Agus
Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI) Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) Kota Makassar, Indonesia
Email : agusdgrala@gmail.com
ABSTRAK
Al-qur’an adalah sumber rujukan utama dalam ajaran Islam, Al-Qur’an adalah Kitab
konpherensif yang membahas segala sesuatu disegala sisi kehidupan, meliputi Aqidah, Ibadah,
Muamalah dan termasuk didalamnya adalah bagaimana bersilsafat yang benar. Sebagaian orang
berpandangan bahwa Hukum Filsafat adalah haram dan ia merupakan pintu kekafiran. Tidak ada
dalam Filsafat kecuali kebodohan, pemutaran kata, dan kebingungan, dan sebuah pembahasan
bertele-tele tanpa penyelesaian. Namun Al-qur’an memerintahkan kepada manusia menggunakan
akalnya untuk berpikir tentang sang pencipta, tanda-tanda kebesarannya, makhluk-makhlukNya.
A. PENDAHULUAN
Sebagaian orang berpandangan bahwa Hukum Filsafat adalah haram dan ia merupakan
pintu kekafiran. Tidak ada dalam Filsafat kecuali kebodohan, pemutaran kata, dan kebingungan,
dan sebuah pembahasan bertele-tele tanpa penyelesaian.
Imam Asy-Syaafi’i juga berkata: “Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu
Filsafat dan ahli Filsafat”. (Taariikh Al-Islaam li Adz-Dzahabi 14/332)
Bagi yang baru belajar Filsafat, akan kenal yang namanya Aristoteles, Phitagoras, dan
semisalnya. Ilmu ini adalah kekufuran yang nyata, mengingkari Rabb, Malaikat, Rasul, Kitab,
hari akhir dan takdir. Filsafat adalah seburuk-buruk ilmu.
Bapak pertama dari Filsafat adalah Aristoteles yang mengatakan Tuhan itu terlalu tinggi,
Ia tidak memiliki sifat dan Ia tidak tau masalah kecil dan tidak ada takdir. Ia dijuluki Imam Ibnu
Qayyim dalam kitab Ighasatu Lahafan sebagai guru pertama. Dan jejak kekufurannya diikuti Al-
Farabi, sehingga dia dijuluki guru kedua, dia adalah orang yang mengingkari takdir dan hari
akhir, dia lebih buruk dari guru pertama dan mengunggulinya dalam penyimpangan dan dia
memiliki keyakinan yang beda dengan kaum muslimin.1
Berdasarkan argumen itulah sehingga terdapat beberapa orang yang anti dengan filsafat,
bahkan mereka merasa tidak senang dan dadanya terasa panas ketika ada orang yang menyebut
kata filsafat, hal itu disebabkan kurangnya pengetahuan dan kurangnya pemahaman tentang
hakikat filsafat dalam pandangan Islam yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan
beberapa orang apabila mendengar kata tersebut membuat sentiment “ilmu yang buang-buang
waktu untuk dipelajari”, “ ilmu berbahaya”, “ilmu yang perlu di hindari”, dan masih beberapa
lainnya, jika tidak percaya, buka aja Youtube lalu search “perlukah filsafat dalam Islam” nanti
muncul video beberapa ustaz berpendapat yang kurang lebih isinya seperti sentimen di atas. Oleh
karena itu, sentimen tersebut perlu di kaji kembali dengan argumen, apa benar filsafat tiada
guna? Dan apakah Islam melarang hal tersebut?.2 Maka dalam artikel ini penulis mencoba untuk
menjelaskan hakikat filsafat dan bagaimana filsafat menurut Al-qur’an.
B. PEMBAHASAN
1. Apa Itu Filsafat?
Dalam sejarah, istilah filsafat sudah ada sejak abad 5 SM di Yunani dengan
nama philosophia, merupakan gabungan dari kata, philos yang berarti cinta dan Sophia berarti
kebijaksanaan atau kearifan. Jadi, secara etimologis dapat diartikan ‘mencintai kebijaksanaan’
dan dalam perkembangannya, orang islam mengambil istilah ini dengan memberi bentuk Arab
1
https://www.suara.com/news/2020/08/07/171133/cek-fakta-benarkah-belajar-filsafat-haram-hukumnya-dalam-
islam?page=all#:~:text=Hukum%20Filsafat%20adalah%20haram%20dan%20ia%20pintu%20kekafiran.&text=Bagi
%20anda%20yang%20baru%20belajar,Kitab%2C%20hari%20akhir%20dan%20takdir.
Dalam link ini terdapat bantahan dari pernyataan diatas, silahkan dibaca.
2
https://madrasahdigital.co/wacana/apa-hukum-berfilsafat-dalam-al-quran/
menjadi falsafah atau hikmah. Orangnya disebut failasuf atau ringkasnya filsuf
(Purwanto:2015).
Adapun secara terminologis, terdapat banyak definisi tentang pengertian filsafat. Bahkan,
setiap filsuf memiliki definisi sendiri-sendiri, sehingga dapat dikatakan jumlah definisi filsafat
itu sebanyak jumlah filsuf. Namun, dari seluruh definisi tersebut, merujuk pada buku Masykur
Arif Rahman secara sederhana berfilsafat dapat dipahami sebagai proses berfikir untuk
mengetahui sesuatu secara mendalam dengan ciri berfikir yang radikal, universal dan rasional
(Rahman:2013).
Berfikir secara radikal bukan berarti hendak mengubah atau menjungkirbalikkan segala
sesuatu, tetapi dalam arti yang sebenarnya dari kata radix (akar), yaitu berpikir secara mendalam
untuk mencapai akar persoalan yang di permasalahkan. Universal berarti menyeluruh,
maksudnya dalam berfilsafat senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari
keseluruhan realitas, dan berfikir rasional merupakan berfikir secara logis (dapat di terima akal
sehat), sistematis (berhubungan satu dengan yang lain) dan kritis (tidak mudah menggenggam
suatu kebenaran sebelum kebenaran itu dipersoalkan dan benar-benar diuji terlebih dahulu).
Seiring berjalannya waktu Islam mengalami perkembangan, Islam menjadi agama yang
terus menyebar dan banyak pemeluknya yang berasal dari latar belakang bangsa, budaya, sosial,
tingkat ekonomi, sisi psikologis pemeluknya yang berbeda-beda. Maka ayat-
ayat mutasyabihat (ayat yang memiliki potensi ragam makna) menjadi salah satu pendorong bagi
penggunaan akal untuk berfikir lebih jauh mendalam.
Hal tersebut senada dengan Al-Quran yang banyak mengajak manusia untuk berpikir,
untuk menggunakan akal, terbukti dalam Al-Quran kata “akal” disebut beberapa kali dengan
penampilan yang berbeda seperti pada perkataan ya’qilun (50 kali), yatafakkarun (26
kali), yash’urun (25 kali) ulil albab (16 kali) dan ulin nuha (2 kali). Semua itu adalah ayat-ayat
yang secara langsung mengajak manusia menggunakan akalnya.
Sebagai penegasan, bunyi ayat Al Quran “dan mengapa mereka tidak memikirkan
kejadian mereka?” (Ar-rum : 8) “sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian
malam dan siang, merupakan tanda kebesaran Allah bagi orang yang mengerti” (al-Baqarah :
164) “maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang berakal” ( al-Hasyr : 2) dan masih
banyak lainnya. yang mana intinya bunyi ayat tersebut sangat menganjurkan manusia untuk
mendayagunakan akal dengan sebaik-baiknya sebagaimana esensi berfilsafat itu sendiri.
4. Pentingnya Berfilsafat
Khudori Soleh, dalam bukunya filsafat islam menyatakan bahwa salah satu faktor utama
kelesuan berfikir dan berijtihad di kalangan umat islam saat ini, disebabkan umat Islam tidak
mau melihat dan memperhatikan filsafat sebagai kajian tentang proses berfikir atau proses
penalaran.
Tambahnya, dalam upaya pengembangan dan kajian keilmuan Islam saat ini kita tidak
bisa berpaling dan meninggalkan filsafat. Tanpa sentuhan filsafat, pemikiran dan kekuatan
spiritual islam akan sulit menjelaskan jati dirinya dalam era global. Karena itulah, Fazlur
Rahman menyatakan bahwa filsafat adalah ruh atau ibu pengetahuan dan metode utama dalam
berpikir, bukan produk pemikiran. Tanpa filsafat seseorang tidak akan mampu mengembangkan
ilmunya, bahkan tanpa filsafat ia berarti telah melakukan bunuh diri intelektual.3
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Filsafat bukanlah hal yang dilarang dalam Al-qur’an , bahkan Al-qur’an menganjurkan untuk
berfilsafat sebagamana dalam QS. Ar-rum : 8, al-Baqarah : 164 dan al-Hasyr : 2. Dan
terdapat Ilmu filsafat yang dilarang seperti Filsafat yang menyebabkan pengingkaran
terhadap Rabb, Malaikat, Rasul, Kitab, hari akhir dan takdir.
2. Saran
Menilai sesuatu hendaklah dilakukan dengan bijak , jangan mudah mengambil kesimpulan
tanpa didasari dengan argumen yang kuat. Berjalanlah sesuai dengan Al-Qur’an niscaya
seseorang tidak akan tersesat.
3
https://madrasahdigital.co/wacana/apa-hukum-berfilsafat-dalam-al-quran/
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahan Depertemen Agama RI Al-Qur’an dan terjemahan CV Toha Putra,
Semarang.
https://madrasahdigital.co/wacana/apa-hukum-berfilsafat-dalam-al-quran/
https://www.suara.com/news/2020/08/07/171133/cek-fakta-benarkah-belajar-filsafat-haram-
hukumnya-dalam-islam?page=all#:~:text=Hukum%20Filsafat%20adalah%20haram%20dan
%20ia%20pintu%20kekafiran.&text=Bagi%20anda%20yang%20baru%20belajar,Kitab%2C
%20hari%20akhir%20dan%20takdir.
Khudori, Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.