Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“AGAMA MENJAMIN KEBAHAGIAAN”

Disusun oleh:

1. Hafidz Ahmad Ramadhan 5009211078


2. Isvi Afkari Rahmadevi 5009211087
3. Muhammad Abduh Rozaqi 5016211045
4. Surya Aditya Kencana 5009211050
5. Yunita Fauzia Rachma 5009211127

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA


Jl. Teknik Kimia, Keputih, Kec. Sukolilo, Kota SBY, Jawa Timur 60111
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita sampaikan kepada Allah SWT yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita masih diberi
kesempatan dan kemudahan untuk selalu terbuka akal pikiran, mata, serta hati
dalam beramal dan mencari ilmu sehingga dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Agama Menjamin Kebahagiaan” yang dibimbing oleh Bapak Drs. Moh. Saifulloh,
M.Fil.I

Makalah yang ditulis oleh penulis ini memaparkan mengenai bagaimana


peran agama dalam menjamin kebahagiaan. Penulis menyusunnya dengan
mengutip dari beberapa sumber yang kredibel, membuat gagasan dari beberapa
sumber tersebut, dan melakukan pengamatan terhadap beberapa kasus yang terjadi
di lapangan.

Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penulisan


makalah ini terutama Bapak Drs. Moh. Saifulloh, M.Fil.I yang telah membagikan
ilmunya sehingga dapat bermanfaat untuk penyusunan makalah ini. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersedia
membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh


karena itu, penulis mengharapkan pembaca menyampaikan saran atau kritik yang
membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik.

Penulis

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Agama Sebagai Pencerah .............................................................. 3
B. Kebahagiaan Dalam Beragama ..................................................... 9
C. Penanaman Agama Dalam Hati .................................................... 13

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17


BAB 1
LATAR BELAKANG

Kata agama sudah tidak asing lagi terdengar di telinga masyarakat. Lalu apa
sebenarnya definisi dari kata agama? Kata agama pada dasarnya sulit untuk
didefinisikan, hal ini dikarenakan agama bersifat subyektif, menyangkut batin, dan
individual. Secara umum kata agama dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
kepercayaan dalam hati manusia kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini
dilakukan dengan selalu menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan (Aslamiyah,
2017). Agama juga mengatur mengenai sistem peribadatan kepada Tuhan, serta
kaidah tata budaya yang menghubungkan manusia dengan tatanan kehidupan. Oleh
karena itu, manusia dinilai mempunyai kebutuhan akan agama.

Terdapat beberapa hal yang menjadi alasan mengapa manusia


membutuhkan agama. Alasan pertama adalah karena fitrah manusia itu sendiri.
Pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk menganut sebuah kepercayaan yang
apabila dibina dan diberi pengarahan nantinya akan menjadikan manusia tersebut
sebagai manusia yang beragama. Alasan kedua adalah karena manusia memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adanya agama dapat dijadikan sebagai acuan untuk
membedakan hal yang baik dan buruk. Alasan yang ketiga adalah karena adanya
tantangan dalam hidup manusia baik itu dari luar maupun dari dalam. Sebagai
contoh tantangan pada zaman sekarang adalah gaya hidup hedonisme, dunia
malam, dan obat-obatan terlarang. Agama dibutuhkan agar manusia tidak
terjerumus ke dalam hal tersebut.

Salah satu agama yang diakui oleh negara Indonesia adalah agama islam.
Kata islam berasal dari kata “salam” yang terdapat pada Al-Quran surah al- An’am
ayat 54, surah al- A’raf ayat 46, dan surah an- Nahl ayat 32. Kata “salam” artinya
adalah selamat, aman, sejahtera, dan sentosa. Melalui ini, islam dekat dengan
keamanan dan ketenangan hati. Memeluk agama islam itu artinya seseorang sudah
menyerahkan hatinya untuk patuh kepada Allah. Kedamaian dalam agama islam,
ketenangan dalam beribadah, rasa aman dan takut terhadap Allah menjadikan islam
sebagai agama yang membawa kebahagiaan dalam hati pemeluknya. Lalu
bagaimana islam dapat menjamin kebahagiaan?

Kebahagiaan menurut Lopez dan Snyder (2007) didefinisikan sebagai hal


yang subyektif, dimana kebahagiaan berhubungan dengan energi positif yang
dirasakan oleh seseorang. Dalam pandangan islam, kebahagiaan adalah keadaan
dimana seseorang mengenal Tuhannya, dirinya, dunia, dan akhirat dengan baik. Hal
ini dapat menjadikan manusia sebagai seseorang yang tenang karena merasa tidak
membutuhkan apa-apa lagi sebab sudah dicukupkan kebutuhannya oleh Tuhan.
Pada zaman yang penuh tantangan ini, selain menjamin kebahagiaan, agama islam
juga dapat berfungsi sebagai pencerah. Sebagaimana islam mencerahkan
kejahiliyahan pada zaman Nabi. Oleh karena pentingnya agama sebagai penjamin
kebahagiaan dan memberikan pencerahan, diharapkan makalah ini mampu
memberikan alasan mengenai pentingnya penanaman agama sejak dini.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran agama sebagai pencerah?


2. Bagaimana wujud kebahagiaan dalam beragama?
3. Bagaimana pentingnya menanamkan agama di dalam hati?

Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui peran agama sebagai pencerah.


2. Untuk mengetahui wujud kebahagiaan dalam beragama.
3. Untuk mengetahui pentingnya menanamkan agama di dalam hati.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Agama Sebagai Pencerah

Agama merupakan risalah yang disampaikann Tuhan kepada para nabi-Nya


untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai hukum-
hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata
hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Tuhan, kepada makhluk dan
alam sekitarnya. Oleh karena itu, kewajiban semua orang untuk menyadarkan
bahwa agama merupakan kebutuhan umat manusia.

Dunia kita adalah dunia perubahan dan bergantian, tidak ada sesuatu yang
tepat didalamnya. Segalanya akan senantiasa berubah,memudar, dan setelah itu
mati. Demikian juga dengan agama. Dalam sejarah, agama selalu berkembang
berbarengan dengan peradaban dan kebudayaan manusia. Sebagaimana sejarah
perkembangan agama di dunia barat dan timur.

• Keberagamaan di Bangsa Barat

Keberagamaan pada Abad modern ini justru melakukan desakralisasi dan


skulerisasi peran agama. Ada yang sakral dalam agama berkenan dengan respon
manusia terhadap dunianya. Karenanya nilai kebenaran tidak lagi dirujuk dari
doktrin agama, karena dalam sejarahnya telah di pandang sebagai biang
kemandekan dinamika manusia. Kemudian kebenaran mulai di cari dari realitas
pada dunia empirik dan pendekatan filosofis yang digunakan adalah
rasionaliisme,positifisme plus empirisme.

Karena agama telah di asingkan maka moderinisme sama sekali tidak


memberi ruang sedikitpun unsur Tuhan, atau unsur kebenaran metafisik di
dalamnua. Bahkan Nietzsche mengatakan, “Tuhan telah mati” oleh karena itu pada
era modern timbullah suatu pemberontakan luar biasa terhadap agama yang
kemudian memuncak pada pemisahan hubungan antara agama dari kehidupan
praktis umat mannusia. Konsekuensi logis dari pemisahan tersebut lahirlah suatu
protip peradaban manusia yang semata-mata mengedepankan kemampuan akal
yang tanpa menghubungkannya sedikitpun dengan nilai-nilai keberagamaan yaitu
model skularistik.

Menurut Budy Munawar-Rachman ini bukan karena spiritual itu tidak ada.
Tetapi karena manusia modern, manusia modern melihat segala sesuatu hanya dari
sudut pandang pinggiran eksistensi itu, tidak ada “pusat spiritualitas dirinya”,
sehingga mengakibatkan ia lupa siapa dirinya. Dunia barat pada era modernitas
membersihkan “yang suci” dan “yang satu” ini dari alam pikiran filsafat sains dan
seni. Sehingga ketiga alam pikiran tersebut benar benar di kosongkan dari adanya
“Yang suci” atau kesadaran pada “Yang Satu”

Masyarakat modern ternyata mulai menyadari adanya kejenuhan yang luar


biasa hidup dalam era modern.Modernisme, yang semula menjanjikan
kemerdekaan dan kebebasan manusia dari tirani agama, ternyata juga telah
melakukan distorsi terhadap nilai kemanusiaan yang fitri. Bertolak dari hal ini
sebagian dari masyarakat modern, kini telah memasuki satu fase sejarah manusia
dan perdabannya, yang secara tentatif disebut fase postmodern, yakni satu fase
dimana-secara sederhana dapatdikatakan-hendak menarik manusia dari posisi
sentral melalui pembangkitan spritualitas-etik. Bohm menganggap salah satu gejala
era Postmodern adalah era “kebangkitan spiritual dan etik”

Pandangan postmodernisme tersebut di atas secara filosofis memiliki


dua arah atau esensi yang bertentangan. Pada satu sisi berupaya untu meletakkan
penghayatan kepada agama yang baik dan aktif, namun pada disisi lain postmodern
sangat menentang bahkan menolak kebenaran mutlak dan segala sesuatu yang pasti.
Sementara eksistensi agama tanpa dipandang sebagai yang mutlak dan pasti, maka
mustahil dapat dihayati secara mendalam dan mendasar. Sebagaimana eksistensi
Tuhan dalam agama Islam misalnya, bahwa kemutlakan akan kebenaran Tuhan
adalah modal dasar yang sangat penting dalam menata dan memahami seluruh
realitas kesemestaan, termasuk seluruh kretivitas dan aktivitas kehidupan manusia.
Oleh karena itu, agama yang dimaksud oleh kaum postmodern tersebut secara
esensial tidak lebih dari agama yang diciptakan manusia dan sesuai dengan
keinginan nafsu belaka atau suatu pandangan yang terlepas dari agama yang
sesungguhnya

• Peran Spiritualitas Dalam Mempengaruhi Resiko Perilaku Bunuh


Diri: A Literature Review

Bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian yang kerap terjadi
pada individu yang memiliki masalah gangguan mental. Bunuh diri dapat berawal
dari depresi yang terjadi dalam diri penderita. Aspek spiritual seringkali
dihubungkan dengan pencegahan perilaku bunuh diri. Beberapa penelitian terkait
telah menjelaskan bagaimana dukungan spiritual dapat mengurangi tingkat depresi
pada individu. Literature review ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran
spiritual dalam mempengaruhi resiko perilaku bunuh diri pada orang dewasa.
Penulisan jurnal ini menggunakan pendekatan studi literatur yang berasal dari
beberapa database, yaitu EBSCO, PROQUEST, PubMed, dan Google Cendekia
(Google Scholar) dengan menggunakan kata kunci ‘spiritual support’ OR ‘religious
support’ AND ‘risk of suicide’ OR ‘suicide attempt’ AND ‘adults’. Menyaring dari
159.320 jurnal dan berhasil mendapatkan 14 jurnal terkait. Menggunakan kriteria
inklusi yang mencakup sumber literatur yang diambil mulai tahun 2015 sampai
dengan 2018, menggunakan bahasa inggris, kesesuaian kata kunci penulisan,
keterkaitan hasil penulisan literatur dengan pembahasan yang diangkat Terdapat 4
tema yang ditemukan dalam telaah literatur ini, yaitu faktorfaktor yang
menyebabkan ide bunuh diri, pengalaman bunuh diri dari orang terdekat, dukungan
ahli agama terhadap resiko perilaku bunuh diri, serta intervensi psiko-religius.
Masalah kesehatan mental seperti depresi dapat dicegah dengan melibatkan peran
agama didalamnya. Peran perawat dalam hal ini sangat penting dalam mengetahui
faktor-faktor yang menyebabkan ide bunuh diri muncul serta membantu
memberikan intervensi pencegahan resiko perilaku bunuh diri dengan mendorong
aspek keagamaannya.

Dari hasil yang didapat, dapat melihat bagaimana peran agama dapat
mempengaruhi resiko bunuh diri khususnya pada dewasa. Adapun kriteria inklusi
yang digunakan pada literatur ini adalah jurnal yang menggunakan bahasa inggris,
merupakan jurnal publikasi dengan rentang tahun 2015 sampai dengan 2018, dan
jurnal dalam bentuk full teks. Kriteria eksklusi yang digunakan dalam
mengeksekusi jurnal yang tidak digunakan antara lain adalah jurnal yang tidak
lengkap, biasanya hanya terdapat abstrak saja dan buku. Bagaimana peran keluarga
berpengaruh dalam resiko perilaku bunuh diri merupakan fokus utama dalam
penulisan literature review ini. Sebanyak 159.320 jurnal hasil pencarian yang
dilakukan di beberapa situs pencarian jurnal, tersaring 14 jurnal, kemudian
dilakukan excluded studies dengan memasukkan kriteria inklusi sehingga
didapatkan total jurnal yang memenuhi syarat dan digunakan dalam literature
review sebanyak 14 jurnal. Berdasarkan hasil review beberapa literatur dan jurnal
yang ada, ditemukan beberapa ide yang terkait dengan perilaku bunuh diri.
Beberapa ide/ tema tersebut diantaranya adalah faktor-faktor yang menyebabkan
ide bunuh diri, pengalaman bunuh diri dari orang terdekat, dukungan ahli agama
terhadap resiko bunuh diri, serta intervensi psiko-religius.

Dukungan agama dikenal dapat menghambat individu yang memiliki ide


bunuh diri dan meningkatkan harapan hidup mereka (Lawrence, Brent, et al., 2016).
Artinya terdapat faktor resiko terkait spiritualitas yang dapat memunculkan ide
bunuh diri pada seorang individu. Individu yang melakukan tindakan bunuh diri
tidak terlepas dari adanya faktor-faktor penyebab ide bunuh diri tersebut muncul.
Faktor-faktor yang seringkali menyebabkan seorang individu memiliki ide bunuh
diri sangat bervariasi. Terdapat hubungan yang signifikan pada factor harapan dan
alasan hidup terhadap resiko perilaku bunuh diri. Rendahnya harapan dan alasan
hidup seseorang akan memungkinkan individu tersebut mengalami depresi dan
melakukan tindakan bunuh diri (Luo, Wang, Wang, & Cai, 2016). Kurang
kepercayaan terhadap orang lain, menganggap masalah harus diselesaikan secara
mandiri dan takut untuk menyusahkan orang lain, serta menanggap dirinya lemah
jika menceritakan suatu masalah pada orang lain juga merupakan beberapa faktor
penyebab orang dengan resiko perilaku bunuh diri (Dadašev, Skruibis, Gailienė,
Latakienė, & Grižas, 2016). Pada individu tertentu biasanya juga kerap
menganggap bahwa masalah yang mereka dapatkan merupakan tanda bahwa
mereka merasa ditinggal oleh Tuhan, merasa dihukum, merasa bahwa orang lain
tidak menghormati keyakinan agamanya, seringkali menghubungkan suatu masalah
dengan peristiwa gaib yang ada hubungannya dengan setan, serta seringkali tidak
mampu menemukan makna dalam hidupnya (Krause, Pargament, & Ironson, 2017).
Pada orang tua dewasa, kesulitan keuangan, keterbatasan fungsional, depresi,
kekurangan fisik pada anak-anak, masalah dalam sosial, kesepian, dan tempat
tinggal perkotaan secara signifikan terkait dengan pemikiran bunuh diri (H. Li, Xu,
& Chi, 2016).
Dukungan agama dapat menghambat individu yang memiliki ide bunuh diri
dan meningkatkan harapan hidup mereka (Lawrence, Brent, et al., 2016). Perawat
dapat melihat hubungan yang kompleks antara agama dan depresi ini. Melibatkan
peran agama seperti membangun pertisipasi individu dalam komunitas agama akan
menjadi cara mencegah perilaku bunuh diri (Lawrence, Oquendo, et al., 2016).
Dukungan agama dapat diberikan dengan didasari oleh individu yang cenderung
menganggap bahwa sebuah masalah yang datang padanya merupakan tanda bahwa
mereka merasa ditinggal oleh Tuhan, merasa dihukum, merasa bahwa orang lain
tidak menghormati keyakinan agamanya, seringkali pula mereka menghubungkan
suatu masalah dengan peristiwa gaib yang ada hubungannya dengan setan, serta
tidak mampu menemukan makna dalam hidup (Krause et al., 2017). Mencegah
resiko perilaku bunuh diri tersebut perlu dilakukan agar gangguan kejiwaan seperti
halnya depresi juga dapat diturunkan. Analisis ini menunjukkan bahwa aspek
keagamaan adalah salah satu aspek yang sangat perlu diperhatikan dan diperlukan
implementasi khusus terkait hal ini dalam mengatasi depresi yang berakibat resiko
perilaku bunuh diri pada individu. Aspek keagamaan ini dimaksudkan juga untuk
menanggulagi masalah kesehatan mental lain yang tidak diinginkan. Indonesia
dengan kasus-kasus bunuh diri yang ada dibeberapa daerah memerlukan perhatian
khusus terkait hal ini. Perawat dalam hal ini perlu mampu untuk mengidentifikasi
faktor serta memberikan intervensi yang tepat dan efektif guna meningkatkan taraf
kesehatan jiwa yang lebih baik di Indonesia. Hasil tinjauan literature ini didapatkan
berdasarkan jurnal-jurnal penelitian dan systematic review yang menggunakan
bahasa inggris sehingga memiliki resiko kurang tepat dalam memasukkan data yang
relevan. Upaya yang dilakukan untuk meminimalisir resiko ini adalah dengan
melakukan pencarian manual tambahan dari daftar referensi dari artikel tersebut.

B. Kebahagiaan Dalam Beragama

Menurut Al-Alusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa
mencapai keinginan/cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain menyatakan
bahwa bahagia atau kebahagiaan adalah tetap dalam kebaikan, atau masuk ke dalam
kesenangan dan kesuksesan. Dalam kitab Mīzānul ‘Amal, Al-Ghazali menyebut
bahwa as- sa’ādah (bahagia) terbagi dua, pertama bahagia hakiki; dan kedua,
bahagia majasi. Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, sedangkan
kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan ukhrawi akan
diperoleh dengan modal iman, ilmu, dan amal. Adapun kebahagiaan duniawi bisa
didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak beriman.
Ibnu ‘Athaillah mengatakan, “Allah memberikan harta kepada orang yang dicintai
Allah dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah tidak akan
memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintai-Nya.”Kebahagiaan duniawi
adalah kebahagiaan yang fana dan tidak abadi. Adapun kebahagiaan ukhrawi adalah
kebahagiaan abadi dan rohani. Kebahagiaan duniawi ada yang melekat pada dirinya
dan ada yang melekat pada manfaatnya. Di antara kebahagiaan duniawi adalah
memiliki harta, keluarga, kedudukan terhormat, dan keluarga yang mulia.

Berbeda dengan konsep diatas, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berpendapat


bahwa kebahagiaaan itu adalah perasaan senang dan tentram karena hati sehat dan
berfungsi dengan baik. Hati yang sehat dan berfungsi dengan baik bisa
berhubungan dengan Tuhan pemilik kebahagiaan. Pemilik kebahagiaan,
kesuksesan, kekayaan, kemuliaan, ilmu, dan hikmah adalah Allah. Kebahagiaan
dapat diraih kalau dekat dengan pemilik kebahagiaan itu sendiri yaitu Allah Swt.
Menurut Ibnul Qayyim al-Jauzziyah hati yang sehat adalah sebagai berikut:

1. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun
makanan yang paling bermanfaat untuk hati adalah makanan “iman”,
sedangkan obat yang paling bermanfaat untuk hati adalah Al-Quran.
2. Selalu berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa
depan, kita harus berjuang pada waktu sekarang. Orang yang mau berjuang
pada waktu sekarang adalah pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau
berjuang pada waktu sekarang menjadi pemilik masa lalu. Nabi Muhammad
SAW. berkata kepada Abdullah bin Umar r.a. “Hiduplah kamu di muka
bumi ini laksana orang asing atau orang yang sedang bepergian dan siapkan
dirimu untuk menjadi ahli kubur.” (HR Bukhari). Ali bin Abi Thalib
menyatakan bahwa dunia itu pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat
datang menjemput kita. Masing-masing bagian ada ahlinya, maka jadilah
dirimu bagian dari ahli akhirat bukan ahli dunia, sebab sekarang adalah
waktu beramal dan tidak ada hisab, sedangkan nanti ( di akhirat) ada hisab,
tetapi tidak ada amal.
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah Tidak ada
kehidupan, kebahagiaan, dan kenikmatan kecuali dengan rida-Nya dan
dekat dengan-Nya. Berzikir kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu
kepada Allah adalah kehidupan dan kenikmatannya.
4. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berzikir kepada Allah), tidak
berhenti berkhidmat kepada Allah, dan tidak merasa senang dengan selain
Allah Swt.
5. Jika sesaat saja lupa kepada Allah segera ia sadar dan kembali mendekat
dan berzikir kepada-Nya
6. Jika sudah masuk dalam salat, maka hilanglah semua kebingungan dan
kesibukan duniawinya dan segera ia keluar dari dunia sehingga ia
mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan dan berlinanglah
air matanya serta bersukalah hatinya.
7. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian
kepada manusia lain dan hartanya.
8. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada
amal semata. Oleh sebab itu, hati selalu ikhlas, mengikuti nasihat, mengikuti
sunnah, dan selalu bersikap ihsan.

Lalu apa kontribusi yang diberikan oleh agama dalam mencapai


kebahagiaan? Pertama, tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia
di akhirat. Kebahagiaan akan dicapai jika dilandasi dengan agama tauhidullah,
sebab kebahagiaan yang hakiki hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Kemudian, agama menghindarkan pemeluknya dari kesesatan dan penyimpangan,
mengantarkan kepada kebahagiaan rohani dan jasmani. Menguatkan pondasi
kehidupan yaitu agama tauhidullah membuat bangunan kehidupan kita menjadi
kokoh. Namun, perusak pondasi tersebut ialah kemusyrikan.

Dalam perspektif Islam, kebahagiaan yang hakiki dapat diraih saat manusia
mengenali dirinya, mengenali Tuhannya, mengenali dunia dan mengenali akhirat.
Adapun puncak kebahagiaan manusia akan didapatkan ketika manusia tersebut
mampu mengenali Tuhannya. Ketika manusia mengenali dan dekat dengan
Tuhannya, pada saat itulah dia seakan-akan sudah tidak lagi membutuhkan hal-hal
yang lain karena telah tercukupi dengan kedekatannya dengan Tuhan tersebut (Al
Ghozali, 2017).

Orang yang taat beragama cenderung merasa hidupnya lebih baik, tetapi
sebuah studi menemukan bahwa mereka hanya akan merasa demikian jika orang
disekitarnya juga taat beragama. Menurut sebuah penelitian yang melibatkan
hampir 200.000 orang di 11 negara Eropa dtemukan bahwa orang yang taat
beragama memang memiliki rasa percaya diri lebih tinggi dan kondisi psikologi
yang bagus ketimbang mereka yang tidak religius. Sebelumnya banyak penelitian
yang menunjukan manfaat dari agama, mulai dari meningkatnya pengendalian diri
hingga ke rasa bahagia. Tetapi sumber dari manfaat-manfaat itu masih terus
dipertanyakan, apakah itu dari ajaran-ajaran agamanya atau justru dari efek
samping sosialnya.

Contohnya dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada jurnal American


Sociological Review edisi Desember 2010 ditunjukan bahwa orang yang rajin
menghadiri upacara keagamaan merasa lebih puas dalam hidupnya, bukan karena
ajaran agama yang diterima tetapi karena jaringan sosial yang terbentuk dalam
interaksi di dalamnya. Para peneliti kemudian menganalisis data dari 187.957
responden, membandingkan kadar keagamaannya dan kebahagiaanya dengan latar
belakang kondisi keagamaan di negeri asalnya. Hasilnya, agama memang
berpengaruh positif terhadap kebahagiaan, tetapi hanya di tempat agama benar-
benar diakui. Misalnya di Turki, orang yang beragama merasa sangat bahagia dalam
hidupnya, tetapi begitu dia ke Swedia maka agama tidak lagi berkontribusi bagi
kebahagiaanya karena di negeri itu hanya sedikit orang yang peduli dengan agama.

Dalam beragama, khususnya Islam, dapat memberikan rasa kebahagiaan


bagi pemeluknya. Hal tersebut dapat didapatkan dengan cara mengenali diri sendiri,
mengenali Allah, dan mengenali dunia dan akhirat. Sayangnya, tidak semua orang
mampu melakukan hal tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang
menjadi demikian, diantaranya faktor individu yang kurang percaya dengan agama,
lingkungan maupun keluarga yang tidak mendukung agama, dan terlalu
mementingkan duniawi.

Solusi yang dapat kelompok kami berikan untuk mengatasi kurangnya rasa
bahagia seorang beragama diantaranya meningkatkan iman dan taqwa terhadap
Allah SWT, memilah pergaulan dan teman yang tidak memberikan pengaruh buruk,
serta senantiasa mengingat bahwa seseorang yang beragama sudah hakikatnya
untuk bahagia.

C. Penanaman Agama Dalam Hati

Pentingnya nilai agama dan moral dimulai dari anak usia dini. dalam hal ini
tentu orang tualah yang paling bertanggung jawab, karena pendidikan yang utama
dan pertama adalah pendidikan dalam keluarga. Keluarga tidak hanya sekedar
berfungsi sebagai persekutuan sosial, tetapi juga merupakan lembaga pendidikan.
oleh sebab itu kedua orang tua bahkan semua orang dewasa berkewajiban
membantu, merawat, membimbing dan mengarahkan anak-anak yang belum
dewasa di lingkungannya dalam pertumbuhan dan perkembangan mencapai
kedewasaan masing-masing dan dapat membentuk kepribadian, karena pada masa
usia dini adalah masa peletakan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan
fisik, moral dan agama.

Perkembangan nilai-nilai moral dan agama adalah kemampuan anak untuk


bersikap dan bertingah laku. Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini menyebabkan perlunya
pengembangan pembelajaran terkait nilai nilai moral dan agama. Hasil analisis
menunjukkan bahwa dalam ajaran Islam telah dijelaskan bagaimana proses
pengembangan nili-nilai agama dan moral pada anak usia dini dapat diterapkan
dengan benar.

Banyak taman kanak-kanak yang menerapkan nilai agama dan moral di


dalam kurikulum pembelajarannya, contoh di TKAT Ulul Al-Baab. Pembelajaran
seperti ;

• Menanamkan anak-anak agar menyembah Allah dan berbakti kepada kedua


orang tua. Hal ini sejalan dengan Firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Isra
: 23, yang artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kau jangan
menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu-
Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
sekali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan mulia”.
• Mengajak anak untuk melakukan shalat sejak usia dini dan membiasakan
anak untuk berbuat baik, sebagaimana hadis Nabi yang artinya “jagalah
anakmu agar selalu melaksanakan shalat, dan biasakanlah mereka berbuat
baik, karena berbuat baik itu adalah kebiasaaan. (H.R.Thabrani).sejak
kapankah anak harus shalat? Nabi bersabda yang artinya: “jika anak sudah
bisa membedakan mana kanan dan kiri, maka perintahkanlah anak untuk
shalat”. (H.R.Abu Daud).
• Membiasakan anak untuk saling tolong menolong. Sebagaimana firman
Allah yang artinya: “Dan tolong menolonglah kamu (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. (Al-Maidah: 2).
• Mendidik anak dengan tiga perkara, sebagaimana hadis Nabi yang artinya:
“didiklah anakmu dengan tiga perkara, yakni: mencintai Nabimu, mencintai
keluarganya, dan membaca Al-Qur’an (H.R.Bukhari).
• Menanamkan nilai sosial pada anak agar gemar bersedekah, Nabi bersabda
yang artinya: “apabila manusia meninggal dunia, amalnya akan terputus
kecuali tiga perkara, yakni: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
saleh yang selalu mendo’akan orang tuanya.(H.R.Tirmizi).
• Mengajarkan anak agar mereka suka bersikap lemah lembut. Sabda Nabi
yang artinya: “ hendaklah kamu berrsiikap lemah lembut, kasih sayangdan
hindarilah sikap keras dan keji (H.R.Bukhari). Membiasakan anak agar
jangan suka berdusta (Al-Baqarah: 10). Yang artinya: “dalam hati mereka
ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka sisksa yang
pedih, disebabkan mereka berdusta.
• Mengajarkan anak agar jangan suka marah. Hadis Nabi yang artinya:”Dari
Abu Hurairah, bahwasanya ada seorang laki-laki yang berkata kepada
Nabi.Berilah wasiat kepadaku,” Beliau menjawab,” janganlah engkau
marah .”Lelaki tersebut mengulang –ulang perkataannya beberapa kali,
Beliau pun selalu menjawab, janganlah engkau marah.
• Membiasakan anak agar saling menyayangi antar sesamam muslim.
Sebagaimana hadis nabi yang artinya : “Tidaklah kamu beriman sampai
kamu menyintai saudaramu seperti kamu menyintai dirimu
sendiri.(H.R.Bukhari dan Muslim)
• Mendidik anak dari segi moral dan budi pekerti (akhlak). At-Tirmidzi
meriwayatkan dari Ayyub Bin Musa, Rasulullah bersabda yang artinya:
“tidak ada pemberian yang lebih berharga oleh seorang ayah kepada
anaknya yang lebih utama dari pada pemberian budi pekerti yang baik”.
• Membiasakan anak untuk berolahraga dan bermain bersama. Hadis riwayat
Al-Baihaqi yang artinya “ajarkanlah berenang dan memanah kepada anak-
anak kalian. Dan suruhlah mereka melompat keatas punggung kuda sekali
lompatan”.

Maraknya Kids Zaman Now dan hilangnya karakter anak-anak dalam


kehidupan sekarang membuat orang dewasa khawatir akan perkembangan anak-
anak kedepannya. Masalah ini dapat ditanggulangi dengan melihat faktor-faktor
penyebab terjadinya Kids Zaman Now, kemudian mengganti faktor-faktor tersebut
dengan hal-hal yang lebih baik dalam Islam, pembangunan karakter merupakan
masalah fundamental untuk membentuk umat yang berkarakter.

Pembangunan karakter dibentuk melalui pembinaan akhlakul karimah


(akhlak mulia); yakni upaya transformasi nilai-nilai qur‟ani kepada anak yang lebih
menekankan aspek afektif atau wujud nyata dalam amaliyah seseorang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, makalah tentang “Agama Menjamin


Kebahagiaan” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut.

1. Agama merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupan manusia. Dalam


kehidupannya, manusia dihadapkan dengan berbagai macam tantangan.
Agama berperan sebagai pencerah yang menuntun manusia dalam setiap
perbuatan yang dilakukannya.
2. Kebahagiaan hakiki dapat diraih saat manusia mengenali dirinya,
mengenali tuhannya, mengenali dunia dan mengenali akhirat. Agama
dapat mewujudkan kebahagiaan bagi para pemeluknya.
3. Penanaman nilai agama dan nilai moral dimulai sejak anak berusia dini.
Islam telah mengajarkan nilai-nilai positif yang dapat membentuk umat
yang berkarakter.

B. Saran

Berkenaan dengan pembahasan yang berkaitan dengan “Agama Menjamin


Kebahagiaan” dapat disampaikan saran bagi pembaca agar menelaah lebih jauh
makna agama dalam kehidupan manusia, bahwa dengan beragama manusia
dapat mencapai kepuasaan dan kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa dirasakan
bagi ia yang tidak memeluk agama. Serta, layaknya seorang muslim, kita
sepatutnya mengamalkan amalan-amalan dan nilai-nilai positif yang telah
tertuangkan di Al-Qur’an dan As-Sunnah.
DAFTAR PUSTAKA

Aslamiyah, R. (2017). TUHAN DALAM PERSPEKTIF KAHLIL GIBRAN (Studi


Pustaka) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI" SMH"
BANTEN).

Muhammaddin, M. (2013). Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Jurnal Ilmu


Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama, 14(1), 99-114.

https://www.scribd.com/document/458670337/Konsep-dan-Karakteristik-Agama-
sebagai-Jalan-menuju-Tuhan-dan-Kebahagiaan (Diakses 14 Sept 16.40)

https://fpscs.uii.ac.id/blog/2020/07/04/meraih-kebahagiaan-sejati/ (Diakses 14
Sept 17.21)

https://www.beritasatu.com/amp/archive/28191/benarkah-agama-membuat-hidup-
lebih-bahagia- (Diakses 14 Sept 17.28)

https://disdik.purwakartakab.go.id/berita/detail/pendidikan-agama-dan-moral-
penting-bagi-anak?/berita/detail/pendidikan-agama-dan-moral-penting-bagi-anak
(Diakses 14 Sept 16.23 )

Maharjan, MA. (2018). Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan?. Kendari :


Universitas Haluoleo.

Aekwarangkoon, S., Noonil, N., Petsirasan, R., n.d. Psychosocial Support Provided
by Health Volunteer for Older Adult with Depression and Suicide Attempt: A
Case Study 9.

Ahmadi, S., Husain, A., 2017. Effectiveness of psychosocial and spiritual


interventions in the management of depression 5.

Cole-Lewis, Y.C., Gipson, P.Y., Opperman, K.J., Arango, A., King, C.A., 2016.
Protective Role of Religious Involvement Against Depression and Suicidal Ideation
Among Youth with Interpersonal Problems. J. Relig. Health 55, 1172–1188.
https://doi.org/10.1007/s10943-016-0194-y
Dadašev, S., Skruibis, P., Gailienė, D., Latakienė, J., Grižas, A., 2016. Too strong?
Barriers from getting support before a suicide attempt in Lithuania. Death Stud. 40,
507–512.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.


Ed. 4. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai