Anda di halaman 1dari 49

MODUL TUTOR BLOK VI

IMUNITAS DAN INFEKSI

Edisi Kesepuluh
2021

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
Manual Prosedur

Tutorial Blok VI

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Muhammadiyah Surakarta

UMS-FKG-TG-B06

Edisi : 10
Revisi : 9
Tanggal : 15-05-2021
Dikaji ulang oleh : Ketua Program Studi Kedokteran Gigi
Dikendalikan oleh : Koordinator Blok VI
Disetujui oleh : Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

© Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019 All Rights Reserved

UMS Manual Prosedur Disetujui oleh


Revisi ke : Tanggal Akademik

9 15-05-2021 UMS-FKG-TG-B06 Dekan


PENYUSUN

Koordinator : Drg. Mahmud Kholifa, MSc

Anggota :
1. Drg. Dendy Murdiyanto, MD.Sc.
2. Dr. Drg.Morita Sari, MPH
3. Drg. Nilasari R., MD.Sc.
4. Drg. Noor Hafida W, SpKG.
5. Drg. Ariyani Faizah, MD.Sc.
6. Drg. Juwita R., M.Sc.
7. Dwi Kurniawati, MPH
DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................... 1


Manual Prosedur ............................................................................................................... 3
Penyusun ........................................................................................................................... 4
Daftar Isi ............................................................................................................................ 5
Pendahuluan ...................................................................................................................... 6
Kompetensi dan Sasaran Belajar ....................................................................................... 7
Materi Blok ....................................................................................................................... 8
Peta Topik ......................................................................................................................... 12
Aktivitas Belajar ................................................................................................................ 13
Penilaian ............................................................................................................................ 15
Bahan Rujukan .................................................................................................................. 16
Skenario ............................................................................................................................. 17
Jadwal Blok VI .................................................................................................................. 55
PENDAHULUAN

Blok Imunitas dan Infeksi adalah blok VI dalam kurikulum Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi UMS. Tujuan dari blok ini adalah untuk memberikan
konsep dasar pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa mengenai struktur, organisasi,
mekanisme dan aspek klinis imunologi dan infeksi di bidang kedokteran gigi.
Blok VI terdiri dari lima skenario, dengan tema yaitu : konsep dasar imunologi dan
imunokompeten, hipersensitivitas dan penyakit autoimun, imunologi penyakit infeksi, proses
imunologi pada jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut, prinsip asepsis di kedokteran
Gigi. Setiap skenario akan dipelajari dalam 1 minggu sehingga blok VI akan berlangsung
selama 5 minggu. Aktivitas pembelajaran di blok ini meliputi diskusi kelompok dengan tutor,
belajar mandiri, konsultasi pakar, kuliah blok, kuliah pleno (bila diperlukan), dan praktikum.
Kuliah blok diberikan untuk memberikan pemahaman konsep-konsep dasar tentang
aspek yang berkaitan dengan skenario yang tengah dihadapi. Diskusi kelompok dilaksanakan
dua kali dalam 1 minggu. Mahasiswa dihadapkan pada satu skenario yang membahas
permasalahan klinik. Untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi modul
diselenggarakan pula praktikum di laboratorium Biomedik.
KOMPETENSI DAN SASARAN BELAJAR
Blok ini berisi tentang sistem imunitas dan infeksi, meliputi dasar-dasar imunitas,
alergi, infeksi, dan inflamasi serta prinsip dasar sterilitas.

KOMPETENSI
Kompetensi yang akan dicapai pada blok ini yaitu:
1) Menjelaskan gambaran klinis proses penyakit pada mukosa mulut akibat inflamasi,
gangguan imunologi, metabolit dan neoplastik (C2, P3, A4)
2) Memahami proses penyakit/ kelainan yang meliputi infeksi dan non infeksi (C2, P2, A3)
3) Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan asepsis (C2, P3, A3)

SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep dasar imunologi :
a. Perbedaan imunitas natural dan adaptif
b. Sel, jaringan, dan organ yang terlibat dalam sistem imun
c. Struktur dan fungsi HLA dan MHC
d. Struktur dan kimia antigen dan antibodi
e. Produksi dan distribusi antibodi
f. Perbedaan imunitas dan toleransi
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang imunitas dan toleransi normal
(imunokompeten) :
a. Proses dan presentasi antigen ke limfosit T
b. Maturasi, aktivasi dan regulasi limfosit
c. Mekanisme efektor respon imun
d. Proses imunitas terhadap virus, bakteri, jamur dan parasit
e. Imunisasi dan vaksinasi
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang imunitas dan toleransi abnormal:
a. Konsep yang mendasari reaksi hipersensitivitas
b. Konsep yang mendasari reaksi autoimun
c. Konsep yang mendasari reaksi imunodefisiensi
d. Konsep yang mendasari reaksi immunocompromised
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan imunologi pada jaringan lunak rongga
mulut :
a. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik jaringan lunak rongga mulut
b. Manifestasi penyakit pada jaringan lunak akibat proses imunologi
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan imunologi karies pada jaringan keras gigi
dan jaringan periapikal :
a. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik pembentukan plak gigi dan
efeknya pada jaringan keras gigi
b. Aspek mikrobiologik, histopatologik, imunologik pada jaringan periapikal
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prinsip asepsis dan cara sterilitas :
a. Pengertian asepsis dan sterilitas
b. Macam dan cara sterilisasi alat, ruangan dan operator
c. Tahap-tahap disinfeksi pada tindakan perawatan gigi
MATERI BLOK

Tema Mingguan Pokok Bahasan Durasi

I. Pengantar Blok 1x50’


KONSEP DASAR
IMUNOLOGI DAN Innate immunity/Native 1x100’
IMUNOKOMPETEN
Adaptive immunity/Akuasita 1x100’

Prinsip Dasar Sistem Imun 1X100’

Tumor Immunology 1x100’

Praktikum Histologi
1x150’
(Sistem Limfatika)

Hipersensitivitas 1x100’

Faktor-faktor yang berperan pada


1x100’
penyakit autoimunitas
penyakit autoimun 1x100’

Immunodefisiensi 1x100’
Prinsip-prinsip vaksinasi dr.Shinta
1x100’
Riana Setyawati, SpA

Aplikasi obat imunosupresi dan anti


1x100’
II. HIPERSENSITIVITAS alergi
DAN PENYAKIT
AUTOIMUN Hipersensitivitas di Rongga Mulut 1x100’
Praktikum Patologi Anatomi :
Radang (epulis, granuloma
1x150’
teleangiektatikum, moluscum
contangiosum dan abses)

Praktikum: Pemeriksaan Lab.


Immunology 1x150’
(Lab. Techniques Immunology)
Aspek mikrobiologi agen infeksi
1x100’
III. (bakteri, virus, jamur)
IMUNOLOGI PENYAKIT
Imunitas terhadap bakteri dan Virus 1x100’
INFEKSI
Stress dan Imunitas 1x100’
Parasitologi Umum &
1x150’
Imunoparasitologi
Immunofarmakologi dr. EM 1x100’

Inflamasi sebagai Respon Imun 1x100’


Praktikum Patologi Klinik:
Golongan darah, gambaran
darah tepi dan reaksi antigen antibodi 1x 150’
transfusi

Peran mikroflora rongga mulut pada


IV. kelainan / penyakit organ-organ bibir,
PROSES IMUNOLOGI mukosa mulut, lidah, palatum, faring,
RONGGA MULUT dan laring :
1x100’
a. Patogenesis penyakit
b. Respon imunologik pada
penyakit organ-organ tersebut

Patogenesis penyakit periodontal :


a. Bakteri periodontopatogen dan
respon jaringan periodontal
terhadap bakteri tersebut
b. Mekanisme kerusakan jaringan
1x100’
pada penyakit periodontal
c. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap patogenesis penyakit
periodontal

Imunitas jaringan lunak :


a. Proses radang pada jaringan
lunak
b. Reaksi infeksi yang terjadi pada
jaringan lunak
1x100’
c. Penyebaran infeksi dari jaringan
lunak ke jaringan tubuh yang lain
d. Pemeriksaan penunjang
imunologi

Proses imunologis karies (karies dan


lesi periapikal akibat karies) I 1x100’
Proses imunologis karies (karies dan
lesi periapikal akibat karies) II 1x100’

Infeksi nosokomial pada rongga


mulut 1 x 100’

Praktikum Mikrobiologi:
1. Pengenalan media tumbuh bakteri
(padat dan cair) dan alat serta bahan
sterilisasi
2. Isolasi dan kultur bakteri 1x150’
Streptococcus α dari plak
3. Pengamatan dan perhitungan
pertumbuhan bakteri Streptococcus α

Desinfeksi dan Sterilisasi 1 x 100’


V.
Asepsis dan Aseptik 1 x 100’
PRINSIP PENCEGAHAN
Penanganan Sampah Medis KG dan
INFEKSI DI KG 1 x 100’
Infeksi Nasokimial
PETA TOPIK

Imunitas
dan Infeksi

Konsep dasar
imunologi

Imunitas & toleransi normal Imunitas & toleransi abnormal


(imunokompeten) (penyakit imunologi)

Sistem imunitas pada jaringan


keras gigi dan jaringan Sistem imunitas jaringan
periapikal lunak rongga mulut

Prinsip asepsis dan metode sterilisasi


AKTIVITAS BELAJAR

Aktifitas belajar pada Blok VI ini meliputi diskusi kelompok dengan tutor, belajar
mandiri, konsultasi pakar , kuliah blok, kuliah pakar dan praktikum.

1. Diskusi kelompok dengan tutor


Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan berdiskusi dengan bertolak dari
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a. Apa yang telah diketahui ?
b. Apa yang perlu diketahui ?
c. Apa yang perlu lebih diketahui lagi ?
Pelaksanaan diskusi kelompok adalah sebagai berikut :
a. Satu skenario diselesaikan dalam 1 minggu.
b. Diskusi kelompok dengan tutor dilakukan 2 kali seminggu
c. Langkah I – V pada metode seven jump dilakukan pada pertemuan pertama diskusi
kelompok
d. Langkah VII pada metode seven jump dilakukan pada pertemuan kedua diskusi kelompok

Pencapaian tujuan pembelajaran dalam diskusi kelompok dengan menggunakan


metoda 7 langkah (seven jump). Langkah- langkah seven-jump adalah sebagai berikut :
Langkah I : Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami
yang terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih
belum jelas setelah diskusi
Langkah II : Menentukan masalah-masalah untuk didiskusikan. Mahasiswa dapat memiliki
pandangan yang berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam
skenario, namun kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar
masalah yang disepakati untuk dibahas. Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
Langkah III : Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati.
Setiap mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan
yang memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
Langkah IV : Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut
menjadi suatu solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi
sementara yang disepakati.
Langkah V : Perumusan sasaran belajar. Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan
sasaran belajar yang akan dicapai agar dapat memahami daftar masalah yang telah
disepakati. Notulis mencatat daftar sasaran belajar yang telah disepakati.
Langkah VI : Belajar mandiri. Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan
dengan daftar masalah yang telah disepakati melalui berbagai sumber secara
mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa harus terdokumentasi.
Langkah VII: Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada
akhir diskusi diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat
hasil diskusi serta masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk
ditanyakan pada saat kuliah pakar.

2. Belajar mandiri
Belajar mandiri ini merupakan langkah VI dalam metode seven jump. Pada langkah ini
mahasiswa diberikan kesempatan untuk menetapkan metode belajarnya sendiri dengan waktu,
gaya belajar, dan tempat belajar sesuai dengan dirinya. Untuk itu mahasiswa diharapkan lebih
aktif dalam belajar, berdiskusi, mencari informasi pustaka maupun konsultasi dengan pakar.

3. Konsultasi pakar
a. Mahasiswa diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan pakar bila memerlukan
b. Konsultasi pakar dapat dilakukan dengan pakar seperti yang tertulis dalam buku
panduan blok

4. Kuliah blok
a. Diikuti oleh seluruh mahasiswa peserta Blok VI
b. Dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam buku panduan blok di ruang
kuliah FKG UMS

5. Kuliah pakar (Pleno)


a. Kuliah pakar dilaksanakan pada pekan ke IV (minggu ke empat)
b. Kuliah pakar dilakukan untuk menjelaskan masalah-masalah yang muncul dan belum
terpecahkan dalam diskusi kelompok

6. Aktivitas laboratorium
Praktikum dilaksanakan pada laboratorium yang terkait, sesuai dengan jadwal yang
tercantum dalam buku panduan blok.
PENILAIAN

UJIAN TEORI
MODUL TUTORIAL PRAKTIKUM
BLOK
Bobot Penilaian 20% 30% 50%
Nilai Blok 100%

PENILAIAN ACUAN PATOKAN (PAP):

A = 77 ≤ NILAI ≤ 100 (4.0)


AB = 70 ≤ NILAI < 77 (3.5)
B = 63 ≤ NILAI < 70 (3.0)
BC = 56 ≤ NILAI < 63 (2.5)
C = 50 ≤ NILAI < 56 (2.0)
D = 35 ≤ NILAI < 50 (1.0)
E = 0 ≤ NILAI < 35 (0.0)
BAHAN RUJUKAN

Abbas, A.K., Lichtman, A.H dan Pober, J.S., 2004, Cellular and Molecular Immunology, 2nd
Edition, Philadelphia: WB Saunders Company.
Baratawidjaja, Karnen G., 2006, Penyakit autoimun nonorgan spesifik atau sistemik dalam
Imunologi Dasar, Edisi ke-7, Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Hal : 229-33.
Bharatawidjaja, K.B., 2001, Imunologi Dasar, Edisi ke-6, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Guntur, A., 2006, Perspektif Masa Depan Imunologi Infeksi, Edisi II, Surakarta : Sebelas
Maret University Press.
Janeway, C.A., Travers, P., Welpart, M., and Shlomchik, 2005, Immunobiology, 6th Edition.
UK: Homson Publishing Services.
Jawetz, 2004, Mikrobiologi Kedokteran, 23th Edition, Jakarta: EGC
Lechninger, L., Albert, Alih bahasa Thenawidjaja, M., 2001, Dasar-dasar Biokima, Jilid
1,2,3, Jakarta: Penerbit Erlangga
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., Alih bahasa Hartono, A., 2003,
Biokimia Harper, Edisi ke-25, Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus, dkk (editor), 2006, Lupus Erimatosus
Sistemik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-Empat Jilid II, Jakarta :
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia, Hal 1214-21.
Stryer, L., Alih bahasa Sadikin, M, dkk, 1996, Biokimia, Edisi 1, Volume 1,2,3., Jakarta:
EGC.
SKENARIO I
KONSEP DASAR IMUNOLOGI DAN IMUNOKOMPETEN

SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS :


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Mekanisme respons imun terhadap infeksi
2. Mekanisme tubuh mengenali self dan non-self
3. Sel-sel dan molekul yang berperan dalam respon imun (komponen sistem imun)
4. Mekanisme kerja afektor imunitas alamiah seluler
5. Molekul reseptor netrofil dan makrofag dalam imunitas alamiah
6. Mekanisme kerja efektor imunitas alamiah seluler
7. Prinsip dasar imunitas didapat
8. Presentasi antigen
9. Cara kerja sel dendrit mempresentasikan antigen
10. Sel-sel dan molekul-molekul utama yang berperan dalam imunitas didapat
11. Mekanisme efektor imunitas didapat dari jalur seluler dan humoral
12. Definisi sitokin dan prinsip dasar cara kerja sitokin
13. Sitokin yang berperan dalam imunitas alamiah dan imunitas didapat

MENGAPA SAYA TERKENA FLU SEDANGKAN TEMAN SAYA TIDAK?

Seorang perempuan, mahasiswa kedokteran gigi datang ke dokter bersama temannya.


Ia mengeluh demam, hidung tersumbat, serta tenggorokan terasa nyeri untuk menelan. Ia
menceritakan bahwa 3 hari yang lalu ia sempat kehujanan dan jajan sembarangan. Setelah
dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa ia terkena infeksi saluran napas atas
(ISPA). Mahasiswa tersebut heran mengapa ia mudah terkena penyakit sedangkan temannya
tidak. Kemudian dokter menjelaskan bahwa setiap orang memiliki sistem imun yang berbeda
untuk melawan bakteri patogen.
Mahasiwa tersebut kemudian bertanya, “Apa itu sistem imun, Dok?” Dokter
menjelaskan bahwa dalam tubuh kita terdapat sel, molekul, dan jaringan yang berperan
dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi, dalam hal ini infeksi bakteri. Sel yang berperan
dalam respons imun alamiah adalah makrofag, sel NK, sel mast, netrofil, dan basofil
sedangkan sel yang berperan dalam respons imun didapat adalah sel B dan sel T beserta
subsetnya yaitu Th1, Th2, dan CTL. Molekul yang berperan dalam sistem imun antara lain
MHC, komplemen, IFN, dan CRP.
Sel makrofag dan neutrofil memiliki reseptor pendeteksi keberadaan bakteri
(Mannosa, Low Density Lipoprotein/LDL, Lipopolisakarida/LPS, dan reseptor lain milik
bakteri) membuatnya mempunyai kapasitas fagositosis bakteri. Selanjutnya sel APC
mengenali bakteri atau virus yang ada untuk dikenalkan pada sel T0, lewat interaksi CD4 atau
CD8 dengan MHC I dan MHC II serta ko-molekuler, membuat sel T0 berubah menjadi sel
Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai komandan imunitas humoral dan sel Th2 berperan
utama dalam memerantarai imunitas seluler.
“Berarti yang mengeliminasi bakteri atau virus dalam tubuh kita ada dua jalur, Dok?” tanya
mahasiswa tersebut.
LANGKAH-LANGKAH DALAM DISKUSI

1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
 bakteri patogen  MHC
 sistem imun  komplemen
 sel, molekul, dan jaringan yang  IFN
berperan dalam pertahanan tubuh  CRP
 infeksi  Reseptor pendeteksi keberadaan
 respons imun alamiah bakteri
 makrofag  Fagositosis
 sel NK  APC
 sel mast  Sel T0
 netrofil  CD4
 respons imun didapat  CD8
 sel B  MHC I
 sel T  MHCII
 Th1  Ko-molekuler
 Th2  Imunitas humoral
 CTL  Imunitas seluler
2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai
pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Seorang perempuan, mahasiswa kedokteran gigi datang ke dokter bersama temannya.
Ia mengeluh demam, hidung tersumbat, serta tenggorokan terasa nyeri untuk
menelan. Ia menceritakan bahwa 3 hari yang lalu ia sempat kehujanan dan jajan
sembarangan. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa ia terkena
infeksi saluran napas atas (ISPA). Mahasiswa tersebut heran mengapa ia mudah
terkena penyakit sedangkan temannya tidak. Kemudian dokter menjelaskan bahwa
setiap orang memiliki sistem imun yang berbeda untuk melawan bakteri patogen.
Mahasiwa tersebut kemudian bertanya, “Apa itu sistem imun, Dok?”
 Bagaimana cara masuknya antigen sehingga bisa menginfeksi sel?
 Apakah yang dimaksud dengan sistem imun?
b. Dokter menjelaskan bahwa dalam tubuh kita terdapat sel, molekul, dan jaringan
yang berperan dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi, dalam hal ini infeksi
bakteri. Sel yang berperan dalam respons imun alamiah adalah makrofag, sel NK,
sel mast, netrofil, dan basofil sedangkan sel yang berperan dalam respons imun
didapat adalah sel B dan sel T beserta subsetnya yaitu Th1, Th2, dan CTL. Molekul
yang berperan dalam sistem imun antara lain MHC, komplemen, IFN, dan CRP.
 Apa sajakah sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam sistem imun?
 Apakah yang dimaksud dengan infeksi?
 Apakah yang dimaksud dengan respons imun?
 Bagaimanakah mekanisme respons imun?
 Apakah perbedaan respon imun dengan respons imun didapat?
 Apakah fungsi Th1, Th2, CTL, APC, sel NK, sel mast dan netrofil dalam respons
imun?
 Apakah fungsi komplemen, MHC, IFN, dan CRP?
c. Sel makrofag dan neutrofil memiliki reseptor pendeteksi keberadaan bakteri
(Mannosa, Low Density Lipoprotein/LDL, Lipopolisakarida/LPS,dan reseptor lain
milik bakteri) membuatnya mempunyai kapasitas memfagositosis bakteri
 Bagaimana peran keberadaan reseptor pada makrofag/netrofil?
 Bagaimana urutan makrofag/netrofil mengenali dan menghilangkan keberadaan
bakteri pada imunitas alamiah?
 Bagaimana sifat pengenalan makrofag/netrofil terhadap keberadaan bakteri?
 Bagaimana cara makrofag/netrofil mengeliminasi keberadaan bakteri?
d. Selanjutnya sel APC mengenali bakteri atau virus yang ada untuk dikenalkan pada sel
T0, lewat interaksi CD4 atau CD8 dengan MHC I dan II serta ko-molekuler, membuat
sel T0 berubah menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1 berperan sebagai komandan
imunitas humoral dan sel Th2 berperan utama dalam memerantarai imunitas seluler
 Apa peran antigen presenting cell (APC) dalam mengenali keberadaan musuh
pada sistem imun adaptif?
 Bagaimana cara kerja sel dendrite sebagai profesional APC dalam penyajian
antigen?
 Molekul-molekul dan sel-sel apa saja yang terlibat dalam penyajian antigen?
 Bagaimana proses pengeliminasian musuh/antigen pada sistem imun adaptif?
 Bagaimana cara kerja proses imun yang diperantarai seluler?
 Bagaimana cara kerja proses imun yang diperantarai humoral/antibodi?
e. “Berarti yang mengeliminasi bakteri atau virus dalam tubuh kita ada dua jalur, Dok?”
tanya mahasiswa tersebut.
 Apa beda imunitas alamiah dan imunitas didapat/adaptif?
 Siapa saja yang terlibat dalam imunitas alamiah?
 Bagaimana cara imunitas alamiah mengenali dan menghilangkan keberadaan
musuh?
 Siapa saja yang terlibat dalam imunitas adaptif?
 Bagaimana cara imunitas adaptif mengenali dan menghilangkan keberadaan
musuh?
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
5. Perumusan sasaran belajar.
Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai
agar dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar
sasaran belajar yang telah disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.
7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SUPLEMEN
KONSEP DASAR SISTEM IMUN
Imunitas adalah ketahanan (resistensi) terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Sistem imun adalah gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap mikroba dan
bahan lainnya disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup.
Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah/innate/natural/native/non spesifik dan
sistem imun adaptif/didapat/acquired/spesifik.

A. Sistem imun alamiah/non spesifik


Mekanisme fisiologik imunitas nonspesifik berupa komponen normal tubuh yang
selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah mikroba masuk tubuh dan dengan
cepat menyingkirkan mikroba tersebut. Jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi. Disebut
nonspesifik karena tidak ditujukan untuk mikroba tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak
lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap bahan asing dan mampu
melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem ini merupakan pertahanan
terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respons
langsung.
Sistem imun nonspesifik melibatkan pertahanan fisik/mekanik tubuh (misal : kulit,
selaput lendir, silia saluran napas), pertahanan biokimia (misal : pH asam keringat, sekresi
sebasea), pertahanan humoral yang meliputi berbagai molekul seperti komplemen, interferon,
C-Reactive Protein (CRP) dan kolektin, serta pertahanan seluler yang melibatkan fagosit
mononuklear (makrofag) dan polimorfonuklear (granulosit), sel NK/LGL (Natural
Killer/large Grabular Lymphocyte), dan sel mast.

B. Sistem imun adaptif/spesifik


Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai
kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang
pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh sistem spesifik sehungga terjadi
sensitasi sel-sel sistem imun tersebut. Apabila tubuh suatu ketika terpajan oleh benda asing
yang sama akan dikenal lebih cepat untuk kemudian dihancurkan. Oleh karena sistem ini
hanya dapat menyingkirkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem imun
ini disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistm
imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Pada umumnya terjalin
kerjasama yang baik antara antibodi-komplemen-fagosit dan antara sel T-makrofag.
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem imun humoral dan seluler. Pada imunitas
humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler. Bila sel B
dirangsang oleh antigen, sel tersebut akan berploriferasi dan berkembang menjadi sel plasma
yang membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum. Fungsi
utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekatraseluler, virus dan bekteri serta
menetralkan toksinnya. Pada imunitas seluler, sel T akan mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba atau sel Tc untuk membunuh sek terinfeksi. Pada orang dewasa, sel
T dibentuk di dalam sumsum tulang tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam
kelenjar timus. 90-95% dari semua sel timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang
dan meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda
yautu sel T helper (Th1, Th2), T delayed type hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Lymphocyte
(CTL/Tc), dan T supresor (Ts/Tr/Th3). Fungsi utama sistem imun spesifik seluler adalah
pertahanan terhadap bakteri intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan. Pada imunitas
seluler, sel CD4+ mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba dan sel CD8+ yang membunuh sel terinfeksi.

C. Kerja sama antara sitem imun nonspesifik dan spesifik


Sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik berinteraksi dalam menghadapi
infeksi. Sistem imun nonspesifik bekerja dengan cepat dan sering diperlukan untuk
merangsang sistem imun spesifik. Mikroba ekstraseluler mengaktifkan komplemen melalui
jalur klasik. Virus intraseluler merangsang sel yang diinfeksinya untuk melepas IFN yang
mengarahkan dan mengaktifkan sel NK. Sel dendritik sebagai APC (Antigen Presenting Cell)
yang sudah menangkap antigen bermigrasi ke kelenjar getah bening dan mempresentasikan
antigen yang dimakannya ke sel T. sel T yang diaktifkan bermigrasi ke tempat infeksi dan
memberikan bantuan ke sel NK dan makrofag.
IMUNOKOMPETEN
I. Imunitas Alamiah / Innate Immunity
Mekanisme pertahanan jenis ini timbul secara alamiah atau given dalam
menghadapi keberadaan mikroba atau musuh tanpa proses “berpikir panjang” dan
beradaptasi, karena sudah ada secara alamiah.
Pengenalan terhadap keasingan berkisar dari nol (seperti barier kimia dan fisik)
hingga yang tertinggi struktur molekul sekelompok mikroba terkait dan ketidak-adaan
MHC I pada sel tubuh yang terinfeksi virus dan kanker.

A. Komponen kimiawi penghadang kuman pada imunitas alamiah


Mengapa sistem imun alamiah bisa menyerang? Padahal mereka tidak tahu mana
musuh dan mana yang bukan. Respons imun alamiah kita sudah dirancang oleh Sang
Maha Pencipta mampu mengenali “ciri keasingan”. Respons imun adaptif perlu proses
“belajar” dalam mengenali “keasingan” antigen, sedangkan pada imunitas alamiah
pengenalan “keasingan” musuh sudah ada tanpa perlu “belajar” atau pemrosesan antigen.
Jadi pada respons imun alamiah pengenalan “keasingan” musuh seperti AKSIOMA yang
tidak terbantahkan dan sudah “given”. Sistem pertahanan kita dari jalur respons imun
alamiah, juga dibekali dengan reseptor-reseptor yang mampu mengenal “keasingan”
seperti reseptor mannosa mengenali mannosa yang terdapat di dinding bakteri, reseptor
LPS (lipopolisakarida) mengenali molekul lipopolisakarida yang juga terdapat di dinding
3
sel bakteri. Diperkirakan ada 10 pola molekul yang mampu dikenali oleh sistem imun
alamiah ini.

1. Makrofag dan netrofil


Merupakan pasukan infantri. Pencaplok / fagosit profesional. Dalam proses
pencaplokan / fagositosis makrofag mempunyai “pengendus” kehadiran kuman yang
diperankan oleh reseptor-reseptor berikut :
- Reseptor mannosa
Merupakan reseptor yang mengendus keberadaan gula khas bakteri
- Reseptor scavenger
Merupakan reseptor pengendus keberadaan LDL (low density lipoprotein) khas bakteri
- Reseptor opsonin
Makrofag / netrofil mempunyai kemampuan mengendus mikroba yang telah diselimuti
oleh zat-zat seperti antibodi, protein komplemen dan lektin. Untuk mengendus
keberadaan antibodi yang sudah menyelimuti mikroba, makrofag / netrofil memiliki
reseptor Fc. Reseptor Fc makrofag / netrofil melekat seperti kunci dan anak kunci
dengan Fc antibodi. Untuk mengendus komplemen makrofag / netrofil juga
mempunyai reseptor C3b dari komplemen. Dan untuk mengendus lektin dengan secara
tidak langsung, karena lektin mengaktifkan komplemen, dan komplemen inilah yang
menimbulkan “gairah” pencaplokan makrofag / netrofil
- Toll-like receptors (TLRs)
Ada 10 jenis protein kaya leusin, berfungsi mengendus keberadaan lipopolisakarida
dari mikroba. Kontak komponen lipopolisakarida mikroba dengan TLRs menstimulasi
produksi zat-zat mikrobisid (pembunuh mikroba) dan sitokin dalam sel fagosit.
- CD14
Merupakan molekul yang tertanam di permukaan sel makrofag, monosit dan netrofil
yang berperan sebagai pengendus keberadaan lipopolisakarida mikroba.
- Reseptor tujuh  heliks transmembran berbeda/ G-protein coupled receptor
Reseptor ini mempunyai kapasitas mengendus peptida N-formylmethionyl milik
bakteri, kemokin dan mediator lipid yang merupakan “asap-asap” pertempuran. Hasil
akhir dari pengendusan ini adalah perubahan rangka seluler (cytoskeletal) dan
peningkatan kapasitas fungsional integrin (molekul homing) yang membuat makrofag /
netrofil bergerak menuju tempat “pertempuran” dengan bakteri.
Selain melakukan fagositosis dan membunuh mikroba, makrofag juga mengeluarkan
sitokin yang memicu terjadinya peradangan atau inflamasi.

2. Sel Natural Killer


Ukurannya lebih besar dari limfosit, tetapi sitoplasmanya lebih mirip dengan
netrofil dan makrofag, banyak granul-granul “persenjataan yang mematikan”. Tidak
mempunyai reseptor sel T sehingga dia tidak mampu mengenali antigen. Dianggap
sebagai sel T. Mempunyai karakter pembunuh musuh dengan memuntahkan senjata-
senjata granul lisosom toksik mereka. Dibandingkan dengan sel B dan sel T, sel NK
lebih “siap” tempur. Sehingga tidak perlu “pelatihan khsusus” atau biasa disebut co-
stimulan atau bentuk yang lain seperti saling kerja sama dengan sel lain untuk membuat
mereka siap membunuh musuh. “Aroma” lipopolisakarida bakteri sudah cukup mampu
membuat sel NK “mengendus” keberadaan bakteri lalu dengan sigap “menghajarnya”.
Selain karakter pembunuh musuh yang dimiliki, sel NK juga mengeluarkan “bahasa
sandi” interferon  (IFN-) agar “prajurit” makrofag datang “membantu penyerangan.
(dalam hal ini makrofag berperan sebagai prajurit)
Target musuh yang akan dibunuh harus tidak mempunyai ciri tubuh sendiri. Bila
rusak MHC-1nya seperti pada sel yang rusak akibat infeksi virus atau sel kanker,
langsung tanpa ampun dibunuh oleh sel NK.

3. Molekul-molekul reseptor dari jalur respons imun alamiah


Molekul-molekul reseptor dari jalur respons imun alamiah ini berfungsi mengenali
“keasingan” musuh dimana dalam mengenali keasingan musuh tanpa perlu “belajar”
seperti pada respons imun adaptif. Pada respons imun alamiah pengenalan “keasingan”
musuh sudah menjadi AKSIOMA yang given dari Sang Pencipta. Molekul ini meliputi :
 Reseptor N-formylmethionyl  mengenali molekul protein bakteri
 Reseptor LPS (CD14/ Toll-like receptor)  mengenali molekul lipo poli sakarida
 Reseptor mannosa  mengenali molekul glikan yang kaya manosa pada lapisan
glikoprotein atau glikolipid mikroba
 CRP (C-reactive protein) plasma  mengenali molekul fosforilkolin yang berada
di membran mikroba

A. Peradangan / inflamasi
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa peradangan atau inflamasi adalah
“pertempuran” yang sesungguhnya. Dalam pertempuran dibutuhkan berbagai jenis
pasukan, termasuk di dalamnya tim logistik makanan, persenjataan, rekrutmen tentara
baru bila ternyata pertempuran membutuhkan suplai bantuan tentara yang masih segar.
Hal yang sama dijumpai pada pertempuran melawan infeksi mikroba di dalam tubuh. Di
tempat terjadinya pertempuran ini, yakni di tempat invasi mikroba, segala kekuatan
penyerangan dikerahkan. Pembuluh darah melebar, dengan maksud meningkatkan suplai
makanan, jumlah “tentara” netrofil dan makrofag yang dikerahkan. Di pembuluh darah
dekat dengan daerah pertempuran, molekul homing endotel (seperti e-integrin, e-selektin)
sebagai “tempat pijakan” mulai dimunculkan dan aktif digunakan sebagai “pijakan”
homing molekul netrofil / makrofag (selektin, integrin). Pengerahan makrofag / netrofil
dari sirkulasi menuju daerah “pertempuran” ini karena berhamburannya “sinyal-sinyal
pertempuran” mediator lipid yang dikeluarkan oleh sel-sel tubuh yang mengalami
kerusakan akibat invasi mikroba. Mediator lipid ini adalah hasil degradasi fosfolipid yang
merupakan bagian dari membran sel. Mediator lipid meliputi; platelet activating factor,
prostaglandin dan leukotrien.
Kehadiran mediator lipid ini “diendus” dengan baik oleh G-protein coupled
receptor. Kontak mediator lipid dengan G-protein coupled receptor, membuat netrofil /
makrofag mengaktifkan molekul homing-nya untuk siap-siap melakukan “pendaratan”
dan menembus pembuluh darah langsung menuju lokasi dan melibas mikroba yang ada.
B. Homing molecule : ICAM, E-Selectin, Integrin,
Kalau diibaratkan dengan kapal selam atau kapal laut, molekul homing atau sering
disebut dengan homing receptor mempunyai kesamaan dengan jangkar dan tempat
menancapnya jangkar. Kadang-kadang homing receptor bisa mempunyai peran seperti
“heli pad” hanya sebagai tempat meloncat sebelum sebuah sel berpindah ke tempat lain.
Bisa pula dikatakan molekul homing ini seperti “jalan setapak” yang “diinjak” oleh
“kaki-kaki” sel menuju sasaran.
Baik sel yang akan “mendarat” dan “tempat” yang didarati mempunyai molekul
yang berpasangan untuk saling dukung proses “pendaratan” tersebut.
Contohnya L-selectin molekul homing yang terutama banyak terdapat di permukaan sel T
naive (polos) “berpasangan” dengan gugus karbohidrat pada molekul glikoprotein yang
banyak sekali terdapat di sel-sel endotel venula pada kelenjar limfe. Karenanya banyak
sel limfosit T naive yang “bertengger” di pembuluh-pembuluh venula limfe. Setelah sel
limfosit T ini matang, “jangkar” L-selectin di permukaannya mulai berkurang sehingga
sel limfosit T ini terbang menuju tempat tugas yang baru memburu antigen tertentu sesuai
program “pelatihan” yang diperuntukkan baginya. Saat matang nolekul homing berubah
menjadi reseptor ICAM-1 yang melekat pada molekul ICAM-1 milik endotel tempat
terjadinya infeksi. Sehingga limfosit T matang ini menjadi “bertengger” di sana, dan
berperan sebagai “koordinator lapangan” dalam “operasi militer penumpasan” antigen
infeksi.

C. Sitokin
Sitokin merupakan “alat komunikasi” antar sel di dalam sistem imun. Sebuah sel
menginginkan sel lain agar teraktivasi dan ikut dalam penyerbuan terhadap musuh,
dengan mengirim “kata sandi” sitokin kepada sel yang dimaksud. Ada pula sebuah sel
menginginkan agar sel-sel tertentu mengadakan penggandaan diri dalam rangka untuk
melakukan persiapan “peperangan” terhadap musuh dengan mengirimkan “surat
rekomendasi” sitokin untuk perbanyakan “pasukan”. Bahasa komunikasi antar sel
menggunakan molekul kimia yang merupakan molekul polipeptida, yang tidak stabil.

Sifat-sifat penting sitokin :


1. Pleitropisme; artinya satu jenis sitokin bisa mengaktivasi bermacam keperluan dan
berbagai sel. Atau dapat dikatakan satu “kalimat perintah” dapat “dipersepsi”
bermacam-macam tergantung pada “kapasitas” sel penerima pesan. Misalnya sel T
helper yang teraktivasi mengeluarkan IL-4 mempunyai efek yang bermacam-macam
tergantung pada jenis sel yang “diberi pesan”: pada limfosit B memacu produksi IgE;
pada sel T CD4 memacu diferensiasi TH2; dan pada makrofag menghambat aktivitas
2. Redundancy; artinya berbagai macam sitokin mempunyai fungsi yang sama.
Misalnya IL-2, IL-4 dan IL-5 memacu sel B untuk melakukan penggandaan diri atau
proliferasi. Dapat dikatakan suatu sel “menerima perintah” yang “beraneka ragam”
untuk tujuan yang sama pada sel tersebut.
3. Sinergi; dua sitokin dari dua sel yang berbeda mempunyai efek yang sinergis pada
satu aktivitas di berbagai macam jenis sel. Misalnya IFN- yang diproduksi oleh
limfosit dan TNF yang dihasilkan makrofag sama-sama bersinergi dalam
meningkatkan ekspresi molekul MHC kelas I pada berbagaimacam tipe sel. Dapat
dikatakan “dua komandan” sel mempunyai “dua perintah yang berbeda” terhadap satu
sel yang sama, tetapi “dua perintah” itu saling memberi efek sinergis.
4. Antagonisme: dua sitokin dari dua jenis sel saling menghambat aktivitas satu sama
lainnya. Misalnya IFN- yang dihasilkan oleh sel Th1 mengaktivasi makrofag,
sedangkan IL-10 yang diproduksi oleh sel Th2 menghambat aktivasi makrofag. Dua
sel “yang saling berkomunikasi” tetapi “komunikasi tersebut” mempunyai pengaruh
yang saling melemahkan.

D. Komplemen
Hasil akhir komplemen adalah semacam “bazoka” yang melubangi membran sel
musuh. Membran sel musuh tiba-tiba dipenuhi lubang-lubang hasil kerja dari
komplemen. Bentuknya seperti cincin yang tiba-tiba saja ditanam dalam membran sel
menembus permu kaan luar dan dalam. Bentukan “bazoka” ini dikenal dengan nama “the
membran attack complex”. Dimasukkan respons imunnon spesifik atau alamiah atau
innate karena ia hanyalah “senjata”. Jadi tidak tahu “siapa” yang harus diserang. Yang
menjadi “pengunci” sehingga “tembakan” komplemen ini bisa tepat, adalah bakteri atau
sel yang terinfeksi virus tadi sudah “diselimuti” oleh antibodi atau immunoglobulin yang
melekat pada antigen yang sesuai di seluruh permukaan membran sel sasaran. Unsur dari
komplemen yaitu C3b juga berperan sebagai “pengunci” untuk netrofil menelan habis-
habis sel yang menjadi target ini. Pembentukan “senjata” komplemen ini melalui dua
jalur: jalur klasik dan jalur alternatif.

II. Imunitas Adaptif


Mekanisme pertahanan tubuh jenis ini membutuhkan “proses berpikir” panjang
karena “keterasingan” yang dihadapi tidak terdapat dalam mekanisme pertahanan yang
dimiliki secara alamiah. Karenanya butuh waktu beradaptasi, sehingga diberi nama
respons imun adaptif. Yang dikenali dalam “keterasingan” target adalah antigen. Jadi
respons imun yang disusun ditujukan untuk mengeradikasi antigen “keterasingan” yang
telah “dipelajari” sebelumnya.
Secara prinsip ada empat tahap, yaitu :
 Tahap pertama proses identifikasi antigen. Tahap ini diperankan oleh sel “intel”
profesional dan sel-sel “korban” invasi musuh keduanya melaporkan kepada sel T
 Tahap kedua proses perencanaan perangkat-perangkat yang diperlukan untuk eradikasi
antigen, tahap ini dikoordinatori oleh sel T
 Tahap ketiga proses eksekusi eradikasi antigen. Pada tahap ini ada dua “pasukan” yang
bergerak. Yaitu “pasukan” seluler dan “pasukan” humoral.
 Terakhir tahap pemulihan pencapaian homeostasis sesuai keadaan semula. Pada tahap
ini jumlah “pasukan” dikurangi tinggal beberapa saja yang disisakan. Nanti pada saat
ada invasi dari musuh dengan ciri antigen yang sama baru bergerak kembali.
Tahap-tahap yang dilalui demikian banyak, sehingga mulai pengenalan dan identifikasi
hingga menghilangkan antigen membutuhkan waktu berhari-hari hingga bisa mencapai
seminggu.

A. Proses identifikasi “keterasingan” antigen


Antigen yang akan diidentifikasi secara umum terbagi menjadi dua yaitu :
1. Antigen eksogen
Adalah ciri-ciri “keasingan” yang khas dan berasal dari luar. Misalnya mikroorganisme
yang termasuk di dalamnya bakteri dan protozoa ekstraseluler, parasit, toksin dan jamur.
2. Antigen endogen
Adalah ciri-ciri “keasingan” yang khas berasal dari dalam seperti sel tubuh yang berubah
menjadi sel kanker dan sel sendiri yang terinfeksi virus.
Secara umum terdapat tiga molekul utama dalam pengenalan antigen yaitu :
1. Immunoglobulin mempunyai dua peran yaitu saat pengenalan antigen (dia masih
menjadi reseptor sel B) dan sebagai efektor (setelah sel B menjadi sel plasma, antibodi
dilepaskan secara sistemik)
2. Reseptor sel T terdapat di permukaan sel T
3. Molekul MHC klas I dan MHC klas II
Sel-sel utama yang berperan dalam identifikasi “keterasingan” antigen adalah :
1. Sel-sel “intel” profesional atau antigen presenting cell (APC) profesional. APC
profesional ini adalah bagian dari respons imun alamiah “si tukang caplok” tetapi
berfungsi juga sebagai “intel” profesional atau APC profesional. APC terdiri dari :
- Sel dendrit
- Fagosit mononuklear : makrofag dan berbagai derivatnya seperti monosit, sel Kupfer,
mikroglia, sel Langerhans di kulit, sel osteoklas, sel histiosit
2. Sel-sel tubuh yang terinfeksi dan sel-sel tubuh yang berubah menjadi sel kanker
3. Sel T helper CD4
4. Sel T cytotoxic CD8

B. Limfosit T
Limfosit T atau sel T dan limfosit B atau sel B, kalau dianalogikan dengan tentara,
adalah perwira, yang mempunyai kemampuan organisatoris koordinatif dalam penyerangan,
mengenali musuh secara detil dan mampu memberikan komando-komando penyerangan.
Hasil “pendidikan militer” di timus membuat sel T mempunyai “kecerdasan” dalam
membedakan mana musuh dan mana saudara. Inilah yang membedakannya dengan para
“prajurit” Netrofil, Eosinofil, Basofil, Monosit dan bentuk turunannya seperti makrofag.
Meskipun begitu limfosit T sangat tergantung “informasi” para intel yang diperankan oleh
turunan monosit yang bernama sel dendrit dan banyak dijumpai di bawah epitel (lapisan sel
penutup permukaan tubuh luar atau dalam) dan di hampir semua organ. Limfosit T “dirakit”
di sumsum tulang, pematangan fungsinya berada di timus.
Limfosit T atau sel T mempunyai tiga kelas utama:
 Limfosit T CD4 karena dipermukaan membran selnya terdapat molekul glikoprotein CD4
 Limfosit T CD8 karena di permukaan membran selnya terdapat molekul glikoprotein CD8
 Sel Natural Killer dalam porsi kurang dari 2 % di dalam sirkulasi darah, mempunyai
fungsi yang sangat khusus seperti tentara sebagai pasukan khusus pembunuh : sel tubuh
yang terinfeksi virus dan sel tubuh yang “berkhianat” menjadi sel kanker

C. Sel Dendrit
Sel dendrit didapatkan di bawah epitel kulit (juga bisa terdapat di sistem pencernaan
dan respirasi) dan di hampir semua organ , dimana mereka teracuni atau malah menangkapi
antigen asing, dan menggiring antigen-antigen ini menuju organ-organ limfoid perifer. Secara
sederhananya pekerjaan rutinnya seperti ikan sapu-sapu akuarium, menelan apa saja benda
asing ada di sekitarnya. “Perakitan” sel dendrit juga sama dengan sel-sel sistem imun yang
lain, di sumsum tulang. Sel induknya sama dengan fagosit mononuklear. Keluar dari sumsum
tulang masih dalam keadaan belum matang, kemudian masih immatur di bawah epitel dan
berbagai organ. Setelah menangkapi protein antigen asing dia bermigrasi menuju kelenjar
limfe menjadi matang dan sangat profesional sebagai “intêl” dalam memberikan informasi
mengenai “ciri asing” antigen kepada sel T yang masih polos (naive T cells). Fungsinya yang
khas ini membuat sel dendrit yang sudah matang termasuk salah satu jenis sel yang bergelar
“intel profesional” atau APC (antigen presenting cells) profesional, di samping makrofag dan
monosit. Setelah “diberi informasi”, “ditraining” dan “didorong” barulah sel T yang polos
(naive T cells) ini menjadi tidak polos lagi. Ia terpacu untuk menggandakan diri dalam
keadaan siap membasmi antigen yang telah di”latihkan” padanya oleh APC profesional tadi.
Tentu saja sesuai dengan hak, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban dari masing-masing
jenis sel T tadi.

1. Limfosit T CD4 / sel T CD 4 / sel Th / sel T helper


Biasa dikenal dengan sel T Helper. Sel ini tidak membunuh mikroorganisme, tetapi
sebagai “provokator kebaikan” agar sel T CD8 atau sel T Sitotoksik teraktivasi, sel B
merubah diri menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi, dan melakukan
“pengaturan penyerangan” atau koordinasi mekanisme respons imun. Agar sel T Helper
bisa aktif bekerja, para “intel” dalam hal ini sel penyaji antigen / antigen presenting cells /
APC harus bekerja keras membuat laporan yang rapi, sehingga sel T Helper mampu
mengolah lebih lanjut mengenai “informasi” dari antigen.
Saat sel T helper teraktivasi (setelah menerima “laporan” antigen dari APC) sel T
helper menggandakan dirinya (proliferasi) yang membutuhkan waktu beberapa minggu,
untuk menjadi efektor atau dalam bahasa tentara yaitu, melakukan eksekusi dalam hal ini
berkoordinasi dengan sel CD8/ sel Tc/sel T sitotoksik dan sel B / limfosit B yang nantinya
berubah menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi. Dalam berkoordinasi dengan
kedua jalur tersebut sel Th menggandakan diri menjadi dua macam sel:
 Sel Th1 menspesialisasikan diri berkoordinasi dengan sel CD8 dan pasukan lain
seperti makrofag yang biasa dikenal dengan respons imunyang diperantarai seluler
 Sel Th2 menspesialisasikan diri berkoordinasi dengan sel B yang akhirnya menjadi sel
plasma menghasilkan antibodi yang biasa dikenal dengan respons imunyang
diperantarai humoral / cairan

2. Limfosit T CD8 / sel T CD 8 / sel Tc / sel T sitotoksik


Sel T sitotoksik merupakan tentara pembunuh yang kuat, sering kali berguna dalam
proses eliminasi sel tubuh yang terinfeksi. Berperan dalam respons imun yang diperantarai
sel (pembahasan ada di bab respons imunadaptif). Agar sel Tc ini bisa menghafal antigen
dengan benar saat pengenalan antigennya dibantu ko-stimulasi luas dan stimulasi sitokin
(lebih jelas lagi dibahas dalam pembahasan respons imunadaptif). Setelah diaktivasi,
dalam hal ini sel Tc sudah hafal betul antigen yang akan diburu, sel Tc ini menggandakan
diri di dalam kelenjar limfe, kemudian memasuki pembuluh darah dan melakukan migrasi
menuju tempat yang ada antigen yang dimaksud dan melakukan aksi “pembunuhan”
terhadap obyek tersebut.

3. Limfosit B dan Sel Plasma


Merupakan bagian dari “tentara yang cerdas” sehingga bisa berperan sebagai
“sutradara” penyerangan terutama bila menggunakan “senjata pelumpuh langsung”
immunoglobulin juga bisa digunakan untuk “mengunci” gerak musuh sehingga dalam
jangkauan “tembakan” dan “penyerangan” senjata dan “pasukan” sel penyerang yang lain.
Fungsi ini dikenal dengan nama opsonisasi. Penggunaan imunoglobulin sebagai strategi
kunci dalam penyerangan musuh, membuatnya diberi nama respons imunyang
diperantarai humoral.
Untuk bisa menghasilkan antibodi / immunoglobulin ini sel limfosit B harus merubah
dirinya menjadi sel plasma.
Satu jenis antigen hanya dikenali secara spesifik oleh satu jenis antibodi. Satu jenis
antibodi khusus ini hanya dihasilkan oleh satu jenis sel B yang menggandakan diri secara
khusus untuk mengatasi satu jenis antigen itu sebelum menjadi sel plasma.

4. MHC I, T cel receptor dan CD 8


Molekul MHC I, T cell receptor dan CD 8 adalah satu kesatuan dalam melakukan
pemrosesan antigen, apakah antigen yang ditampilkan kepada sel T, nantinya akan
direspons oleh sel T atau tidak. Pemrosesan antigen bisa diibaratkan seperti proses
“fotokopi”. Yang “difotokopi” adalah antigen yang disajikan oleh “tangan” MHC I,
sementara “tangan” dari limfosit T dalam hal ini diperankan oleh T cell receptor. Agar
proses perlekatan ini kokoh “lengan” sel T yang panjang dalam hal ini molekul CD8
“mengepal” dan “berpegangan” pada “pangkal” lengan MHC I.
Ada rumus 8 untuk pasangan CD dan MHC. CD8 hanya “mau” memegang
“pangkal lengan” MHC I; artinya 8  1 = 8. MHC I terdapat di semua sel tubuh. Setelah
“fotokopi” antigen yang dipaparkan di”tangan” MHC I berhasil direkam oleh sel T CD 8,
sel T CD 8 akan teraktivasi.
5. MHC II, T cell receptor dan CD 4
Sama dengan proses “fotokopi” di atas, diperlukan tiga tangan dalam proses
“fotokopi” antigen yang melibatkan sel T CD4 atau sel T helper, yaitu “tangan” T cell
receptor “bersalaman” dengan “tangan” MHC II yang “menggenggam” antigen yang telah
diproses oleh “intel profesional” yaitu antigen presenting cell (APC), sekaligus pemilik
“tangan” MHC II. Dan “lengan panjang” molekul CD 4 yang “menggenggam” pangkal
lengan molekul MHC II.
Ada rumus 8 untuk pasangan CD dan MHC. CD4 hanya “mau” memegang
“pangkal lengan” MHC II; artinya 4  2 = 8. MHC II hanya terdapat di sel-sel
limforetikuler seperti sel penyaji antigen / antigen presenting cell dan sel-sel darah putih
lainnya.

6. MHC dan HLA


Dalam era transplantasi organ, maka MHC yang berperan dalam penyajian
antigen, ketika berada di dalam tubuh orang lain dia sendiri yang menjadi antigen.
Sehingga nama antigen muncul dalam nama HLA / Human Leucocyte Antigen. MHC atau
produk protein yang tertanam di dalam membran disintesis oleh gen HLA. Ada empat
kelas utama gen HLA dalam tubuh manusia :
- gen HLA-A menyimpan kode untuk sintesis molekul MHC I
- gen HLA-B menyimpan kode untuk sintesis molekul MHC I
- gen HLA-C menyimpan kode untuk sintesis molekul MHC I
- gen HLA-D (dengan sub tipe HLA-DR, HLA-DP dan HLA-DQ) menyimpan kode
untuk sintesis molekul MHC II
Ketidakcocokan HLA akan sangat terasa bahayanya pada transplantasi sumsum
tulang. (terjadi perang sesama “tentara”)

7. CD 28 – B7 dan CD 40 – CD 40 L untuk ko-stimulasi


Seringkali dalam pengajuan “proposal” perlu dorongan tambahan agar “proposal”
diACC. Dalam penyajian antigen juga diperlukan dorongan tambahan agar “proposal
antigen” yang diajukan benar-benar diACC untuk dilakukan operasi “penyerangan” lebih
lanjut, karena situasi yang terlihat oleh “sang jendral” sel T dianggap “normal-normal”
saja.
Molekul CD 28 / CD 40 L tertanam di membran sel T sedangkan molekul B7 / CD 40
tertanam pada sel penyaji antigen / antigen presenting cell atau “intel profesional” dan
juga tertanam pada sel yang menjadi sasaran “penyerangan” dari sistem imun
SKENARIO II
HIPERSENSITIVITAS

SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS:


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang:
1. Definisi hipersensitivitas
2. Jenis-jenis reaksi hipersensitivitas
3. Imunopatogenesis masing-masing reaksi hipersensitivitas
4. Berbagai macam penyakit gigi dan mulut yang didasari rekasi hipersensitivitas
5. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas
6. Dasar-dasar terapi reaksi hipersensitivitas

MENGAPA SESAK NAPAS ANAK SAYA SERING KAMBUH?

Seorang anak laki-laki usia 9 tahun datang ke IGD rumah sakit diantar oleh ibunya
dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan keterangan dari ibunya, anak tersebut sedang
melakukan kerja bakti di sekolahnya. Tiba-tiba saja anak tersebut sesak napas. Ibu
mengatakan bahwa sesak napas yang dialami anaknya sudah muncul sejak usia 5 tahun.
Biasanya sesak tersebut muncul jika musim hujan atau cuaca dingin. Ibu memiliki riwayat
penyakit asma bronchial. Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter kemudian melakukan
tindakan nebulizer kepada anak tersebut. Sambil menunggu anaknya yang sedang dilakukan
nebulizer, ibu bertanya kepada dokter mengapa reaksi sesak napas muncul sangat cepat?
Kemudian dokter menjelaskan bahwa reaksi tersebut disebut reaksi hipersensitivitas. Dokter
juga menjelaskan mengenai macam-macam reaksi hipersensitivitas.

LANGKAH – LANGKAH DALAM DISKUSI

1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
 sesak napas
 asma bronchial
 nebulizer
 reaksi hipersensitivitas

2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai


pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
Seorang anak laki-laki usia 9 tahun datang ke IGD rumah sakit diantar oleh ibunya
dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan keterangan dari ibunya, anak tersebut sedang
melakukan kerja bakti di sekolahnya. Tiba-tiba saja anak tersebut sesak napas. Ibu
mengatakan bahwa sesak napas yang dialami anaknya sudah muncul sejak usia 5 tahun.
Biasanya sesak tersebut muncul jika musim hujan atau cuaca dingin.
1. Mengapa sesak napas muncul saat musim hujan atau cuaca dingin?
2. Faktor apa saja yang dapat menjadi pencetus sesak napas?

Ibu memiliki riwayat penyakit asma bronchial.


1. Apakah penyakit yang dialami anak sama dengan penyakit ibunya? Mengapa bisa
terjadi demikian?

Setelah dilakukan pemeriksaan, dokter kemudian melakukan tindakan nebulizer


kepada anak tersebut.
1. Apakah yang dimaksud dengan tindakan nebulizer?

Sambil menunggu anaknya yang sedang dilakukan nebulizer, ibu bertanya kepada
dokter mengapa reaksi sesak napas muncul sangat cepat? Kemudian dokter menjelaskan
bahwa reaksi tersebut disebut reaksi hipersensitivitas.
1. Apakah yang dimaksud dengan reaksi hipersensitivitas?
2. Ada berapakah jenis reaksi hipersensitivitas?
3. Bagaimanakah imunopatogenesis masing-masing reaksi hipersensitivitas?
4. bagaimanakah pemeriksaan penunjang untuk masing-masing reaksi hipersensitivitas?
5. Bagaimanakah prinsip terapi reaksi hipersensitivitas?
6. Bagaimanakah reaksi hipersensitivitas yang terjadi (bermanifestasi) pada gigi dan
mulut?
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.

4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.

5. Perumusan sasaran belajar.


Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai
agar dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar
sasaran belajar yang telah disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.
7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SUPLEMEN

HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan
kerena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gell dan Coombs
dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepatannya dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi
ini dapat terjadi sendiri-sendiri, tetapi di dalam klinik, dua atau lebih jenis reaksi tersebut
dapat terjadi bersamaan.

I. Reaksi Tipe I atau reaksi cepat


Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi
dikenal sebagai reaksi yang segera timbul sesudah allergen masuk ke dalam tubuh.
Antigen yang masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diproses lalu
dipresentasikan ke sel Th2. Sel yang akhir melepas sitokin yang merangsang sel B untuk
membentuk Ig E. Ig E akan diikat oleh sel yang mempunyai reseptor untuk Ig E (Fce-R)
seperti sel mast, basofil dan eosinofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan allergen yang sama,
allergen yang masuk akan diikat oleh Ig E (spesifik) pada permukaan sel mast yang
menimbulkan degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator
antara lain histamine yang didapat dalam granul-granul sel dan menimbulkan gejala pada
reaksi hipersensitivitas tipe I.
Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan allergen adalah
asma bronchial, rhinitis, urtikaria dan dermatitis atopic. Di samping histamine, mediator lain
seperti prostaglandin dan leukotrine (SRS-A) yang dihasilkan oleh metabolism asam
arakhidonat, berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I yang sering timbul beberapa jam
sesudah kontak dengan allergen.

II. Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik


Reaksi tipe II yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi oleh karena dibentuk antibody
jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu.Ikatan antibody
dengan antigen yang merupakan bagian dari sel penjamu tersebut dapat mengaktifkan
komplemen dan menimbulkan lisis.Lisis sel dapat juga terjadi melalui sensitasi sel NK
sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC).
Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi transfuse dan
anemia hemolitik pada bayi bary lahir atau pada dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada
penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimulkan melalui
mekanisme reaksi tipe II.

III. Reaksi tipe III atau reaksi kompleks imun


Reaksi tipe III yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan
kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibody disini biasanya
jenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas
berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke
tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasal dari
infeksi kuman pathogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur) atau dari
jaringan sendiri (penyakit autoimun).
IV. Reaksi tipe IV atau reaksi hipersensitivitas lambat
Reaksi tipe IV yang disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, timbul lebih dari 24
jam setelah tubuh terpapar dengan antigen. Dewasa ini reaksi tipe IV dibagi dalam Delayed
Type Hypersensitivity yang terjadi melalui sel CD4+ dan T-Cell Mediated Cytolysis yang
terjadi melaui sel CD8+.
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) : pada DTH sel CD4+Th1 yang mengaktifkan
makrofage berperan sebagai sel efektor. sel CD4+Th1 melepas sitokin (IFN-γ) yang
mengaktifkan makrofage dan menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan
disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif
intermediate, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi. Sel efektor pada DTH adalah makrofag.
Contoh-contoh reaksi DTH adalah sebagai berikut:
a. Reaksi tuberculin
b. Dermatitis kontak
c. Reaksi granuloma
T-Cell Mediated Cytolysis : dalam T-Cell Mediated Cytolysis kerusakan terjadi
melalui sel CD8+/Cytotoxic T Lymphosyte (CTL/Tc) yang langsung membunuh sel sasaran.
Penyakit hipersensitivitas seluler diduga merupakan sebab autoimunitas. Oleh karena itu,
penyakit yang disebabkan hipersensitivitas seluler cenderung terbatas pada beberapa organ
saja dan tidak bersifat sistemik. Pada penyakit hepatitis virus, virus sendiri tidak
sitopatik,tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respons CTL terhap hepatosit yang terinfeksi.
Sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan
langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme seluler, biasanya
ditemukan baik CD4+ maupun CD8+ spesifik untuk self antigen dan kedua jenis sel tersebut
dapat menimbulkan kerusakan.
SKENARIO III
IMUNOLOGI PENYAKIT INFEKSI

SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS:


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Mekanisme imunitas terhadap bakteri
2. Mekanisme imunitas terhadap virus
3. Mekanisme imunitas terhadap jamur
4. Mekanisme imunitas terhadap parasit

TRAVEL DIARRHEA

Seorang anak 3 tahun datang ke dokter diantar oleh ibunya dengan keluhan diare.
Frekuensi diare 6x/hari. Konsistensi tinja cair, warna seperti air cucian beras. Tidak ada
lendir atau darah dalam tinja. Selain diare, anak tersebut juga muntah-muntah. Frekuensi
muntah 3x/hari. Keluhan di atas sudah dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Menurut pengakuan
sang ibu, mereka baru saja pulang dari luar kota. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium,
ditemukan bakteri Vibrio cholerae dalam tinja anak tersebut.

LANGKAH-LANGKAH DALAM DISKUSI


1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
 Diare
 Warna tinja seperti air cucian beras
 Vibrio cholerae

2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai


pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Bagimana mekanisme imunitas terhadap bakteri ekstraseluler?
b. Bagaimana mekanisme imunitas terhadap bakteri intraseluler?
c. Bagaimana mekanisme imunitas terhadap virus?
d. Bagaimana mekanisme imunitas terhadap jamur?
e. Bagaimana mekanisme imunitas terhadap parasit?

3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.

4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.

5. Perumusan sasaran belajar.


Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai
agar dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar
sasaran belajar yang telah disepakati.

6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.

7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SUPPLEMEN
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta
sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas,
organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi
patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme.
Respons pejamu yang terjadi juga tergantung dari jumlah mikroba yang masuk. Mekanisme
pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang berbahaya meliputi
1. Pertahanan fisik dan kimiawi, seperti kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat melalui
kelenjar keringat, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur, urin, asam
lambung serta lisosom dalam air mata
2. Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat mencegah
invasi mikroorganisme
3. Innate immunity (mekanisme non-spesifik), seperti sel polimorfonuklear (PMN) dan
makrofag, aktivasi komplemen, sel mast, protein fase akut, interferon, sel NK (natural
killer) dan mediator eosinofil
4. Imunitas spesifik, yang terdiri dari imunitas humoral dan seluler. Secara umum
pengontrolan infeksi intraselular seperti infeksi virus, protozoa, jamur dan beberapa
bakteri intraselular fakultatif terutama membutuhkan imunitas yang diperani oleh sel
yang dinamakan imunitas selular, sedangkan bakteri ekstraselular dan toksin
membutuhkan imunitas yang diperani oleh antibodi yang dinamakan imunitas humoral.
Secara keseluruhan pertahanan imunologik dan nonimunologik (nonspesifik)
bertanggung jawab bersama dalam pengontrolan terjadinya penyakit infeksi.

Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari
organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel
tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/inti sel, cytoskeleton, dan
organel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut
dalam artikel mengenai prokariota, karena bakteri merupakan prokariota, untuk membedakan
mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks, disebut eukariota. Istilah
“bakteri” telah diterapkan untuk semua prokariota atau untuk kelompok besar mereka,
tergantung pada gagasan mengenai hubungan mereka.
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka tersebar
(berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari organisme lain. Banyak
patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5
μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka
umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi
sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda
dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
SPECIFIC ATTACHMENTS OF BACTERIA TO HOST CELL OR TISSUE SURFACES

Adhesin Receptor Attachment site Disease


Streptococcus Amino terminus Pharyngeal
Protein F Sore throat
pyogenes of fibronectin epithelium
Streptococcus Salivary
Glycosyl transferase Pellicle of tooth Dental caries
mutans glycoprotein
Buccal
Streptococcus
Lipoteichoic acid Unknown epithelium of None
salivarius
tongue
N-
Streptococcus acetylhexosamine- Mucosal
Cell-bound protein Pneumonia
pneumoniae galactose epithelium
disaccharide
Staphylococcus Amino terminus Mucosal
Cell-bound protein Various
aureus of fibronectin epithelium
Type IV pili (N- Glucosamine-
Neisseria Urethral/cervical
methylphenyl- galactose Gonorrhea
gonorrhoeae epithelium
alanine pili) carbohydrate
Enterotoxigenic Species-specific Intestinal
Type-I fimbriae Diarrhea
E. coli carbohydrate(s) epithelium
Uropathogenic Complex Urethral
Type I fimbriae Urethritis
E. coli carbohydrate epithelium
Uropathogenic Globobiose linked Upper urinary
P-pili (pap) Pyelonephritis
E. coli to ceramide lipid tract
Fimbriae Galactose on
Bordetella Respiratory Whooping
(“filamentous sulfated
pertussis epithelium cough
hemagglutinin”) glycolipids
N- Fucose and
Intestinal
Vibrio cholerae methylphenylalanine mannose Cholera
epithelium
pili carbohydrate
Treponema Peptide in outer Surface protein Mucosal
Syphilis
pallidum membrane (fibronectin) epithelium
Respiratory
Mycoplasma Membrane protein Sialic acid Pneumonia
epithelium
Conjunctival or
Chlamydia Unknown Sialic acid urethral
epithelium

INFEKSI BAKTERI EKSTRASELULER

Strategi pertahanan bakteri

Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam
sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang
termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri
ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri
ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul
antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara
sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae
atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat
pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya
kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa
organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah
dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan
dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan
oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase.
Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur
alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri.
Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang
buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk
mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan
beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen
melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari
membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang
menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk
menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan
mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa
bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis
struktur permukaan dan variasi antigenik pili.Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan
bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena
defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit
granulomatosa kronik).

Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler


EXTRACELLULAR BACTERIAL PROTEINS THAT ARE CONSIDERED
INVASINS
Invasin Bacteria Involved Activity
Streptococci,
Hyaluronidase staphylococci and Degrades hyaluronic of connective tissue
clostridia
Collagenase Clostridium species Dissolves collagen framework of muscles
Vibrio cholerae and
Neuraminidase Degrades neuraminic acid of intestinal mucosa
Shigella dysenteriae
Coagulase Staphylococcus aureus Converts fibrinogen to fibrin which causes clotting
Staphylococci and Converts plasminogen to plasmin which digests
Kinases
streptococci fibrin
Disrupts neutrophil membranes and causes
Leukocidin Staphylococcus aureus
discharge of lysosomal granules
Repels phagocytes and disrupts phagocyte
Streptolysin Streptococcus pyogenes membrane and causes discharge of lysosomal
granules
Streptococci,
Phospholipases or lecithinases that destroy red
Hemolysins staphylococci and
blood cells (and other cells) by lysis
clostridia
Lecithinases Clostridium perfringens Destroy lecithin in cell membranes
Phospholipases Clostridium perfringens Destroy phospholipids in cell membrane
One component (EF) is an adenylate cyclase which
Anthrax EF Bacillus anthracis
causes increased levels of intracellular cyclic AMP
One toxin component is an adenylate cyclase that
Pertussis AC Bordetella pertussis acts locally producing an increase in intracellular
cyclic AMP

Mekanisme pertahanan tubuh

Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin
dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil,
monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat
mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b
yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan
respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang
makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1,
IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular
pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi.
Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk
eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi toksin

Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan
menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan
sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi
peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal
organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin
dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan
mencegah sitokin berikatan pada sel target.

Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan
eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri
terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif
infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui
kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah
konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan
kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis,
terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan
bakteri akan semakin bertambah.

Opsonisasi

Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang


berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak
tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.

Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat
pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta
berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang
dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS)
merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga
kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri
yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah
diopsonisasi oleh antibodi.

Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang


diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan
fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen
berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan
jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat
secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.

Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat
masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi
komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan
anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum,
termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap neutrofil untuk
membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi
infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang
dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu
tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.

Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada
dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada
permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini
akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan
melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi.

Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan


pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri
akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan
mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri
tersebut.

Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun
nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat
berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase
terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini
menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap
bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).

Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida


dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan
perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin,
lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit
dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang
alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif.
Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena
aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan
sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).

Sistem imun sekretori

Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan


nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh
neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui
disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan
IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA
mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah
adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas
tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil
melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen
dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan
menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang
disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan
faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan
untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b.
Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang
memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .

Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat
mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent
Cellular Cytotoxicity (ADCC).

INFEKSI BAKTERI INTRASELULER

Strategi pertahanan bakteri

Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan
obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak
dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang
hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena
bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons
imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler.
Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella
menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag,
biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh.
Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi.
Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme
pertahanan.

Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga


mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid
mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen
intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan
terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin
sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan
selanjutnya
Mekanisme pertahanan tubuh

Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting
dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen
yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri
intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi
makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen
reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan
mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu
juga terjadi lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.

Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang
kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang
membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat
berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi.
Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi
bakteri intraseluler.
SKENARIO IV
PROSES IMUNOLOGI PADA JARINGAN LUNAK DAN JARINGAN KERAS
RONGGA MULUT

SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS :


Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Macam-macam penyakit jaringan lunak
2. Aspek imunologis yang terjadi pada jaringan lunak
3. Perjalanan penyakit jaringan keras dan periapikal
4. Beberapa penyakit pada jaringan keras dan periapikal
5. Aspek imunologis jaringan keras dan periapikal

PLAK
Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa
menimbulkan penyakit gingiva atau penyakit periodontal. Hal ini karena peranan dari
mekanisme pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada di dalam plak
meningkat jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui
daya ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit.
Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam
jaringan gingiva akan menginduksi respon host secara lokal maupun sistemik. Bakteri bisa
menyebabkan kerusakan pada gingiva kemudian berlanjut ke jaringan periodontal melalui
beberapa cara yaitu invasi, produksi eksotoksin, akibat kandungan bakteri (seperti
endotoksin) dan kemampuan bakteri memproduksi enzim (kolagenase, hyaluronidase,
gelatinase, aminopeptidase, phospolipase, phospatase basa dan asam).
Patogenesis terjadi inflamasi pada gingiva atau gingivitis melalui beberapa tahap
yaitu initial lesion, early lesion dan established lesion. Proses kerusakan kemudian berlanjut
menjadi periodontitis dan menjadi poket periodontal. Apabila proses penyakit ini terus
berlanjut maka akan mengakibatkan destruksi tulang alveolar.
Untuk mencegah kerusakan oleh bakteri terus berlanjut ada suatu mekanisme
pertahanan diri baik oleh gingiva, saliva, cairan sulkus gingiva maupun jaringan
periodontal.

LANGKAH – LANGKAH DALAM DISKUSI

1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas setelah
diskusi
 plak  sakit
 penyakit gingiva  antigen bakteri
 penyakit periodontal  sulkus gingiva
 mekanisme pertahanan  respon host
pejamu (host)  jaringan periodontal
 bakteri  invasi
 faktor virulensi  produksi eksotoksin
 endotoksin
 kolagenase
 hyaluronidase
 gelatinase
 aminopeptidase
 phospolipase
 phospatase basa
 phospatase asam.
 inflamasi
 gingivitis
 initial lesion
 early lesion
 established lesion
 periodontitis
 poket periodontal
 destruksi tulang alveolar
2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai
pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario, namun
kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang disepakati.
Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Plak dalam jumlah sedikit dapat ditolerir oleh individu yang sehat tanpa menimbulkan
penyakit gingiva atau penyakit periodontal. Hal ini karena peranan dari mekanisme
pertahanan pejamu (host). Apabila bakteri tertentu yang ada di dalam plak meningkat
jumlahnya secara signifikan dan memproduksi faktor virulensi yang melampaui daya
ambang individu, maka keadaan yang tadinya sehat akan beralih menjadi sakit.
 Bagaimana mekanisme terjadinya plak?
 Bagaimana plak bisa menyebabkan penyakit?
 Berapa lama plak baru bisa menyababkan sakit?
b. Keterpaparan terhadap antigen bakteri pada daerah sulkus gingiva dan di dalam jaringan
gingiva akan menginduksi respon host secara lokal maupun sistemik. Bakteri bisa
menyebabkan kerusakan pada gingiva kemudian berlanjut ke jaringan periodontal
melalui beberapa cara yaitu invasi, produksi eksotoksin, akibat kandungan bakteri
(seperti endotoksin) dan kemampuan bakteri memproduksi enzim (kolagenase,
hyaluronidase, gelatinase, aminopeptidase, phospolipase, phospatase basa dan asam).
 Bagaiman terjadinya respon host terhadap bakteri?
 Bagaimana cara bakteri menyebabkan kerusakan gingiva?
c. Patogenesis terjadi inflamasi pada gingiva atau gingivitis melalui beberapa yaitu; initial
lesion, early lesion dan established lesion. Proses kerusakan kemudian berlanjut menjadi
periodontitis dan menjadi poket periodontal. Apabila proses penyakit ini terus berlanjut
maka akan mengakibatkan destruksi tulang alveolar.
 Jelaskan perjalanan penyakit dari gingivitis hingga menyebabkan destruksi
tulang alveolar
3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang memungkinkan.
Notulis mencatat hasil diskusi.
4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.
5. Perumusan sasaran belajar.
Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai agar
dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar sasaran
belajar yang telah disepakati.
6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang telah
disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa harus
terdokumentasi.
7.Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta masalah-
masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
SKENARIO V
PRINSIP PENCEGAHAN INFEKSI
SASARAN PEMBELAJARAN KHUSUS :
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang :
1. Pencegahan terjadinya infeksi silang/infeksi nosokomial
2. Teknik dan peralatan untuk sterilisasi instrumen
3. Macam-macam tindakan asepsis dalam penanganan pasien
4. Prinsip kerja asepsis yang dilakukan oleh operator
5. Penanganan sampah medis praktek dokter gigi

PRAKTEK DRG

Pekerjaan seorang dokter gigi berkaitan erat dengan berbagai mikrooganisme rongga
mulut, baik pada pasien sehat maupun pasien dengan penyakit menular. Potensi terjadi
infeksi nasokomial dari pasien, ruangan, peralatan, perawat dan dokter gigi serta sampah
medis. Bakteri patogen dapat menular secara direct contact, indirect contact, droplet
transmission, dan airborne transmission.
Dokter gigi harus mampu meminimalisasi terjadinya cross infection dari berbagai
penyakit seperti, HSV, VZV, Virus Hepatitis B, C dan D, Mycobacterium sp., serta multi-
resistant bacteria yang membahayakan pasien dan operator.. Metode sterilisasi dan
desinfeksi mutlak diperlukan pada dental unit; dental instruments termasuk dental unit
waterlines meliputi reservoir, rotary dan ultrasonic instruments; ruangan dan material yang
tidak berhubungan langsung dengan pasien. Tindakan asepsis melalui teknik ANTT (Aseptic
Non Touch Technique) juga diperlukan pada pasien, perawat dan dokter gigi dengan
penggunaan antiseptik, bahan desinfeksi, protective barrier dan disposal material. Metode
humanis diperlukan pada pasien yang memiliki medical history penyakit membahayakan
seperti HIV atau Avian Influenza. Sedangkan penanganan sampah medis harus dipisahkan
antara sampah yang tidak terkontaminasi, terkontaminasi maupun sampah yang berbahaya
untuk dimusnahkan.

LANGKAH – LANGKAH DALAM DISKUSI

1. Identifikasi dan klarifikasi istilah dan konsep yang belum diketahui / dipahami yang
terdapat di dalam skenario. Notulis menuliskan daftar hal-hal yang masih belum jelas
setelah diskusi
 Mikroorganisme
 infeksi nasokomial
 direct contact
 indirect contact
 droplet transmission
 airborne transmission
 prinsip kerja asepsis
 cross infection
 HSV
 HIV
 Virus Hepatitis B, C, D
 Mycobacterium sp
 multi-resistant bacteria
 Sterilisasi
 Desinfeksi
 Dental unit waterlines
 Reservoir
 Rotary, ultrasonic instruments
 ANTT
 Antiseptik
 Protective barrier
 Disposal material
 Metode humani

2. Menentukan masalah-masalah yang harus didiskusikan. Mahasiswa dapat mempunyai


pandangan berbeda mengenai masalah-masalah yang tercermin dalam skenario,
namun kesemuanya harus dipertimbangkan. Notulis menuliskan daftar masalah yang
disepakati. Daftar masalah dapat berupa kalimat tanya.
a. Faktor apa sajakah yang menyebabkan flora normal rongga mulut menjadi lebih patogen?
b. Jelaskan mekanisme penyebaran penyakit infeksi di kedokteran gigi?
c. Jelaskan prinsip kerja asepsis dalam kedokteran gigi?
d. Sebutkan metode asepsis pada pasien, perawat dan dokter gigi?
e. Sebutkan metode sterilisasi dan desinfeksi pada berbagai instrumen dan ruangan di
kedokteran gigi?

3. Sesi brainstorming untuk mendiskusikan daftar masalah yang telah disepakati. Setiap
mahasiswa memberikan saran atau hipotesis tentang suatu penjelasan yang
memungkinkan. Notulis mencatat hasil diskusi.

4. Memeriksa langkah II dan III dan menyusun penjelasan-penjelasan tersebut menjadi suatu
solusi sementara. Notulis mencatat formula atau skema solusi sementara yang disepakati.

5. Perumusan sasaran belajar.


Masing-masing anggota kelompok dapat mengusulkan sasaran belajar yang akan dicapai
agar dapat memahami daftar masalah yang telah disepakati. Notulis mencatat daftar
sasaran belajar yang telah disepakati.

6. Belajar mandiri.
Mahasiswa mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan daftar masalah yang
telah disepakati melalui berbagai sumber secara mandiri. Hasil belajar mandiri mahasiswa
harus terdokumentasi.

7. Kelompok berdiskusi mengenai informasi yang telah mereka dapatkan. Pada akhir diskusi
diharapkan semua sasaran belajar dapat dicapai. Notulis mencatat hasil diskusi serta
masalah-masalah yang belum dapat diselesaikan untuk ditanyakan pada saat kuliah pakar.
Catatan:
Catatan:

Anda mungkin juga menyukai