekat desa Grenden adalah
berpola mengelompok atau cluster. Adanya industri batu gamping yang

10
mengelompok disengaja oleh pengusaha batu gamping guna meningkatkan
pengelolaan industrinya. Berikut sketsa lokasi penelitian di Bukit Karst Puger:

Gambar 3. Sketsa Lokasi Penelitian

Dengan adanya pertambangan karst di Bukit Karst Kecamatan Puger telah


membantu menaikkan perekonomian masyarakat setempat. Seperti yang diketahui
bahwasannya penghasilan masyarakat sekitar berasal dari adanya penambangan
karst atau kapur (Lestari, Zahroh, Nuriyanto, 2019). Pada awalnya masyarakat
yang berada di sekitar wilayah karst ini rata-rata penduduknya bekerja sebagai
petani, namun karena adanya pertambangan masyarakat mulai beralih profesi
menjadi penambang batu gamping. Akan tetapi, juga ada sebagian penduduk yang
tidak setuju dengan adanya penambangan ini karena lokasinya yang berdekatan
dengan area persawahan warga sekitar sehingga berpotensi menyebabkan
pencemaran tanah. Disisi lain, ada juga masyarakat yang menganggap
pertambangan ini membawa dampak positif karena dirasa menguntungkan.
Persebaran permukiman penduduk yang terbilang cukup padat megikuti
alur jalan raya antara Grenden dan arah menuju ke Puger. Untuk persebaran area

11
persawahan penduduk mengitari area bukit karst ini. Namun jaraknya sedikit
berdekatan. Area persawahan disini memiliki lahan yang cukup luas dan setiap
tahunnya hasil panen disini cukup menguntungkan para petani, walaupun disisi
lain tanahnya yang terkenal dan tandus tidak mematahkan semangat petani untuk
tetap memelihara area perswahannya.
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, area persawahan petani
yang terletak berdekatan dengan kondisi pertambangan tidak menggunakan sistem
irigasi dari sungai yang mengalir, akan tetapi melalui diesel untuk mengairi
sawahnya. Sebab tanah yang tandus, petani hanya bisa menanam jenis tanaman
tertentu contohnya padi, jagung, dan cabai. Bahkan, hampir setiap dua minggu
sekali petani harus mengairi sawahnya tersebut dengan cara di diesel. Namun
disisi lain, petani disini juga merasa senang sebab setiap tahun sekali
mendapatkan kompensasi dari perusahaan pertambangan disini.
Daerah-daerah yang berdekatan dengan bukit karst ini tidak memiliki
sungai karena sungainya terletak di bawah tanah bukan diatas permukaan tanah.
Walaupun memiliki sungai, letaknya agak berjauhan dari posisi perbukitan karst
disini. Sehingga petani hanya bisa mengandalkan sumuran yang dibuat sendiri di
dekat area persawahannya. System air yang ada di bukit karst meresap dari
rekahan-rekahan gua. System air tanah berasal dari sungai bawah tanah .
Kawasan karst dengan karakteristik lahan gersang dan berbatu yang jarang
ditumbuhi tanaman tertentu namun memiliki banyak batu gamping menjadi
keunggulan yang bernilai menguntungkan. Proses pengambilan batu gamping di
area karst menjadi daya tarik tersendiri di sektor usaha ekonomi namun disisi lain
sering mengabaikan fungsi ekologis atau kelingkungan. Mengingat kebutuhan
batu gamping yang kian hari meningkat, batu ini memiliki nilai ekonomi tinggi
seperti untuk pembuatan semen, pondasi rumah, bahan bangunan, bahan keramik
dan sebagainya. Dibidang pertanian, batu gamping digunakan sebagai campuran
komposisi pupuk dan pemberantas hama ysng berguna untuk petani. Namun
dengan catatan apabila bisa membuat dan menggunakannya.
Kondisi batuan di Bukit Karst Puger termasuk ke dalam jenis batuan
gamping atau batu kapur yang terangkat. Batu ini termasuk ke dalam batuan

12
golongan batuan sedimen yang terbentuk oleh kalsium karbonat dalam bentuk
mineral kalsit dan juga berasal dari sisa-sisa pembusukan organisme. Jenis batuan
ini memiliki sifat yang kuat, oleh sebab itu jika terkena kikisan air hujan batu ini
akan tetap kokoh. Di sekitar kawasan bukit karst ini, penduduk memanfaatkannya
sebagai pertambangan batu kapur yang dapat digunakan sebagai material
konstruksi. Kondisi pertambangan di daerah ini cukup panas karena lahan yang
tandus dan gersang.
Kegiatan penambangan di Bukit Karst sudah beroperasi sejak puluhan
tahun yang lalu sehingga bentuk lahannya telah mengalami banyak perubahan
karena letaknya di dekat pabrik semen yang secara terus menerus digunakan
sebagai bahan baku semen (Ikhsan, Astutik, Kantun, & Apriyanto, 2019). Areal
yang dulunya memiliki banyak tanaman, saat ini telah mengalami perubahan
menjadi areal serpihan berbatu gamping yang jarang ditumbuhi tanaman.
Selanjutnya, tingkat kesuburan tanah disini bermacam-macam. Komposisi yang
ada dalam tanah mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah setelah itu
berimbas pada kegemburan tanah. Karbon adalah komposisi yang paling penting
penyusun tanah, maka dari itu edukasi dan pemahaman tentang komposisi utama
ini dapat memberikan informasi terkait kandungan karbon di dalam tanah.
Bukit Karst Kecamatan Puger telah membuka kesempatan untuk
masyarakat dalam menjalankan kegiatan pertambangan. Namun, ada keterkaitan
yang disebabkan oleh pengelolaan pertambangan ini dengan lingkungan sekitar
sebagai proses dari adanya interaksi yang terjadi karena adanya fenomena geosfer.
Hal demikian akan berpotensi menyebabkan kerusakan pada lahan karst apabila
tidak dibarengi dengan edukasi mengenai proses penambangan yang tepat.
Cara peledakan dulunya dilakukan penambangan disini guna
menghasilkan pecahan batu diambil melalui permukaan tanah hingga lapisan
vadose. Akibatnya, secara otomatis hal ini berdampak terjadinya pengrusakan
lapisan permukaan tanah sehingga menyebabkan tanaman dan hewan yang ada di
sekitar akan musnah. Dengan adanya kelangkaan fauna dan flora disini
merupakan bentuk kehancuran suatu lingkungan. Akan tetapi saat ini aktivitas
pengambilan batu gamping dilakukan dengan cara pengerukan memakai alat

13
berat. Akibat dari aktivitas penambangan ini membuat lapisan epikarst
menghilang pada batuan gamping kemudian menyebabkan proses karstifikasi
tidak berlangsung secara normal.
Zona vadose merupakan sumber air kawasan karst, umumnya
penambangan bukit karst akan menghilangkan sumber air ini sebagai sumber
penyimpanan air. Jika sumber air hilang maka akan berdampak pada proses
pengaliran air ke sungai bawah tanah, sebab air sungai bawah tanah menyerap
dari aliran resapan diatasnya (Rahmasari, 2013). Akibatnya kehilangan sungai
bawah tanah, sumber air disini pun juga akan mati dan akan berpotensi
menimbulkan tanah longsor dan banjir pada saat hujan terus-menerus serta
kegersangan yang berkepanjangan ketika musim panas tiba. Aktivitas
pertambangan secara terus-menerus dilakukan di kawasan ini akan berdampak
pada besarnya penggunaan lahan. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan struktur
tanah. Adanya pertambangan menjadi penyebab terjadinya erosi dipercepat sebab
pada awalnya lahan disini memiliki banyak vegetasi namun kemudian ditebang
dan dirusak.
Aktivitas manusia yang cukup besar di area pertambangan ini akan
berdampak pada kurangnya sifat dan fungsi tanah sebagai sumber tempat akar
tumbuh dan penyimpanan air tanah. Jika flora sebagai penutup tanah hilang maka
akan mudah terjadi erosi yang akan menyebabkan tanah mengalami kedap air
(Rahmasari, 2013). Kondisi ini akan menyebabkan kurangnya kapasitas infliltrasi
sehingga debit air di atasnya melonjak dan berpotensi mengakibatkan pengikisan
tanah oleh air yang cukup besar.
Manfaat dari segi ekonomi yang dapat diambil dari kegiatan pertambangan
ini ialah berupa penambahan pekerja sebab warga sekitar dapat berprofesi sebagai
penambang batu kapur, membangun industri olahan batu kapur, dan juga dapat
melamar pekerjaan di pabrik semen. Jika dilihat dari segi social, masyarakat disini
sangat baik dalam menjaga komunikasi antar sesama warga. Hal ini dapat terlihat
di depan perumahan warga yang banyak masyarakat sekitar berbincang-bincang
dengan tetangganya. Walaupun dapat diketahui bahwasannya area di sebelah

14
bukit karst ini rentan terhadap polusi, namun tak mematahkan semangat warga
sekitar untuk tetap berinteraksi dengan masyarakat lainnya.
Kegiatan pertambangan di kawasan Bukit Karst telah berkontibusi
dibidang ekonomi terhadap warga dan otoritas setempat. Disisi lain masyarakat
dapat membuka lapangan pekerjaan secara mandiri dengan mendirikan kedai,
pertokoan serta lapak di wilayah sekitar pertambangan. Di dalam aspek ekonomi,
kawasan karst disini telah memberikan banyak kontribusi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Dari hasil wawancara yang
telah saya lakukan, mayoritas masyarakat yang bekerja sebagai penambang karst
disini rata-rata penghasilannya yaitu Rp50.000,00/hari akan tetapi juga ada
sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa penghasilannya tidak menentu
dalam sehari.
Aktivitas para pekerja pengangkut dan pencari batu gamping start mulai
jam 07.00 WIB dan diakhiri sore hari. Mereka berhenti bekerja ketika akan
melaksankan shalat dan makan. Jika rumahnya dekat, maka mereka akan meminta
izin pulang. Namun jika jauh, mereka akan mencari masjid untuk tempat shalat.
Para buruh disini merasa sangat bersyukur dengan adanya perbukitan karst ini
karena pengaruhnya yang cukup besar terhdap perekonomian warga sekitar.
Perlu diketahui bahwa penambangan di lahan karst juga akan berdampak
pada ekosistem yang ada di kawasan ini. Jika dilihat secara fisik akan berdampak
pada perubahan morfologi yang menyangkut tentang system pengairan yang ada.
Akibatnya, resapan air di bukit karst menghilang lalu akan merubah waktu tunda
mengenai debit mata air dan aliran sungai yang ada di bawah tanah (Oktariadi dan
Tarwedi, 2011). Siklus hidrologi pun yang ada di kawasan karst ini juga akan
terganggu manakala permukaannya terus di eksploitasi dan ditambang secara
terus-menerus.
Secara tidak langsung aktivitas pertambangan juga akan berdampak pada
kelangsungan ekosistem flora dan fauna disekitarnya. Aktivitas pertambangan
menimbulkan pencemaran dan kebisingan dari aktivitas yang dilakukan disini
menggunakan alat berat tertentu. Abu yang dihasilkan dari aktivitas ini berpotensi

15
mengganggu keberlangsungan fotosintesis tanaman sebab debu yang menutupi
permukaan dedaunan.
Selain itu, perubahan ekosistem yang ada di lahan karst ini akan
mengakibatkan penurunan fungsi lingkungan dan lingkungan sekitar. Salah satu
contoh penyebab terjadinya penurunan ini ialah karena adanya aktivitas
pertambangan. Hal ini dibuktikan dengan tipisnya lapisan tanah, cadangan air
berkurang karena keberagaman tanaman yang mulai berkurang dan adanya area
tanah tandus yang jarang ditumbuhi tanaman.
Bukit karst di Grenden, Kecamatan Puger ini tergolong bukit karst jenis
melokarst dalam artian pembagian mengenai wilayah karst ini sudah dibagi-bagi.
hal ini bertujuan dalam rangka menjaga prinsip pembangunan berkelanjutan. Jenis
bukit karst melokarst juga digunakan sebagai pariwisata. Bukit karst disini masih
digunakan sebagai area untuk camping namun terlebih dahulu harus izin kepada
kepala RT/RW setempat.
Prediksi yang akan terjadi kedepannya, jika kita melihat dari sisi
pemanfaatan yang tanpa henti terus digunakan dan dimanfaatkan. Kemungkinan
besar area bukit karst ini nantinya akan habis dan itu artinya warga sekitar akan
kehilangan pekerjaannya tersebut. Terlebih lagi semakin hari penambangan yang
dilakukan tanpa henti banyak menimbulkan polusi udara yang memicu timbulnya
penyakit sesak nafas untuk warga sekitar apabila tidak memakai masker.
Menurut Rahmanizah., dkk 2019 menjelaskan bahwa lahan karst di bukit
ini berpotensi terjadinya tanah longsor sebab adanya pergeseran pada massa
batuan. Gerakan massa batuan ini dikarenakan adanya suatu material yang
terlepas sebab pengaruh proses penghancuran batuan yang terjadi yang kemudian
jatuh melalui lereng. Material yang jatuh akan mengalami pergerakan, dimana
pergerakan ini dipengaruhi oleh kandungan air yang ada. Air menjadi peran utama
dalam proses penambah besar kecilnya pergerakan suatu batuan dan pengikisan
yang terjadi.
Perbedaan perubahan yang terjadi di kawasan karst berbeda-beda disetiap
tempat. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi, cara pemanfaatan pertambangan serta
kondisi cuaca dan iklim di lahan karst ini. Dengan adanya proses perubahan iklim

16
akan menyebabkan longsoran pada batu gamping karena proses karstologis. Jika
terjadi tingginya curah hujan akan menimbulkan pengangkatan batuan yang
memungkinkan untuk terjadinya proses perkembangan sirkulasi drainase seacara
vertical.
Lahan karst yang berada di Desa Grenden Kecamatan ini harus dibangun
dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini untuk usaha
pendayagunaan kualitas ruang lingkup guna menjaga fungsi ekologis. Potensi
kerusakan karena adanya aktivitas pertambangan ini bisa dibilang cukup tinggi.,
untuk itu diperlukan adanya suatu konsep agar kerusakan disini bisa
diminimalisir.
Pemerintah desa setempat diharapkan dapat memberikan sosialisasi
kepada masyarakatnya untuk senantiasa menggunakan masker ketika keluar
rumah dikarenakan polusi udara yang ditimbulkan disini cukup besar sekali.
Selain itu, pemerintah desa juga menghimbau kepada warganya agar bisa
melakukan reboisasi untuk mengurangi kekurangan air dan hal ini untuk menjaga
kelestraian alam yang ada di desa ini.
Perlu diketahui bahwa reboisasi itu intinya hanya mengobati karst yang
gundul karena pengikisan akibat pertambangan setelah sebuah kejadian terjadi.
Wilayah karst idealnya itu harus memiliki sebuah upaya konservasi atau
perlindungan sehingga harus memiliki perencanaan terlebih dahulu sebelum
diobati. Konservasi yang tepat untuk lokasi karst yaitu dengan pemetaaan dimana
lokasi yang boleh dimanfaatkan hanya 30% perbukitan karst yang boleh
ditambang.

17
BAB V PENUTUP

5. 1 Kesimpulan
Desa Grenden adalah bagian distrik dari Kecamatan Puger, Kota
Jember. Desa ini mempunyai keunikan yang ciri khas yang berbeda
dengan desa-desa lainnya. Salah satu keunikannya yaitu adanya perbukitan
karst yang terdapat di bagian selatan Kabupaten Jember dan telah berusia
tersier. Adanya bukit karst ini memiliki dampak positif dan negatif untuk
masyarakat sekitar.
Melalui penambangan yang ada di bawah kaki bukit karst ini
berpotensi mengalami longsoran batuan. Namun disisi lain adanya
penambangan ini juga mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi
warga setempat. Dampak social yang ditimbulkan yaitu kesuburan tanah
mulai menurun dan ketersediaan air berkurang. Sedangkan segi ekonomi
bisa membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat yang
berguna mencukupi keperluan duniawi.
Kondisi geosfer di Bukit karst ini peerlu diperhatikan agar
menimalisir kerusakan yang terjadi terhadap eksositem yang ada. Kegiatan
pertambangan telah menurunkan jumlah populasi dari tumbuhan sebab
lahan karst yang telah terbuka lebar untuk area tambang sehingga
memunculkan potensi longsoran yang akan terjadi di area ini.
5.2 Saran
Atas dasar hasil penelitian, penulis megeluarkan ulasan agar proses
pertambangan yang dilakukan di bukit karst untuk melakukan
penyelidikan terlebih dahulu. Selain itu, kawasan ini juga memerlukan
adanya reboisasi flora. Hal ini betujun untuk menahan longsoran yang
terjadi. Disisi lain, proses penambangan juga harus melihat kondisi
lingkungan setempat yang berdekatan dengan area persawahan warga.

18
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. 2011. Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur. Surabaya: Brilian


Internasional.

Adji, T. N. 2005. Kondisi Daerah Tangkapan Sungai Bawah Tanah Karst


Gunungsewu dan Kemungkinan Dampak Lingkungannya Terhadap
Sumberdaya Air (Hidrologis) Karena Aktivitas Manusia. Kelompok Studi
Karst. Fakultas Geografi UGM.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember. 2015. Jumlah Penduduk Kabupaten


Jember Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 Menurut Desa.
jemberkab.bps.go.id. [Diakses tanggal 1 Oktober 2020].

Cahyadi, A. 2010. Pengelolaan Kawasan Karst dan Peranannya dalam Siklus


Karbon di Indonesia. Seminar Nasional Perubahan Iklim, 1-14.

Ford, D dan William, P. 2007. Karst Hydrogeology and Geomorphology. Sussex:


John Wiley and Sons.

Haryono, E dan T. N. Adji. 2004. Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi Karst.


Yogyakarta. Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi: Universitas Gadjah
Mada.

Ikhsan, F. A., S. Astutik, S. Kantun, dan B. Apriyanto. 2019. The Hazard of


Change Landscape and Hydrogeology Zone South Karst Mountain Impact
Natural and Human Activity in Region Jember. IOP Conference Series:
Earth and Environmental Science, 243(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/243/1/012036. [Diakses tanggal 1 Oktober 2020].

Ikhsan, F. A. 2018. Pengantar Filsafat Geografi: Aplikasi Berpikir Geografi,


Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

19
Rahmasari, I. 2013. Potensi Kerusakan Lahan Karst Di Gunung Sadeng
Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Swara Bhumi e-Journal Pendidikan
Geografi FIS Unesa. 2 (3): 175-184.

Lestari, Dwi., I. F. Wahida, Y. D. Karina, D. A Rozaq, G. I. Hisyam. Analisis


Fenomena Geografi Fisik Pada Pengukuran Proses Dan Hasil Proses
Bentang Alam Jawa Tengah. Majalah Pembelajaran Geografi. 2 (1): 110-
118.

Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja.

Oktariadi, O., E. Tarwedi. 2011. Klasifikasi Kars Untuk Kawasan Lindung dan
Kawasan Budi Daya: Studi Kasus Kars Bukit Bulan Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi. 2
(1): 1-19.

Rahmanizah, T., B. Apriyanto., S. Astutik. 2019. Potensi Terjadinya Longsor


Pada Kawasan Karst Gunung Sadeng Puger Karena Adanya Aktivitas
Pertambangan. Majalah Pembelajaran Geografi. 2 (1): 161-171.

Sudarmadji, E. Haryono, T. N. Adji, M. Widyastuti, R. Harini, E. Nurjani, A.


Cahyadi. H. Nugraha. 2013. Ekologi Lingkungan Kawasan Karst
Indonesia: Menjaga Asa Kelestarian Karst Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish.

20

Anda mungkin juga menyukai