Anda di halaman 1dari 35

VISI

Pada tahun 2025 menghasilkan Ners yang unggul dalam asuhan keperawatan lanjut usia
dengan menerapkan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Program Studi : Program Sarjan Terapan dan Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah

Dosen Pembimbing : Dr.Santa Manurung, SKM, M.Kep.


Kelas : Profesi Ners

Kelompok : 4 (empat)

Nama Mahasiswa : Rani Dwi Wardhani (P3.73.20.3.21.029)


LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal:
Fraktur Femur
Periode Praktik Klinik 27 September - 02 Oktober 2021
Ruang Bougenvile Gedung D RS dr. Chasbullah Abdul Majid Kota Bekasi

A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang merupakan penentu
apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak lengkap (Astanti, 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2012).
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara
langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).
B. Anatomi dan Fisiologi

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa
terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah.
Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium)
yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah
dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang pang]gul terdiri dari 31 pasang antara
lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang
1. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut
kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung membentuk persendian
lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di antara
dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fosa kondilus.
3. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
4. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007). Sendi tibia fibula
dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah batang dari
tulangtulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang membentuk sebuah
sendi ketiga antara tulang-tulang itu (Drs. H. Syahrifuddin, 2006).
5. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masingmasing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing terdiri dari 3
ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah
tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).
C. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera, stress, dan
melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis(Apleys & Solomon, 2018).
Menurut Purwanto (2016) Etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :

1. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
2. Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena itu kekuatan trauma
diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.

3. Kondisi patologis
Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang)
D. Klasifikasi
1. Fraktur intrakapsuler femur/fraktur collum femoris
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi di sebelah proksimal linea
intertrichanterica pada daerah intrakapsular sendi panggul (Hoppenfeld dan Murthy,
2011)
2. Fraktur subtrochanter
Fraktur subtrochanter merupakan fraktur yang terjadi antara trochanter minor dan di
dekat sepertiga proksimal corpus femur. Fraktur dapat meluas ke proksimal sampai
daerah intertrochanter. Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma berenergi tinggi pada
pasien muda atau perluasan fraktur intertrochanter kearah distal pada pasien manula
(Hoppenfeld dan Murthy, 2011).
3. Fraktur intertrochanter femur
Fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi diantara trochanter major dan minor
sepanjang linea intertrichanterica, diluar kapsul sendi. Trauma berenergi tinggi dapat
menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda. Pada keadaan ini, fraktur introchanter
biasanya menyertai fraktur compus (shaft) femoralis (Hoppenfeld dan Murthy, 2011).
4. Fraktur corpus femoris/fraktur batang femur
Fraktur corpus femoris adalah fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah
artikular atau metafisis. Fraktur ini sering berhubungan dengan trauma jaringan lunak
yang berat dan pada saat yang bersamaan terjadi luka terbuka (Hoppenfeld dan Murthy,
2011). Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga
kondil. Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau
trauma industri, khususnya kecelakaan yang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan
besar (Kneale & Peter, 2011).
5. Fraktur suprakondilar femur
Fraktur femur suprakondilar melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini
mencakup 8 sampai 15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan permukaan
sendi. Pada pasien berusia muda, fraktur ini biasanya disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi seperti tertabrak mobil (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). Fraktur suprakondilar
femur lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur (Kneale & Peter, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema local
7. Ekomosis
F. Patofisologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-sel darah putih dan sel-sel anast
berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment (Brunner & Suddart, 2015).
G. Pathway
H. Komplikasi
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun interna) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak (Smeltzer,
2015).
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling
sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam (Smeltzer, 2015).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk jaringan, bisa disebabkan karena penurunan
kompartemen otot (karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau
balutan yang menjerat) atau peningkatan isi kompartemen otot (karena edema atau
perdarahan) (Smeltzer, 2015).
2. Komplikasi lambat
1. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan
normal. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
2. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Tulang
yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang baru
(Smeltzer, 2015).
3. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala.
Masalah yang dapat terjadi meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi
yang tidak memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak), berkaratnya
alat, respon alergi terhadap campuran logam yang dipergunakan (Smeltzer, 2015).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray
untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui tempat dan tipe fraktur,
biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodik.
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera
hati (Nurarif & Kusuma, 2015).
J. Penatalaksanaan
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas untuk
menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur tungkai akan terasa
nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi
fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi
fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka. Reduksi
fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi,fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran tulang sampai penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan di luar
kulit untuk menstabilkan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal
perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan
pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan mengggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, terapi juga
dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian focus
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
2. Pengumpulan data
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
(b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(c) Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic.
6) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism.
(b) Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehariharinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(c) Pola eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia
tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(d) Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
(e) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya
makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
(f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
(g) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri
(h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
(i) Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien.
(j) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(k) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
8) Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
(a) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti
i. Kesadaran penderita
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna Apatis:
terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan
penglihatan, pendengaran dan perabaan normal Sopor: dapat
dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus Koma:
tidak ada respon terhadap rangsangan Somnolen: dapat dibangunkan
bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab pertanyaan, bila
rangsangan berhenti penderita tidur lagi.
ii. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.
iii. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
iv. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas
v. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah),
penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil
melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada
sisi cedera.
(2) Keadaan local
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut
i. Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut:
Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi, Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi, Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal), Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas), Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
ii. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: Perubahan suhu disekitar
trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3
– 5) detik, Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian, Nyeri tekan (tenderness),
krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal) ,
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya, Kekuatan otot: otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi
sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi
tapi dengan sentuhan jatuh (3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan
otot utuh
iii. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi dan Rasional


Keperawatan
1 Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
b.d Agen pencedera Keperawatan …. x24 jam Observasi
fisik d.d kecelakaan diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
lalu lintas, adanya menurun dengan Kriteria Hasil : intensitas nyeri
fraktur dan benturan (L.08066) Rasional:
- Tidak mengeluh nyeri Dengan mengidentifikasi dapat membantu perawat untuk
- Tidak meringis kesakitan berfokus pada penyebab nyeri dan manajemennya
- Sikap tidak protektif 2. Identifikasi skala nyeri
terhadap nyeri Rasional:
- Tidak kesulitan tdiur Dengan mengetaui skala nyeri pasien dapat membantu perawat
mengetahui tingkat nyeri pasien
- Tidak muntah
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
- Tidak mual Rasional:
- Frekuensi nadi dalam batas Dengan mengidentifikasi respon nyeri nonverbal pasien dapat
normal (60-100x/mnt) mengetahui seberapa kuat nyeri yang dirasakan pasien
- Pola napas dalam batas 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
normal (16-20x//mnt) Rasional:
Meminimalisir perburukan kondisi pasien
5. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
Rasional:
Membantu mengurangi nyeri tanpa pemberian obat dan efek
samping dari obat
6. Monitor efek samping penggunaan analgesic
Rasional:
Dengan memonitor akan mencegah terjadinya efek samping
Terapeutik
7. Berikan teknik non farmakologi
Rasional:
Mengurangi nyeri dengan cara kerja biologi
8. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional:
Dengan dukungan lingkungan akan mempengaruhi keamanan
dan kenyamanan pasien
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Rasional:
Sumber nyeri perlu dikenali agar dapat mencegah untuk
memperberat nyeri
Edukasi
10. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional:
Mengidentifikasi etiologi terjadinya nyeri yang dirasakan
11. Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional:
Dengan menjelaskan strategi yang digunakan untuk
mengurangi nyeri dapat memberikan pengertian serta
kooperatif dan tercapainya tujuan
12. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Rasional:
Membantu pasien untuk mengenali tanda gejala dari nyeri yang
dirasakan sehingga dapat mengurangi nyeri yang dirasakan
13. Anjurkan menggunakan analgesic secara tepat
Rasional:
Pemberian analgesic dapat memblok nyeri pada susunan saraf
pusat
14. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional:
Pemberian teknik farmakologi dapat membantu mengurangi
kecemasan akibat nyeri
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional:
Pemberian analgesic dapat memblok nyeri pada susunan saraf
pusat
2 Gangguan Integritas Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (I. 14564)
Kulit (D. 0129) b.d keperawatan selama … x 24 jam Observasi
faktor mekanis d.d Gangguan integritas kulit dapat 1. Monitor karakteristik luka
fraktur teratasi. Kriteria Hasil: Rasional:
Penyembuhan Luka (L 14130) Agar pasien dapat mengetahui perkembangan penyembuhan
- Penyatuan kulit meningkat lukanya
- Penyatuan tepi kulit 2. Monitor tanda -tanda infeksi
meningkat Rasional:
- Jaringan granulasi Mengetahui lebih awal untuk mencegah terjadinya perburukan
meningkat pada luka
- Pembentukkan jaringan Terapeutik
parut meningkat 3. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
Rasional:
- Edema pada luka menurun,
Mengetahui lebih awal untuk mencegah terjadinya perburukan
peradangan luka menurun
pada luka
- Nyeri menurn 4. Bersihkan dengan cairan NacL atau pembersih nontoksik
- Bau tidak sedap pada luka Rasional:
menurun Nacl adalah cairan pembersih yang bersifat isotonis sehingga
- Nekrosis menurun tidak mengganggu proses penyembuhan luka
- Infeksi menurun 5. Bersihkan jaringan nekrotik
Rasional:
Membantu membuang jaringan yang sudah mati agar proses
penyembuhan luka atau kolagen dapat membentuk jaringan
baru
6. Berikan salep yang sesuai ke kulit
Rasional:
Membantu proses penyembuhan luka secara farmakologi
7. Pasang balutan sesuai jenis luka
Rasional:
Perawatan luka yang tidak sesuai dengan jenis lukanya akan
memperlambat proses penyembuhan luka bahkan akan
memperparah
8. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Rasional:
Menghindari kontaminasi pada luka
9. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainage
Rasional:
Membantu proses penyembuhan luka
10. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
Rasional:
Menghindari sirkulasi tidak lancar dan akan memperburuk
proses penyembuhan luka
11. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkaal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
Rasional:
Pemberian asupan nutrisi sesuai kebutuhan akan membantu
proses penyembuhan luka
12. Berikan suplemen vitamin dan mineral
Rasional:
Pemberian asupan nutrisi sesuai kebutuhan akan membantu
proses penyembuhan luka
13. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous)
Rasional:
TENS akan merangsang system saraf melalui permukaan kulit
yang telah terbukti efektif dapat menghilangkan nyeri
Edukasi
14. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Rasional:
Membantu pasien mengetahui tanda dan gejala tanda infeksi
agar dapat segera ditangani
15. Anjurkan mengkonsimsi makanan tinggi kalori dan protein
Rasional:
Pemberian asupan nutrisi sesuai kebutuhan akan membantu
proses penyembuhan luka
16. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Rasional:
Membantu pasien merawat luka secara mandiri
Kolaborasi
17. Kolaborasi prosedur debridement
Rasional:
Membantu proses penyemuhan luka
18. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional:
Mambantu menjaga imunitas tubuh agar terhindar dari resiko
infeksi
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Terapi Aktivitas (I. 08248)
b.d kelemahan d.d Keperawatan 3x24 jam Observasi
pasien mengeluh diharapkan intoleransi aktivitas 1. Identifikasi deficit tingkat aktivitas
lemas, tidak mampu teratasi Kriteria Hasil : Rasional:
memenuhi kebutuhan (L.05047) Menyediakan informasi untuk merumuskan kegiatan aktivitas
secara mandiri - Frekuensi nadi dalam batas apa yang akan dilakukan
(D.0056) normal (60-100x/mnt) 2. Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
- Saturasi oksigen dalam Rasional:
batas normal (96%-100%) Menyediakan informasi untuk merumuskan kegiatan aktivitas
- Kemudahan dalam apa yang akan dilakukan
melakukan aktivitas Terapeutik
- Tidak mengeluh lelah 3. Fasilitasi fokus pda kemampuan, bukan deficit yang dialami
Rasional:
- Frekuensi nafas normal
Meningkatkan dan mempertahankan kemampuan yang telah
(16-20x/mnt)
ada dahulu
4. Sepakti komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
Rasional:
Meningkatkan kemampuan aktivitas yang dimiliki
5. Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai kondisi
Rasional:
Pasien dengan toleransi aktivitas terbatas perlu
memprioritaskan tugas-tugas penting terlebih dahulu
6. Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
Rasional:
Kegiatan harus direncanakan sebelumnya agar sesuai dengan
tingkat energi puncak pasien. Jika tujuannya terlalu rendah,
bernegosiasi.
7. Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
Rasional:
Faktor penyebab dapat bersifat sementara atau permanen serta
fisik atau psikologis. Menentukan penyebab dapat membantu
memandu perawat selama intervensi keperawatan.
Edukasi
8. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Rasional:
Motivasi dan kerjasama ditingkatkan jika pasien berpartisipasi
dalam penetapan tujuan.
Kolaborasi
9. Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
Rasional:
Membantu pasien dengan ADL memungkinkan konservasi
4 Resiko Infeksi) d.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539)
luka terbuka (D. keperawatan selama ...x24 jam, Observasi
0142 Infeksi tidak terjadi dengan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
kriteria hasil: Rasional:
Tingkat Infeksi (L. 14137) Mengetahui lebih awal untuk mencegah terjadinya
- Tidak demam (36,5- perburukan pada luka
37,5oC) Terapeutik
- Kadar sel darah putih 2. Batasi jumlah pengunjung
membaik ( 5-10 ribu/uL) Rasional:
- integritas mukosa tidak Pengunjung yang datang dari luar tidak menutup kemungkinan
mambawa virus atau bakteri, dengan pembatasan pengunjung
ada
3. Berikan perawatan kulit
- tidak ada tanda-tanda
Rasional:
infeksi rubor
Menghindari perburukan perkembangan proses penyembuhan
(kemerahan), kalor
dan mencegah adanya infeksi.
(panas), dolor (rasa
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
sakit),, tumor
lingkungan pasien
(pembengkakan), fungsio
Rasional:
lasea (perubahan fungsi
Mencegah perpindahan bakteri dan virus
dari jaringan yang
5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
mengalami infeksi)
Rasional:
Teknis aseptic digunakan untuk mecegah masuknya bakteri
(kontaminasi) yang akan memperburuk proses penyembuhan
luka terutama luka terbuka
Edukasi
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan
Rasional:
Hidrasi dan nutrisi yang cukup membantu menjaga turgor,
kelembapan, dan kekenyalan kulit, yang memberikan
ketahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh tekanan.
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional:
Pemberian antibiotik akan mengurangi terjadinya resiko
terkenanya infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Apleys, G. A & Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition,
New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.
Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada Pasien Ekstermitas
Atas.
Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 volume 1.
Jakarta : EGC.
Desiartama, A., & Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Akibat
Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).
Hoppenfeld Stanley dan Murthy Vasanhaal.2008. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta:
EKG.
Kneale Julia D dan Peter S Davis.2011. Perawatan Orthopedi dan Trauma. Jakarta: EKG.
KRIESTANA, H. (2020). STUDI LITERATUR: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Lukman, Ningsih, N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Pratiwi, A. E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Femur Dengan Masalah
Nyeri (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnstik. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
Smeltzer, S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM :


MUSKULOSKELETAL (DIAGNOSA MEDIS) CLOSE FRAKTUR FEMUR SINISTRA 1/3 DISTAL
DI RUANG BOUGENVILE RSUD DR CHASBULLAH ABDUL MAJID BEKASI

Oleh:

Nama : Rani Dwi Wardhani

NIM : P3.73.20.3.21.029

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES JAKARTA III
TAHUN 2021
FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 27 September 2021 No. Register : 18273817


Jam Pengkajian : 14.00 Tgl. MRS : 26 September 2021
Ruang/Kelas : Teratai

A. IDENTITAS
Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R Nama : Ny.A
Umur : 35 Tahun Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen
Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT
Pekerjaan : Karyawan Swasta Alamat : Bekasi utara
Gol. Darah :B Hubungan dengan Pasien : Istri
Alamat : Bekasi utara

B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama saat MRS (Masuk Rumah Sakit)
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan tabrakan dengan angkot saat sedang
mengemudi motor pada hari Minggu 26 September 2021 jam 05.30 WIB, pasien
mengalami pingsan tidak sadarkan diri, Pasien di bawa ke Rumah Sakit mengeluh
nyeri di kaki kiri karena mengalami fraktur pada pahanya.
2. Keluhan Utama saat Pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri dibagian kaki kiri yang mengalami fraktur femur, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, pasien mengatakan sulit
untuk mengunyah, jika membuka mulut sakit.
TTV: TD: 134/81 mmHg, HR: 90x/mnt, RR:20x/mnt, SpO2 99%, S: 36,7oC

C. DIAGNOSA MEDIS
Close fraktur femur sinistra 1/3 distal
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan datang ke IGD RS Bakti Husada pada hari Minggu 26 September
2021 jam 05.40 karena mengalami kecelakaan tabrakan motor dengan angkot di Jl. RE
Martadinata dekat Terminal Cikarang Desa Karang Baru , Pasien memakai helm, Pasien
di rontgen dan tampak fraktur femur 1/3 distal , lalu pasien di pindahkan ke RSUD CAM
Bekasi pada Jam 13.18 , Pasien mengeluh nyeri dibagian kaki kiri yang mengalami
fraktur femur, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Pasien
tampak terpasang bidai paha kiri dengan elastis perban dan spalk 2 sendiri. Tampak
terdapat luka benturan di mata kiri,dan luka didagu, Kesadaran compos mentis, GCS 15
diberikan therapy cairan RL 500cc 20tpm, Ranitidin 2x1amp (25mg) via IV, ketorolac
2x1amp (30mg) via IV
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak ada penyakit masa lalu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengidap penyakit menular dan
tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang turunan.
Gambar Genogram:

35

Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Orang yang tinggalserumah
Usia
Pasien

E.RIWAYAT POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN PASIEN

Pola Aktivitas Sehari-Hari

ADL Di Rumah Di Rumah Sakit


Pola pemenuhan Pasien makan 3x dalam sehari. BB: 80 kg, TB: 172cm
kebutuhan nutrisi Makan nasi, sayur, lauk pauk, IMT: 17,67 (kategori: gemuk)
dan cairan pasien, tidak ada alergi makanan Makan / Minum
dan tidak ada pantangan yang Jumlah : 3x sehari
dimakan atau minum Jenis: Nasi putih lembek, sayur,buah dan minum
5-8 gelas/hari
Jumlah: 3x sehari
Minum/Infus : 500 ml cairan RL
Pola Eliminasi BAK BAK
BAK : 5-6x/hari Warna kuning jernih
Warna kuning jernih Bau khas urin
Bau khas urin Tidak mengalami kesulitan BAK
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidak mengalami kesulitan BAK

BAB : BAB BAB


1-2x/hari Pasien belum BAB selama kecelakaan
Konsistensi padat
Tidak ada kesulitan BAB
Pola Istirahat Tidur Pasien istirahat dan tidur yang Pasien mengatakan sering terbangun karna nyeri
cukup di rumah kurang lebih 8 jam di kaki kirinya
perhari, pasien tidak merasa
kesulitan untuk tidur
Pola Kebersihan Pasien mandi 2x sehari di pagi dan Pasien hanya di lap badannya saja
Diri (PH) sore hari, mencuci rambut 2x dalam Mengganti baju dengan bantuan istrinya dengan
seminggu, gosok gigi 2x sehari pagi frekuensi 1 hari sekali
dan sore, ganti baju setiap hari dan
keadaan kuku bersih
Aktivitas Lain Pasien sering menjaga anak- Pasien mengisi waktu luangnya dengan
Aktivitas apa yang anaknya dirumah beristirahat
dilakukan pasien
untuk mengisi
waktu luang?

Riwayat Psikologi
Status Emosi
pasien mengatakan menjadi tidak bisa melakukan pekerjaannya
Gaya Komunikasi
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, komunikasi terbuka dan sudah terjalin
hubungan saling percaya kepada perawat, melakukan komunikasi dengan pasien dan
istrinya yang menunggu pasien selama dilakukan perawatan di RS

Pola Pertahanan
Mekanisme kopping pasien yaitu beristirahat dan support dari keluarganya

Dampak di Rawat di Rumah Sakit


Secara fisik pasien tampak kesakitan

Kondisi emosi / perasaan pasien


Pasien merasakan nyeri

Riwayat Sosial
Bagaimana Pola Interaksi pasien :
Jika diajak berbicara pasien merespon kepada siapapun.. Pasien berinteraksi secara
aktif.

Riwayat Spiritual
Pasien tetap menjalankan ibadah sesuai keyakinannya

F.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran Compos mentis, Keadaan Umum Baik
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
TD: 134/81 mmHg
HR: 90x/mnt
S:36,7oC
RR: 20x/mnt
SpO2 99%
BB : 80 kg
TB: 172 cm

3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, terdapat bengkak pada kelopak mata sebelah kiri,
pasien sadar, peradangan (-), luka (+), benjolan (-), konjungtiva anemis, tampak
sclera kiri berwarna merah, warna iris hitam, reaksi pupil cahaya (miosis), pupil
(isokor).
b. Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi simetris dan tidak ada pembengkakan. meatus
: perdarahan(-), Kotoran(-), Pembengkakan (-), pembesaran / polip (-)
c. Mulut
Tidak ada kelainan konginetal/bawaan pada bibir, warna bibir pucat, lesi (+), Bibir
pecah (-), gigi patah (-), gusi pucat, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran (-), Gigi palsu
(-), Gingivitis (-), Warna lidah pink Perdarahan (-) dan abses (-). Benda asing di
mulut: tidak ada
d. Telinga
Bentuk simetris, lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan(-), penumpukan serumen(-),
perdarahan (-), perforasi (-).

4. Pemeriksaan Kepala, Dan Leher


a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala brakhiocephalus/bulat, simetris, Luka (-), darah (-),
Trepanasi (-).
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa atau pembesaran
b. Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris, peradangan (-), jaringan parut (-), perubahan warna
(-), massa (-)
Palpasi :pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), posisi trakea
(simetris), pembesaran Vena jugularis (-)

5. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi
Bentuk torak (Normal chest), Susunan ruas tulang belakang normal
(Kyposis (-) / Scoliosis (-) / Lordosis (-), Bentuk dada (simetris),
Keadaan turgor kulit baik (elastis), warna kulit merata, Retraksi otot
bantu pernafasan : Retraksi intercosta (-), retraksi suprasternal (-),
Sternomastoid (-), pernafasan cuping hidung (-). Pola nafas : (Eupnea),
cianosis(-)
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
sama
Perkusi Area paru : (sonor)
Auskultasi
Suara nafas Area Vesikuler:(bersih) ,Area Bronchial : (bersih) Area
Bronkovesikuler (bersih). Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni (-),
Egophoni (-), Pectoriloqui (-), Suara tambahanTerdengar : Rales (-),
Ronchi (-), Wheezing (-), Pleural fricion rub (-). Keluhan lain yang
dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : tidak ada
b. Pemeriksaan jantung
INSPEKSI
Ictus cordis(-), tidak ada pelebaran
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : Kuat
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Mid SternalisDextra
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal, kuat, reguler)
BJ II terdengar (tunggal, kuat, reguler)
Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm(-), Murmur(-).
Suara jantung: lupdup
6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : datar, Massa/Benjolan (-), simetris, Bayangan pembuluh darah vena
(-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 15x/menit, Borborygmi (-)
PALPASI
Palpasi Hepar : Nyeri tekan(-), pembesaran(-), perabaan (lunak), permukaan (halus),
hepar tidak teraba
Palpasi Appendik : Nyeri tekan(+), nyeri lepas(-), nyeri menjalar kontralateral (-).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan(-), pembesaran(-) ginjal tidak
teraba
PERKUSI
Tympani
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : tidak ada keluhan

7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal


Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi(-), eritem(-), keputihan(-), peradangan(-).
Lubang uretra : stenosis/sumbatan(-)
8. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang
Tidak ada lesi, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak terdapat deformitas
pada tulang belakang, tidak terdapat fraktur, dan tidak ada nyeri tekan.
9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal
Inspeksi
Otot antarsisi kanan dan kiri (asimetris), deformitas(-), fraktur(+) jenis close fraktur
femur sinistra 1/3 distal, terpasang Gib(+), Traksi(-). Tampak terpasang selang infus
di tangan kiri.
Palpasi
Oedem : tidak ada
Uji kekuatan otot PR : 5555 5555
5555 4333
10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran / Penghidu / tengorokan : PR
Uji ketajaman pendengaran : Tes bisik normal, Uji weber : seimbang antara kanan
dan kiri, Ujirinnec: sama dibanding dengan hantaran udara, Ujiswabach : sama
Uji Ketajaman Penciuman masih tajam dan tercium bau
Pemeriksaan tenggorokan: tidak ada nyeri telan

11. Pemeriksan Fungsi Penglihatan PR


Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Baik )
Pemeriksaan lapang pandang : Normal
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometri tidak dilakukan pemeriksaan

12. Pemeriksan Fungsi Neurologis PR


Menguji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
- Menilai respon membuka mata 6
- Menilai respon Verbal 4
- Menilai respon motorik 5
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan: Compos Mentis
Peningkatan suhu tubuh(-), nyeri kepala (-), kaku kuduk(-), mual dan muntah(-),
kejang(-), penurunan tingkat kesadaran(-)
Memeriksa nervus cranialis
Nervus I olfaktorius (pembau) : dapat membedakan bau, tidak ada gangguan
penciuman
Nervus II Opticus (penglihatan) : penglihatan normal, sudut pandang 6/6
Nervus III Ocumulatorius : dapat menggerakan bola mata kesegala arah,
reflek pupil isokor, konjungtiva anemis
Nervus IV Throclearis : dapat menggerakan bola mata kebawah
Nervus V Thrigeminus : dapat merasakan sentuhan dan getaran, sensori
wajah normal
Nervus VI Abdusen : dapat menggerakan bola mata keseluruh arah,
konjungtiva tidak anemis, reflek pupil isokor
Nervus VII Facialis : tidak ada gangguan pengecapan
Nervus VIII Verstibulocochlearis/Auditorius : dapat mendengar dengan baik,
tidak ada gangguan pendengaran
Nervus IX Glosopharingeal : sulit untuk membuka mulut lebar dan
mengunyah
Nervus X Vagus : tidak ada gangguan menelan
Nervus XI Accessorius : tidak ada gangguan pada pergerakan kepala
Nervus XII Hypogloseal : dapat menggerakan lidah

Memeriksa fungsi motorik


Ukuran otot (asimetris), atropi(-), gerakan-gerakan yang tidak disadar oleh
pasien(-)
Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer: benda tumpul, benda tajam. Menguji sensasi panas /
dingin, kapas halus, minyak wangi (+)
Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis : R. Bisep (+), R. Trisep (+), R. Brachioradialis (+), R. Patella (+),
R. Achiles (+)
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis : -

13. Pemeriksan Kulit/Integument


Integument/Kulit PR
Inspeksi : Adakah lesi (+), Jaringan parut (-), Warna Kulit sawo matang
Palpasi : Tekstur (halus), Turgor (normal) Kelenturan (baik), Struktur (lembab),
nyeri tekan(+) di daerah fraktur femur sinistra
Identifikasi luka / lesi pada kulit
Tipe Primer : Makula(-), Papula(-), Nodule(-), Vesikula(-)
Tipe Sekunder : Pustula (-), Ulkus (-), Crusta (-), Exsoriasi (+), Scar (-),
Lichenifikasi(-)
Kelainan-kelainan pada kulit : Naevus Pigmentosus(-), Hiperpigmentasi(-),
Vitiligo/Hipopigmentasi(-), Tatto(-), Haemangioma (-), Angioma/toh(-),
SpiderNaevi (-), Striae (-)
Pemeriksaan Rambut
Inspeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), Bau (-) rontok (-), warna hitam,
Alopesia(-), Hirsutisme(-).
Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi :warna pucat, bentuk normal, dan kebersihan kuku (bersih).

14. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik


26 September 2021
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin DHF
Lekosit 19.4 ribu/uL 5-10
Hemoglobin 13.5 g/dL 13-17.5
Hematokrit 38.8 % 40-54
Trombosit 300 ribu/uL 150-400
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 127 mg/dL 60-110
Elektrolit
Natrium (Na) 139 mmol/L 135-145
Kalium (K) 3.9 mmol/L 3.5-5.0
Clorida (Cl) 109 mmol/L 94-111

15. Pemeriksaan Radiologi :

G. TINDAKAN DAN TERAPI


Terapi Farmakologis
1. Cairan Ringer Laktat 500mg 20 tpm via IV
2. Pemberian obat:
a. Ketorolac 30mg 2x1 IV (analgesic, obat mengurangi nyeri)
b. Ranitidin 25mg 2x1 IV (obat yang digunakan untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam berlebih di dalam lambung)

Preceptee
TTD

(Rani Dwi Wardhani)

Anda mungkin juga menyukai