Modul Tutor Blok Vi 2021
Modul Tutor Blok Vi 2021
Edisi Kesepuluh
2021
Tutorial Blok VI
UMS-FKG-TG-B06
Edisi : 10
Revisi : 9
Tanggal : 15-05-2021
Dikaji ulang oleh : Ketua Program Studi Kedokteran Gigi
Dikendalikan oleh : Koordinator Blok VI
Disetujui oleh : Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Anggota :
1. Drg. Dendy Murdiyanto, MD.Sc.
2. Dr. Drg.Morita Sari, MPH
3. Drg. Nilasari R., MD.Sc.
4. Drg. Noor Hafida W, SpKG.
5. Drg. Ariyani Faizah, MD.Sc.
6. Drg. Juwita R., M.Sc.
7. Dwi Kurniawati, MPH
DAFTAR ISI
Blok Imunitas dan Infeksi adalah blok VI dalam kurikulum Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi UMS. Tujuan dari blok ini adalah untuk memberikan
konsep dasar pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa mengenai struktur, organisasi,
mekanisme dan aspek klinis imunologi dan infeksi di bidang kedokteran gigi.
Blok VI terdiri dari lima skenario, dengan tema yaitu : konsep dasar imunologi dan
imunokompeten, hipersensitivitas dan penyakit autoimun, imunologi penyakit infeksi, proses
imunologi pada jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut, prinsip asepsis di kedokteran
Gigi. Setiap skenario akan dipelajari dalam 1 minggu sehingga blok VI akan berlangsung
selama 5 minggu. Aktivitas pembelajaran di blok ini meliputi diskusi kelompok dengan tutor,
belajar mandiri, konsultasi pakar, kuliah blok, kuliah pleno (bila diperlukan), dan praktikum.
Kuliah blok diberikan untuk memberikan pemahaman konsep-konsep dasar tentang
aspek yang berkaitan dengan skenario yang tengah dihadapi. Diskusi kelompok dilaksanakan
dua kali dalam 1 minggu. Mahasiswa dihadapkan pada satu skenario yang membahas
permasalahan klinik. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi modul
diselenggarakan pula praktikum di laboratorium Biomedik.
KOMPETENSI DAN SASARAN BELAJAR
Blok ini berisi tentang sistem imunitas dan infeksi, meliputi dasar-dasar imunitas,
alergi, infeksi, dan inflamasi serta prinsip dasar sterilitas.
KOMPETENSI
Kompetensi yang akan dicapai pada blok ini yaitu:
1) Menjelaskan gambaran klinis proses penyakit pada mukosa mulut akibat inflamasi,
gangguan imunologi, metabolit dan neoplastik (C2, P3, A4)
2) Memahami proses penyakit/ kelainan yang meliputi infeksi dan non infeksi (C2, P2, A3)
3) Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan asepsis (C2, P3, A3)
SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep dasar imunologi :
a. Perbedaan imunitas natural dan adaptif
b. Sel, jaringan, dan organ yang terlibat dalam sistem imun
c. Struktur dan fungsi HLA dan MHC
d. Struktur dan kimia antigen dan antibodi
e. Produksi dan distribusi antibodi
f. Perbedaan imunitas dan toleransi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang imunitas dan toleransi normal
(imunokompeten) :
a. Proses dan presentasi antigen ke limfosit T
b. Maturasi, aktivasi dan regulasi limfosit
c. Mekanisme efektor respon imun
d. Proses imunitas terhadap virus, bakteri, jamur dan parasit
e. Imunisasi dan vaksinasi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang imunitas dan toleransi abnormal:
a. Konsep yang mendasari reaksi hipersensitivitas
b. Konsep yang mendasari reaksi autoimun
c. Konsep yang mendasari reaksi imunodefisiensi
d. Konsep yang mendasari reaksi immunocompromised
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan imunologi pada jaringan lunak rongga
mulut :
a. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik jaringan lunak rongga mulut
b. Manifestasi penyakit pada jaringan lunak akibat proses imunologi
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan imunologi karies pada jaringan keras gigi
dan jaringan periapikal :
a. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik pembentukan plak gigi dan
efeknya pada jaringan keras gigi
b. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik pada jaringan periapikal
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip asepsis dan cara sterilitas :
a. Pengertian asepsis dan sterilitas
b. Macam dan cara sterilisasi alat, ruangan dan operator
c. Tahap-tahap disinfeksi pada tindakan perawatan gigi
MATERI BLOK
Praktikum Histologi
1x150’
(Sistem Limfatika)
Hipersensitivitas 1x100’
Immunodefisiensi 1x100’
Prinsip-prinsip vaksinasi dr.Shinta
1x100’
Riana Setyawati, SpA
Praktikum Mikrobiologi:
1. Pengenalan media tumbuh bakteri
(padat dan cair) dan alat serta bahan
sterilisasi
2. Isolasi dan kultur bakteri 1x150’
Streptococcus α dari plak
3. Pengamatan dan perhitungan
pertumbuhan bakteri Streptococcus α
Imunitas
dan Infeksi
Konsep dasar
imunologi
Aktifitas belajar pada Blok VI ini meliputi diskusi kelompok dengan tutor, belajar
mandiri, konsultasi pakar , kuliah blok, kuliah pakar dan praktikum.
2. Belajar mandiri
Belajar mandiri ini merupakan langkah VI dalam metode seven jump. Pada langkah ini
mahasiswa diberikan kesempatan untuk menetapkan metode belajarnya sendiri dengan waktu,
gaya belajar, dan tempat belajar sesuai dengan dirinya. Untuk itu mahasiswa diharapkan lebih
aktif dalam belajar, berdiskusi, mencari informasi pustaka maupun konsultasi dengan pakar.
3. Konsultasi pakar
a. Mahasiswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan pakar bila memerlukan
b. Konsultasi pakar dapat dilakukan dengan pakar seperti yang tertulis dalam buku
panduan blok
4. Kuliah blok
a. Diikuti oleh seluruh mahasiswa peserta Blok VI
b. Dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam buku panduan blok di ruang
kuliah FKG UMS
6. Aktivitas laboratorium
Praktikum dilaksanakan pada laboratorium yang terkait, sesuai dengan jadwal yang
tercantum dalam buku panduan blok.
PENILAIAN
UJIAN TEORI
MODUL TUTORIAL PRAKTIKUM
BLOK
Bobot Penilaian 20% 30% 50%
Nilai Blok 100%
Abbas, A.K., Lichtman, A.H dan Pober, J.S., 2004, Cellular and Molecular Immunology, 2nd
Edition, Philadelphia: WB Saunders Company.
Baratawidjaja, Karnen G., 2006, Penyakit autoimun nonorgan spesifik atau sistemik dalam
Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Hal : 229-33.
Bharatawidjaja, K.B., 2001, Imunologi Dasar, Edisi ke-6, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Guntur, A., 2006, Perspektif Masa Depan Imunologi Infeksi, Edisi II, Surakarta : Sebelas
Maret University Press.
Janeway, C.A., Travers, P., Welpart, M., and Shlomchik, 2005, Immunobiology, 6th Edition.
UK: Homson Publishing Services.
Jawetz, 2004, Mikrobiologi Kedokteran, 23th Edition, Jakarta: EGC
Lechninger, L., Albert, Alih bahasa Thenawidjaja, M., 2001, Dasar-dasar Biokima, Jilid
1,2,3, Jakarta: Penerbit Erlangga
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., Alih bahasa Hartono, A., 2003,
Biokimia Harper, Edisi ke-25, Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus, dkk (editor), 2006, Lupus Erimatosus
Sistemik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-Empat Jilid II, Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, Hal 1214-21.
Stryer, L., Alih bahasa Sadikin, M, dkk, 1996, Biokimia, Edisi 1, Volume 1,2,3., Jakarta:
EGC.
SKENARIO I
KONSEP DASAR IMUNOLOGI DAN IMUNOKOMPETEN
1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
bakteri patogen MHC
sistem imun komplemen
sel, molekul, dan jaringan yang IFN
berperan dalam pertahanan tubuh CRP
infeksi Reseptor pendeteksi keberadaan
respons imun alamiah bakteri
makrofag Fagositosis
sel NK APC
sel mast Sel T0
netrofil CD4
respons imun didapat CD8
sel B MHC I
sel T MHCII
Th1 Ko-molekuler
Th2 Imunitas humoral
CTL Imunitas seluler
2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai
pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Seorang perempuan, mahasiswa kedokteran gigi datang ke dokter bersama temannya.
Ia mengeluh demam, hidung tersumbat, serta tenggorokan terasa nyeri untuk
menelan. Ia menceritakan bahwa 3 hari yang lalu ia sempat kehujanan dan jajan
sembarangan. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa ia terkena
infeksi saluran napas atas (ISPA). Mahasiswa tersebut heran mengapa ia mudah
terkena penyakit sedangkan temannya tidak. Kemudian dokter menjelaskan bahwa
setiap orang memiliki sistem imun yang berbeda untuk melawan bakteri patogen.
Mahasiwa tersebut kemudian bertanya, “Apa itu sistem imun, Dok?”
Bagaimana cara masuknya antigen sehingga bisa menginfeksi sel?
Apakah yang dimaksud dengan sistem imun?
b. Dokter menjelaskan bahwa dalam tubuh kita terdapat sel, molekul, dan jaringan
yang berperan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi, dalam hal ini infeksi
bakteri. Sel yang berperan dalam respons imun alamiah adalah makrofag, sel NK,
sel mast, netrofil, dan basofil sedangkan sel yang berperan dalam respons imun
didapat adalah sel B dan sel T beserta subsetnya yaitu Th1, Th2, dan CTL. Molekul
yang berperan dalam sistem imun antara lain MHC, komplemen, IFN, dan CRP.
Apa sajakah sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam sistem imun?
Apakah yang dimaksud dengan infeksi?
Apakah yang dimaksud dengan respons imun?
Bagaimanakah mekanisme respons imun?
Apakah perbedaan respon imun dengan respons imun didapat?
Apakah fungsi Th1, Th2, CTL, APC, sel NK, sel mast dan netrofil dalam respons
imun?
Apakah fungsi komplemen, MHC, IFN, dan CRP?
c. Sel makrofag dan neutrofil memiliki reseptor pendeteksi keberadaan bakteri
(Mannosa, Low Density Lipoprotein/LDL, Lipopolisakarida/LPS,dan reseptor lain
milik bakteri) membuatnya mempunyai kapasitas memfagositosis bakteri
Bagaimana peran keberadaan reseptor pada makrofag/netrofil?
Bagaimana urutan makrofag/netrofil mengenali dan menghilangkan keberadaan
bakteri pada imunitas alamiah?
Bagaimana sifat pengenalan makrofag/netrofil terhadap keberadaan bakteri?
Bagaimana cara makrofag/netrofil mengeliminasi keberadaan bakteri?
d. Selanjutnya sel APC mengenali bakteri atau virus yang ada untuk dikenalkan pada sel
T0, lewat interaksi CD4 atau CD8 dengan MHC I dan II serta ko-molekuler, membuat
sel T0 berubah menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai komandan
imunitas humoral dan sel Th2 berperan utama dalam memerantarai imunitas seluler
Apa peran antigen presenting cell (APC) dalam mengenali keberadaan musuh
pada sistem imun adaptif?
Bagaimana cara kerja sel dendrite sebagai profesional APC dalam penyajian
antigen?
Molekul-molekul dan sel-sel apa saja yang terlibat dalam penyajian antigen?
Bagaimana proses pengeliminasian musuh/antigen pada sistem imun adaptif?
Bagaimana cara kerja proses imun yang diperantarai seluler?
Bagaimana cara kerja proses imun yang diperantarai humoral/antibodi?
e. “Berarti yang mengeliminasi bakteri atau virus dalam tubuh kita ada dua jalur, Dok?”
tanya mahasiswa tersebut.
Apa beda imunitas alamiah dan imunitas didapat/adaptif?
Siapa saja yang terlibat dalam imunitas alamiah?
Bagaimana cara imunitas alamiah mengenali dan menghilangkan keberadaan
musuh?
Siapa saja yang terlibat dalam imunitas adaptif?
Bagaimana cara imunitas adaptif mengenali dan menghilangkan keberadaan
musuh?
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
5. Perumusan sasaran belajar.
Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai
agar dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar
sasaran belajar yang telah disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.
7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SUPLEMEN
KONSEP DASAR SISTEM IMUN
Imunitas adalah ketahanan (resistensi) terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Sistem imun adalah gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan
bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah/innate/natural/native/non spesifik dan
sistem imun adaptif/didapat/acquired/spesifik.
A. Peradangan / inflamasi
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa peradangan atau inflamasi adalah
“pertempuran” yang sesungguhnya. Dalam pertempuran dibutuhkan berbagai jenis
pasukan, termasuk di dalamnya tim logistik makanan, persenjataan, rekrutmen tentara
baru bila ternyata pertempuran membutuhkan suplai bantuan tentara yang masih segar.
Hal yang sama dijumpai pada pertempuran melawan infeksi mikroba di dalam tubuh. Di
tempat terjadinya pertempuran ini, yakni di tempat invasi mikroba, segala kekuatan
penyerangan dikerahkan. Pembuluh darah melebar, dengan maksud meningkatkan suplai
makanan, jumlah “tentara” netrofil dan makrofag yang dikerahkan. Di pembuluh darah
dekat dengan daerah pertempuran, molekul homing endotel (seperti e-integrin, e-selektin)
sebagai “tempat pijakan” mulai dimunculkan dan aktif digunakan sebagai “pijakan”
homing molekul netrofil / makrofag (selektin, integrin). Pengerahan makrofag / netrofil
dari sirkulasi menuju daerah “pertempuran” ini karena berhamburannya “sinyal-sinyal
pertempuran” mediator lipid yang dikeluarkan oleh sel-sel tubuh yang mengalami
kerusakan akibat invasi mikroba. Mediator lipid ini adalah hasil degradasi fosfolipid yang
merupakan bagian dari membran sel. Mediator lipid meliputi; platelet activating factor,
prostaglandin dan leukotrien.
Kehadiran mediator lipid ini “diendus” dengan baik oleh G-protein coupled
receptor. Kontak mediator lipid dengan G-protein coupled receptor, membuat netrofil /
makrofag mengaktifkan molekul homing-nya untuk siap-siap melakukan “pendaratan”
dan menembus pembuluh darah langsung menuju lokasi dan melibas mikroba yang ada.
B. Homing molecule : ICAM, E-Selectin, Integrin,
Kalau diibaratkan dengan kapal selam atau kapal laut, molekul homing atau sering
disebut dengan homing receptor mempunyai kesamaan dengan jangkar dan tempat
menancapnya jangkar. Kadang-kadang homing receptor bisa mempunyai peran seperti
“heli pad” hanya sebagai tempat meloncat sebelum sebuah sel berpindah ke tempat lain.
Bisa pula dikatakan molekul homing ini seperti “jalan setapak” yang “diinjak” oleh
“kaki-kaki” sel menuju sasaran.
Baik sel yang akan “mendarat” dan “tempat” yang didarati mempunyai molekul
yang berpasangan untuk saling dukung proses “pendaratan” tersebut.
Contohnya L-selectin molekul homing yang terutama banyak terdapat di permukaan sel T
naive (polos) “berpasangan” dengan gugus karbohidrat pada molekul glikoprotein yang
banyak sekali terdapat di sel-sel endotel venula pada kelenjar limfe. Karenanya banyak
sel limfosit T naive yang “bertengger” di pembuluh-pembuluh venula limfe. Setelah sel
limfosit T ini matang, “jangkar” L-selectin di permukaannya mulai berkurang sehingga
sel limfosit T ini terbang menuju tempat tugas yang baru memburu antigen tertentu sesuai
program “pelatihan” yang diperuntukkan baginya. Saat matang nolekul homing berubah
menjadi reseptor ICAM-1 yang melekat pada molekul ICAM-1 milik endotel tempat
terjadinya infeksi. Sehingga limfosit T matang ini menjadi “bertengger” di sana, dan
berperan sebagai “koordinator lapangan” dalam “operasi militer penumpasan” antigen
infeksi.
C. Sitokin
Sitokin merupakan “alat komunikasi” antar sel di dalam sistem imun. Sebuah sel
menginginkan sel lain agar teraktivasi dan ikut dalam penyerbuan terhadap musuh,
dengan mengirim “kata sandi” sitokin kepada sel yang dimaksud. Ada pula sebuah sel
menginginkan agar sel-sel tertentu mengadakan penggandaan diri dalam rangka untuk
melakukan persiapan “peperangan” terhadap musuh dengan mengirimkan “surat
rekomendasi” sitokin untuk perbanyakan “pasukan”. Bahasa komunikasi antar sel
menggunakan molekul kimia yang merupakan molekul polipeptida, yang tidak stabil.
D. Komplemen
Hasil akhir komplemen adalah semacam “bazoka” yang melubangi membran sel
musuh. Membran sel musuh tiba-tiba dipenuhi lubang-lubang hasil kerja dari
komplemen. Bentuknya seperti cincin yang tiba-tiba saja ditanam dalam membran sel
menembus permu kaan luar dan dalam. Bentukan “bazoka” ini dikenal dengan nama “the
membran attack complex”. Dimasukkan respons imunnon spesifik atau alamiah atau
innate karena ia hanyalah “senjata”. Jadi tidak tahu “siapa” yang harus diserang. Yang
menjadi “pengunci” sehingga “tembakan” komplemen ini bisa tepat, adalah bakteri atau
sel yang terinfeksi virus tadi sudah “diselimuti” oleh antibodi atau immunoglobulin yang
melekat pada antigen yang sesuai di seluruh permukaan membran sel sasaran. Unsur dari
komplemen yaitu C3b juga berperan sebagai “pengunci” untuk netrofil menelan habis-
habis sel yang menjadi target ini. Pembentukan “senjata” komplemen ini melalui dua
jalur: jalur klasik dan jalur alternatif.
B. Limfosit T
Limfosit T atau sel T dan limfosit B atau sel B, kalau dianalogikan dengan tentara,
adalah perwira, yang mempunyai kemampuan organisatoris koordinatif dalam penyerangan,
mengenali musuh secara detil dan mampu memberikan komando-komando penyerangan.
Hasil “pendidikan militer” di timus membuat sel T mempunyai “kecerdasan” dalam
membedakan mana musuh dan mana saudara. Inilah yang membedakannya dengan para
“prajurit” Netrofil, Eosinofil, Basofil, Monosit dan bentuk turunannya seperti makrofag.
Meskipun begitu limfosit T sangat tergantung “informasi” para intel yang diperankan oleh
turunan monosit yang bernama sel dendrit dan banyak dijumpai di bawah epitel (lapisan sel
penutup permukaan tubuh luar atau dalam) dan di hampir semua organ. Limfosit T “dirakit”
di sumsum tulang, pematangan fungsinya berada di timus.
Limfosit T atau sel T mempunyai tiga kelas utama:
Limfosit T CD4 karena dipermukaan membran selnya terdapat molekul glikoprotein CD4
Limfosit T CD8 karena di permukaan membran selnya terdapat molekul glikoprotein CD8
Sel Natural Killer dalam porsi kurang dari 2 % di dalam sirkulasi darah, mempunyai
fungsi yang sangat khusus seperti tentara sebagai pasukan khusus pembunuh : sel tubuh
yang terinfeksi virus dan sel tubuh yang “berkhianat” menjadi sel kanker
C. Sel Dendrit
Sel dendrit didapatkan di bawah epitel kulit (juga bisa terdapat di sistem pencernaan
dan respirasi) dan di hampir semua organ , dimana mereka teracuni atau malah menangkapi
antigen asing, dan menggiring antigen-antigen ini menuju organ-organ limfoid perifer. Secara
sederhananya pekerjaan rutinnya seperti ikan sapu-sapu akuarium, menelan apa saja benda
asing ada di sekitarnya. “Perakitan” sel dendrit juga sama dengan sel-sel sistem imun yang
lain, di sumsum tulang. Sel induknya sama dengan fagosit mononuklear. Keluar dari sumsum
tulang masih dalam keadaan belum matang, kemudian masih immatur di bawah epitel dan
berbagai organ. Setelah menangkapi protein antigen asing dia bermigrasi menuju kelenjar
limfe menjadi matang dan sangat profesional sebagai “intêl” dalam memberikan informasi
mengenai “ciri asing” antigen kepada sel T yang masih polos (naive T cells). Fungsinya yang
khas ini membuat sel dendrit yang sudah matang termasuk salah satu jenis sel yang bergelar
“intel profesional” atau APC (antigen presenting cells) profesional, di samping makrofag dan
monosit. Setelah “diberi informasi”, “ditraining” dan “didorong” barulah sel T yang polos
(naive T cells) ini menjadi tidak polos lagi. Ia terpacu untuk menggandakan diri dalam
keadaan siap membasmi antigen yang telah di”latihkan” padanya oleh APC profesional tadi.
Tentu saja sesuai dengan hak, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban dari masing-masing
jenis sel T tadi.
Seorang anak laki-laki usia 9 tahun datang ke IGD rumah sakit diantar oleh ibunya
dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan keterangan dari ibunya, anak tersebut sedang
melakukan kerja bakti di sekolahnya. Tiba-tiba saja anak tersebut sesak napas. Ibu
mengatakan bahwa sesak napas yang dialami anaknya sudah muncul sejak usia 5 tahun.
Biasanya sesak tersebut muncul jika musim hujan atau cuaca dingin. Ibu memiliki riwayat
penyakit asma bronchial. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter kemudian melakukan
tindakan nebulizer kepada anak tersebut. Sambil menunggu anaknya yang sedang dilakukan
nebulizer, ibu bertanya kepada dokter mengapa reaksi sesak napas muncul sangat cepat?
Kemudian dokter menjelaskan bahwa reaksi tersebut disebut reaksi hipersensitivitas. Dokter
juga menjelaskan mengenai macam-macam reaksi hipersensitivitas.
1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
sesak napas
asma bronchial
nebulizer
reaksi hipersensitivitas
Sambil menunggu anaknya yang sedang dilakukan nebulizer, ibu bertanya kepada
dokter mengapa reaksi sesak napas muncul sangat cepat? Kemudian dokter menjelaskan
bahwa reaksi tersebut disebut reaksi hipersensitivitas.
1. Apakah yang dimaksud dengan reaksi hipersensitivitas?
2. Ada berapakah jenis reaksi hipersensitivitas?
3. Bagaimanakah imunopatogenesis masing-masing reaksi hipersensitivitas?
4. bagaimanakah pemeriksaan penunjang untuk masing-masing reaksi hipersensitivitas?
5. Bagaimanakah prinsip terapi reaksi hipersensitivitas?
6. Bagaimanakah reaksi hipersensitivitas yang terjadi (bermanifestasi) pada gigi dan
mulut?
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan
kerena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs
dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepatannya dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi
ini dapat terjadi sendiri-sendiri, tetapi di dalam klinik, dua atau lebih jenis reaksi tersebut
dapat terjadi bersamaan.
TRAVEL DIARRHEA
Seorang anak 3 tahun datang ke dokter diantar oleh ibunya dengan keluhan diare.
Frekuensi diare 6x/hari. Konsistensi tinja cair, warna seperti air cucian beras. Tidak ada
lendir atau darah dalam tinja. Selain diare, anak tersebut juga muntah-muntah. Frekuensi
muntah 3x/hari. Keluhan di atas sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Menurut pengakuan
sang ibu, mereka baru saja pulang dari luar kota. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium,
ditemukan bakteri Vibrio cholerae dalam tinja anak tersebut.
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.
7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SUPPLEMEN
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta
sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk. Mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi
1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam
lambung serta lisosom dalam air mata
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah
invasi mikroorganisme
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan
makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK (natural
killer) dan mediator eosinofil
4. Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum
pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa
bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel
yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin
membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral.
Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik)
bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit infeksi.
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari
organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel
tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan
organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut
dalam artikel mengenai prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan
mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah
“bakteri” telah diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka,
tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar
(berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak
patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5
μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka
umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi
sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda
dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE SURFACES
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang
termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri
ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul
antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara
sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae
atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat
pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya
kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa
organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah
dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan
dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan
oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase.
Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur
alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri.
Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang
buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan
beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen
melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari
membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang
menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan
mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa
bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis
struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan
bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit
granulomatosa kronik).
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin
dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat
mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b
yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan
respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang
makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1,
IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.
Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk
eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan
sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi
peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal
organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin
dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan
mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri
terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif
infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui
kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah
konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan
kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis,
terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan
bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi
Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat
pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta
berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang
dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS)
merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga
kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri
yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah
diopsonisasi oleh antibodi.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat
masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi
komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan
anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum,
termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk
membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi
infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang
dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu
tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.
Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada
dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada
permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini
akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan
melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat
berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase
terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini
menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap
bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat
mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC).
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak
dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang
hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena
bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons
imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler.
Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella
menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag,
biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh.
Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi.
Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme
pertahanan.
Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting
dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen
yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri
intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi
makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen
reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan
mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu
juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.
Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang
kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang
membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat
berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi.
Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi
bakteri intraseluler.
SKENARIO IV
PROSES IMUNOLOGI PADA JARINGAN LUNAK DAN JARINGAN KERAS
RONGGA MULUT
PLAK
Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa
menimbulkan penyakit gingiva atau penyakit periodontal. Hal ini karena peranan dari
mekanisme pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada di dalam plak
meningkat jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui
daya ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit.
Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam
jaringan gingiva akan menginduksi respon host secara lokal maupun sistemik. Bakteri bisa
menyebabkan kerusakan pada gingiva kemudian berlanjut ke jaringan periodontal melalui
beberapa cara yaitu invasi, produksi eksotoksin, akibat kandungan bakteri (seperti
endotoksin) dan kemampuan bakteri memproduksi enzim (kolagenase, hyaluronidase,
gelatinase, aminopeptidase, phospolipase, phospatase basa dan asam).
Patogenesis terjadi inflamasi pada gingiva atau gingivitis melalui beberapa tahap
yaitu initial lesion, early lesion dan established lesion. Proses kerusakan kemudian berlanjut
menjadi periodontitis dan menjadi poket periodontal. Apabila proses penyakit ini terus
berlanjut maka akan mengakibatkan destruksi tulang alveolar.
Untuk mencegah kerusakan oleh bakteri terus berlanjut ada suatu mekanisme
pertahanan diri baik oleh gingiva, saliva, cairan sulkus gingiva maupun jaringan
periodontal.
1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas setelah
diskusi
plak sakit
penyakit gingiva antigen bakteri
penyakit periodontal sulkus gingiva
mekanisme pertahanan respon host
pejamu (host) jaringan periodontal
bakteri invasi
faktor virulensi produksi eksotoksin
endotoksin
kolagenase
hyaluronidase
gelatinase
aminopeptidase
phospolipase
phospatase basa
phospatase asam.
inflamasi
gingivitis
initial lesion
early lesion
established lesion
periodontitis
poket periodontal
destruksi tulang alveolar
2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai
pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa menimbulkan
penyakit gingiva atau penyakit periodontal. Hal ini karena peranan dari mekanisme
pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada di dalam plak meningkat
jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui daya
ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit.
Bagaimana mekanisme terjadinya plak?
Bagaimana plak bisa menyebabkan penyakit?
Berapa lama plak baru bisa menyababkan sakit?
b. Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam jaringan
gingiva akan menginduksi respon host secara lokal maupun sistemik. Bakteri bisa
menyebabkan kerusakan pada gingiva kemudian berlanjut ke jaringan periodontal
melalui beberapa cara yaitu invasi, produksi eksotoksin, akibat kandungan bakteri
(seperti endotoksin) dan kemampuan bakteri memproduksi enzim (kolagenase,
hyaluronidase, gelatinase, aminopeptidase, phospolipase, phospatase basa dan asam).
Bagaiman terjadinya respon host terhadap bakteri?
Bagaimana cara bakteri menyebabkan kerusakan gingiva?
c. Patogenesis terjadi inflamasi pada gingiva atau gingivitis melalui beberapa yaitu; initial
lesion, early lesion dan established lesion. Proses kerusakan kemudian berlanjut menjadi
periodontitis dan menjadi poket periodontal. Apabila proses penyakit ini terus berlanjut
maka akan mengakibatkan destruksi tulang alveolar.
Jelaskan perjalanan penyakit dari gingivitis hingga menyebabkan destruksi
tulang alveolar
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang memungkinkan.
Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
5. Perumusan sasaran belajar.
Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai agar
dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar sasaran
belajar yang telah disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang telah
disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa harus
terdokumentasi.
7.Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta masalah-
masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SKENARIO V
PRINSIP PENCEGAHAN INFEKSI
SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Pencegahan terjadinya infeksi silang/infeksi nosokomial
2. Teknik dan peralatan untuk sterilisasi instrumen
3. Macam-macam tindakan asepsis dalam penanganan pasien
4. Prinsip kerja asepsis yang dilakukan oleh operator
5. Penanganan sampah medis praktek dokter gigi
PRAKTEK DRG
Pekerjaan seorang dokter gigi berkaitan erat dengan berbagai mikrooganisme rongga
mulut, baik pada pasien sehat maupun pasien dengan penyakit menular. Potensi terjadi
infeksi nasokomial dari pasien, ruangan, peralatan, perawat dan dokter gigi serta sampah
medis. Bakteri patogen dapat menular secara direct contact, indirect contact, droplet
transmission, dan airborne transmission.
Dokter gigi harus mampu meminimalisasi terjadinya cross infection dari berbagai
penyakit seperti, HSV, VZV, Virus Hepatitis B, C dan D, Mycobacterium sp., serta multi-
resistant bacteria yang membahayakan pasien dan operator.. Metode sterilisasi dan
desinfeksi mutlak diperlukan pada dental unit; dental instruments termasuk dental unit
waterlines meliputi reservoir, rotary dan ultrasonic instruments; ruangan dan material yang
tidak berhubungan langsung dengan pasien. Tindakan asepsis melalui teknik ANTT (Aseptic
Non Touch Technique) juga diperlukan pada pasien, perawat dan dokter gigi dengan
penggunaan antiseptik, bahan desinfeksi, protective barrier dan disposal material. Metode
humanis diperlukan pada pasien yang memiliki medical history penyakit membahayakan
seperti HIV atau Avian Influenza. Sedangkan penanganan sampah medis harus dipisahkan
antara sampah yang tidak terkontaminasi, terkontaminasi maupun sampah yang berbahaya
untuk dimusnahkan.
1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
Mikroorganisme
infeksi nasokomial
direct contact
indirect contact
droplet transmission
airborne transmission
prinsip kerja asepsis
cross infection
HSV
HIV
Virus Hepatitis B, C, D
Mycobacterium sp
multi-resistant bacteria
Sterilisasi
Desinfeksi
Dental unit waterlines
Reservoir
Rotary, ultrasonic instruments
ANTT
Antiseptik
Protective barrier
Disposal material
Metode humani
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.
7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
Catatan:
Catatan: