Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

Disusun Oleh

Nama : taufiq hidayat

Nim : 2018009072

Prodi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

STUDI AGROTEKNOLOGI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMAN SISWA YOGYAKARTA

2021
ABSTRAK

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh jenis larutan
terhadap titik didih dan mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap tekanan osmotiknya.
Metode yang kami gunakan yaitu dengan merancang alat dan bahan untuk menegtahui titik
didih masing-masing larutan dan tekanan osmotic yang menggunakan botol sebagai media.
Hasil dari percobaan kami diperoleh nilai titik didih air murni yaitu 98oC, nilai titik didih
larutan garam dengan konsentrasi 0.2 M, 0.4 M dan 0.6 berturut-turut yaitu 95oC, 94oC dan
96 oC, sehingga mengalami kenaikan titik didih secara berturut-turut yaitu -3, -4 dan -2 oC.
Nilai titik didih larutan sukrosa dengan konsentrasi 0.2 M, 0.4 M dan 0.6 berturut-turut
yaitu 94oC, 93oC dan 94oC, sehingga mengalami kenaikan titik didih secara berturut-turut
yaitu -4, -5 dan -4 oC.. Pada percobaan kedua diperoleh nilai tekanan osmotic pada
konsentrasi 0%, 5% dan 40% secara berturt-turut yaitu 0 atm, 42,04 atm dan 336,42 atm.
Diharapkan pada percobaan selanjutnya praktikan dapat lebih teliti saat mengamati proses
pelarutannya dan lebih terampil dalam penggunaan alat dan melakuakn perhitungan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam kehidupan kita dapat menemukan campuran dari berbagai zat, baik campuran
yang sifatnya homogen maupun heterogen. Zat-zat yang bercampur tadi dapat menghasilkan
senyawa maupun larutan. Larutan merupakan sistem homogen yang terdiri dari zat terlarut
dan zat pelarut. Larutan yang terbentuk antara zat terlarut yang tidak mudah menguap dengan
pelarut akan memmpunyai sifat yang berbeda dengan pelarut murninya. Salah satu sifat
larutan dapat dilihat dari kemampuannya dalam menghantarkan listrik. Larutan yang dapat
mengahantarkan listrik disebut larutan elektrolit yang berupa ion-ion sedangkan larutan yang
tidak dapat menghantarkan listrik disebut sebagai larutatan non elektrolit dan berupa molekul.
Selain itu terdapat pula sifat suatu larutan yang bergantung pada konsentrasi zat terlarut. Sifat
tersebut dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan sendiri terdiri dari
penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan peristiwa osmosis.
Sifat koligatif merupakan sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh konsentrasi zat
terlarut, namun bagaimana jika terdapat suatu larutan dengan konsentrasi sama namun jenis
zat terlarutnya atau sifat larutannya yang berbeda. Misalnya larutan gula dan garam ataupun
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Untuk mengetahuinya maka dilakukan kegiatan
praktikum ini dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh jenis zat terhadap sifat
koligatif larutan utamanya terhadap titik didih dan tekanan osmosinya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh jenis larutan terhadap titik didihnya?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi terhadap tekanan osmosis?

C. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengaruh jenis larutan terhadap titik didihnya
2. Untuk megetahui pengaruh konsentrasi terhadap tekanan osmosis
D. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah kami berhipotesis bahwa :
1. Jika jenis larutan berbeda maka titik didih larutan berbeda
2. Jika konsentrasi larutan semakin tinggi maka tekanan osmosis semakin besar

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Sifat Koligatif Larutan


Kata koligatif berasal dari kata latin colligare yang berarti berkumpul bersama,
karena sifat ini bergantung pada pengaruh kebersamaan (kolektif) semua partikel dan
tidak pada sifat dan keadaan partikel. Sifat koligatif elektrolit memerlukan pendekatan
yang sedikit berbeda daripada yang digunakan untuk sifat koligatif non-elektrolit.
Alasannya ialah karena elektrolit terurai menjadi ion-ion dalam larutan dan dengan
demikian suatu senyawa elektrolit terurai menjadi dua atau lebih partikel bila
dilarutkan,. Terdapat empat sifat koligatif larutan, yaitu :
1. Penurunan tekanan uap (∆P)
2. Kenaikan titik didih (∆Tb)
3. Penurunan titik beku (∆Tf)
4. Tekanan osmotic (π)
Keempat sifat itu nilainya hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut.
Semakin besar jumlah partikel zat terlarut, makin besar pula nilai sifat-sifat
koligatifnya. Contohnya tiap satuan NaCl terurai menjadi dua ion, Na+ dan Cl-. Jadi
sifat koligatif 0.1 m larutan NaCl akan dua kali lebih besar dibandingkan 0.1 m larutan
yang mengandung nonelektrolit, seperti sukrosa. Selain itu, keempat sifat koligatif
tersebut saling berhubungan satu sama lain. Bila salah satu nilainya diketahui maka
nilai-nilai lainnya dapat ditentukan. Tetapi baik dipahami bahwa sifat koligatif larutan
ini hanya berlaku normal bila batasan-batasan di bawah ini dipenuhi yaitu:
1. Zat terlarut harus tidak menguap (non-volatile)
2. Konsentrasi zat terlarut kecil (larutan harus encer)
3. Zat terlarut bukan zat elektrolit, jadi harus zat non-elektrolit
Di luar ketiga hal tersebut maka sifat koligatif larutan akan menunjukkan
penyimpangan (abnormal). Kegunaan terpenting dari sifat koligatif ini adalah untuk
menentukan berat molekul (Mr) suatu zat dalam larutan.
B. Penurunan tekanan uap (∆P)
Jika zat terlarut bersifat tidak mudah menguap (nonvolatile, artinya tidak memiliki
tekanan uap yang dapat diukur), tekanan uap dari larutan selalu lebih kecil dari pada
pelarut murninya. Jadi hubungan antara tekanan uap larutan dan tekanan uap pelarut
bergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Hubungan itu dirumuskan
dalam hokum Raoult (dari nama kimiawan Perancis Francios Raoult), yang
menyatakan bahwa tekanan parsial pelarut dari larutan, Pi adalah uap pelarut murni,
P1o, dikalikan frakso mol pelarut dalam larutan X1.
P1 = X1. P1o
Dalam larutan yang mengandung hanya sati zat terlarut X1= 1- X2 dimana X2 adalah
fraksi mol zat terlarut. Dengan demikian dapat dituliskan sebagai :
P1 = (1- X2). P1o
P1o- P1 = ∆P = X2. P1o
Dapat diketajui bahwa penurunan tekanan uap, ∆P, berbanding lurus terhadap
konsentrasi (diukur dalam fraksi mol) zat terlarut yang ada. Dalam larutan benzene dan
toluene tekanan uap setiap komponen mematuhi hokum Raoult. Larutan benzene dan
toluene merupakan salah stau dari sedikit contoh larutan ideal (ideal solution) yaitu
setiap larutan yang mematuhi hokum Raoult. Salah satu cirri larutan ideal ialah kalor
pelarutnya, ∆Hlarutan , selalu 0.

C. Penurunan Titik Beku (∆Tf) dan Kenaikan Titik Didih (∆Tb)


Saat zat terlarut ditambahkan ke air, sifat-sifat fisik seperti titik beku dan titik didih
berubah. Karena larutan akan mempunyai titik beku yang lebih rendah dan titik didih
yang lebih tinggi daripada air murni. Perubahan-perubahan pada sifat fisik dikenal
sebagai sifat koligatif bergantung pada jumlah partikel jumlah zat terlarut dalam
larutan.
Salah satu contoh umum adalah proses penyebaran garam pada trotoar dan jalan
bersalju ketika terjadi penurunan suhu di bawah titik beku. Partikel-partikel dari garam
yang bergabung dengan air untuk menurunkan titik beku, menyebabkan es meleleh.
Contoh lainnya adalah penambahan antibeku, seperti etilena glikol HO – CH2 – CH2 –
OH, ke dalam air pada radiator mobil. Etilena glikol adalah sebuah senyawa organic
dengan dua kelompok fungsional kelompok, yang membentuk ikatan hidrogen untuk
membuatnya menjadi sangat larut di air. Jika etilena glikol dan air bercampur dengan
perbandingan 50%-50% tidak membeku hingga suhu turun hingga sekitar -34 ͦF, dan
tidak mendidih kecuali jika suhu mencapai sekitar 255 ͦF. Larutan pada radiator
mencegah air di radiator dari pembentukan es pada cuaca dingin dan mendidih pada
jalan raya yang panas.
Kenaikan titik didih berbanding lurus dengan penurunana tekanan uap.
∆Tb = Kb . m . i
Keterangan :
∆Tb : Kenaikan titik didih
Kb : Tetapan kenaikan titik dididh molal atau tetapan ebuillioskopik
m : Kemolalan
i : derajat ionisasi (factor Van Hoff)

Molalitas
Penjumlahan penurunan titik beku atau kenaikan titik didih menggunakan
konsentrasi satuan molal. Molalitas dilambangakan m, pada sebuah larutan nilai pada
partikel larutan per kilogram pada pelarut. Persamaan ini untuk molaritas, tetapi satuan
untuk molaritas mengacu pada massa pelarutnya bukan volume larutan.
mol larutan
Molaritas (m)=
Kg pelarut

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑖𝑎𝑛


i= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

Jadi, i harus bernilai 1 untuk semua nonelektrolit, untuk elektrolit kuat seperti NaCl
dan KNO3 bernilai 2. Pada kenyatannya sifat koligatif larutan elektrolit biasanya lebih
kecil daripada yang diperhitungkan karena pada konsentrasi yang lebih tinggi, gaya
elektrostatik berpengaruh. Sehingga kation dan anion saling tarik-menarik. Satu kation
dan satu anion yang terikat oleh gaya elektrostatik dinamakan pasangan ion (ion
pair). Pembentukan satu pasangan ion menurunkan jumlah partikel dalam lautan
sebanyak satu, mengakibatkan berkurangnya sifat koligatif.

Dengan cara yang mirip dapat ditemukan :


∆Tf = Kf . m
Keterangan :
∆Tb : Penurunan titik didih
Kb : tetapan penurunan titik dididh molal atau tetapan krioskopik
m : Kemolalan

Dapat disimpulkan bahwa

1. Pada tekanan tetap, kenaikan titik didih dan penurunana titik beku suatu larutan
encer berbanding lurus dengan konsentrasi massa.
2. Larutan encer semua zat terlarut tidak mengion, dalam pelarut yang sama
dengan konsentrasi molal yang sama, mempunyai titik didih atau titik beku
sama, pada tekanan yang sama.

Tabel 2.1. Konstanta kenaikan titk didih (Kb) dan penurunan titk beku (Kf)

Pelarut Tb (0C) (Kb) K mol-1 kg-1 Tf (0C) (Kf) K mol-1 kg-1

CH3COOH 118.1 3.07 17 3.9

C6H6 80.2 2.53 5.5 4,9

CCL4 76.7 5.03 -22.9 32

H2O 100.0 0.512 0.0 1.86

*Diukur pada 1 atm

D. Tekanan osmotic (π)


Pergerakan air ke dalam dan keluar dari sel-sel tanaman serta tubuh kita adalah
proses biologis penting yang juga tergantung pada konsentrasi zat terlarut. Dalam
proses yang disebut osmosis, molekul air bergerak melalui membrane
semipermeabel dari larutan dengan konsentrasi rendah ke larutan dengan
konsentrasi tinggi. Pada osmosis, air ditempatkan pada satu sisi di membrane
semipermeabel dan pada larutan gula di sisi lainnya. Membran semipermeabel
membolehkan air untuk mengalir secara bolak-balik, tetapi molekul sukrosa
menahannya karena air terlalu besar untuk masuk ke membran. Karena larutan
sukrosa memiliki konsentrasi yang lebih tinggi daripada air yang masuk ke dalam
larutan sukrosa maka air kemudian keluar dari larutan sukrosa. Level volume pada
larutan sukrosa akan naik ketika volume air turun. Peningkatan air dapat
mengencerkan sukrosa untuk menyamakan (atau mencoba untuk menyamakan)
konsentrasi di kedua sisi membrane.
Akhirnya ketinggian dari larutan sukrosa membuat tekanan yang cukup untuk
menyamakan aliran air diantara dua bagian/ruang. Tekanan ini disebut tekanan
osmotik, tekanan aliran dari penambahan air kedalam konsentrasi larutan yang
lebih pekat. Tekanan osmotic bergantung pada konsentrasi dari partikel zat pelarut
di larutan itu sendiri. Semakin besar jumlah partikel terlarut, maka semakin tinggi
tekanan osmotik. Contohnya larutan sukrosa memiliki tekanan osmotik lebih tinggi
daripada air murni yang mana tekanan osmotiknya 0 (nol).
Di sebuah proses yang disebut “osmosis reverse”, tekanan lebih besar daripada
tekanan osmotik yang diterapkan pada larutan. Aliran air dibalik dari aliran air
yang keluar dari konsentrasi larutan yang lebih tinggi. Proses “osmosis reverse” ini
digunakan dalam pabrik desalinasi untuk mendapatkan air murni dari air laut
(garam).
Gambar 2.1. Air mengalir ke
larutan yang lebih tinggi
konsentrasinya sampai aliran
air menjadi sama di kedua arah.

E. Larutan Hipotonik dan Hipertonik

Jika sel darah merah ditempatkan pada larutan yang bukan isotonik,
perbedaan tekanan osmotik di dalam dan di luar sel sangat drastis mengubah
volume sel tersebut. Ketika sel darah merah ditempatkan pada larutan hipotonik,
yang memiliki konsentrasi zat terlarut yang rendah (hipo artinya “lebih rendah”),
air mengalir ke sel dengan osmosis. Pertambahan cairan itu menyebabkan sel
semakin menggembung dan kemungkinan akan pecah, proses itu disebut hemolisis.
Proses yang sama akan terjadi ketika kamu meletakkan makanan kering seperti
kismis atau buah kering di dalam air. Air akan masuk kedalam sel, dan makanan
akan berbentuk bulat dan mengembang.

Jika sel darah merah diletakkan di larutan hipertonik, yang mempunyai


konsentrasi zat terlarut yang tinggi (hiper artinya lebih besar), air keluar dari sel
menuju ke larutan hipertonik dengan osmosis. Misalnya, sel darah merah yang
diletakkan di larutan NaCl 10% (m/v). Karena tekanan osmotik di dalam sel sama
dengan 0,9% (m/v) larutan NaCl, sel mengkerut, proses itu disebut krenasi (Lihat
gambar 12.11c). Proses yang sama terjadi ketika membuat asinan, dimana
menggunakan larutan garam hipertonik yang akan menyebabkan timun mengkerut
atau layu karena kehilangan air.

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Kegiatan 1 :
1. Alat
a. Beker glass 3 buah
b. Termometer 2 buah
c. Kaki tiga 2 buah
d. Kawat kasa 2 buah
e. Bunzen 2 buah
f. Pengaduk 2 buah
g. Korek api 1 buah
2. Bahan
a. Gula (Sukrosa) 410,4 gr
b. Garam (NaCl) 70,2 gr
c. Air aquades 300 mL
Kegiatan 2 :
1. Alat
a. Beker glass 1 buah
b. Neraca digital 1 buah
c. Pisau 1 buah
d. Gelas plastik 3 buah
e. Karet gelang 3 buah
f. Plastik 3 lembar
2. Bahan
a. Larutan NaCl 5% 50 mL
b. Larutan NaCl 40% 50 mL
c. Aquades 50 mL
d. Mentimun @4,76 gr 3 potong

B. Rancangan Percobaan
Kegiatan 1

Larutan gula atau


garam

Kegiatan 2

Menimbang mentimun
sebesar 4,76 g sebanyak
tiga
Dimasukkan ke dalam
Ditutup dengan
larutan NaCl 5% dan
plastik selama 35
40%, serta aquades
menit

Menimbang massa
sesudah perendaman
NaCl

C. Variabel dan Definisi Operasional


Kegiatan 1
1. Variabel manipulasi : Jenis Larutan
Definisi Operasional : Pada percobaan ini kami menggunakan dua jenis
larutan, yaitu larutan sukrosa dan larutan NaCl
Variabel kontrol : Molaritas
Definisi Operasional : Pada percobaan ini kami menggunakan molaritas
larutan NaCl dan larutan sukrosa yang sama yaitu: 0,2M; 0,4M dan 0,6M.
2. Variabel respon : Titik didih
Definisi Operasional : Pada percobaan ini akan diketahui perbedaan titik
didih antara larutan NaCl dan larutan sukrosa

Kegiatan 2
1. Variabel manipulasi : Konsentrasi larutan NaCl
Definisi Operasional : Pada percobaan ini kami menggunakan
konsentrasi larutan NaCl 5%, 40%, dan 0%
(aquades murni).
2. Variabel kontrol : Massa, volume, waktu, dan suhu
Definisi Operasional : Pada percobaan ini kami menggunakan massa
mentimun 4,76 gr, volume larutan masing-masing
sebanyak 50 mL, waktu perendaman selama ± 35
menit, dan suhu ruangan sebesar ±26°.
3. Variabel respon : Perubahan massa mentimun, tekanan osmotik
Definisi Operasional : Hasil dari percobaan ini adalah perubahan massa
mentimun, dan dari perubahan massa mentimun
tersebut kita dapat mengetahui pengaruh terhadap
tekanan osmotiknya.

D. Langkah dan Alur Percobaan


• Langkah-Langkah
1. Kegiatan 1 :
a. Meyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
b. Menyiapkan 50 mL aquades, larutan sukrosa 0,2M; 0,4M; dan 0,6M, dan
larutan NaCl 0,2M; 0,4M; dan 0,6M pada masing-masing beker glass.
c. Memanaskan larutan di atas pembakar bunzen.
d. Mengamati proses pemanasan larutan hingga mendidih yang ditunjukkan
dengan suhu konstan.
e. Mencatat titik didih yang ditunjukkan oleh thermometer pada masing-masing
larutan dengan konsentrasi sama.
f. Membandingkan titik didih antara perbedaan konsentrasi larutan NaCl, titik
didih antara perbedaan konsentrasi larutan sukrosa, dan membandingkan
perbedaan titik didih antara larutan sukrosa, larutan NaCl, dan air murni.

2. Kegiatan 2 :
a. Menyiapakan alat dan bahan yang dibutuhkan.
b. Menimbang 3 potong mentimun di atas neraca digital masing-masing dengan
massa 4,76 gr.
c. Memasukkan ke dalam tiga gelas yang berisi masing-masing aquades, larutan
NaCl 5%, dan larutan NaCl 40%.
d. Menutup menggunakan plastic dan karet gelang selama 35 menit.
e. Menimbang massa mentimun setelah direndam.
f. Mencatat perubahan massa mentimun pada tabel hasil percobaan.

• Alur Percobaan
Kegiatan 1

Air

- Dipanaskan
hingga mendidih,
suhu konstan

Titik Didih
Sukrosa NaCl

- Ditambahkan air hingga - Ditambahkan air hingga


konsentrasinya sebesar konsentrasinya sebesar
0,2M; 0,4M; dan 0,6M 0,2M; 0,4M; dan 0,6M

Larutan sukrosa Larutan NaCl

- Dipanaskan di atas - Dipanaskan di atas


pembakar bunzen hingga pembakar bunzen hingga
suhunya konstan suhunya konstan

Titik didih Titik didih


Kegiatan 2

Mentimun Aquades, NaCl 5%, dan NaCl 40%


- Dipotong dan ditimbang dengan - Dimasukkan ke
massa 4,76 gr dalam tiga gelas
- Dimasukkan ke dalam larutan plastik
NaCl

Rendaman potongan
mentimun

Perubahan massa
potongan mentimun
BAB IV
DATA DAN ANALISIS

A. Data
Dari praktikum yang telah kami lakukan, kami mendapatkan data sebagai berikut :
1. Kegiatan 1
Tabel 4.1. Pengaruh Jenis Zat terhadap Titik Didih
Konsentrasi
No. Jenis Zat (T1 ± 1) 0C (T2 ± 1) (0C)
(M)
1. Air murni 0 26 98
2. Garam (NaCl) 0.2 26 95
0.4 26 94
0.6 26 96
3. Sukrosa 0.2 26 94
0.4 26 93
0.6 26 94
Keterangan :
T2 = Titik didih (Tb)
Zat pelarut 50 mL

2. Kegiatan 2
Tabel 4.2. Pengaruh Konsentrasi NaCl terhadap Tekanan Osmotik
No. Konsentarsi (%) (M1 ± 0,01) g (M2± 0,01) g
1. 0 4.76 5.35
2. 5 4.76 4.12
3. 40 4.76 4.09

B. Analisis
• Kegiatan 1
Praktikum pertama dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis zat terhadap
titik didih. Pada praktikum ini digunakan air murni, larutan sukrosa dan larutan
garam dengan konsentrasi yang berbeda. Dengan volume zat pelarut setiap larutan
sama yaitu 50 mL. Air murni yang memiliki konsentrasi 0 M, dan untuk larutan
sukrosa dan garam digunakan konsentrasi masing-masing 0.2 M, 0.4 M, dan 0.6
M.
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, larutan garam (NaCl)
dengan konsentrasi 0.2 M memiliki titik didih 95oC, konsentrasi 0.4 M memiliki
titik didih 94 oC, dan konsentrasi 0.6 M memiliki titk didih 96 oC. Untuk larutan
sukrosa dengan konsentrasi 0.2 M memiliki titik didih 94oC, konsentrasi 0.4 M
memiliki titik didih 93oC, dan konsentrasi 0.6 M memiliki titk didih 94 oC.

• Kegiatan 2
Praktikum kedua dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl
terhadap tekanan osmotik. Praktikum ini menggunakan mentimun sebanyak tiga
potong dengan massa yaitu 4.76 gram, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam
larutan NaCl 5% dan 40% serta aquades 0%. Kemudian didiamkan selama 30
menit.
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan diketahui bahwa
mentimun yang dimasukkan dalam air murni 0% massanya bertambah menjadi
5.35 gram. Sedangkan pada larutan NaCl 5% massa mentimun berkurang menjadi
4.12 gram dan pada larutan NaCl 40% massa mentimun berkurang menjadi 4.09
gram.

C. Pembahasan
• Kegiatan 1
Berdasarkan data yang kami peroleh dari praktikum dapat membuktikan
bahwa jenis larutan berpengaruh terhadap titik didihnya. Larutan garam
mempunyai titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan sukrosa
untuk setiap konsentrasinya. Titik didih larutan garam lebih tinggi dari pada
larutan sukrosa karena larutan garam merupakan jenis larutan elektrolit dan
larutan sukrosa merupakan larutan non elektrolit. Dimana larutan elektrolit
memiliki nilai sifat koligatif larutan yang lebih besar daripada larutan non
elektrolit. Karena banyaknya partikel zat terlarut hasil ionisasi larutan elektrolit
yang dirumuskan dengan factor Van Hoff. Namun pada konsentrasi 0.4 M larutan
garam maupun larutan sukrosa titik didihnya lebih rendah dibandingkan dengan
titik didih larutan garam maupun larutan sukrosa dengan konsentrasi 0.2 M. Hal
tersebut dikarenakan kurang teliti dan terampilnya pengamat dalam membaca
termometer.

Tabel 4.1 Nilai kenaikan titik didih secara praktikum dan matematis
No. Jenis Konsentrasi ∆Tb (oC) ∆Tb (oC)
larutan (M) (Tb lar - Tb pel) (Kb . m . i)

1. Garam 0.2 -3 0.2052


0.4 -4 0.4104
0.6 -2 0.6156

2. Sukrosa 0.2 -4 0.1206


0.4 -5 0.2052
0.6 -4 0.3078

Berdasarkan data percobaan yang telah kami lakukan, diketahui bahwa titik
didih larutan garam maupun larutan sukrosa untuk setiap konsentrasi lebih rendah
jika dibandingkan dengan titik didih pelarut. Titik didih suatu larutan dapat lebih
tinggi ataupun lebih rendah dari titik didih pelarut, bergantung pada kemudahan
zat terlarut tersebut menguap. Selain itu, pada saat praktikum suhu dalam ruangan
dan tekanan yang tidak dapat di control, penggunaan thermometer secara
bergantian dan keadaan thermometer yang tidak dapat dalam keadaan statis.
Data tersebut menunjukkan bahwa pada larutan garam dengan konsentrasi
0.2 M, 0.4 M dan 0.6 mengalami kenaikan titik didih secara berturut-turut yaitu -
3, -4 dan -2 oC. Hal tersebut berbeda dengan kenaikan titik didih yang kami
peroleh dengan perhitungan secara matematis kami memperoleh kenaikan titik
didih secara berturut-turut yaitu 0.2052 oC, 0.4104 oC, dan 0.6156 oC. Dan nilai
titik didihnya secara berturut-turut yaitu 98.2052 oC, 98.4014 oC, dan 98.6156 oC.
Pada larutan sukrosa kenaikan titik didih yang kami peroleh dari
konsentrasi larutan 0.2 M, 0.4 M dan 0.6 M, secara berturut-turut yaitu -4, -5 dan
-4 (oC). Hal tersebut juga berbeda dengan kenaikan titik didih yang kami peroleh
dengan perhitungan secara matematis, kenaikan titik didih yang kami peroleh
secara berturut-turut yaitu 0.1206 oC , 0.2052 oC dan 0.3078 oC. Dan nilai titik
didihnya secara berturut-turut yaitu 98.1026 oC, 98.2052 oC, dan 98.3078 oC.
Hasil percobaan kami belum sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
titik didih larutan akan lebih tinggi daripada titik didih pelarut.

Grafik Perbandingan Titik Didih Larutan


97
96
Titik didih (oC)

95
94
Larutan Garam
93
Larutan Gula
92
91
0,2 0,4 0,6
Konsentrasi (M)

Grafik tersebut menunjukkan bahwa larutan garam memiliki nilai titik didih
lebih tinggi daripada larutan sukrosa.

• Kegiatan 2
Berdasarkan analisis data yang telah kami lakukan, hasil yang kami
dapatkan yaitu untuk massa mentimun yang direndam dalam aquades dengan
konsentrasi 0 % terjadi penambahan massa yaitu sebesar 0.59 gram. Hal tersebut
dapat terjadi karena ketika mentimun dan air murni didiamkan dalam waktu 30
menit air dari luar akan masuk kedalam, perbedaan konsentrasi antara mentimun
dan aquades yang mempengaruhi peristiwa tersebut. Ketika konsentrasi dalam
mentimun lebih tinggi, potensial air dalam mentimun lebih rendah maka air akan
bergerak/berdifusi menembus membrane semipermeable masuk kedalam
mentimun sehingga massa mentimun bertambah untuk menyeimbangkan tekanan
diantara keduanya. Nilai tekanan osmotik yang kami peroleh melalui perhitungan
secara matematis yaitu 0 atm.
Untuk mentimun yang dimasukkan dalam lautan NaCl dengan konsentrasi
5% dan 40% mengakibatkan massa mentimun berkurang berturut-turut menjadi
0.64 gram dan 0.67 gram. Ketika mentimun dimasukkan dalam larutan yang
hipertonis maka akan terjadi proses osmosis diantara keduanya untuk
menyeimbangkan tekanan. Konsentrasi larutan lebih tinggi daripada konsentrasi
pada mentimun, maka akan terjadi pergerakan air dari dalam mentimun yang
memiliki nilai potensial air lebih tinggi menuju lingkungan. Tekanan osmotik
bergantung pada konsentrasi dari partikel zat pelarut di larutan itu sendiri.
Semakin besar jumlah partikel terlarut, maka semakin tinggi tekanan osmotik.
Nilai tekanan osmotik yang kami peroleh untuk mentimun yang kami rendam
dalam 5% larutan NaCl yaitu 42,04 atm dan yang direndam pada 40% larutan
NaCl yaitu 336,42 atm. Nilai tekanan osmotic lebih besar pada mentimun yang
direndam dengan 40% larutan NaCl, hal tersebut dapat terjadi karena secara
matematis nilai tekanan osmoti berbanding lurus dengan nilai konsentrasi
(molaritas). Sehingga semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar nilai
tekanan osmotiknya.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, dapat dismipulkan bahwa jenis
zat antara garam dan sukrosa berpengaruh dalam kenaikan titik didihnya, selain itu
dipengaruhi oleh tingkat keelektrolitan suatu larutan. Pada percobaan kedua diperoleh
kesimpulan bahwa konsentrasi larutan berpengaruh pada tekana osmotik, semakin
besar konsentrasi maka semakin tinggi nilai tekanan osmotiknya.

B. SARAN
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya, praktikan lebih terampil dalam
penggunaan alat, terutama dalam pembacaan dan cara memegang termometer. Pada
saat praktikum sifat koligatif selanjutnya dapat digunakan statif sebagai alat yang
dikontrol untuk peletakan termometer, agar nilai yang diperoleh lebih valid.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Hiskia. 2001. Penuntun Belajar Kimia Dasar Kimia Larutan. Bandung : PT
Citra Aditya Bakti
Chang, Raymond. 2007. Kimia Dasar Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Erlangga
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai