Pada tahun 2025 menghasilkan Ners yang unggul dalam asuhan keperawatan lanjut usia
dengan menerapkan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.
Kelompok : 4 (empat)
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang disebabkan karena trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang merupakan penentu
apakah fraktur terjadi lengkap atau tidak lengkap (Astanti, 2017).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2012).
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara
langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak
dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).
B. Anatomi dan Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa
terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah.
Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium)
yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa
yang membuatnya kuat dan elastis. Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah
dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang pang]gul terdiri dari 31 pasang antara
lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia dan falang
1. Tulang Koksa OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut
kaput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung membentuk persendian
lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di antara
dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang
disebut dengan fosa kondilus.
3. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
4. Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Evelyn, 2007). Sendi tibia fibula
dibentuk antara ujung atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah batang dari
tulangtulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen antara tulang membentuk sebuah
sendi ketiga antara tulang-tulang itu (Drs. H. Syahrifuddin, 2006).
5. Meta tarsalia terdiri dari tulang-tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang
masingmasing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masing terdiri dari 3
ruas kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah
tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).
C. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah cidera, stress, dan
melemahnya tulang akibat abnormalitas seperti fraktur patologis(Apleys & Solomon, 2018).
Menurut Purwanto (2016) Etiologi/ penyebab terjadinya fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
2. Trauma tidak langsung
Tidak terjadi pada tempat benturan tetapi ditempat lain,oleh karena itu kekuatan trauma
diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.
3. Kondisi patologis
Terjadi karena penyakit pada tulang (degeneratif dan kanker tulang)
D. Klasifikasi
1. Fraktur intrakapsuler femur/fraktur collum femoris
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi di sebelah proksimal linea
intertrichanterica pada daerah intrakapsular sendi panggul (Hoppenfeld dan Murthy,
2011)
2. Fraktur subtrochanter
Fraktur subtrochanter merupakan fraktur yang terjadi antara trochanter minor dan di
dekat sepertiga proksimal corpus femur. Fraktur dapat meluas ke proksimal sampai
daerah intertrochanter. Fraktur ini dapat disebabkan oleh trauma berenergi tinggi pada
pasien muda atau perluasan fraktur intertrochanter kearah distal pada pasien manula
(Hoppenfeld dan Murthy, 2011).
3. Fraktur intertrochanter femur
Fraktur intertrochanter adalah fraktur yang terjadi diantara trochanter major dan minor
sepanjang linea intertrichanterica, diluar kapsul sendi. Trauma berenergi tinggi dapat
menyebabkan fraktur tipe ini pada pasien muda. Pada keadaan ini, fraktur introchanter
biasanya menyertai fraktur compus (shaft) femoralis (Hoppenfeld dan Murthy, 2011).
4. Fraktur corpus femoris/fraktur batang femur
Fraktur corpus femoris adalah fraktur diafisis femur yang tidak melibatkan daerah
artikular atau metafisis. Fraktur ini sering berhubungan dengan trauma jaringan lunak
yang berat dan pada saat yang bersamaan terjadi luka terbuka (Hoppenfeld dan Murthy,
2011). Batang femur didefinisikan sebagai bagian yang memanjang dari trokanter hingga
kondil. Sebagian besar fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau
trauma industri, khususnya kecelakaan yang melibatkan kecepatan tinggi atau kekuatan
besar (Kneale & Peter, 2011).
5. Fraktur suprakondilar femur
Fraktur femur suprakondilar melibatkan aspek distal atau metafisis femur. Daerah ini
mencakup 8 sampai 15 cm bagian distal femur. Fraktur ini sering melibatkan permukaan
sendi. Pada pasien berusia muda, fraktur ini biasanya disebabkan oleh trauma berenergi
tinggi seperti tertabrak mobil (Hoppenfeld dan Murthy, 2011). Fraktur suprakondilar
femur lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur (Kneale & Peter, 2011).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Smeltzer (2018) meliputi :
1. Nyeri akut terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
4. Pemendekan ekstremitas. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
6. Edema local
7. Ekomosis
F. Patofisologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur. Sel-sel darah putih dan sel-sel anast
berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstermitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
compartment (Brunner & Suddart, 2015).
G. Pathway
H. Komplikasi
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun interna) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak (Smeltzer,
2015).
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil
yang memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat cepat
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling
sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam (Smeltzer, 2015).
c. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk jaringan, bisa disebabkan karena penurunan
kompartemen otot (karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau
balutan yang menjerat) atau peningkatan isi kompartemen otot (karena edema atau
perdarahan) (Smeltzer, 2015).
2. Komplikasi lambat
1. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan
normal. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik dan
distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang.
2. Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati. Tulang
yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang baru
(Smeltzer, 2015).
3. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala.
Masalah yang dapat terjadi meliputi kegagalan mekanis (pemasangan dan stabilisasi
yang tidak memadai), kegagalan material (alat yang cacat atau rusak), berkaratnya
alat, respon alergi terhadap campuran logam yang dipergunakan (Smeltzer, 2015).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray
untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur, mengetahui tempat dan tipe fraktur,
biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodik.
2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak
3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera
hati (Nurarif & Kusuma, 2015).
J. Penatalaksanaan
1. Rekognisi (pengenalan). Riwayat kecelakaan derajat keparahan harus jelas untuk
menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya. Frktur tungkai akan terasa
nyeri dan bengkak. Kelainan bentuk nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka.
2. Reduksi (manipulasi). Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi
fragmenfragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula. Reduksi
fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka. Reduksi
fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan pendarahan. Pada kebanyakan kasus,
reduksi frktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (
3. Retensi (immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi,fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran tulang sampai penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan di luar
kulit untuk menstabilkan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal
perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan
pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan mengggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, terapi juga
dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian focus
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
2. Pengumpulan data
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat
dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
(b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(c) Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan
yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic.
6) Riwayat psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
(a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism.
(b) Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehariharinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(c) Pola eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia
tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
(d) Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
(e) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari hari menjadi berkurang. Misalnya
makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
(f) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah diri terhadap
perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
(g) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri
(h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
(i) Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien.
(j) Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
(k) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
8) Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
(a) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti
i. Kesadaran penderita
Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi sempurna Apatis:
terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan
penglihatan, pendengaran dan perabaan normal Sopor: dapat
dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus Koma:
tidak ada respon terhadap rangsangan Somnolen: dapat dibangunkan
bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab pertanyaan, bila
rangsangan berhenti penderita tidur lagi.
ii. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.
iii. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
iv. Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas
v. Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah),
penurunan nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil
melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma pada
sisi cedera.
(2) Keadaan local
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut
i. Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut:
Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi, Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi, Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal), Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas), Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
ii. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: Perubahan suhu disekitar
trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3
– 5) detik, Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian, Nyeri tekan (tenderness),
krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal) ,
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya, Kekuatan otot: otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi
sedikit dan ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi
tapi dengan sentuhan jatuh (3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan
otot utuh
iii. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Apleys, G. A & Solomon Louis, 2018. System of Orthopaedic and Trauma. 10th edition,
New York: Taylor & Francis Group, CRC Press.
Astanti, feni yuni. 2017. Pengaruh Rom Terhadap Perubahan Nyeri Pada Pasien Ekstermitas
Atas.
Brunner & Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12 volume 1.
Jakarta : EGC.
Desiartama, A., & Aryana, I. W. 2017. Gambaran Karakteristik Pasien Fraktur Akibat
Kecelakan Lalu Lintas Pada Orang Dewasa Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar Tahun 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 6(5).
Hoppenfeld Stanley dan Murthy Vasanhaal.2008. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta:
EKG.
Kneale Julia D dan Peter S Davis.2011. Perawatan Orthopedi dan Trauma. Jakarta: EKG.
KRIESTANA, H. (2020). STUDI LITERATUR: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo).
Lukman, Ningsih, N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Pratiwi, A. E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Femur Dengan Masalah
Nyeri (Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).
SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnstik. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPPPPNI.
Smeltzer, S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Oleh:
NIM : P3.73.20.3.21.029
A. IDENTITAS
Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R Nama : Ny.A
Umur : 35 Tahun Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan Agama : Kristen
Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT
Pekerjaan : Karyawan Swasta Alamat : Bekasi utara
Gol. Darah :B Hubungan dengan Pasien : Istri
Alamat : Bekasi utara
B. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan utama saat MRS (Masuk Rumah Sakit)
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan tabrakan dengan angkot saat sedang
mengemudi motor pada hari Minggu 26 September 2021 jam 05.30 WIB, pasien
mengalami pingsan tidak sadarkan diri, Pasien di bawa ke Rumah Sakit mengeluh
nyeri di kaki kiri karena mengalami fraktur pada pahanya.
2. Keluhan Utama saat Pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri dibagian kaki kiri yang mengalami fraktur femur, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul, pasien mengatakan sulit
untuk mengunyah, jika membuka mulut sakit.
TTV: TD: 134/81 mmHg, HR: 90x/mnt, RR:20x/mnt, SpO2 99%, S: 36,7oC
C. DIAGNOSA MEDIS
Close fraktur femur sinistra 1/3 distal
D. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan datang ke IGD RS Bakti Husada pada hari Minggu 26 September
2021 jam 05.40 karena mengalami kecelakaan tabrakan motor dengan angkot di Jl. RE
Martadinata dekat Terminal Cikarang Desa Karang Baru , Pasien memakai helm, Pasien
di rontgen dan tampak fraktur femur 1/3 distal , lalu pasien di pindahkan ke RSUD CAM
Bekasi pada Jam 13.18 , Pasien mengeluh nyeri dibagian kaki kiri yang mengalami
fraktur femur, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri hilang timbul. Pasien
tampak terpasang bidai paha kiri dengan elastis perban dan spalk 2 sendiri. Tampak
terdapat luka benturan di mata kiri,dan luka didagu, Kesadaran compos mentis, GCS 15
diberikan therapy cairan RL 500cc 20tpm, Ranitidin 2x1amp (25mg) via IV, ketorolac
2x1amp (30mg) via IV
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan tidak ada penyakit masa lalu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarganya tidak ada yang mengidap penyakit menular dan
tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang turunan.
Gambar Genogram:
35
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Orang yang tinggalserumah
Usia
Pasien
Riwayat Psikologi
Status Emosi
pasien mengatakan menjadi tidak bisa melakukan pekerjaannya
Gaya Komunikasi
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, komunikasi terbuka dan sudah terjalin
hubungan saling percaya kepada perawat, melakukan komunikasi dengan pasien dan
istrinya yang menunggu pasien selama dilakukan perawatan di RS
Pola Pertahanan
Mekanisme kopping pasien yaitu beristirahat dan support dari keluarganya
Riwayat Sosial
Bagaimana Pola Interaksi pasien :
Jika diajak berbicara pasien merespon kepada siapapun.. Pasien berinteraksi secara
aktif.
Riwayat Spiritual
Pasien tetap menjalankan ibadah sesuai keyakinannya
F.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran Compos mentis, Keadaan Umum Baik
2. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
TD: 134/81 mmHg
HR: 90x/mnt
S:36,7oC
RR: 20x/mnt
SpO2 99%
BB : 80 kg
TB: 172 cm
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, terdapat bengkak pada kelopak mata sebelah kiri,
pasien sadar, peradangan (-), luka (+), benjolan (-), konjungtiva anemis, tampak
sclera kiri berwarna merah, warna iris hitam, reaksi pupil cahaya (miosis), pupil
(isokor).
b. Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi simetris dan tidak ada pembengkakan. meatus
: perdarahan(-), Kotoran(-), Pembengkakan (-), pembesaran / polip (-)
c. Mulut
Tidak ada kelainan konginetal/bawaan pada bibir, warna bibir pucat, lesi (+), Bibir
pecah (-), gigi patah (-), gusi pucat, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran (-), Gigi palsu
(-), Gingivitis (-), Warna lidah pink Perdarahan (-) dan abses (-). Benda asing di
mulut: tidak ada
d. Telinga
Bentuk simetris, lesi (-), nyeri tekan (-), peradangan(-), penumpukan serumen(-),
perdarahan (-), perforasi (-).
5. Pemeriksaan Thoraks/dada
a. Pemeriksaan paru
Inspeksi
Bentuk torak (Normal chest), Susunan ruas tulang belakang normal
(Kyposis (-) / Scoliosis (-) / Lordosis (-), Bentuk dada (simetris),
Keadaan turgor kulit baik (elastis), warna kulit merata, Retraksi otot
bantu pernafasan : Retraksi intercosta (-), retraksi suprasternal (-),
Sternomastoid (-), pernafasan cuping hidung (-). Pola nafas : (Eupnea),
cianosis(-)
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba
sama
Perkusi Area paru : (sonor)
Auskultasi
Suara nafas Area Vesikuler:(bersih) ,Area Bronchial : (bersih) Area
Bronkovesikuler (bersih). Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni (-),
Egophoni (-), Pectoriloqui (-), Suara tambahanTerdengar : Rales (-),
Ronchi (-), Wheezing (-), Pleural fricion rub (-). Keluhan lain yang
dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : tidak ada
b. Pemeriksaan jantung
INSPEKSI
Ictus cordis(-), tidak ada pelebaran
PALPASI
Pulsasi pada dinding torak teraba : Kuat
PERKUSI
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Mid SternalisDextra
AUSKULTASI
BJ I terdengar (tunggal, kuat, reguler)
BJ II terdengar (tunggal, kuat, reguler)
Bunyi jantung tambahan : BJ III (-), Gallop Rhythm(-), Murmur(-).
Suara jantung: lupdup
6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
Bentuk abdomen : datar, Massa/Benjolan (-), simetris, Bayangan pembuluh darah vena
(-)
AUSKULTASI
Frekuensi peristaltic usus 15x/menit, Borborygmi (-)
PALPASI
Palpasi Hepar : Nyeri tekan(-), pembesaran(-), perabaan (lunak), permukaan (halus),
hepar tidak teraba
Palpasi Appendik : Nyeri tekan(+), nyeri lepas(-), nyeri menjalar kontralateral (-).
Palpasi Ginjal : Bimanual diskripsikan : nyeri tekan(-), pembesaran(-) ginjal tidak
teraba
PERKUSI
Tympani
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen : tidak ada keluhan
Preceptee
TTD