Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolic akibat

gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau kombinasi keduanya

( ADA, 2016). Adanya gagguan tersebut mengakibatkan gula di dalam darah

tidak dapat digunakan oleh sel tubuh sebagai energy hingga akhirnya

menyebabkan kadar gula dalam darah tinggi atau hiperglikemia ( IDF, 2013)

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolism yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat,

lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitivitas insuin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi

kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati. (Yuliana Elin, 2009)

Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan

diabetespada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980.

Prevalensi diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah meningkat

hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7 % menjadi 8,5 %

pada populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan factor risiko

terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama bebrapa decade

terakhir, prevalensi diabetes meningkat di negara berpenghasilan rendah dan

1
menengah daripada negara berpenghasilan tinggi. Diabetes menyebabkan 1,5

juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas

maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan

risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya. Empat puluh tiga persen (43%)

dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Presentasekematian

yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi sebelum usia 70 tahun lebih tinggi

di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-

negara berpenghasilan tinggi. (WHO Global Report, 2016)

Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2018 di Indonesia, secara

umum angka kejadian Diabetes Melitus mengalami peningkatan yang cukup

signifikan selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013, angka kejadian Diabetes

Melitus pada orang dewasa mencapai 6,9 % dan di tahun 2018 angka terus

melonjak menjadi 8,9 %. (RISKESDAS, 2018)

Jumlah penyandang Diabetes Melitus di Indonesia tertinggi terdapat

pada di daerah DKI Jakarta sebesar 3,4 % dan terendah di daerah NTT sebesar

0,9%, sedangkan di NTB sebesar 1,6% (RISKESDAS, 2018). Prevaalensi

Diabetes Melitus tertinggi di Mataram sebesar 1,7 % dan terendah di Lombok

Tengah sebesar 0,5%. Penyakit Diabetes Melitus menempati urutan ke 9

dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Provinsi NTB tahun 2017 (Profil

Kesehatan NTB, 2017)

2
Salah satu penyebab dari Diabetes Melitus adalah gaya hidup yang

mengakibatkan tidak terkontrolnya kadar gula darah. Adapun bahaya yang

dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus jika tidak diobati dengan benar

maka akan berakibat buruk pada tubuhnya. Beberapa dampak atau komplikasi

yang dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus adalah hipoglikemia, diabetes

ketoasidosis, sindrom hiperglikemik hyperosmolar nonketoti (Smeltzer &

Bare, 2012).

Penderita Diabetes Melitus sering mengalami banyak masalah baik

secara fisiologis maupun secara psikologis. Seseorang yang terdiagnosa

Diabetes Melitus akan menunjukkan beberapa reaksi psikologis, seperti

marah, merasa tidak berguna, kecemasan akan prognosis penyakitnya hingga

ada yang mengalami depresi. Sesorang dengan penyakit kronis rentan

mengalami kecemasan. Terdapat 48% penderita Diabetes Melitus mengalami

kecemasan, sedangkan badan kesehatan dunia melaporkan sekitar 27% pasien

Diabetes Melitus mengalami kecemasan akan penyakitnya. (David, 2004;

Hsanat, 2010)

Stress yang berkepanjangan akan menjadikan seseorang mengalami

kecemasan. Kecemasan penderita Diabetes Melitus akan berdampak pada

peningkatan produksi epinefrin, metabolism glukosa, asam lemak, dan asam

nukleat yang dapat membuat seseorang sering merasa lapar (Thomas,2013).

Pada keadaan cemas aktivitas aksis HPA akan meningkat dan menyebabkan

3
peningkatan kadar kortisol yang mempengaruhi fungsi insulin baik dalam hal

sensitivitas, produksi, dan reseptor sehingga kadar gula daarah tidak bisa

diseimbangkan (Putra, 2011)

Kecemasan merupakan sekelompok gangguan psikiatri yang paling

sering ditemukan, kecemasan sendiri adalah suatu signal yang menyadarkan

atau memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan

seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Pada tingkat yang

lebih rendah kecemasan memperingatkan ancaman cedera pada tubuh, rasa

takut, keputusasaan, kemungkinan hukuman, atau frustasi dari kebutuhan

social atau tubuh, perpisahan dengan orang yang dicintai, gangguan pada

keberhasilan dan status seseorang (Sadock, 2014)

Penelitian yang dilakukan Brantley dan Millstine (2011) menyebutkan

responden dalam program pengurangan stress yang berdasarkan kesadaran

(MBSR) dikaitkan dengan kesadaran dan spiritualitas, dan untuk meneliti

hubungan antara kesadaran, spiritualitas, dan gejala medis dan psikologis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan signifikan pada

spiritualitas, tekanan psikologis dan laporan gejala medis pada responden

yang diberikan terapi MBSR selama 7 minggu dengan 2,5 jam/minngu. Hal

tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukanTut Alawiyah (2018) yang

menyebutkan intervensi spiritual mindfules based breathing relaxtation 3 kali

sehari selama sebutan dapat menurunkan tingkat stress, kadar gula darah dan

4
tekanan darah. Sedangkan Rosenszweig (2007) menyatakan perubahan

control glikemik, berat badan, tekanan darah, dan gejala psikologis – stress

pada pasien DM tipe 2 dengan memberikan intervensi MBSR yang

dilaksanakan selama 4 minggu. Dapat disimpulkan bahwa intervensi MBSR

pada pasien DM memilikihubungan dengan peningkatan predaran glukosa,

yang mana HA1c berkurang.

Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan yang

meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat

akan tercipta komunitas yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh satu

anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah

kesehatan yang dialami oleh sebuah keluarga dapat mempengaruhi system

keluarga tersebut (sudiharto, 2012).

Disadari atau tidak, saat seseorang mengalami diabetes mellitus maka

mereka akan mengalami masa-masa sulit. Mereka harus mulai berbenah diri,

mengontrol pola makan dan aktifitas. Hal tersebut pasti sangat membutuhkan

bantuan dari orang sekitar terutama keluarga, dengan menceritakan kondisi

diabetes mellitus pada orang terdekat, maka akan membantu dalam control

diet dan program pengobatan. Sehingga dalam pengendalian diabetes mellitus

dibutuhkan bantuan keluarga baik dukungan moril maupun spiritual. BPOM

RI (2006) menjelaskan faktor lingkungan dan keluarga merupakan faktor

yang berpengaruh dalam menumbuhkan kepatuhan pasien. Oleh karena itu

5
keluarga sangat menduung dalam mencapai keberhasilan prawatan klien

diabetes mellitus di rumah (Wulan Dkk, 2014).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pemberian

Tindakan Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Gerimax Indah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Keluarga

Dengan Pemberian Tindakan Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Gerimax Indah?”.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan

keluarga dengan pemberian tindakan relaksasi benson untuk menurunkan

tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe 2 di desa gerimax

indah.

2. Tujuan Khusus

Secara lebih khusus penelitian bertujuan untuk :

6
a. Melaksanakan pengkajian keperawatan keluarga dengan anggota

keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gerimax Indah.

b. Merumuskan diagnosa keperawatan keluarga dengan anggota keluarga

menderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gerimax Indah.

c. Merencanakan tindakan keperawatan keluarga dengan anggota

keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gerimax Indah.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan keluarga dengan anggota

keluarga menderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gerimax Indah.

e. Melaksanakn evaluasi keperawatan keluarga dengan anggota keluarga

menderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Gerimax Indah.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini Selain merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan di Politeknik Kemenkes

Mataram, juga diharapkan dapat memberikan pengalaman nyata untuk

melakukan observasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga dengan

pemberian tindakan relaksasi benson untuk menurunkan tingkat

kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe 2 dan untuk menambah

pengetahuan peneliti khususnya dalam penatalaksanaan keperawatan pada

pasien dengan diabetes mellitus tipe 2.

2. Bagi Responden

7
Menjadi salah satu dasar pemahaman mengenai penyakit diabetes mellitus

dan teknik relaksasi benson sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

serta melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami

kecemasan.

3. Bagi Instansi Pendidikan

Membantu melengkapi refrensi keilmuan mengenai penggunaan teknik

relaksasi benson untuk mengurangi kecemasan pasien diabetes mellitus

tipe 2.

4. Bagi Peneliti Lain

Dapat digunakan sebagai salah satu data awal untuk penelitian lebih

lanjut.

8
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

A. Konsep Keluarga

1. Definisi

Banyak definisi yang diuraikan tentang keluarga sesuai dengan

perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan

pengertian keluarga dalam Harmoko (2012) :

a. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat

oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota

keluarga selalu berinteraksi satu sama lain.

b. Menurut Duvall, keluarga adalah sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang

bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum:

meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari

tiap anggota.

c. Menurut WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang

saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan.

d. Menurut Bergess (1962), keluarga terdiri atas kelompok orang yang

mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/hubungan sedarah atau

hasil adopsi, anggota tinggal bersama dalam satu rumah, anggota

berinteraksi dan komunikasi dalam peran sosial, serta mempunyai

9
kebiasaan/kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi

mempunyai keunikan tersendiri.

e. Menurut Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manuasia yang

tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan

hubungan yang erat.

f. Menurut Departemen kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil

dari suatu masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

2. Tujuan Dasar Keluarga

a. Memujudkan semua harapan dan kewajiban masyarakat dengan

memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga serta menyiapkan peran

masyarakat

b. Membentuk anggota keluarga sebagai anggota masyarakat yang sehat

biopsikososial spiritual

c. Memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai anggota masyarakat

d. Memperhatikan secara total segi-segi kehidupan anggotanya

e. Membentuk identitas dan konsep dari individu-individu yang menjadi

anggotanya

3. Tahap Perkembangan Keluarga

Tahap perkembangan keluarga:

10
a. Tahap I ( keluarga pasangan baru/ beginning family)

Keluarga baru di mulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami

istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan

meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologis keluarga

tersebut sudah memiliki keluarga baru. (Harmoko, hal 52; 2012).

b. Tahap II ( keluarga dengan kelahiran anak pertama/ child bearing

family)

Tahap II mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai

bayi berusia 30 bulan. Transisi ke masa menjadi orangtua adlah salah

satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga. Dengan kelahiran anak

pertama, keluarga menjadi kelompok trio, membuat sistem yang

permanen pada keluarga untuk pertama kalinya (yaitu, sistem

berlangsung tanpa memerhatikan hasil akhir dari pernikahan).

( McGoldrick, Heiman, & Carter, 1993 dalam Marilyn M. Friedman,

hal 108: 2010)

c. Tahap III ( keluarga dengan anak prasekolah/ families with prescholl)

Tahap III siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama

berusia 21/2 tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga

saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi

pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki-laki, dan putri-

11
saudara perempuan. Keluarga menjadi lebih kompleks dan berbeda

( Duvall & Miller, 1985 dalam Marilyn M. Friedman, hal 111: 2010)

d. Tahap IV ( keluarga dengan anak sekolah/ families with children)

Tahap ini dimulai pada saat anak tertua memasuki sekolah pada usia 6

tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya

keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga

keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas sekolah, masing-masing anak

memiliki aktifitas di sekolah, masing-masing akan memiliki aktifitas

dan minat sendiri. Demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas

berbeda dengan anak. (Harmoko, hal 56; 2012)

e. Tahap V ( keluarga dengan anak remaja/ families with teenagers)

Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap V dari siklus atau

perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini

berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih

singkat jika anak meningglakan keluarga lebih awal atau lebih lama

jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun.

Anak lainnya yang tinggal di rumah biasanya anak usia sekolah.

Tujuan utama keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggrakan

kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi

seorang dewasa muda. (Duvall & Miller, 1985 dalam Marilyn M.

Friedman, hal 115: 2010)

12
f. Tahap VI ( keluarga dengan anak dewasa/ launching center families)

Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lama

tahap ini bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak

yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orangtua. Tujuan

utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk

tetap berperan dalam melepaskan anaknya untuk hidup sendiri.

(Harmoko, hal 59; 2012)

g. Tahap VII ( keluarga usia pertengahan/ middle age families)

Tahapan ini dimulai pada saat anak yang terakhir meningglakan rumah

dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.

Beberapa pasangan pada fase ini akan dirasakan sulit karena masalah

usia lanjut, perpisahan dengan anak, dan perasaan gagal sebagai orang

tua. Pada tahap ini semua anak meninggallkan rumah, maka pasangan

berfokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.

(Harmoko, hal 60; 2012)

h. Tahap VIII ( keluarga usia lanjut)

Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun

salah satu atau kedua pasangan, dan berakhir dengan kematian

pasangan lainnya. (Duvall & Miller, 1985 dalam Marilyn M.

Friedman, hal 122: 2010)

13
4. Keluarga Sebagai Sistem

a. Masukan (input) terdiri atas: anggota keluarga, fungsi keluarga, aturan

dari keluarga (masyarakat) sekitar (luas), budaya, agama, dan

sebagainya.)

b. Proses (throughput) merupakan proses yang terjadi dalam

melaksanakan fungsi keluarga.

c. Keluaran (output) adalah hsil dari suatu proses yang berbentuk

perilaku keluarga yang terdiri atas perilaku sosial, perilaku kesehatan,

perilaku sebagai warga negara, dan lain-lain

d. Umpan balik (feedback) adalah pengontrol dalam masukan dan proses

yang berasal dari keluaran.

Karakteristik keluarga sebagai sistem

Berikut ini akan dijelaskan mengenai karakteristik keluarga sebagai suatu

sistem (Harmoko, hal 17; 2012)

a. Pola komunikasi keluarga

Secara umum ada dua pola komunikasi dalam keluarga yaitu sistem

terbuka dan sitem tertutup. Sistem terbuka pola komunikasi dilakukan

secara langsung, jelas, spesifik, tulus, jujur dan tanpa hambatan.

Sedangkan pola komunikasi seitem tertutup adalah tidak langsung,

tidak jelas, tidak spesifik, tidak selaras, saling menyalahkan, kacau

dan membingungkan.

14
b. Aturan keluarga

1) Sistem terbuka: hasil musyawarah, tidak ketinggalan zaman,

berubah sesuai kebutuhan keluarga, dan bebas mengeluarkan

pendapat.

2) Sitem tertutup: ditentukan tanpa musyawarah tidak sesuai

perkembangan zaman, mengikat, tidak sesuai kebutuhan dan

pendapat terbatas.

c. Perilaku anggota keluarga

1) Sistem terbuka: sesuia dengan kemampuan keluarga memiliki

kesiapan, mampu berkembang sesuai kondisi. Harga diri:percaya

diri, mengikat, dan mampu mengembangkan dirinya.

2) Sistem tertutup: memiliki sikap melawan, kacau, tidak siap (selalu

bergantung),tidak berkembang, harga diri: kurang percaya diri,

ragu-ragu, dan kurang dapat dukungan untuk mengembangkan.

5. Struktur Keluarga

Struktur keluarga oleh Friedman dalam (Harmoko, hal 19; 2012) sebagai

berikut

a. Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan

secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada

hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin

15
mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan

menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesn,

memberikan umpan balik, dan valid.

b. Struktur peran

Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang

diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.

Posisi/ status adalah posisi individu dalam masyarakat misal status

sebagai istri/ suami.

c. Struktur kekuatan

Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau

mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power), ditiru (referent

power), keahlian (exper power), hadiah (reward power_, paksa

(coercive power), dan effektif power.

d. Strukur nilai dan norma

Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak

dapat mempersatukan annggota keluarga.

1) Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat berdasarkan

sistem nilai dalam keluarga.

2) Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi

dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

16
3) Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat dipelajari, dibagi

dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

6. Tipe – tipe Keluarga

Tipe keluarga ((Harmoko, hal 23; 2012) sebagai berikut

a. Nuclear Family

Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal

dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.

b. Extended Family

Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek,

kakek, keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.

c. Reconstitud Nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali

suami/istri, tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-

anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari

perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

d. Middle Age/ Aging Couple

Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di

rumah, anak-anak sudah meningglakan rumah karena

sekolah/perkawinan/meniti karier. e. Dyadic Nuclear Suami istri

17
yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah satu

bekerja di rumah.

e. Single Parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan

anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.

f. Single Adult

Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya

keinginan untuk menikah.

g. Three Generation

Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

h. Institutional

Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.

1) Comunal

Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami

dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan

fasilitas.

2) Group Marriage

Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di

dalam satu kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah

dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.

3) Unmarried paret and child

18
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di

adopsi

4) Cohibing Cauple

Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa

pernikahan.

7. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Afektif

Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi

kebutuhan psikologis anggota keluarga (Marilyn M. Friedman, hal 86:

2010)

b. Fungsi Sosialisasi

Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak

sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status

pada anggota keluarga (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)

c. Fungsi reproduksi

Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa

generasi dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat (Marilyn M.

Friedman, hal 86: 2010)

d. Fungsi ekonomi

Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya

(Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)

19
e. Fungsi perawatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian, tempat tinggal,

perawatan kesehatan (Marilyn M. Friedman, hal 86: 2010)

8. Tugas Keluarga

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing

d. Sosialisasi antara para anggotanya

e. Pemeliharaan antara keterlibatan anggota keluarga

f. Pengaturan jumlah anggota keluarga

g. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya

9. Ciri – ciri Keluarga

a. Keluarga merupakan hubungan perkawinan

b. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan

hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara

c. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama termasuk perhitungan

garis keturunan

d. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-

anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai

keturunan dan membesarkannya

20
10. Ciri Keluarga Indonesia

a. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong

royong

b. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran

c. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan

secara musyawarah

d. Berbentuk monogram

e. Bertanggung jawab

f. Mempunyai semangat gotong royong

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

1. Pengkajian

a. Data umum

1) Nama kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika ada,

pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga, komposisi keluarga,

yang terdiri atas nama atau inisial, jenis elamin, tanggal lahir atau

umur, hubungan dengan kepala keluarga, status imunisasi dari

masing-masing anggota keluarga, dan genongram (genogram

keluarga dalam tiga generasi)

2) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala

atau masalah yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.

21
3) Suku bangsa, mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut, serta

mengidentifikasi budaya suku bangsa terkait dengan kesehatan

4) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta

kepercayaan yang dapat memengaruhi kesehatan.

5) Status sosial ekonomi keluarga, ditentukan oleh pendapatan, baik

kepala keluarga maupun anggota keluarga maupun anggota

keluarga lainnya.

6) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga

tidak hanya dilihat kapan keluarga pergi bersama-sama untuk

mengunjung tempat rekreasi, namun menonton TV dan

mendengarkan radio juga merupakn aktivitas rekreasi.

b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak

tertua dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,

menjelaskan bagaimana tugas perkembangan yang belum

terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.

3) Riwayat keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan pada

keluarga inti, meliputi: riwayat penyakit keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing, anggota, dan sumber

22
4) pelayanan yang digunakan keluarga seperti perceraian, kematian,

dan keluarga yang hilang.

5) Riwayat keluarga sebelumnya, keluarga asal keduanya orang tua

(seperti apa kehidupan keluarga asalnya) hubungan masa silam

dan saat dengan orang tua dari kedua orang tua.

c. Pengkajian lingkungan

1) Karakteristik rumah

Gambaran tipe tempat tinggal, gambaran kondisi rumah, kamar

mandi, dapur, kamar tidur, kenersihan dan sanitasi rumah,

pengaturan privasi dan perasaan secara keseluruhan dengan

pengaturan atau penataan rumah mereka

2) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat tinggal

Tipe lingkungan tempat tinggal komunitas kota atau desa, tipe

tempat tinggal, keadaan tempat tinggal dan jalan raya, sanitasi

jalan dan rumah, fasilitas-fasilitas ekonomi dan transportasi.

3) Mobilitas geografis keluarga

Ditentukan apakah keluarga tiggal di daerah ini atau apakah sering

mempunyai kebiasaan berpindah-pindah tempat tinggal.

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat

Menjelaskan waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul

serta perkumpulan keluarga yang ada.

23
5) Sistem pendukung keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat, sumber dukungan dari

anggota keluarga dan jaminan pemeliharaan kesehtan yang

dimiliki keluarga.

6) Struktur keluarga

a) Pola-pola komunikasi keluarga, menjelaskan mengenai

cara berkomunikasi antar anggota keluarga

b) Struktur kekuatan keluarga, kemampuan anggota

keluarga untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain

untuk merubah perilaku

c) Struktur peran, menjelaskan peran dari masing-masing

anggota keluarga baik formal/informal

d) Struktur nilai atau norma keluarga, menjelaskan

mengenai nilai dan norma yang dianut keluarga yang

berhubungan dengan kesehatan

7) Fungsi keluarga

a) Fungsi afektif, kaji gambaran diri keluarga, perasaan

yang dimiliki.

24
b) Fungsi sosialisasi, kaji bagaimana interkasi keluarga,

sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya

dan prilaku

c) Fungsi reproduksi, kaji jumlah anak, bagaimana

keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga

d) Fungsi ekonomi, kaji sejauh mana keluarga memenuhi

kebutuhan sandang, pangan dan papan.

8) Stress dan koping keluarga

a) Stressor jangka pendek dan panjang

(1) Jangka pendek: penyelesaian stressor yang dialami < ±

6 bulan

(2) Jangka panjang: penyelesaian stressor yang dialami > ±

6 bulan

b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor, kaji

sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi

c) Strategi koping yang digunakan, bagaimana strategi koping

yang digunakan keluarga bila menghadapi permaslahan

d) Strategi adaptasi disfungsional, dijelaskan mengenai strategi

adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga dalam

menghadapi masalah.

e)

25
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulan data dan analisa data secara cermat, memberikan dasar

untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab

untuk melaksanakannya (Harmoko, hal 86; 2012)

Diagnosa keperawatan keluarga dianalisi dari hasil pengkajian terhadap

adanya masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan

keluarga, syruktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga dan koping keluarga,

baik yang bersifat aktual, resiko maupun sejahtera dimana perawat

memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk melaksanakan

tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan

kemampuan dan sumber daya keluarga.

Perumusan diagnosa keperawatan keluarga dapat diarahkan pada sasaran

imdividu atau keluarga. Komponen diagnosa keperawatan melaiputi :

a. Masalah (problem, P) adalah suatu pernyataan tidak terpenuhinya

kebutuhan dssar manusia yang dialami oleh keluarga atau anggota

keluarga.

b. Penyebab (etiologi, E) adalah suatu pernyataan yayng mengacu pada

lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah, mengambil keputusan

26
yang tepat, merawat anggota keluarga, memlihara lingkungan, atau

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Tanda (sign, S) adalah sekumpulan data subyektif dan obyektif yang

diperoleh perawat dari keluarga secara langsung yang mendukung

masalah dan penyebab.

Tipologi dari diagnosa keperawatan (Harmoko, hal 86; 2012)

a. Diagnosis aktual: Masalah keperawatan yang sedang dialami oleh

keluarga dan memerlukan waktu yang cepat.

b. Diagnosis resiko tinggi: masalah keperawatan yang belum terjadi

tetapi maslah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat

c. Diagnosis potensial: suatu keadaan sejahtera ketika keluarga telah

mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya.

Dalam suatu keluarga dapat saja perawat menemukan lebih dari satu

diagnosa keperawatan keluarga. Untuk menentukan prioritas terhadap

diagnosa keperawatan keluarga yang ditemukan dihitung dengan

menggunakan cara berikut :

(skoring) diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Magalya

(1978)

No Kriteria Skor Bobot


1 Sifat masalah 1

Tidak/kurang sehat 3

27
Ancaman Kesehatan 2

Krisis atau keadaan sejahtera 1


2 Kemungkinan masalah dapat diubah 2

Dengan Mudah 2

Hanya sebagian 1

Tidak dapat 0
3 Potensial masalah untuk dicegah 1

Tinggi 3

Cukup 2

Rendah 1
4 Menonjolkan masalah 1

Masalah berat, harus segera 2

ditangani 1

Ada masalah tetapi tidak segera

ditangani 0

Masalah tidak dirasakan


Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan :

1) Tentukan skor sesuai dengan kriteria yang sudah dibuat perawat

2) Skor dibagi dengan skor tertinggi dan dikalikan dengan bobot

3) Jumlah skor untuk semua kriteria skor tertinggi adalah 5

Menurut Bailon dan Maglaya (1978), etiologi pada diagnosis keperawatan

keluarga menggunakan lima skala ketidak mampuan keluarga dalam

melaksanakan tugas kesehatan dan keperawatan yaitu:

a. Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga

28
disebabkan karena:

1) Kurang pengetahuan atau ketidak tahuan fakta

2) Rasa takut akibat masalah yang diketahui

3) Sikap dan falsafah hidup

b. Ketidak mampuan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk

melaksanakan tindakan, disebabkan karena:

1) Tidak memahami mengenai sifat, berat, dan luasnya masalah

2) Masalah kesehatan tidak begitu menonjol

3) Keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang

pengetahuan, dan kurangnya sumber daya keluarga

4) Tidak sanggup memilih tindakan dinatara beberapa pilihan

5) Ketidak cocokan pendapat dari keluarga

6) Tidak mengetahui fasilitas kesehatan yang ada

7) Takut dari tindakan yang dilakukan

8) Sikap negatif terhadap tindakan petugas atau tenaga kesehatan

9) Kesalahan informasi terhadap tindakan yang dilakukan.

c. Ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

sakit, disebabkan kerena:

1) Tidak mengetahui keadaan penyakit

2) Tidak mengetahui tentang perkembangan perawat yang

dibutuhkan

29
3) Kurang atau tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawat

4) Tidak seimbangnya sumber daya yang ada dalam keluarga

5) Sikap negatif terhadap penyakit

6) Konflik individu dalam keluarga

7) Sikap dan pandangan hidup

8) Perilaku yang mementingkan diri sendiri

d. Ketidak mampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah

yang kondusif yang dapat mempengaruhi kesehatan dan

perkembangan pribadi anggota keluarga, disebabkan karena:

1) Sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya keuangan,

tanggung jawab atau wewenang, keadaan fisik rumah yang tidak

memenuhi sarat

2) Kurang dapat melihat untung dan manfaat pemeliharaan

lingkungan rumah

3) Ketidak tahuan pentingnya sanitasi lingkungan

4) Konflik personal dalam keluarga

5) Ketidak tahuan tentang usaha pencegahan penyakit

6) Sikap dan pandangan hidup

7) Ketidak kompakan keluarga, karena sifat mementingkan diri

sendiri, tidak ada kesepakatan, acuh terhadap anggota keluarga

yang mempunyai masalah.

30
e. Ketidak mampuan keluarga dalam menggunakan sumber di

masyarakat guna memelihara kesehatan, disebabkan karena:

1) Tidak mengetahui adanya fasilitas kesehatan

2) Tidak memahami keuntungan yang diperoleh

3) Kurang percaya terhadap petugas kesehatan atau lembaga

kesehatan

4) Pengalaman yang kurang baik dari petugas

5) Rasa takut pada akibat tindakan

6) Tidak terjangkau fasilitas yang diperlukan.

3. Perencanaan

Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan yang

direncanakan perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan atau

mengatasi masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah di

identifikasi (Harmoko, hal 93; 2012).

Langkah-langkah mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga

(Harmoko, hal 94; 2012)

a. Menentukan sasaran atau goal

b. Menentukan tujuan dan objek

c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan

dilakukan

d. Menentukan kriteria dan standar kriteria.

31
Rencana tindakan keperawatan terhadap keluarga, meliputi kegiatan yang

bertujuan :

a. Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah

dan kebutuhan kesehatan dengan cara :

1) Memberikan informasi yang tepat.

2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang

kesehatan.

3) Mendorong sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan.

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,

dengan cara :

1) Mengidentifikasi konsekuensinya bila tidak melakukan tindakan.

2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki dan ada di sekitar

keluarga.

3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan.

c. Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang

sakit, dengan cara:

1) Mendemonstrasikan cara perawatan.

2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah.

3) Mengawasi keluarga melakukan perawatan.

d. Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi) lingkungan

yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga, dengan cara :

32
1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.

2) Melakukan perubahan lingkungan bersama keluarga seoptimal

mungkin.

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang

ada disekitarnya, dengan cara :

1) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar lingkungan

keluarga.

2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

4. Implementasi

Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan

keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk

membangkitkan minat keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah

perilaku hidup sehat (Harmoko, hal 97; 2012) Tindakan keperawatan

keluarga mencakup hal-hal di bawah ini (Harmoko, hal 98; 2012)

a. Menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai

kebutuhan kesehatan dengan cara memberikan informasi kesehatan,

mengidentifikasi kebutuhan, dan harapan tentang kesehatan, serta

mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah

b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat

dengan cara mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak melakukn

33
tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan

mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang

sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan

alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga

melakukan perawatan

d. Membantu keluaga untuk menemukan cara membuat lingkungan

menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat

digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga

seoptimal mungkin

e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan

cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga

cara menggunakan fasilitas tersebut.

5. Evaluasi

Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan, tahap penilaian

diberikan untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/ belum berhasil, maka

perlu disusun rencana baru yang sesuai (Harmoko, hal 100; 2012).

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi

dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.

Kegiatan evaluasi meliputi mengkaji kemajuan status kesehatan keluarga,

membandingkan respon keluarga dengan kriteria hasil dan menyimpulkan

34
hasil kemajuan masalah dan kemajuan pencapaian tujuan keperawatan.

Bila hasil evaluasi tidak atau berhasil sebagian, perlu disusun rencana

keperawatan yang baru. Perlu diperhatikan juga evaluasi perlu dilakukan

beberapa kali dengan melibatkan keluarga sehingga perlu pula

direncanakan waktu yang sesuai dengan kesediaan keluarga.

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional.

S : adalah hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif

setelah dilakukan intervensi keperawatan, misalnya : Keluarga

mengatakan nyerinya berkurang.

O : adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah

dilakukan intervensi keperawatan, misalnya : BB naik 1 kg dalam 1 bulan.

A : adalah analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada

tujuan yang terkait dengan diagnosa.

P : adalah perencanaan yang akan datang setelah melihat respon dari

keluarga pada tahapan evaluasi.

C. Konsep Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang

mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan

berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan

neurologis (Barbara C. Long, 1995).

35
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan

gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang

disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat

(Brunner dan Sudarta, 1999).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang

disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,

mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan

tetapi dapat dikontrol (WHO).

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di

seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 %

(John MF Adam).

2. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat

mirip dengan kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100

gram. Letak pada daerah umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan

duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar lympe, mengekskresikannya

insulin dan glikogen ke darah. Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :

a. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah

kanan umbilical dalam lekukan duodenum.

b. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah

lambung dan depan vertebra lumbalis pertama.

36
c. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang

sebenarnya menyentuh lympa.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

a. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.

b. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi

menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau

langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa,

beta dan delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan

sifat pewarnaannya. Sel beta mengekresi insulin, sel alfa mengekresi

glukagon, dan sel-sel delta mengekresi somatostatin.

Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :

a. Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang

membentuk getah pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis

enzim dari pancreas adalah :

1) Amylase ; menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa

dijadikan polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida

kemudian dijadikan monosakarida.

2) Tripsin ; menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian

menjadi asam amino.

3) Lipase ; menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam

lemak dan gliserol gliserin.

37
b. Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon

dalam pulau langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang

tersebar antara alveoli-alveoli pancreas terpisah dan tidak mempunyai

saluran. Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau

langerhans langsung diserap ke dalam kapiler darah untuk dibawa ke

tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua hormon penting

yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glucagon

1) Insulin

Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk

manusia. Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain

dihubungkan oleh ikatan disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa

darah dan asam amino yang memegang peranan penting. Perangsang

sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah 80

– 90 mg/ml. Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang

tinggi yaitu :

a. Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu

meningkatkan konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga

meningkat sebanyak 2/3 glukosa yang di absorbsi dari usus dan

kemudian disimpan dalam hati dengan bentuk glikogen.

b. Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa

darah normal.

38
c. Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah

terhadap hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya

epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih

menyebabkan pelepasan glukosa yang lebih lanjut dari hati. Juga

membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.

Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :

a) Menambah kecepatan metabolisme glukosa

b) Mengurangi konsentrasi gula darah

c) Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.

2) Glukagon

Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa

pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan

dengan insulin. Fungsi yang terpenting adalah : meningkatkan

konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan protein kecil

mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.

Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :

a.) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)

b.) Peningkatan glukosa (glukogenesis)

Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa

darah mempunyai efek yang jelas berlawanan pada sekresi

glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu penurunan

39
glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila

glukagon darah turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi

glukosa dalam jumlah yang sangat banyak yang cepat

memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu

melindungi terhadap hypoglikemia.

3. Etiologi

Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui

dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui

bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang

menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab

yang mendasarinya. Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering

dianggap penyebab yaitu :

a. Dibetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

1. Faktor genetic

Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi

suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan

ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge)

teertentu pada individu tertentu

2. Faktor imunologi

40
Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga

antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya

jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal

3. Faktor lingkungan

Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil

penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel

beta.

b. Diabetas Melitus Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam

proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor

resiko teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea

tipe II yaitu:

1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelopok etnik tertentu

c. Faktor non genetic

41
1) Infeksi

Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah

mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.

2) Nutrisi

a) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.

b) Malnutrisi protein

c) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.

3) Stres

Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi

biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.

4) Hormonal

Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah

tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,

feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi,

feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat

4. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :

a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus

(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes

(JOD), penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah

42
terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada

anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus

(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset

Diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :

1) Non obesitas

2) Obesitas

Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pancreas,

tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya

terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.

c. Diabetes Mellitus type lain

1) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan

hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor

insulin, kelainan genetik dan lain-lain.

2) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :

Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam

hidotinik

3) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa

selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada

pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan

43
dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini

meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

5. Patofisiologi

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan

satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1)

Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat

peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200

mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah

penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun

pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan

aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada

Diabetes Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam

urine penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk

tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225

mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine.

Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka

luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke

metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir

semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam

44
Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter

sampai setinggi 10 Meq/Liter.

6. Gambaran Klinik

Gejala yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut : Pada

tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat

sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga

45
terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan

elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan

banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih

banyak minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami

starvasi (lapar).

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini

disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka

tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang

lain yaitu lemak dan protein.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol

fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat

penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan

katarak.

7. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah

untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut

46
dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia

akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan

diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik,

diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan

insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam

membantu klien mengatasi kondisi ini.

8. Komplikasi

a. Akut

1) Hypoglikemia

2) Ketoasidosis

3) Diabetik

b. Kronik

1) Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

2) Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati

diabetik, nefropati diabetic.

3) Neuropati diabetic.

9. Test Diagnostik

Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus pada

orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

47
b. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)

c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp) >200

mg/dl (11,1 mmol/L)

10. Penatalaksanaan Medik

a. Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan

dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan

gizi :

1) KH 60 –70 %

2) Protein 10 –15 %

3) Lemak 20 25 %

Beberapa cara menentukan jumlah kelori uantuk pasien DM melalui

perhitungan mennurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) –

10% kg

1) BB ideal x 30% untuk laki-laki

2) BB ideal x25% untuk Wanita

Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:

1) Ringan : 100 – 200 Kkal/jam

2) Sedang : 200 – 250 Kkal/jam

3) Berat : 400 – 900 Kkal/jam

48
Kebutuhhan basal dihitung seperti 1), tetapi ditambah kalori

berdasarkan persentase kalori basal:

1) Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal

2) Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal

3) Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal

4) Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang

hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal

Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:

1) Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal

2) Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal

3) Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal

b. Latihan jasmani

Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama

kurang lrbih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan

kondisi penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan

adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung.

Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal

: DNM = 220-umur (dalam tahun)

c. Pengelolaan farmakologi

1) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Golongan sulfonilures bekerja dengan cara:

49
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

b) Menurunkan ambang sekresi insulin

c) Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan

glukosa

2) Biguanid

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.

Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan

untuk pasien gemuk

3) Inhibitor alfa glukosidase

Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di

dalam saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca

pransial

4) Insulin sensitizing agent

Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai

sfek farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa

mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat

resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

D. Konsep Kecemasan

1. Definisi

Ansietas atau kecemasan merupakan respons individu terhadap

suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh seluruh

50
makhluk hidup. Stuart dan Laraia (1998) mendefinisikan ansietas

sebagai pengalaman emosi subyektif yang bersifat individual. Ansietas

adalah respons emosi tanpa obyek yang spesifik sehingga klien

merasakan suatu perasaan was-was seakan sesuatu yang buruk akan

terjadi dan biasanya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung

beberapa hari , bulan bahkan tahun.Ansietas merupakan istilah yang

akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan

khawatir, gelisah yang tidak menentu, takut, tidak tentram, kadang-

kadang disertai berbagai keluhan fisik. Ansietas berbeda dengan rasa

takut, karena karakteristik rasa rakut adalah mempunyai objek/sumber

yang spesifik yang dapat diidentifikasi dan dijelaskan oleh individu,

sedangkan ansietas objeknya tidak jelas. Rasa takut melibatkan

penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam, sedangkan

ansietas adalah respons emosi terhadap penilaian tersebut. Ketakutan

disebabkan oleh hal yang bersifat fisik dan psikologis, sedangkan

ansietas timbul akibat adanya sara takut itu.(Sumiati,2009)

2. Penyebab ansietas

Menurut Sumiati (2009) Ansietas dapat disebabkan karena :

a. Adanya perasaan takut tidak diterima dalam satu lingkungan

tertentu

51
b. Adanya pengalaman traumatis seperti trauma akan perpisahan,

kehilangan atau bencana

c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan

d. Adanya ancaman terhadap intergritas diri, meliputi

ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan

dasar

e. Adanya ancaman terhadap konsep diri

3. Rentang respon ansietas

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

4. Tingkat kecemasan

Menurut Asmadi (2009 : 167), tiap tingkatan kecemasan mempunyai

karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi

kecemasan yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi,

pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan

mekanisme koping yang digunakannya.

a. Ansietas ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa

kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi melebar

dan indovidu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong

52
untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan

kreatifitas.

Respon fisiologis :

1) Sesekali nafas pendek

2) Nadi dan tekanan darah meningkat

3) Gangguan ringan pada lambung

4) Muka berkerut dan bibir bergetar

Respon kognitif :

1) Lapang persepsi meluas

2) Mampu menerima rangsang yang kompleks

3) Konsentrasi pada masalah

4) Menyelesaikan masalah secara efektif

Respon perilaku dan emosi

1) Tidak dapat tidur tenang

2) Tremor halus pada tangan

3) Suara kadang-kadang meninggi

b. Ansietas sedang

Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun.

Individu lebih memfokuskan hal-hal penting saat itu dan

mengenyampingkan hal lain.

Respon fisiologi :

53
1) Sering nafas pendek

2) Nadi dan tekanan darah meningkat

3) Mulut kering

4) Anoreksia

5) Diare/konstipasi

Respon kognitif :

1) Lapang persepsi menyempit

2) Tidak mampu menerima rangsang dari luar

3) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya

Respons perilaku dan emosi :

1) Gerakan tersentak/meremas tangan

2) Bicara banyak dan lebih cepat

3) Insomnia

4) Perasaan tidak aman

5) Gelisah

c. Ansietas berat

Pada ansietas berat lapangan persepsi menjadi sangat sempit,

individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan

mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu lagi berpikir realistis

dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan

perhatian pada area lain.

54
Respon fisiologi :

1) nafas pendek

2) nadi dan tekanan darah meningkat

3) berkeringat dan sakit kepala

4) penglihatan kabur

5) ketegangan

Respon kognitif :

1) lapang persepsi sangat sempit

2) tidak mampu menyelesaikan masalah

Respon perilaku dan emosi :

1) perasaan adanya ancaman meningkat

2) verbalisasi cepat

3) blocking

d. Panik

Pada tingkat ini lapangan persepsi individu sudah sangat

menyempit dan sudah terganggu sehingga tidak dapat

mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa

walaupun telah diberikan pengarahan.

Respon fisiologi :

1) Nafas pendek

2) Nadi dan tekanan darah meningkat

55
3) Aktivitas motorik meningkat

4) Ketegangan

Respon kognitif :

1) Lapang persepsi sangat sempit

2) Kehilangan pemikiran yang rasional

3) Tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi

pengarahan/tuntunan

Respon perilaku dan emosi :

1) Perasaan adanya ancaman meningkat

2) Menurunnya berhubungan dengan orang lain

3) Tidak dapat mengendalikan diri

e. Respon fisiologi yang mempengaruhi system yang ada dalam

tubuh manusia adalah :

1) System kardiovaskular

a) Palpitasi

b) Jantung berdebar

c) Tekanan darah meninggi

d) Rasa mau pingsan

e) Pingsan

f) Tekanan darah menurun

g) Denyut nadi menurun

56
2) System respirasi

a) Napas pendek

b) Tekanan pada dada

c) Napas dangkal

d) Pembengakakan pada tenggorok

e) Sensasi tercekik

f) Terengah-engah

3) System neuromuscular

a) Refleks meningkat

b) Reaksi kejutan

c) Mata berkedip-kedip

d) Insomnia

e) Tremor

f) Rigiditas

g) Gelisah

h) Wajah tegang

i) Kelemahan umum

j) Kaki goyah

k) Gerakan yang janggal.

4) System gastrointestinal

a) Kehilangan nafsu makan

57
b) Menolak makanan

c) Rasa tidak nyaman pada abdomen

d) Mual

e) Rasa terbakar pada jantung

f) Diare

5) System perkemihan

a) Tidak dapat menahan kencing

b) Sering berkemih

6) Sistem integumen

a) Wajah kemerahan/rasa terbakar

b) Berkeringat setempat (telapak tangan)

c) Gatal

d) Rasa panas dan dingin pada kulit

e) Wajah pucat

f) Berkeringat seluruh tubuh

7) Respon perilaku kognitif

a) Perilaku

(1) Gelisah

(2) Ketegangan fisik

(3) Tremor

(4) Gugup

58
(5) Bicara cepat

(6) Kurang koordinasi

(7) Cenderung mendapat cedera

(8) Menarik diri dari hubungan interpersonal.

(9) Menghalangi

(10) Melarikan diri dari masalah

(11) Menghindari

(12) Hiperventilasi

b) Kognitif

(1) Perhatian terganggu

(2) Konsentrasi buruk

(3) Pelupa

(4) Salah dalam memberikan penilaian

(5) Preokupasi

(6) Hambatan berpikir

(7) Bidang persepsi menurun

(8) Kreativitas menurun

(9) Bingung

(10) Sangat waspada

(11) Kesadaran diri meningkat

(12) Kehilangan objektivitas

59
(13) Takut kehilangan kontrol

(14) Takut pada gambaran visual

(15) Takut cedera atau kematian

c) Afektif

(1) Mudah terganggu

(2) Tidak sabar

(3) Gelisah

(4) Tegang

(5) Nervus

(6) Ketakutan

(7) Alarm

(8) Teror

(9) Gugup

(10) Gelisah

5. Faktor-faktor kecemasan

Adapun faktor-faktot kecemasan menurut ( Savitri Ramaiah, 2003 )

dalam Baso (2000) :

a. Lingkungan : Lingkungan atau sekitar tempat tinggal anda

mempengaruhi cara berfikir anda tentang diri anda sendiri dan

60
orang lain. Hal ini disebabkan pengalaman anda dengan keluarga,

dengan sahabat, dengan rekan sekerja, dan lain-lain. Kecemasan

wajar timbul jika anda merasa tidak aman dengan lingkungan

anda.

b. Koping individu (Emosi yang ditekan) : Kecemasan bisa terjadi

jika anda tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan

anda dalam hubungan personal. Ini benar terutama jika anda

menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat

lama sekali

c. Sebab-sebab fisik : Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi

dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Ini biasanya

terlihat dalam kondisi seperti misalnya menderita diabetes melitus,

semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama

ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim

muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.

d. Keturunan : Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam

keluarga-keluarga tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting

dari kecemasan.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecemasan :

a. Faktor Internal

1) Pengalaman

61
Menurut Horney dalam Trismiati (2006), sumber-sumber

ancaman yang dapat menimbulkan kecemasan tersebut bersifat

lebih umum. Penyebab kecemasan menurut Horney, dapat

berasal dari berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat

terletak di dalam diri seseorang, misalnya seseorang yang

memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan maka

dalam dirinya akan lebih mampu beradaptasi atau kecemasan

yang timbul tidak terlalu besar.

2) Respon terhadap stimulus

Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah

rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan

mempengaruhi kecemasan yang timbul.

3) Usia

Pada usia yang semakin tua maka seseorang semakin banyak

pengalamannya sehingga pengetahuannya semakin bertambah.

Karena pengetahuannya banyak maka seseorang akan lebih

siap dalam menghadapi sesuatu.

4) Gender

Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita,

Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa

perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya disbanding

62
dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan

perempuan lebih sensitive. Penelitian lain menunjukan bahwa

laki-laki lebih rileks disbanding perempuan.

b. Faktor eksternal

1) Dukungan Keluarga

Adanya dukungan keluarga akan menyebabkan seseorang lebih

siap dalam menghadapi permasalahan, hal ini dinyatakan oleh

Kasdu (2002).

2) Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan sekitar dapat menyebabkan seseorang

menjadi lebih kuat dalam menghadapi permasalahan, misalnya

lingkungan pekerjaan atau lingkungan bergaul yang tidak

memberikan cerita negatif tentang efek negatif suatu

permasalahan menyebabkan seseorang lebih kuat dalam

menghadapi permasalahannya, hal ini dinyatakan oleh

(Baso,2000)

6. Penilaian kecemasan

Menurut Maramis M.E (1990) ada tes-tes kecemasan dengan

pertanyaan langsung, mendengarkan cerita penderita serta

mengobservasinya terutama perilaku nonverbalnya. Ini sangat berguna

dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk menetapkan

63
tingkatnya. Adapun salah satu cara penilaian tingkat kecemasan adalah

menggunakan skala tingkat kecemasan Hamilton (Hawari, 2001) yang

terdiri atas 14 item dengan perincian sebagai berikut:

a. Perasaan Cemas

Perasaan cemas, ditandai dengan: 1) Cemas (was-was,

khawatir), 2) Firasat buruk, 3) Takut akan pikiran sendiri, 4)

Mudah tersinggung.

b. Adanya Ketegangan

Adanya ketegangan ditandai oleh: 1) Merasa tegang, 2) Lesu,

3) Tidak dapat istirahat tenang, 4) Mudah terkejut, 5) Mudah

menangis, 6) Gemetar, 7) Mudah terkejut.

c. Adanya Ketakutan

Adanya ketakutan ditandai oleh: 1) Ketakutan pada gela, 2)

Ketakutan ditinggal sendiri, 3). Ketakutan pada orang asing,

4).Ketakutan pada binatang besar, 5) Ketakutan pada keramaian

lalu lintas, 6) Ketakutan pada kerumunan orang banyak

d. Gangguan Tidur

Gangguan tidur ditandai oleh:1) Sukar masuk tidur, 2)

Terbangun malam hari, 3) Tidur tidak nyenyak, 4) Bangun dengan

lesu, 5) Mimpi-mimpi, 6) Mimpi buruk, 7) Mimpi yang

menakutkan.

64
e. Gangguan Kecerdasan

Gangguan kecerdasan ditandai oleh:1) Sukar konsentrasi, 2)

Daya ingat buruk, 3) Daya ingat menurun

f. Perasaan Depresi

Perasaan depresi ditandai oleh:1) Kehilangan minat, 2) Sedih,

3) Bangun dini hari, 4) Kurangnya kesenangan pada hobi, 5)

Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

g. Gangguan Gejala Somatik

Gejala somatik ditandai oleh:1) Nyeri pada otot ,2) Kaku, 3)

Kedutan otot, 4) Gigi gemeretak, 5) Suara tidak stabil

h. Gejala Sensorik

Gejala sensorik ditandai oleh:1) Tinitus (telinga berdenging),

2) Penglihatan kabur, 3) Muka merah dan pucat, 4) Merasa lemah,

5) Perasaan ditusuk-tusuk

i. Gejala Kardiovaskuler

Gejala kardiovaskuler ditandai oleh:1) Takikardia (denyut

jantung cepat), 2) Berdebar-debar, 3) Nyeri dada, 4) Denyut nadi

mengeras, 5) Rasa lemas seperti mau pingsan, 6) Detak jantung

hilang sekejap.

j. Gejala Pernapasan

65
Gejala pernafasan ditandai oleh:1) Rasa tertekan atau sempit di

dada, 2) Perasaan tercekik, 3) Merasa nafas pendek/sesak, 4)

Sering menarik nafas panjang.

k. Gejala Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal (pencernaan) ditandai oleh:1) Sulit

menelan, 2) Mual, 3) Perut melilit, 4) Gangguan pencernaan,5)

Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan, 6) Rasa panas di

perut, 7) Perut terasa kembung atau penuh, 8) Muntah, 9) Defekasi

lembek, 10) Berat badan menurun, 11) Konstipasi (sukar buang air

besar).

l. Gejala Urogenital

Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) ditandai oleh: 1)

Sering kencing, 2) Tidak dapat menahan kencing, 3) Amenorrhoe

(tidak haid), 4) Menorrhagia (darah haid berlebihan), 5) Masa haid

berkepanjangan, 6) Masa haid amat pendek, 7) Haid beberapa kali

dalam sebulan, 8) Frigiditas (menjadi dingin), 9) Ejakulasi dini,

10) Ereksi melemah, 11) Ereksi hilang, 12) Impotensi.

m. Gejala Otonomi

Gejala otonom ditandai oleh:1) Mulut kering, 2) Muka kering,

3) Mudah berkeringat, 4) Pusing/sakit kepala, 5) Kepala terasa

berat, 6) Bulu - bulu berdiri.

66
n. Perilaku Sewaktu Wawancara

Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh: 1) Gelisah

(memainkan tangan / jari-jari, meremas - remas tangan, menarik-

narik rambut, menggigit-gigit bibir), 2) Tidak tenang (bergerak

terus, tidak dapat duduk dengantenang), 3) Jari gemetar 4)

Mengerutkan dahi atau kening, 5) Muka tegang, 6) Tonus otot

meningka, 7) Nafas pendek dan cepat, 8) Muka merah

Cara penilaian item kecemasan di atas

Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali

Skor 1 : satu gejala dari pilihan yang ada

Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

Skor 3 : lebih dari separuh dari gejala yang ada

Skor 4 : Semua gejala ada

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1

sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut:

Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

Skor 14 sampai dengan 20 = kecemasan ringan

Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang

Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat

Skor 42 sampai dengan 56 = kecemasan berat sekali (panik)

E. Konsep Terapi Relaksasi Benson

67
1. Definisi

Menurut Benson, H. and Proctor (2000) tehnik Relaksasi Benson

merupakan teknik relaksasi yang digabung dengan keyakinan yang dianut

oleh pasien, relaksasi benson akan menghambat aktifitas saraf simpatis

yang dapat menurunkan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya

otot-otot tubuh menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang

dan nyaman. Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon

relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat

menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu pasien

mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Purwanto,

2006). Terapi Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi dengan

melibatkan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata keyakinan yang

dianut oleh pasien.

2. Manfaat

Manfaat dari relaksasi benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi

seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi

dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang. (Benson,

H. and Proctor, 2000).

3. Pendukung Terapi Relaksasi Benson

Menurut Benson, H. and Proctor, (2000) Pendukung dalam Terapi Benson

meliputi :

68
a. Perangkat Mental

Untuk memindahkan pikiran yang berada di luar diri, harus ada

rangsangan yang konstan. Rangsangan tersebut dapat berupa kata atau

frase yang singkat yang diulang dalam hati sesuai dengan keyakinan.

Kata atau frase yang singkat adalah fokus dalam melakukan relaksasi

benson. Fokus pada kata atau frase tertentu akan meningkatkan

kekuatan dasar respon relaksasi dengan memberi kesempatan faktor

keyakinan untuk mempengaruhi penurunan aktifitas saraf simpatik.

b. Suasana tenang

Suasana yang tenang membantu efektifitas pengulangan kata atau

frase dengan demikian akan mudah menghilangkan pikiran yang yang

mengganggu.

c. Sikap pasif

Sikap ini sangat penting karena berguna untuk mengabaikan pikiran-

pikiran yang mengganggu sehingga dapat berfokus pada pengulangan

kata atau frase.

4. Prosedur Terapi

Menurut Benson, H. and Proctor (2000) prosedur terapi relaksasi benson

terdiri atas :

a. Usahakan situasi ruangan atau lingkungan tenang , atur posisi

nyaman.

69
b. Pilih satu kata atau ungkapan singkat yang mencerminkan keyakinan.

Sebaiknya pilih kata atau ungkapan yang memiliki arti khusus.

c. Pejamkan mata, hindari menutup mata terlalu kuat. Bernafas lambat

dan wajar sambil melemaskan otot mulai dari kaki, betis, paha, perut

dan pinggang. Kemudian disusul melemaskan kepala,

d. Atur nafas kemudian mulailah menggunakan fokus yang berakar pada

keyakinan. Tarik nafas dari hidung, pusatkan kesadaran pada

pengembangan perut, lalu keluarkan nafas melalui mulut secara

perlahan sambil mengucapkan ungkapan yang sudah dipilih.

e. Pertahankan sikap pasif.

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Rancangan Studi kasus

Karya tulis ilmiah yang digunakan adalah studi literatul prosedur tindakan

keperawatan. Studi kasusu berorientasi pada asuhan keperawatan dengan

pendekatan yang dilaksanakan secara komprehensif dimana bentuk

pelaporannya lebih menerapkan secara mendalam salah satu tindakan focus

sesuai masalah (prosedur tindakan tertentu) dari rencana tindakan

70
keperawatan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini juga menggunakan studi

kepustakaan (Sukmandinata, 2006).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh. Pada studi

kasus yang akan dilakukan, peneliti mengambil satu keluarga yang

memiliki masalah Diabetes Melitus yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi.

Kriteria inklusif:

1. Pasien dengan diagnose Diabetes Melitus

2. Pasien DM yang mengalami kecemasan

3. Mampu sebagai subjek studi dari awal sampai akhir

4. Bersedia sebagai subjek studi dari awal sampai akhir

Kriteria eksklusi

1. Pasien dengan diagnose selain Diabetes Melitus

2. Pasien DM yang tidak mengalami kecemasan

3. Tidak bersedia menjadi responden

C. Fokus Studi

Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang akan

dijadikan titik acuan studi kasus. Dalam studi kasus ini yang menjadi fokus

studi adalah Bagimanakah Asuhan Keperawatan Dengan Pemberian Terapi

71
Relaksasi Benson Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Pasien

Diabetes Melitus.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan studi kasus secara operasional dan

berdasarkan karakteristik yang diamati (Hidayat, 2007).

1. Terapi relaksasi benson adalah sebuah tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi tingkat kecemasan dengan melibatkan unsur keyakinan

dalam bentuk kata-kata keyakinan yang dianut oleh pasien.

E. Tempat dan Waktu

1. Tempat

Penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskemas Narmada Lombok

Barat.

2. Waktu

a. Persiapan penelitian dilakukan mulai dari bulan November 2020-

Maret 2021

b. Pelaksaan penelitian dilaksanakan pada bulan April 2020.

F. Instrumen

Intrumen penelitian adalah merupakan sebuah alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab

permasalahan penelitian. Instrument sebagai alat pada waktu penelitian dapat

72
dilakukan jika peneliti telah memahami benar penelitiannya. Intrumen pada

Karya Tulis Ilmiah ini dapat berupa video atau leaflet.

G. Pengumpulan Data

1. Wawancara adalah metode yang akan dipergunakan untuk mengumpulan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan

dari seseorang yang merupakan sasaran penelitian atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan seseorang tersebut (face to face). Dalam

penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan pasien dan

keluarga untuk menggali informasi kepada pasien dan keluarga meliputi

biodata pasien, keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarga

yang mengalami diabetes mellitus.

2. Observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik

secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang

harus dikumpulkan dalam penelitian. Metode ini digunakan untuk melihat

dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti

memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti.

H. Analisis dan Penyajian Data

Analisis data adalah suatu proses atau upaya pengelolaan data menjadi sebuah

informasi baru agar karakteristik data tersebut menjadi lebih mudah di

mengerti dan berguna untuk solusi suatu permasalahan, khususnya yang

berhubungan dengan penelitian.

73
Penyajian data disusun secara deskriptif berdasarkan tahap-tahap proses

keperawatan meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

I. Etika Studi Kasus

Etika studi kasus adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan studi kasus yang melibatkan antara pihak penelitian, pihak yang di

teliti (subyek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak hasil

pelitian tersebut yang meliputi:

1. Kejujuran

Jujur dalam mengumpulkan bahan pustaka, pengumpulan data,

pelaksanaan, publikasi hasil. Jujur pada kekurangan atau kegagalan

metode yang dilakukan.

2. Integritas

Tepati selalu janji dan perjanjian yang telah dibuat, lakukan dengan

tulus dan mengupayakan selalu menjaga konsistensi pikiran dan

perbuatan.

3. Ketelitian

Berlakulah teliti dan hindari kesalahan karena ketidak pedulian.

Secara teeratur catat pekerjaan yang dilakukan bersama pasien

seperti kapan tindakan dilakukan, dan dimana.

4. Keterbukaan

74
Secara terbuka, saling berbagi data, hasil, ide, alat dan sumber daya

penelitian. Terbuka terhadap kritik dan ide-ide baru

5. Tidak melakukan Diskriminasi

Hindari melakukan pembedaan perlakuan pada rekan kerja karena

alas an perbedaan ras, suku, agama dan faktor-faktor yang lain yang

sama sekali tidak ada hubungannya dengan kompetensi dan

integritas ilmiah

DAFTAR PUSTAKA

Achjar, K. H. (2010). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Sagung Seto

Benson, H. M. 2005. Dasar-Dasar Respon Relaksasi: Bagaimana Menghubungkan

Respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda (terjemahan). Bandung :

Mizan.

Doenges, E. Marylin, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan (edisi 3), EGC,

Jakarta.

75
Fathoni, Akhmad dkk. (2019). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Distress

Lansia dengan Diabetes Melitus. Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes

Mataram.

Kemenkes RI. (2019) Infodatin Hari Diabetes Sedunia, 1-2

Kemenkes RI. (2019) Infodatin Hari Diabetes Sedunia, 5-6.

Kemenkes RI. (2018) Hasil Utama Riskesdas 2018, 73-74

Rohmawati, Riska., & Helmi, Arif. (2020). Penurunan Tingkat Kecemasan Dan Gula

Darah Pada Penderita DM Tipe 2 Melalui Spiritual Mindfulness Based On

Benson Relaxation. FIKKes Universitas Muhammadiyah S

76

Anda mungkin juga menyukai