Anda di halaman 1dari 16

Makalah Sistem Pengolahan

Air Limbah WTP Pada


Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU)

Disusun oleh :
1. Elen
2. Rahardian Pratama R.
1. PLTU

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan

energi mekanis dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Dalam PLTU, energi primer

yang dikonversikan menjadi energi listrik adalah bahan bakar. Bahan bakar yang

digunakan dapat berupa batubara (padat), minyak (cair), atau gas. Ada kalanya PLTU

menggunakan kombinasi beberapa macam bahan bakar.

2. Prinsip Kerja

Prinsip kerja dari sistem unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap berdasarkan pada ilmu

termodinamika, yaitu proses perubahan panas menjadi uap. PLTU mengikuti sebuah

proses siklus (proses keliling) yang disebut siklus Rankine. Siklus Rankine adalah

siklus cair-uap, yang merupakan dasar dari sistem pembangkit tenaga uap. Skema

sederhana dan siklus PLTU adalah seperti berikut ini:

3. Baku Mutu Air Limbah PLTU

Berdasarkan peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 08 tahun 2009

tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga

1|Page
termal, yang dimaksud dengan baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar

unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya

dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha

dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah

usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan bakar baik padat, cair, dan gas

maupun campuran serta menggunakan uap panas bumi untuk menghasilkan tenaga

listrik.

Berikut ini baku mutu yang telah ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup kepada

industry Pembangkit Tenaga Listrik Thermal.

2|Page
4. Limbah Cair PLTU

Limbah cair yang dihasilkan dari pengoperasian PLTU dapat dikelompokkan menjadi:

a. Limbah Cair dari External Treatment

 Limbah Buangan Water Treatment Plant

Limbah hasil sisa regenerasi Water Treatment Plant dapat bersifat asam (pH < 7)

ataupun basa (pH > 7) tergantung dari banyaknya buangan pencucian sisa

regenerasi WTP. Cara mengatasi hal ini yaitu dengan proses netralisasi, sebagai

berikut :

Pada posisi permukaan tertentu air sisa buangan cucian regenerasi di dalam bak

penetral disirkulasikan dengan pompa penetral (start secara manual). Tergantung

dari pembacaan sensor saat itu, apabila pH menunjukkan asam (pH < 7), maka

larutan basa dari katup tangki harian kaustik soda (NaOH) akan membuka dan

menetralkan air buangan demikian sebaliknya dengan larutan asam dari tangki

harian asam HCl. Apabila pH telah memenuhi syarat baku mutu air buangan (7-

9), air buangan dibuang ke luar ke saluran pembuangan.

3|Page
 Limbah Buangan Desalination Plant

Brine dari pompa blowdown secara periodik dipantau nilai pH, suhu dan

kandungan phospatnya (apabila memakai poly-phospat injection system). Apabila

terdapat deviasi dilakukan tindakan-tindakan koreksi agar air buangan tidak

melebihi nilai ambang batas.

b. Limbah Buangan dari Internal Water Treatment

Limbah dari buangan air ketel perlu dipantau dan diketahui nilai pH-nya, kandungan

phospat, tidak boleh melebihi nilai ambang batas yang diijinkan. Apabila terjadi

deviasi pada air buangan, maka segera dilakukan tindakan pencegahan (misalnya

dengan mengurangi blowdown ketel dan lain sebagainya).

c. Limbah Air Dingin Kondensor

Untuk menekan perkembangan pertumbuhan biota laut yang dapat mengganggu

proses perpindahan kalor di kondensor, maka pada sisi masuk saluran air pendingin

diinjeksikan larutan cairan hypochlorite secara berkesinambungan. Kadar

hypochlorite yang terlalu berlebihan dapat merusak habitat microorganisme biota

laut sehingga dapat .mengganggu ekosistem. Apabila kadar hypochlorite di dalam

air pendingin melebihi batas yang disyaratkan (> 0,1 ppm), maka perlu dilakukan

koreksi pada hypochlorite generator dengan cara mengecilkan arus elektrolysis.

