Anda di halaman 1dari 2

Review Jurnal 1

Judul Ancaman Kenaikan Muka Air Laut Bagi Negara-Negara di Kepulauan Pasifik
Penulis Bayu Wahyudin
Nama Jurnal Review of International Relations
Tahun 2020, vol. 2(1) halaman 28 – 39
Kenaikan permukaan laut merupakan salah satu efek perubahan iklim yang
paling nyata. Tingkat laut dapat meningkat dengan dua mekanisme yang berbeda
sehubungan dengan perubahan iklim. Beberapa dekade terakhir, keprihatinan dunia
Internasional terhadap fenomena perubahan iklim global (global climate change)
semakin tinggi, karena telah memberikan dampak negatif terhadap keberlanjutan
kehidupan di muka bumi akibat meningkatnya temperatur bumi yang dikenal dengan
Latar Belakang
pemanasan global.
Dalam tulisan ini, akan mencoba memaparkan secara umum terkait bagaimana
kenaikan muka air laut menjadi permasalahan serius yang mengancam negara-
negara kepulauan pasifik. Serta bagaimana organisasi regional seperti Melanesian
Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF) bersama negara-negara
anggotanya menyikapi ancaman tersebut.
Metode penelitian yang dilakukan dalam rangka mencoba menjawab pertanyaan
penelitian adalah dengan cara mengkaji berbagi literatur yang bersumber dari jurnal-
Metode jurnal, artikel, hingga buku-buku yang sekiranya diperlukan dalam melengkapi tulisan
ini. Sehingga menjadikan tulisan ini menjadi kaya akan perspektif dan argumen,
namun tetap selaras dengan tujuan utama tulisan ini.
Tenggelam, kondisi yang selama ini menjadi ancaman bagi negara-negara di
Kepulauan Pasifik ternyata memang benar adanya. Perlahaan namun pasti kondisi
tersebut niscaya terjadi apabila dunia tidak mampu menanggulanginya. Semakin hari
kondisi air laut semakin meningkat ketinggiannya. Ketebalan es di kutub semakin
menipis dan mencair karena kondisi dunia yang suhunya kian meningkat.
Industrialisasi yang tak ramah lingkungan semakin masif terjadi membuat iklim dunia
senantiasa berubah sehingga tak jarang menyebabkan climate disaster seperti angin
kencang dan topan. Serta dampak-dampak lain yang meluas hingga mengganggu
berbagai sektor kehidupan manusia, muali dari sosial, budaya, kesehatan, ketahanan
pangan dan lain-lain.
Menyadari hal tersebut, komunitas Pasifik melakukan berbagai upaya sebagai
langkah nyata dalam rangka menyelamatkan kehidupan dan masa depan mereka.
Mereka harus bersiap jika suatu ketika, tanah di tengah samudera yang selama ini
menjadi tempat mereka bertahan hidup, harus hilang dilahap deburan ombak. Jika
manusia yang tinggal di belahan bumi lainnya bisa dengan tenang hidup tanpa
memikirkan dampak dari setiap kegiatan yang terkadang merusak alam, ada mereka
yang tinggal di pulau-pulau kecil yang hidupnya terancam oleh apa yang bahkan
Hasil mereka sendiri tidak pernah lakukan. Mereka seolah menjadi korban atas
keserakahan manusia lain yang tidak peduli dengan ancaman kenaikan muka air laut
yang bisa membuat rumah dan kehidupan mereka ikut tenggelam. Alhasil, jika hari
tenggelam itu benar-benara tiba, mereka harus mengarungi samudera untuk pindah
ke negeri sebrang dan menyandang statu climate changer refugees.
Berbagai kajian dan penelitian turut dilakukan oleh berbagai komunitas
internasional untuk mencari jalan keluar atau paling tidak sebagai tindakan rasa iba
terhadap kehidupan mereka. Akan tetapi, selalu ada kepentingan terselubungan atas
setiap upaya yang katanya untuk kebaikan masyarakat yang tinggal di negara-
negara kepualaun Pasifik. Tapi itu dianggap lebih baik ketimbang tidak ada perhatian
sama sekali. Intinya, kedepan kehidupan mereka yang tinggal di Pasifik tergantung
dari manusia di bumi, apakah kesadaran akan pentingnya mencegah atau paling
tidak memperlambat berbagai kerusakan telah benar-benar serius untuk dilakuakn.
Jika tidak, yang menjadi ancaman bukan hanya tenggelam bagi masyarakat yang
tinggal di pasifik, tapi ancaman kemusanhan bagia setiap kehidupan yang ada di
dunia. Oleh karena itu, demi diri sendiri, masyarakat yang tinggal di Pasifik, dan
seluruh kehiudpan di dunia, marilah tingkatkan kepedulian kita semua terhadap alam
dan lingkungan untuk bumi yang lebih ramah bagi setiap penghuninya.
Review Jurnal 2
Judul Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur
Penulis Weny H. Sihombing, Suntoyo, Kriyo Sambodho
Nama Jurnal Jurnal Teknik ITS
Tahun 2012
Sea Level Rise adalah fenomena naiknya muka air laut sebagai akibat dari
perubahan iklim yang merupakan isu penting saat ini. Terlebih lagi bagi Indonesia,
negara Kepulauan yang memiliki + 18.110 pulau serta garis pantai sepanjang
108.000 km, terpanjang kedua setelah Kanada.
Wilayah pesisir yang merupakan batas antara darat dan laut menjadikannya sebagai
daerah yang cukup berpotensi, terbukti sebagian besar masyarakat Indonesia
Latar Belakang tersebar didalamnya. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta
jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km
dari garis pantai.
Pesisir yang rentan terhadap kenaikan muka air laut, salah satunya adalah kawasan
pesisir yang terletak di Pantai Utara Jawa. Pemilihan kawasan pesisir Tuban
didasarkan pada letakmya nyang berbatasan langsung dengan Laut Jawa serta
berada di jalur trnasportasi darat pantura.
1. Pengelolaan Pasang Surut
Dalam memprediksi kenaikan muka air laut, dapat menggunakan data pasang
surut. Oleh karena keterbatasan data, maka dalam memprediksi kenaikan muka
air lautnya mengadopsi data pasang surut daerah semarang dari tahun 1985 –
Februari 2012. Sebelum diadopsi maka terlebih dahulu dicari faktor koreksinya,
yaitu selisih tinggi antara msl tuban dan semarang di waktu yang sama. Setelah
itu, msl tuban hasil adposi adalah msl semarang yang ditambah dengan faktor
Metode koreksi. Dalam pengolahan pasang surut menggunakan metode least square.
2. Peta Wilayah Genangan
Peta wilayah genangan adalah visualisasai daerah-daerah tergenang akibat
naiknya muka air laut. Adapun data yang dibutuhkan dalam membuat peta
genangan adalah topografi digital DEM SRTM serta input kenaikan muka air laut.
Dampak yang muncul akibat kenaikan muka air laut dapat dilihat dari peta
visualisasi genangan yang kemudian dioverlaykan dengan peta tata guna
lahannya.
Kabupaten tuban terdiri dari 20 kecamatan, namun yang menjadi fokus studi
penelitian adalah 5 kecamatan yang terletak di sepanjang garis pantainya yaitu
Kecamatan Bancar, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Jenu, Kecamatan Tuban
dan Kecamatan Palang. Jumlah penduduk Kabupaten Tuban pada tahun 2010
adalah 1.259.996. Dengan komposisi laki-laki 630.881 dan perempuan berjumlah
629.115. Kepadatan penduduk tahun 2010 adalah 685 jiwa/km2. Kecamatan yang
paling padat adalah kecamatan Tuban dengan kepadatan 2.025 jiwa/ km2.
Berdasarkan hasil analisis, prediksi muka air laut untuk beberapa tahun kedepan
terus meningkat. Diprediksikan muka air laut untuk tahun 2020, 3050 dan 2100
berturut-turut adalah setinggi 1,22 m, 1,43 m dan 1,48 m.
Hasil
Ditahun 2100, muka air laut diprediksikan akan mencapai 1,8 m. Hal ini memiliki
dampak sebagai berikut:
1. Berkurangnya daratan seluas 417,9 ha atau 0,3% dari luas wilayah daratannya
2. Terganggunya Kegiatan sosial ekonomi masyarakat setempat
3. Terjadinya perubahan garis pantai
4. Terganggunya jalur transportasi
Dengan demikian perlu adanya upaya dalam mengantisipasi dampak naiknya
muka air laut, yang berupa upaya mitigasi dan adaptasi. Upaya mitigasi dan adaptasi
dapat dilakukan dengan cara, antara lain membangun struktur pelindung pantai,
meninggikan bangunan dan jalan serta melakukan pengurugan.

Anda mungkin juga menyukai