Anda di halaman 1dari 2

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka saya tertarik mengambil fenomena : hubungan tingkat

stress dengan pencegahan komplikasi pada penderita DM tipe 2

Diabetes melitus (DM) merupakan penyebab mortalitas oleh karena penyakit


kardiovaskuler yang ditimbulkannya, penderita diabetes mempunyai risiko 2-3 kali lebih tinggi
dibandingkan populasi non-DM (Siregar, 2010). Secara global jumlah penderita diabetes melitus
dari tahun ke tahun terus meningkat yang dimana Indonesia sendiri termasuk salah satu negara
berkembang di dunia bagian Asia Tenggara yang menempati peringkat ke 6 di dunia.
Internasional Diabetes Federation (2015) menyatakan bahwa terdapat 415 juta orang yang hidup
dengan diabetes melitus dan pada tahun 2040 jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami
peningkatan menjadi 642 juta orang. Adapun estimasi terakhir dari International Diabetes
Federation (2017) terdapat 425 juta orang yang berusia 20-79 tahun yang hidup dengan diabetes
melitus, pada tahun 2045 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 629 juta orang.
Berdasarkan data-data yang ada, penyakit diabetes melitus mengalami peningkatan dimana pada
tahun 2015 hanya terdapat 415 juta orang dan meningkat pada tahun 2017 sebesar 425 juta orang
(IDF, 2017).

Diabetes mellitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada penderitanya apabila


tidak dimanajemen dengan baik. berbagai komplikasi DM muncul akibat dari kebiasaan
merokok, obesitas, kurang gerak, tekanan darah tinggi, kolesterol dan kadar glukosa darah yang
tinggi. Keadaan ini menyebabkan pasien harus menjalani hospitalisasi, mengeluarkan biaya,
kondisi gawat darurat bahkan kematian. Partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat sangat
diperlukan untuk pemberdayaan penyandang DM. Selain itu dibutuhkan pendidikan kesehatan
yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi tim kesehatan dalam mendampingi pasien
untuk mencapai perubahan perilaku sehat (PERKENI, 2011). Tindakan pengendalian DM untuk
mencegah komplikasi sangat diperlukan, khususnya dengan menjaga tingkat gula darah sedekat
mungkin dengan normal. Pengendalian gula darah ini sangat sulit untuk dipertahankan. Kejadian
ini disebabkan tidak disiplinnya penderita dalam penatalaksanaan DM (Waspadji, 2009).
Grabber, dkk (1977) dikutip dari Rizal & Buana (2008), mengatakan bahwa pendidikan pasien
umumnya dianggap sebagai komponen penting dari manajemen diabetes. Namun, analisis
tentang peran pendidikan/pengetahuan dalam mengendalikan diabetes masih terbatas. Pasien
yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai DM, tapi perubahan dalam mengendalikan
diabetes dan parameter klinis lain belum tentu diikuti.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi diabetes adalah tingginya tingkat stres (Hutapea,
2007). Hubungan stres dan penyakit bukanlah hal baru. Di awal tahun 1970-an, ada dugaan
bahwa dari semua penyakit dan kesakitan yang terjadi, 60%-nya berkaitan dengan stres. Stres
kemungkinan memegang peranan pada onset atau awitan terjadinya diabetes serta dapat
menyebabkan pengaruh yang buruk terhadap kontrol gula darah penderita hingga pada akhirnya
stres jugalah yang dapat mempengaruhi pola hidup seseorang yang terkena diabetes. Melihat
komplikasi pada DM dapat mengenai berbagai organ, maka penting sekali untuk melakukan
pencegahan, agar tidak terjadi komplikasi. Salah satu untuk mencegah komplikasi terebut,
Tingkat stress harus selalu di kendalikan (Rasmun, 2004). Stress dan Diabetes Mellitus memiliki
hubungan yang sangat erat terutama pada penduduk perkotaan. Tekanan kehidupan dan gaya
hidup tidak sehat sangat berpengaruh, ditambah dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat
dan berbagai penyakit yang sedang di derita menyebabkan penurunan kondisi seseorang
sehingga memicu terjadinya stress. Vranic et al. (2000) menyebutkan stress pada penderita
Diabetes Mellitus dapat berakibat gangguan pada pengontrolan kadar gula darah. Pada keadaan
stress akan terjadi peningkatan ekskresi hormon katekolamin, gkukagon, glukokortikoid, β-
endorfin dan hormon pertumbuhan.

Anda mungkin juga menyukai