Limbah bahang (air panas) juga dapat dihasilkan dari air pendingin apabila panas

yang dibuang dari uap bekas turbin diserap oleh air pendingin. Dalam masa rancang

bangun PLTU telah dipikirkan tentang kemungkinan panas tersebut, sehingga untuk

menanggulanginya saluran air pendingin (kanal) dibuat sepanjang 1.300 m agar

memberi kesempatan penurunan suhu air pendingin dan suhu air laut dapat ditekan

serendah mungkin (< 2°C).

4|Page
d. Limbah Domestik (Sewage Treatment)

Limbah domestik berasal dari buangan domestik gedung sentral dan gedung

administrasi. Sebelum disalurkan ke bak digestion (penghancur) terlebih dahulu

ditampung di bak penampungan. Dari bak penampungan dipompa ke bak

penghancur. Di dalam bak penghancur, air buangan diaduk dengan udara blower

agar sisa buangan teroksidir dan mengendap serta bakteri aerob dapat hidup tanpa

terjadi pembusukan.

Untuk menghapus bakteri phatogen yang dapat menyebabkan penyakit (coli) air

buangan diinjeksi dengan larutan sodium hypochlorite. Sebagai parameter

pengukuran hasil treatment adalah : kadar sisa Cl2 dan BOD-5 yang terkandung di

dalam air buangan domestik.

Apabila melebihi nilai ambang batas, maka perlu dilakukan koreksi untuk

memperbaiki kondisi treatment (misalnya dengan memperpanjang pengadukan atau

menambah larutan desinfectant).

e. Limbah Dari Proses Hydrogen Plant

Setiap penggantian larutan elektrolit KOH sebelum dibuang ke saluran pembuangan,

perlu dinetralkan terlebih dahulu dengan larutan asam.

f. Limbah Bahan Bakar Minyak dan Pelumas

Limbah minyak umumnya berasal dari ceceran pencucian peralatan dengan bahan

pencuci minyak atau ceceran dari burner gun yang masuk ke saluran drain gedung

sentral. Air buangan (drain) dari gedung sentral sebelum dibuang ke saluran

pembuangan ditampung terlebih dahulu di dalam oil separator. Minyak dan pelumas

yang lebih ringan dari air akan mengalir lewat luberan ke dalam bak khusus,

sedangkan air yang bebas minyak dibuang dan disalurkan ke saluran pembuangan.

5|Page
Minyak atau pelumas yang tertampung di dalam bak khusus dikumpulkan dan

dipindahkan secara manual ke oil recovery pit. Dari oil recovery pit dipompa ke

bunker disatukan dengan bahan bakar MFO (Marine Fuel Oil).

5. Pengolahan Limbah

5.1. Sumber-sumber Air Limbah dari PLTU

Sebagian besar pada PLTU terdapat enam sumber air limbah, yaitu air limbah

yang berasal dari Water Treatment Plant, laboratorium, pencucian air heater, boiler,

pendingin kondensor, dan limbah bahan bakar minyak dan pelumas. Dalam makalah ini

akan membahas pengolahan limbah yang berasal dari Water Treatment Plant.

Water Treatment Plant merupakan proses Regenerasi Demin yaitu kelompok air

limbah yang berasal dari proses pemeliharaan Water Treatment Plant PLTU.

Karakteristik air limbah dari sumber tersebut bersifat asam dengan pH kurang dari 5.

5.2. Sistem Pengolahan Air Limbah PLTU

Pada pengolahan air limbah PLTU ada dua sistem proses pengolahan air, yaitu dengan

proses pengolahan terpusat di WWTP (Water Waste Treatment Plant) dan proses

pengolahan langsung.

a. Proses pengolahan terpusat di WWTP

Pada proses pengolahan terpusat di WWTP, air limbah WTP dari PLTU akan

dialirkan masuk ke WWTP dan diproses sehingga output dari WWTP dapat

dikondisikan sesuai nilai standar baku mutu air sebelum air limbah tersebut di buang

ke badan air.

Proses pengolahan air limbah WTP pada WWTP PLTU melalui 5 tahapan,

yaitu pretreatment, primary treatment, secondary treatment, dan pengolahan

lumpur. Proses pretreatment merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi

6|Page
penyaringan kasar. Proses primary treatment merupakan penyisihan suspended

solid, BOD, logam - logam terlarut secara proses kombinasi (fisika, kimia dan

biologi). Proses secondary treatment merupakan tahap lanjutan setelah proses

kombinasi fisika, kimia dan biologi, yaitu proses pengolahan lumpur.

- Proses Pretreatment

Pada proses pretreatment, komponen pentingnya adalah Sumpit dan Screen.

Sumpit merupakan bak penampungan awal limbah, bak ini untuk menampung

limbah cair WTP yang masuk ke WWTP. Sistem kerja sumpit adalah limbah yang

telah disaring kotorannya oleh bar screen ditampung di dalam sumpit, dan bila air

telah mencapai level tengah kolam, maka pompa sumpit akan hidup secara otomatis.

Bila air terus mengalir mencapai level di atas kolam, maka pompa sumpit dengan

kapasitas lebih besar akan hidup. Agar proses pengolahan air limbah berjalan dengan

baik, maka alirannya terlebih dahulu melewati proses screening (penyaringan) pada

bar screen. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan limbah cair dari sampah-

sampah kasar yang dapat menghambat kerja unit-unit WWTP lainnya. Sistem kerja

pada proses screening yaitu sampah-sampah yang masuk menuju sumpit bersama

aliran air akan tertahan pada saringan yang pertama (saringan 10 mm), selanjutnya

tertahan pada saringan kedua (saringan 6 mm) dan saringan yang ketiga (saringan 3

mm).

- Proses Primary Treatment

Primary Treatment merupakan Waste Water Storage Ponds (WWSP). Proses

yang terjadi di dalam WWSP adalah pengolahan kombinasi secara fisika, biologi

dan kimiawi. Pengolahan air limbah secara biologi melibatkan kegiatan

mikroorganisme dalam air untuk melakukan transformasi senyawa-senyawa kimia

yang terkandung dalam air menjadi senyawa lain lebih sederhana. Mikroorganisme

7|Page
mengkonsumsi bahan-bahan organik membuat biomassa sel baru serta zat-zat

organik dan memanfaatkan energi yang dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk

metabolismenya. Pengolahan air limbah secara biologi dimaksudkan untuk

menyisihkan atau menurunkan konsentrasi senyawa-senyawa organik maupun

anorganik dengan memanfaatkan berbagai mikroorganisme, terutama bakteri.

Selain pendegradasian senyawa organik pada proses biologi, proses aerasi

juga bertujuan memisahkan larutan gas amoniak di dalam air limbah. Pengubahan

amonium menjadi nitrat, yaitu dengan memanfaatkan bakteri nitrosomonas dan

nitrobakter dalam suasana aerob.

Pengolahan air limbah secara fisika melibatkan kegiatan aerasi secara difusi,

yaitu air limbah di dalam WWSP dihembuskan udara melalui diffuser oleh blower

sehingga padatan yang larut dalam air menguap serta menyisihkan gas metan (CH4),

karbon dioksida (CO2), H2S, bau, rasa dan gas-gas lainnya. Diffuser sebagai anti

sumbat dengan lubang kecil agar didapat pembagian udara yang merata. Kolam

aerasi dan diffuser dibuat/dipasang secara terpisah yang dihubungkan dengan pipa-

pipa sehingga terjadi efek pencampuran dan pengadukan yang cukup dan seluruh

bagian air terkena kontak dengan oksigen terlarut (DO) dan tidak terjadi

pengendapan zat padat dalam kolam. Pada proses ini terjadi pengikatan gas oksigen

(O2) oleh air sehingga menurunkan nilai BOD dan COD.

Pada proses pengolahan kimiawi terjadi reaksi pembentukan asam sulfat di

dalam kolam WWSP. Adanya kandungan alkalinity, ion bikarbonat (HCO3)- yang

cukup besar dalam air, menyebabkan senyawa besi atau tembaga berada dalam

bentuk senyawa Fe(HCO3)2 atau Mn(HCO3)2. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan

mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut pada

bilangan oksidasi +2, yaitu Fe2+ dan Mn2+. Ketika kontak dengan oksigen atau

8|Page
oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi yang lebih tinggi,

bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh karena

itu, mangan dan besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi.

Oxidation pit atau kolam oksidasi merupakan kolam penampung hasil air

limbah WWSP. Di dalam kolam oksidasi terjadi proses pengolahan secara kimiawi,

yaitu proses pembentukan senyawa oksida agar dapat terjadi senyawa yang stabil

dengan adanya penambahan valensi yang lebih tinggi.

Di dalam kolam oksida juga terjadi proses penetralan air limbah, hal ini

dimaksudkan untuk memperlancar proses koagulasi saat air limbah masuk ke dalam

coagulant pit (pengolahan berikutnya). Nilai pH merupakan salah satu faktor yang

menentukan proses koagulasi. Pada koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) yang

digunakan pada WWTP ini mempunyai kisaran pH yang optimum 4,5-7,0. Jadi

proses koagulasi akan sempurna apabila kondisi air limbah saat proses koagulasi

pada kisaran pH 4,5-7,0. Untuk proses koagulasi pH yang terbaik sekitar 7,0 (pH

netral).

Sistem kerja kolam oksidasi yaitu air limbah yang masuk ke dalam kolam akan

terbaca oleh pH control. pH control di WWTP ini diatur kisaran 6,5-8,5. Apabila

indikator pH menunjukkan limbah dalam kondisi basa (>8,5) maka pH control akan

memerintahkan bahan kimia berupa asam (HCl) untuk mengalir masuk, sehingga

dapat menetralkan air limbah. Sebaliknya, jika limbah dalam kondisi asam (<6,5)

maka maka pH control akan memerintahkan bahan kimia berupa basa (NaOH) untuk

mengalir masuk, sehingga dapat menetralkan air limbah tersebut. Bahan kimia HCl

dan NaOH disuplai dari chemical tower.

- Proses Secondary Treatment

9|Page
Pada Tertiary Treatment terdapat kolam koagulasi berisi coagulant, dan air

limbah dari kolam oksidasi dialirkan secara gravitasi ke dalam kolam koagulasi, dan

selanjutnya ditambahkan koagulan berupa larutan PAC (Polyalumunium Chlorida)

dari tangki bahan kimia. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel

koloid tidak mengendap (bersifat stabil), suspended solid, serta padatan tidak

mengendap, dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk

mendispersikan bahan kimia secara merata. Akibat pengadukan cepat, koloid dan

partikel yang stabil berubah menjadi tidak stabil karena terurai menjadi partikel yang

bermuatan positif dan negatif. Pembentukan ion positif dan negative juga dihasilkan

dari proses penguraian koagulan. Proses ini berlanjut dengan pembentukan ikatan

antara positif dari koagulan (Al3+) dengan ion negatif dari partikel (misal Cl-) dan

antara ion positif dari partikel (misal Fe2+) dengan ion negatif dari koagulan (Cl-)

yang menyebabkan pembentukan inti flok.

Setelah terjadi reaksi pembentukan inti flok senyawa Alumunium Hidroksida

dalam proses koagulasi lalu dilanjutkan ke dalam proses penggabungan inti-inti flok

dalam kolam floculant. Di dalam kolam flokulasi, air limbah ditambahkan bahan

kimia (polimer) berupa praestol 2640 yang berasal dari tangki bahan kimia (tangki

Polimer). Pemberian larutan Polimer dilakukan oleh dosing pump dengan mengatur

debit pada kontrol pompa, yang kemudian diaduk dengan mixer di dalam kolam

flokulasi. Koloid akan menyatu dan menggumpal. Pengaturan dosis Polimer diatur

dengan melihat hasil flokulasi. Di dalam tangka bahan kimia (tangki polimer),

polimer berbentuk powder dicampur dengan air dan selanjutnya diaduk dengan

mixer agar merata. Perbandingan polimer dengan air = 0,5 kg polimer : 500 liter air.

Kolam pengendapan (Clarifier) dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dan

penggaruk (scraper) hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan

10 | P a g e
dari dasar kolam. Proses yang terjadi di dalam clarifier secara fisika, yaitu air

limbah dari kolam flokulasi (floculant) mengalir masuk ke bagian tengah kolam

clarifier, selanjutnya sludge jatuh ke bawah secara gravitasi dan dikumpulkan ke

tengah oleh scraper clarifier untuk menuju ke thickener dan dikembalikan ke

WWSP.

Sebagian besar air limbah mengalir ke dalam kolam Neutralizing pit. Proses di

dalam kolam clarifier ini menghasilkan endapan berupa sludge yang berasal dari

kolam flokulasi. Sebanyak 70% sludge dialirkan ke kolam thickener untuk diolah

dan 30% dikembalikan lagi ke kolam WWSP (return sludge) oleh return sludge

pump. Sludge perlu dikembalikan ke WWSP karena kondisi di dalam kolam

clarifier hampir mendekati anaerob.

Pada kolam Neutralizing Pit terjadi proses pengolahan secara kimiawi, yaitu

proses penetralan pH pada air limbah. Kolam tersebut dimaksudkan untuk membuat

kondisi air limbah menjadi netral (6,5 – 8,5) sebelum mengalir ke kolam clear pit.

Kolam ini dilengkapi oleh mixer sebagai pengaduk antara air limbah dengan bahan

kimia penetral (HCl dan NaOH) dan saluran output bahan kimia HCl dan NaOH dari

chemical tower. Sistem kerja yang terjadi di dalam kolam penetralan yaitu kondisi

air limbah yang masuk ke dalam kolam akan terbaca oleh pH control. Apabila

indikator pH menunjukkan limbah dalam kondisi basa (>8,5) maka pH control akan

memerintahkan bahan kimia berupa asam (HCl) untuk mengalir masuk, sehingga

dapat menetralkan air limbah. Sebaliknya, jika limbah dalam kondisi asam (<6,5)

maka maka pH control akan memerintahkan bahan kimia berupa basa (NaOH) untuk

mengalir masuk, sehingga dapat menetralkan air limbah tersebut. Apabila kondisi

pH dalam air sudah netral (6,5 – 8,5) maka tidak terjadi penambahan asam maupun

basa. Reaksi yang terjadi di dalam kolam Neutralizing Pit, yaitu reaksi netralisasi

11 | P a g e
yang lain ditunjukan oleh reaksi antara asam sulfat dengan natrium hidroksida,

reaksi antara besi II hidroksida dengan asam klorida dan reaksi antara asam nitrat

dengan natrium hidroksida.

Clear Pit merupakan kolam penampung air limbah hasil penetralan dari kolam

neutralizing pit. Kondisi pH air limbah yang diharapkan berkisar 6,5 – 8,5. Sistem

kerja di dalam kolam ini yaitu apabila air limbah yang masuk clear pit telah netral

(pH 6,5 – 8,5), maka pompa yang bekerja adalah filter pump. Jika air limbah

ternyata mempunyai nilai pH < 6,5 atau > 8,5, maka pompa yang bekerja adalah

clear pit pump dan air limbah akan dikembalikan ke WWSP karena dianggap belum

memenuhi syarat baku mutu untuk dibuang.

Sand Filter merupakan tempat penampungan air limbah yang telah netral, dan

di dalamnya terjadi proses pengolahan secara fisika, yaitu proses filtrasi

menggunakan media penyaring pasir. Media penyaring biasanya lebih dari satu

lapisan, yaitu pasir kwarsa dan batu dengan ukuran mesh tertentu. Air mengalir ke

bagian bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat yang tidak larut akan melekat

pada media, sedangkan air yang jernih akan terkumpul di bagian dasar dan mengalir

keluar melalui suatu pipa menuju kolam effluent. Sand filter ini bertujuan menyaring

flok halus dan kotoran lain yang lolos dari clarifier sehingga menghasilkan air

dengan kualitas yang lebih baik, bebas dari bakteri patogen, jernih, bebas dari rasa

dan bau tanpa menggunakan bahan kimia tambahan. Kualitas sand filter lambat laun

akan menurun seiring waktu pengoperasian karena banyaknya kotoran yang

terhambat sehingga perlu dilakukan proses backwash (pencucian) dan selanjutnya

dilakukan proses rinsing (pembilasan) untuk meningkatkan kinerja dari saringan

pasir tersebut. Air limbah yang telah memenuhi standar kisar pH (6,5-8,5) akan

12 | P a g e
dialirkan ke sand filter dengan menggunakan filter pump dan selanjutnya dialirkan

menuju effluent tank.

Effluent tank merupakan penampungan akhir air limbah sebelum dibuang ke

laut. Di dalam kolam effluent ini dilakukan pengontrolan kualitas air limbah yaitu

dengan cara memberi makhluk hidup sebagai bioindikator. Selain pengontrolan air

limbah menggunakan bioindikator, dilakukan pula pengambilan sampel untuk

memonitor kualitas air limbah yang diperiksa ke laboratorium. Air limbah pada

kolam ini biasa dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman dan jalanan, selain itu air

ini juga dimanfatkan untuk mandi para karyawan.

- Proses Pengolahan Lumpur

Proses Pengolahan Lumpur terjadi di Thickener, yaitu kolam pengumpul

lumpur yang berbentuk circular dengan volume 24,5 m3. Sludge akan mengendap ke

bagian bawah kolam thickener dan dikumpulkan oleh scraper, lalu dipompa dengan

menggunakan filter press pump ke filter press untuk pengolahan lumpur. Sedangkan

air limbah naik ke atas menuju bak thickener. Bak thickener merupakan bak

penampungan air limbah hasil buangan dari kolam thickener dan sand filter (back

wash dan rinsing). Air limbah pada bak thickener merupakan air limbah yang tidak

layak buang, sehingga air ini dikembalikan ke WWSP dengan menggunakan pompa

thickener. Lumpur hasil olahan tersebut dikumpulkan ke dalam karung untuk

dimanfaatkan sebagai media tanam tanaman hias.

b. Proses pengolahan langsung

Proses ini merupakan proses tanpa melalui WWTP. Ada kalanya limbah yang

dihasilkan oleh WTP telah masuk ke baku mutu air limbah. Sebelum limbah dikirim

ke WWTP, limbah terlebih dahulu di cek berdasarkan analisa baku mutu. Ketika

hasil analisa menunjukkan air limbah sudah tidak perlu di treatment, maka air

13 | P a g e
limbah bisa langsung dibuang. Proses yang berlangsung adalah dengan menyimpan

air limbah sisa regenerasi resin kation dan resin anion di bak netral yang berada di

area WTP. Air limbah sisa regenerasi kation bersifat asam, dan air limbah sisa

regenerasi anion bersifat basa, jadi dengan mencampurkan keduanya dapat

menetralkan pH nya agar dapat masuk baku mutu limbah. Kemudian dilakukan

analisa parameter lain, hasil analisa yang masuk baku mutu menandakan air limbah

boleh langsung dibuang tanpa harus diolah terlebih dahulu di WWTP.

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Sahlan, dkk. Jurnal Power Plant. Sistem Pengolahan Limbah Pada Pembangkit Listrik Tenaga

Uap (PLTU): Studi Kasus PLTU Muara Karang.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai