Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN PENDEKATAN TEORI ADAPTASI ROY PADA


PASIEN GANGGUAN PERSYARAFAN DI RSUPN
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

Pujiarto
Akper Panca Bhakti Bandar Lampung
Email: pujiart_77@yahoo.com

Abstract: Analysis of Nursing Practice Medical Surgery with Approach to The Theory of
Roy’s Adaptation in Neurological Disorders Patient in RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta. Methods that used in Medical surgical nursing practice were the case study design. It was
done by implement nursing care in patients with impaired neurological using Roy's adaptation
model. Cerebral tissue perfusion disturbances, impaired physical mobility, and self-care deficit
were problem of nursing that commonly happen in patients with neurological disorders. Nursing
interventions were needed to aim to address those nursing issues. Application of the theory
adaptation Roy were very appropriate in patients with impaired neurology, because it is one theory
that is dynamic and focused on adaptability of patients and included theory easily applied in the
implementation of nursing care. Roy asserts that the individual is a biopsychosocial beings as a
unified whole that have the coping mechanisms to environmental changes in order to achieve an
adaptive condition.

Keywords: Medical surgery, Ischemic stroke, Roy adaptation model

Abstrak: Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi
Roy pada Pasien Gangguan Persyarafan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Metode yang digunakan padaPraktek keperawatan medikal bedah ini menggunakan desain studi
kasus yaitu dengan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persyarafan
menggunakan model adaptasi Roy. Masalah keperawatan yang umumnya terjadi pada pasien
dengan gangguan neurologis diantaranya gangguan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas
fisik, dan defisit perawatan diri.Kemudian menyusun intervensi keperawatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan tersebut. Hasil penerapan teori adaptasi menurut Roy sangat tepat
pada pasien dengan gangguan persyarafan karena merupakan salah satu teori yang dinamis dan
berfokus pada kemampuan adaptasi pasien dan termasuk teori yang mudah diaplikasikan, dalam
penerapan asuhan Keperawatan. Roy menegaskan bahwa individu adalah makhluk biopsikososial
sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping terhadap perubahan lingkungan
untuk mencapai kondisi adaptif.

Kata kunci: Medikal bedah, Stroke iskemik, Model adaptasi Roy

Pelayanan keperawatan merupakan seni yang profesional merupakan praktik keperawatan


melayani/merawat (care), yang bersifat yang dilandasi oleh nilai-nilai profesional, yaitu
humanistik dari ilmu pengetahuan keperawatan nilai intelektual, komitmen moral terhadap diri
(teori keperawatan), filosofi keperawatan, sendiri, tanggung jawab pada profesi dan
kegiatan klinik, komunikasi, dan ilmu sosial masyarakat, otonomi, pengendalian tanggung
(World Health Organization (WHO) Expert jawab dan tanggung gugat.
Committee on Nursing (1982, dalam Aditama, Sebagai pemberi asuhan keperawatan,
2000). Keperawatan adalah suatu bentuk penulis memfokuskan pada asuhan keperawatan
pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu pasien dengan gangguan persyarafan stroke
dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio, iskemik, melalui aplikasi teori keperawatan
psiko, sosial, dan spiritual yang ditujukan kepada Adaptasi Roy.Pasien mengalami gangguan
individu, keluarga, dan masyarakat yang sehat persyarafan merupakan gangguan stimulus yang
maupun sakit mencakup seluruh proses berasal dari internal dan eksternal.Stimulus yang
kehidupan manusia (lokakarya keperawatan dialami pasien menyebabkan pasien mengalami
nasional, 1983 dalam Gaffar, 1999). Marquis gangguan mekanisme adaptasi. Menurut Roy &
(2000), menyebutkan pelayanan keperawatan Andrews (1991, dalam Alligood & Tomey, 2006)

150
Pujiarto, Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy 151

gangguan mekanisme adaptasi meliputi regulator STUDI KASUS DENGAN PENERAPAN


dan kognator. Gangguan adaptasi regulator TEORI KEPERAWATAN ADAPTASI ROY
merupakan gangguan fisiologis diantaranya PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
gangguan oksigenasi akibat interupsi aliran darah DENGAN STROKE ISKEMIK
ke otak, masalah nutrisi, eliminasi, aktifitas dan
istirahat, proteksi, sensori/ penginderaan, cairan Studi kasus pada Tn. AP (52 tahun)
dan elektrolit, fungsi persyarafan, dan fungsi beragama Islam, Batak/ Indonesia, PNS dinas
endokrin. Gangguan adaptasi fisiologis berkaitan kelautan, dan sudah menikah. Pasien dirawat
erat dengan perubahan metabolisme otak dengan diagnosa medis stroke iskemik. Pasien
(Hickey, 2003). Gangguan adaptasi kognator masuk RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
berhubungan dengan kognitif-emosi yaitu Jakarta melalui IGD pada tanggal 2 April 2011
persepsi pasien, proses belajar, proses pukul 08.00 wib, masuk di ruang perawatan
mempertimbangkan, dan emosi yang merupakan persyarafan lantai V zona A RSUPN Dr Cipto
proses adaptasi terhadap konsep diri, peran, dan Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 4 April
interdependensi yang muncul setelah pasien 2011 pukul 09.00 dan dilakukan pengkajian pada
beradaptasi secara fisiologis (Roy & Andrews, tanggal 4 April 2011 pukul 10.30 WIB.
1991 dalam Alligood & Tomey, 2006). Penerapan teori keperawatan Adaptasi Roy
Penerapan proses asuhan keperawatan dalam asuhan keperawatan melalui proses
yang dilakukan penulis, bertujuan untuk keperawatan yaitu dari pengkajian sampai
mengelola stimulus yang mempengaruhi perilaku dengan evaluasi. Untuk mendapatkan data yang
pasien dengan harapan perilaku adaptif dapat lebih lengkap dilakukan pengkajian perilaku dan
dimunculkan oleh pasien. Pengelolaan stimulus pengkajian stimulus sebagai berikut:
meliputi merubah, meningkatkan, menurunkan,
memindahkan, atau mempertahankan stimulus itu Pengkajian Perilaku dan Pengkajian Stimulus
sendiri. Merubah stimulus akan memperkuat
kemampuan mekanisme koping seseorang untuk a. Adaptasi Fisiologis
berespon secara positif dan hasilnya adalah
perilaku yang adaptif. Proses kompensasi dan 1. Oksigenasi
adaptasi sangat diperlukan untuk kelangsungan Pengkajian stimulus fokal pada pengkajian
hidup pasien sebagai upaya mempertahankan oksigenasi didapatkan adanya infark
fungsinya. Adaptasi tersebut dapat berupa diperiventrikel lateralis kiri, lobus frontalis;
adaptasi terhadap diri pasien sendiri (manusia), stimulus kontekstualnya hipertensi yang tidak
adaptasi terhadap lingkungan, adaptasi terhadap terkontrol sejak 2 tahun yang lalu; DM sejak
perilaku hidup sehat (kesehatan), dan adaptasi tahun 2003 dan stimulus residualnya adalah
terhadap cara merawat dan memelihara kondisi kebiasaan merokok (2 bungkus per hari).
sehat-sakit (keperawatan). Apabila proses 2. Nutrisi
adaptasi terhadap kondisi sehat-sakit dan Pengkajian stimulus fokal pasien mengalami
lingkungan dapat dipenuhi oleh pasien stroke hiperglikemia. Stimulus kontekstualnya
maka pasien telah berupaya meningkatkan status adanya infark diperiventrikel lateralis kiri,
kesehatannya. Sebaliknya, apabila pasien tidak lobus frontalis. Sedangkan stimulus
melakukan adaptasi terhadap kondisi sakitnya residualnya hipertensi yang tidak terkontrol
maka hal tersebut dapat menurunkan status sejak 2 tahun yang lalu; DM sejak tahun 2003
kesehatannya, sehingga perlunya peran perawat dan kebiasaan merokok (2 bungkus per hari).
untuk membantu proses adaptasi pada pasien. 3. Eliminasi
Tujuan dari penulisan ini adalah Eliminasi urin: tidak terpasang kateter. Warna
memberikan analisis pelaksanaan penerapan urin kuning, kejernihan jernih (tidak keruh)
model konsep dan teori adaptasi menurut Roy jumlah 1500 cc/hari. Eliminasi fekal: BAB
dalam memberikan asuhan keperawatan pada (+), tidak teraba masa diabdomen kiri
pasien dengan gangguan persyarafan terutama bawah.Data di atas adalah data adaptif
pasien stroke iskemik di ruang perawatan sehingga pengkajian stimulus tidak dilakukan.
persyarafan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 4. Aktifitas dan Istirahat
Jakarta. Pengkajian stimulus fokal pada aktivitas
didapatkan pasien mengalami hemiparese
dextra dengan kekuatan otot ,
Stimulus kontekstualnya adanya infark
diperiventrikel lateralis kiri, lobus frontalis.
Sedangkan stimulus residualnya hipertensi
152 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 1, April 2017, hlm 150-160

yang tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu; Pengkajian stimulus fokal didapatkan adanya
DM sejak tahun 2003 dan kebiasaan merokok infark diperiventrikel lateralis kiri, lobus
(2 bungkus per hari). frontalis; stimulus kontekstualnya hipertensi
5. Proteksi yang tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu;
Kulit bersih, tidak ada lecet, dan edema (-). DM sejak tahun 2003 dan stimulus
Rambut bersih, beruban, tipis dan tidak residualnya adalah kebiasaan merokok (2
mudah rontok. Tidak terjadi penurunan imun. bungkus per hari).
Survei dengan menggunakan Braden Scale 9. Endokrin
maupun Norton Scale pasien tidak berisiko Pasien mengalami gangguan metabolik,
mengalami luka tekan. Hasil pemeriksaan memiliki riwayat penyakit diabetes melitus
laboratorium lekosit hasilnya 13,0 10^3/ul (DM) dari tahun 2003. Hasil laboratorium
(5,0-10,0 10^3/ul). Data di atas adalah data glukosa darah puasa 246 mg/dL (70-110
adaptif sehingga pengkajian stimulus tidak mg/dL), HbA1C 8% (4-6%), glukosa urine
dilakukan. (+), keton urine (-). Pengkajian stimulus fokal
6. Sensori/ Penginderaan didapatkan adanya glukosa darah meningkat
Nervus I, pasien dapat membedakan bau 246 mg/dL; stimulus kontekstualnya
minyak kayu putih dan kopi. Nervus II, tidak hipertensi yang tidak terkontrol sejak 2 tahun
ada gangguan lapang pandang, visus baik. yang lalu; stimulus residualnya adalah
Nervus VIII, pasien dapat mendengar, pasien kebiasaan merokok (2 bungkus per hari).
dapat merasakan sentuhan. Kesan terjadi
parese pada nervus VII dextra. Data di atas b. Adaptasi Konsep Diri
adalah data adaptif sehingga pengkajian Pasien kooperatif selama menjalani
stimulus tidak dilakukan. perawatan. Pasien menyadari dirinya saat ini
7. Cairan dan Elektrolit sedang sakit dan membutuhkan perawatan,
Turgor kulit elastis, tidak ada edema, bibir pasien ingin segera sembuh dan kembali
dan mukosa lembab.Nutrisi per oral. IVFD berkumpul dengan keluarga di rumah.
1000 cc. Hasil laboratorium: natrium 142
mEq/L (132-147 mEq/L); kalium 4,35 mEq/L c. Adaptasi Fungsi Peran
(3.30-5.40 mEq/L); clorida 108,5 mEq/L Pasien saat ini masih aktif bekerja sebagai
(94,0-111,0 mEq/L); kreatinin darah 0,8 pegawai negeri sipil (PNS) dinas kelautan jakarta
mg/dL (0,5-1.3 mg/dL); ureum darah 36 pusat. Peran sebagai pencari nafkah masih
mg/dL (10-50 mg/dL); asam urat darah 4,5 menjadi tanggungjawabnya. Pasien juga banyak
mg/dL (3,5-7,2 mg/dL); hematocrit 40,3 aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan.
%(40,0-48,0 %). Data di atas adalah data
adaptif sehingga pengkajian stimulus tidak d. Adaptasi Interdependensi
dilakukan. Pasien mendapatkan dukungan penuh dari
8. Persyarafan keluarga. Keluarga (anak dan istri) sangat
Kesadaran komposmentis, GCS 15 (E4M6V5), memperhatikan pasien, mereka bergantian
kekuatan otot ; reflek fisiologi: menunggu dan memenuhi kebutuhan pasien,
tetapi istri pasien yang senantiasa menunggui
bisep, trisep, patella, tendon achiles pasien. Keluarga terlibat aktif dalam proses
dalam batas normal; reflek perawatan yang dilakukan terhadap pasien.
patologi:Chaddock, Gordon, Oppenheim, Pasien menyadari dirinya saat ini sedang sakit
Schaefer (-/-). Fungsi serebelum baik. Fungsi dan membutuhkan perawatan, pasien ingin
otonom: inkontinensia uri et alvi, terpasang segera sembuh, dapat bekerja kembali dengan
kateter menetap. Sensibilitas tidak terganggu. normal dan kembali berkumpul dengan keluarga
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: nyeri di rumah, pasien dan keluarga sering bertanya
kepala (+), muntah (-), papiledema (-). Tanda dengan keadaan penyakitnya, bertanya tentang
rangsang meningeal : Kernig (-/-), Laseque (- bagaimana pengobatan dan perawatannya.
/-), Babinski (-/-), Brudinski I & II (-). Pengkajian stimulus fokalnya pasien dan
Pemeriksaan saraf kranial Nervus VII keluarganya tidak pernah terpapar informasi
(Fasialis), asimetri, otot wajah kanan tentang pengobatan dan perawatan stroke;
mengalami kelemahan, pasien masih dapat stimulus kontekstual sakit strokenya berasal dari
mengerutkan kening dan mengangkat alis; hipertensi dan DM yang tidak terkontrol ,
Nervus XI (Aksesorius), kelemahan pada sisi stimulus residual riwayat merokok dan tidak
tubuh sebelah kanan. mengetahui informasi tentang penyakitnya.
Pujiarto, Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy 153

DIAGNOSA KEPERAWATAN adanya infark diperiventrikel lateralis kiri, lobus


frontalis. Aktifitas keperawatan yang telah
Berdasarkan hasil pengkajian mode adaptif penulis lakukan untuk meningkatkan perfusi
terdapat perilaku pasien yang bersifat inefektif, jaringan serebral adalah: 1) mengatur posisi
diantaranya adalah: kepala 30°; 2) mengevaluasi pemberian posisi; 3)
a. Gangguan perfusi jaringan serebral memonitor tanda-tanda vital; 4) Monitor status
berhubungan dengan interupsi aliran darah respirasi (ritme, irama, kedalaman); 5)
serebral; infark diperiventrikel lateralis kiri, memonitor efek samping obat; 6) memonitor
lobus frontalis. keefektifan obat dengan memonitor tekanan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan darah; 7) memonitor status persyarafan; 8)
dengan defisit persyarafan, penurunan memonitor MAP; 9) menganjurkan pasien untuk
kekuatan otot. menghindari aktifitas yang dapat meningkatkan
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan : TIK; 10) menganjurkan menghindari fleksi
kerusakan muskuloskeletal, kerusakan kepala dengan memberi ganjal pada leher 11)
neuromuskular, hemiparese. memberikan therapi Simvastatin 1x20 mg,
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Ascardia 1x80 mg, B6B12AF 2x1, Citicolin
kebutuhan tubuh berhubungan dengan : 2x500 mg, O2 2 liter/menit.
ketidakmampuan tubuh untuk memasukkan Hasil evaluasi menunjukkan tekanan darah
glukosa kedalam sel oleh karena faktor pasien mulai hari kelima sudah menunjukkan
hiperglikemia. tekanan darah yang sama saat sebelum pasien
sakit yaitu 140/80 mmHg, pada hari ke-6 nyeri
RENCANA KEPERAWATAN, IMPLEMENTASI, kepala tidak ada, nadi 70 kali per menit, suhu
DAN EVALUASI 36,4° C, pernapasan 20 kali per menit; kesadaran
komposmentis, GCS 15 (E4M6V5), MAP sejak
Gangguan perfusi jaringan serebral hari pertama dirawat sudah menunjukkan hasil
berhubungan dengan interupsi aliran darah normal yaitu 100 mmHg (70-130 mmHg),
serebral; infark diperiventrikel lateralis kiri, pemeriksaan laboratorium elektrolit normal yaitu
lobus frontalis. natrium 142 mEq/L, kalium 4,38 mEq/L, clorida
Intervensi keperawatan yang direncanakan 101,0 mEq/L. Pasien pulang pada perawatan hari
pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus ke-8. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan,
kearah prilaku adaptif perfusi serebral adekuat pada hari ke-8 pasien adaptif (integrated)
dengan mengarahkan pada aktifitas regulator dan terhadap masalah gangguan perfusi jaringan
kognator: aktifitas regulatornya yaitu; serebral.
Monitoring persyarafan dan peningkatan perfusi
jaringan serebral adalah Monitor bentuk, a. Gangguan Mobilisasi Fisik Berhubungan
kesimetrisan dan reaksi pupil, Monitor tingkat, dengan Defisit Persyarafan
kesadaran, Monitor tingkat orientasi, Monitor Intervensi keperawatan yang direncanakan
recent memori, perhatian , past memori, mood, pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus
perasaan dan perilaku, Monitor kesimetrisan kearah prilaku adaptif mobilitas fisik adekuat
wajah, Monitor tanda-tanda vital, Catat keluhan dengan mengarahkan pada aktifitas regulator dan
sakit kepala, Monitor MAP, Posisi kepala head kognator: aktifitas regulatornya yaitu:
up 30’, Monitor status respirasi (ritme, irama, Tempatkan pasien dalam posisi therapeutik,
kedalaman), Monitor ICP pasien dan respon Rubah posisi pasien tiap 2 jam (2 jam terlentang,
persyarafan untuk memelihara aktifitas, Berikan 2 jam miring kearah yang sehat dan 1 jam arah
pengobatan nyeri bila diperlukan, Monitor yang sakit), Tentukan keterbatasan gerak sendi
perubahan hasil laboratorium dalam oksigenasi dah pengaruh terhadap fungsi, Jelaskan kepada
dan keseimbangan asam basa, Monitor tanda pasien /keluarga tentang tujuan dan rencana
kelebihan cairan, Monitor intake dan output, latihan sendi, Hindari pasien dari trauma selama
aktifitas kognatornya yaitu: Anjurkan pasien latihan, Bantu pasien dalam melakukan ROM
untuk menghindari aktifitas yang dapat pasif dan ROM aktif, aktifitas kognatornya
meningkatkan TIK, Anjurkan pasien yaitu: Anjurkan pasien melakukan perubahan
menghindari fleksi leher, pinggul dan lutut secara posisi sesuai kebutuhan, Anjurkan klien
berlebihan. melakukan ROM aktif.
Implementasi yang penulis lakukan sesuai Stimulus yang terjadi pada Tn. AP adalah
dengan intervensi dan aktivitas keperawatan yang defisit persyarafan akibat adanya infark
telah ditetapkan. Stimulus terjadinya gangguan diperiventrikel lateralis kiri, lobus frontalis
perfusi jaringan serebral pada Tn. AP adalah dengan manifestasi hemiparese dekstra. Penulis
154 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 1, April 2017, hlm 150-160

menentukan dan memulai langkah-langkah yang mandiri, tidak terjadi luka akibat penekanan. Dari
tepat sehingga dapat merubah stimulus. Aktifitas data-data tersebut dapat disimpulkan pasien
keperawatan yang dipilih dalam latihan mulai adaptif (compensatory) terhadap masalah
pergerakan sendi diantaranya : 1) menentukan kerusakan mobilitas fisik.
keterbatasan gerakan sendi dan efeknya pada
fungsi tubuh; 2) berkolaborasi dengan program b. Defisit Perawatan Diri Berhubungan
latihan dengan rehabilitasi medik untuk latihan dengan: Kerusakan Neuromuskular,
pergerakan sendi; 3) menilai motivasi pasien Hemiparese Dekstra
dalam berpartisipasi latihan; 4) menjelaskan atau Intervensi keperawatan yang direncanakan
mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus
pentingnya latihan pergerakan sendi; 5) kearah prilaku adaptif perawatan diri secara
menentukan lokasi nyeri atau bagian tubuh yang mandiri dengan mengarahkan pada aktifitas
tidak nyaman ketika latihan; 6) memposisikan regulator dan kognator : aktifitas regulatornya
pasien yang memungkinkan untuk melakukan yaitu: Monitor kemampuan klien untuk
ROM aktif/ pasif secara maksimal; 7) menjaga perawatan diri yang mandiri, Monitor kebutuhan
pasien dari trauma selama latihan; 8) mendorong klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
pasien untuk tetap melakukan ROM pasif/ aktif berpakaian, berhias, toileting dan makan,
minimal 2 kali sehari selama 30 menit; 9) Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
edukasi pada pasien dan keluarga untuk tetap utuh untuk melakukan self-care, aktifitas
latihan pada saat pasien di rumah; 10) melibatkan kognatornya yaitu: Dorong klien untuk
pasien dalam menyusun jadual latihan; 11) melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
membantu pasien untuk duduk dengan tegak, sesuai kemampuan yang dimiliki, Dorong untuk
bersandar dan duduk di tepat tidur; 12) melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan
mendorong perubahan posisi mandiri; 13) ketika klien tidak mampu melakukannya,
menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemajuan latihan yang dicapai dan memberikan kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
reinforcement positif pada kemajuan yang jika pasien tidak mampu untuk melakukannya,
dicapai. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai
Sedangkan aktifitas keperawatan dari kemampuan, Pertimbangkan usia klien jika
intervensi positioning adalah 1) mengkaji risiko mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
terjadinya luka tekan dengan menggunakan Stimulus yang menyebabkan defisit
Braden Scale 16 dan Norton Scale 14 (tidak perawatan diri adalah kerusakan neuromuskular,
resiko untuk terjadi luka tekan); 2) memberikan hemiparese dekstra. Penulis menentukan dan
tempat tidur yang selalu bersih dan rapi; 3) memulai langkah-langkah yang dapat merubah
menentukan posisi tidur yang nyaman bagi stimulus secara tepat. Aktifitas keperawatan yang
pasien, memberikan bantal pada daerah yang penulis lakukan antara lain : 1) Memonitor
mengalami kelemahan, memberikan posisi kemampuan klien untuk perawatan diri yang
mencegak eksorotasi dengan mengendorotasikan mandiri, 2) Memonitor kebutuhan klien untuk
bahu maupun panggul; 4) memposisikan pasien alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,
bersandar/ duduk di tempat tidur. berhias, toileting dan makan, 3) Menyediakan
Hasil evaluasi yang diperoleh setelah bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
dilakukan intervensi keperawatan selama 7 hari melakukan self-care, 4) Mendorong klien untuk
menunjukkan tujuan dari masalah gangguan melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
mobilitas fisik tercapai, yang didukung data sesuai kemampuan yang dimiliki, 5) Mendorong
motivasi pasien cukup tinggi untuk latihan, untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
pasien dan keluarga berpartisipasi dalam latihan, bantuan ketika klien tidak mampu
pasien melakukan latihan dengan perawat melakukannya, 6) Mengajarkan klien/ keluarga
dan/atau keluarga 4 kali sehari, hari pertama untuk mendorong kemandirian, untuk
hingga ketiga pasien duduk bersandar 90˚, hari memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
keempat duduk berjuntai di sisi tempat tidur mampu untuk melakukannya, 7) Memberikan
dengan bantuan, hari ke-7 berpindah ke kursi aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan.
roda dengan bantuan, penampilan seimbang saat Hasil evaluasi yang diperoleh setelah
pasien duduk, posisi tubuh yang nyaman saat dilakukan intervensi keperawatan menunjukkan
pasien duduk, peningkatan kekuatan otot dari tujuan dari masalah defisit perawatan diri
menjadi dan tidak terjadi tercapai, yang didukung data motivasi pasien
cukup tinggi untuk melakukan ADL, keluarga
kekakuan sendi terutama sendi bahu,pasien
berpartisipasi membantu pasien dalam memenuhi
dapatberpindah posisi miring kanan/kiri secara
Pujiarto, Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy 155

kebutuhan ADL nya seperti berpakaian, mandi, Mengatur posisi semi fowler atau fowler tinggi
toileting dan makan, setelah 7 hari dilakukan selama makan, 11) Menganjurkan banyak minum
perawatan kemampuan pasien melakukan 1500-2000 cc/hari, 12) Kolaborasi dengan ahli
perawatan diri meningkat hal ini ditunjukkan gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dengan penilaian nilai barthel indeks yang yang dibutuhkan pasien, Kolaborasi pemberia
meningkat yaitu 16 (ketergantungan ringan). Dari nobat anti hiperglikemia Metformin 1x500,
data-data tersebut dapat disimpulkan pasien Glibenclamide 1x1.
mulai adaptif (compensatory) terhadap masalah Hasil evaluasi yang diperoleh setelah
defisit perawatan diri. dilakukan intervensi keperawatan menunjukkan
tujuan dari masalah resiko nutrisi kurang dari
c. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh tercapai, yang didukung data
Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan: pasien dan keluarga mengerti tentang pentingnya
Ketidakmampuan Tubuh untuk nutrisi bagi tubuh pasien, nilai GDP dan GDPP
Memasukkan Glukosa ke dalam Sel oleh sebelum pulang 200 mg/dL dan 210 mg/dL, BB
karena Faktor Hiperglikemia 70 kg, pasien dan keluarga mengerti tentang diit
Intervensi keperawatan yang direncanakan pada pasien DM. Dari data-data tersebut dapat
pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus disimpulkan bahwa pasien adaptif (integrated)
kearah prilaku adaptif nutrisi adekuat dengan terhadap masalah resiko ketidakseimbangan
mengarahkan pada aktifitas regulator dan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
kognator: aktifitas regulatornya yaitu: Monitor
adanya penurunan BB, Monitoring kadar gula
darah, Monitor tanda-tanda hipo atau PEMBAHASAN
hiperglikemia, Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar Ht, Monitor Penulis melakukan pembahasan tentang
mual dan muntah, Monitor pucat, kemerahan, pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. AP
dan kekeringan jaringan konjungtiva, Monitor dari pengkajian sampai dengan evaluasi,
intake nuntrisi, Informasikan pada klien dan pembahasan membahas hal-hal yang ditemukan
keluarga tentang manfaat nutrisi, Atur posisi saat melakukan asuhan keperawatan dan
semi fowler atau fowler tinggi selama makan, bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan
Anjurkan banyak minum, Pertahankan terapi IV diberikan dengan menggunakan penerapan teori
line, Kolaborasi dengan ahli gizi untuk adaptasi roy.
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien, Kolaborasikan pemberian
obat antihiperglikemia. Aktifitas kognatornya a. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
yaitu: Informasikan pada klien dan keluarga Berhubungan dengan Interupsi Aliran
tentang manfaat nutrisi, Informasikan pada klien Darah Serebral; Infark Diperiventrikel
dan keluarga penatalaksanaan nutrisi pada pasien Lateralis Kiri, Lobus Frontalis
DM. Gangguan perfusi jaringan serebral terjadi
Stimulus yang menyebabkan karena adanya stimulus infark diperiventrikel
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan lateralis kiri, lobus frontalis, akibat adanya oklusi
tubuh adalah ketidakmampuan untuk serebral. Bila aliran darah jaringan otak berhenti
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
faktor hiperglikemia. Penulis menentukan dan pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi
memulai langkah-langkah yang dapat merubah penurunan Na-K ATP ase, sehingga membran
stimulus secara tepat. Aktifitas keperawatan yang potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang
penulis lakukan antara lain: 1) Memonitor ekstraseluler sementara ion Na dan Ca
adanya penurunan BB, 2) Menonitor kadar gula berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
darah harian; Gula Darah Puasa (GDP), 3) Gula permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga
Darah Post Pandrial (GDPP), 4) Memonitor terjadi membran depolarisasi.Saat awal
tanda-tanda hipo atau hiperglikemia, 5) depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi
Memonitor kekeringan, rambut kusam, total bila menetap terjadi perubahan struktural ruang
protein, Hb dan kadar Ht, 6) Memonitor adanya menyebabkan kematian jaringan otak.Keadaan
mual dan muntah, 7) Memonitor pucat, ini terjadi segera apabila perfusi menurun di
kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva, bawah ambang batas kematian jaringan, yaitu
8) Memonitor intake nutrisi, 9) Memberikan bila aliran darah berkurang hingga di bawah 10
informasikan pada klien dan keluarga tentang ml/100 gr/menit (Japardi, 2002; Hickey, 2003).
manfaat nutrisi dan penatalaksanaan DM, 10)
156 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 1, April 2017, hlm 150-160

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis Hasil evaluasi menunjukkan tekanan darah
yang menyebabkan gangguan fungsi enzim- pasien mulai hari kelima sudah menunjukkan
enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya tekanan darah yang sama saat sebelum pasien
asidosis menimbulkan edema serebral yang sakit yaitu 140/80 mmHg, pada hari ke-6 nyeri
ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan kepala tidak ada, nadi 70 kali per menit, suhu
glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.Oleh 36,4° C, pernapasan 20 kali per menit; kesadaran
karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler komposmentis, GCS 15 (E4M6V5), MAP sejak
dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi hari pertama dirawat sudah menunjukkan hasil
sehingga terjadi perluasan daerah iskemik. normal yaitu 100 mmHg (70 – 130 mmHg),
Komplikasi lebih lanjut dari iskemia serebral pemeriksaan laboratorium elektrolit normal yaitu
adalah edema serebral. Kejadian ini terjadi akibat natrium 142 mEq/L, kalium 4,38 mEq/L, clorida
peningkatan jumlah cairan dalam jaringan otak 101,0 mEq/L. Pasien pulang pada perawatan hari
sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal ke-8. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan,
atau sistemis.Segera setelah terjadi iskemia pada hari ke-8 pasien adaptif (integrated)
timbul edema serebral sitotoksik. Akibat dari terhadap masalah gangguan perfusi jaringan
osmosis sel cairan berpindah dari ruang serebral.
ekstraseluler bersama dengan kandungan makro
molekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan b. Gangguan Mobilisasi Fisik Berhubungan
pompa Na/ K dalam membran sel dimana dengan Defisit Persyarafan
transpor Na dan air kembali keluar ke dalam Gangguan mobilisasi yang terjadi
ruang ekstraseluler.Pada keadaan iskemia, merupakan respon yang maladaptif akibat defisit
mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi persyarafan yang dialami Tn.AP dengan
bengkak. Apabila iskemia menetap untuk waktu manifestasi klinis hemiparese dekstra.
yang lama, menyebabkan terjadinya edema Hemiparesis kontralateral dapat terjadi apabila
vasogenik.Edema vasogenik yang luas setelah kapsula internal tertekan, karena terjadi
terjadinya iskemia dapat berupa space occupying persilangan serabut saraf pada traktus piramidal
lesion (SOL) dan berdampak pada peningkatan dari otak ke saraf tulang belakang (Harold,
tekanan intrakranial (Japardi, 2002; Hickey, Adams, & Patricks, 2008).
2003). Implementasi yang dilakukan untuk
Peningkatan tekanan tinggi intrakranial mengubah stimulus antara lain dengan
yang menyebabkan hilangnya kemampuan untuk memberikan stimulus penguatan kekuatan otot
menjaga keseimbangan cairan di dalam otak akan dengan merangsang respon neuromuskuler
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, melalui stimulasi proprioseptor dan ROM pasif/
sehingga cairan serebrospinalis akan berkurang. aktif. Latihan ini bertujuan memfasilitasi pola
Bila hal ini berlanjut, maka akan terjadi herniasi gerakan sehingga mencapai functional relevant,
ke segala arah. Akhirnya dapat menyebabkan meningkatkan kekuatan otot, menghindari spastik
iskemia global dan kematian otak (Japardi, akibat istirahat otot yang lama, mencegah deep
2002). venous thrombosis (DVT), memperkenalkan
Upaya menurunkan stimuli untuk aktifitas mobilisasi dini, mengkompensasi sisi
mencapai koping yang adaptif dalam masalah sakit dengan menggunakan sisi sehat.
gangguan perfusi jaringan serebral, yaitu posisi Hasil evaluasi yang diperoleh setelah
penopang punggung dengan elevasi kepala 30°. dilakukan intervensi keperawatan selama 7 hari
Evaluasi terhadap masalah gangguan perfusi menunjukkan tujuan dari masalah gangguan
jaringan serebral dilakukan secara non invasif mobilitas fisik tercapai, yang didukung data
dengan melihat (tekanan darah, mean tekanan motivasi pasien cukup tinggi untuk latihan,
darah, nadi, suhu tubuh, frekuensi pernapasan, pasien dan keluarga berpartisipasi dalam latihan,
GCS, dan pupil). Elevasi kepala berdasarkan pasien melakukan latihan dengan perawat
pada respon fisiologis merupakan perubahan dan/atau keluarga 4 kali sehari, hari pertama
posisi untuk peningkatkan aliran darah ke otak hingga ketiga pasien duduk bersandar 90˚, hari
dan mencegah terjadinya peningkatan tekanan keempat duduk berjuntai di sisi tempat tidur
intrakranial. Aktivitas keperawatan bedrest dengan bantuan, hari ke-7 berpindah ke kursi
dengan elevasi kepala 300, mempunyai tujuan roda dengan bantuan, penampilan seimbang saat
mencegah terjadinya penurunan tekanan perfusi pasien duduk, posisi tubuh yang nyaman saat
serebral dan mengurangi terjadinya infark pasien duduk, peningkatan kekuatan otot dari
serebral lanjut (Alexander, Garami, Chernyshev, menjadi dan tidak terjadi
& Alexandrov, 2005).
kekakuan sendi terutama sendi bahu,pasien dapat
berpindah posisi miring kanan/kiri secara
Pujiarto, Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy 157

mandiri, tidak terjadi luka akibat penekanan. Dari d. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari
data-data tersebut dapat disimpulkan pasien Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan:
mulai adaptif (compensatory) terhadap masalah Ketidakmampuan Tubuh untuk
kerusakan mobilitas fisik. Memasukkan Glukosa ke Dalam Sel Oleh
Karena Faktor Hiperglikemia
Diabetes mellitus merupakan faktor risiko
c. Defisit Perawatan Diri Berhubungan stroke iskemik yang terjadi pada pembuluh darah
dengan: Kerusakan Muskuloskeletal, besar.Resistensi insulin akan mempercepat
Kerusakan Neuromuskular, Hemiparese kecendrungan membentuk bekuan abnormal
Dekstra yang akibatnya koagulasi intravaskular semakin
Hemiparesis (kelemahan satu sisi tubuh) meningkat dari Laakso (1999, dalam Price &
dan hemiplegia (paralisis satu sisi tubuh) dapat Wilson, 2006). Diabetes meningkatkan faktor
terjadi pada wajah, lengan, kaki, atau seluruh sisi risiko serangan stroke sebesar 300%, dan
tubuh. Hemiparesis dan hemiplegia merupakan menyebabkan serangan lebih parah dan
suatu bentuk defisit motorik yang dapat meninggalkan kecacatan yang menetap.
menyebabkan pasien mengalami penurunan Pengendalian diabetes merupakan faktor penting
mobilitas. Kondisi imobilisasi ini akan untuk mengurangi faktor risiko.
mengakibatkan pasien mengalami komplikasi Implementasi yang dilakukan untuk
dan defisit kemampuan dalam melakukan mengubah stimulus antara lain dengan
aktivitas sehari-hari (Lewis, 2007). memberikan stimulus memonitor adanya
Implementasi yang dilakukan untuk penurunan BB, menonitor kadar gula darah
mengubah stimulus antara lain dengan harian; Gula Darah Puasa (GDP), Gula Darah
memberikan stimulus penguatan kekuatan otot Post Pandrial (GDPP), memonitor tanda-tanda
dengan merangsang respon neuromuskuler hipo atau hiperglikemia, memonitor kekeringan,
melalui stimulasi proprioseptor dan ROM pasif/ rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht,
aktif. Latihan ini bertujuan memfasilitasi pola memonitor adanya mual dan muntah, memonitor
gerakan sehingga mencapai functional relevant, pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
meningkatkan kekuatan otot, memonitor konjungtiva, memonitor intake nuntrisi,
kemampuan klien untuk perawatan diri yang memberikan informasikan pada klien dan
mandiri, memonitor kebutuhan klien untuk alat- keluarga tentang penyakit DM, penatalaksanaan
alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, DM, dan manfaat diit pada pasien DM, mengatur
berhias, toileting dan makan, menyediakan posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk makan, menganjurkan banyak minum 1500-2000
melakukan self-care, mendorong klien untuk cc/hari, kolaborasi dengan ahli gizi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sesuai kemampuan yang dimiliki, mendorong dibutuhkan pasien, Kolaborasi pemberian obat
untuk melakukan secara mandiri, tapi beri anti hiperglikemia Metformin 1x500,
bantuan ketika klien tidak mampu Glibenclamide 1x1.
melakukannya, mengajarkan klien/ keluarga Hasil evaluasi yang diperoleh setelah
untuk mendorong kemandirian, untuk dilakukan intervensi keperawatan menunjukkan
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak tujuan dari masalah nutrisi kurang dari kebutuhan
mampu untuk melakukannya. tubuh tercapai, yang didukung data pasien dan
Hasil evaluasi yang diperoleh setelah keluarga mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi
dilakukan intervensi keperawatan menunjukkan tubuh pasien, nilai GDP dan GDPP sebelum
tujuan dari masalah defisit perawatan diri pulang 200 mg/dL dan 210 mg/dL, BB 70 kg,
tercapai, yang didukung data motivasi pasien pasien dan keluarga mengerti tentang diit pada
cukup tinggi untuk melakukan ADL, keluarga pasien DM. Dari data-data tersebut dapat
berpartisipasi membantu pasien dalam memenuhi disimpulkan bahwa pasien adaptif (integrated)
kebutuhan ADL nya seperti berpakaian, mandi, terhadap masalah ketidakseimbangan nutrisi
toileting dan makan, setelah 7 hari dilakukan kurang dari kebutuhan tubuh.
perawatan kemampuan pasien melakukan
perawatan diri meningkat hal ini ditunjukkan Analisis Penerapan Konsep Teori Adaptasi
dengan penilaian nilai barthel indeks yang Roy Pada Asuhan Keperawatan Pasien
meningkat yaitu 16 (ketergantungan ringan). Dari Gangguan Persyarafan
data-data tersebut dapat disimpulkan pasien Pelaksanaan asuhan keperawatan pada
mulai adaptif (compensatory) terhadap masalah pasien-pasien dengan gangguan persyarafan
defisit perawatan diri. selama praktek menggunakan teori keperawatan
158 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 1, April 2017, hlm 150-160

adaptasi Roy, karena teori tersebut berfokus pada didaerah parietal; lesi iskemik hipoden di region
pengadaptasian individu terhadap stimulus yang temporoparietalis.
diterimanya baik internal maupun eksternal. Stimulus fokal untuk pasien stroke
Pasien dengan gangguan persyarafan mengalami perdarahan adalah adanya perdarahan di area
masalah adaptasi ketika terpapar oleh stimulus. tertentu serebral. Lima pasien stroke perdarahan
Fokus utama teori ini adalah adaptasi yang penulis kelola memiliki stimulus fokal
biopsikososial dan holistik, dimana tujuannya adanya adanya perdarahan di cerebelum kanan
adalah meningkatkan integritas dan adaptasi dan perifokal odema; perdarahan di cerebelum
positif pasien. Roy memandang individu sebagai kiri dan perifokal odema; perdarahan di ganglia
sistem adaptif. Teori Roy banyak digunakan oleh basalis kanan dan thalamus kanan; perdarahan di
perawat rehabilitasi yang bekerja menangani basal ganglia kiri, periventrikel lateral kiri dan
pasien-pasien yang beradaptasi terhadap perifokal odema; perdarahan basal ganglia kiri
perubahan dan kehilangan. dan periventrikel lateralis kiri kornu posterior.
Penerapan model adaptasi Roy pada 30 Stimulus fokal pasien cedera kepala adalah
kasus dengan masalah persyarafan telah penulis dampak langsung dari cedera kepala yang
laksanakan di ruang perawatan persyarafan lantai dialami. Delapan pasien cedera kepala yang
V RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. penulis kelola memiliki stimulus fokal tak
Tiga puluh kasus tersebut terdiri dari 14 kasus tampak perdarahan intra cranial, tampak
stroke iskemik, 5 kasus stroke perdarahan, 8 diskontinuitas os orbita kiri; ICH difrontal kiri
kasus cedera kepala, 2 kasus SOL dan 1 kasus dengan SAH; EDH di regiofrontoparietotemporal
infeksi. Penulis mengkaji perubahan mode dextra; lesi hiperdense cekung mengikuti
adaptif (fisiologis, peran, konsep diri dan kelengkungan tulang ketebalan < 1 cm gyrus dan
interdependensi), mengkaji stimulus, sulci lebar, lesi hiperdense homogen frontal
menegakkan diagnosa keperawatan, sinistra pneumosefal cisterna membrane; EDH
merencanakan intervensi, melakukan frontal pneumochepal multiple; SAH
implementasi dan mengevaluasi pasien. nontraumatik perdarahan di SAH frontal; luka
Pada mode fisiologis, penulis melakukan tusuk dibelakang kepala, terdapat rembesan
pengkajian 9 fungsi fisiologis dengan darah; fr inpresi os frontal kanan, pnemoencepal
menggunakan petunjuk dan format yang telah dan subgleal hematoma. Stimulus fokal satu
disusun. Petunjuk pelaksanaan pengkajian secara pasien infeksi (meningitis, sida) adalah adanya
umum dilakukan pemeriksaan yang sama pada inflamasi pada meningen, dengan hsil CT Scan
setiap pasien, sedangkan pengkajian stimulus menunjukkan adanya hidrosepalus meningen,
berbeda antara pasien satu dengan lainnya. midline shift. Sedangkan stimulus fokal dua
Stimulus fokal untuk pasien dengan stroke pasien SOL adalah adanya multiple abses serebri
iskemik adalah adanya infark pada lokasi lobus parietal kanan dan frontal kiri dengan
serebral tertentu. Empat belas pasien pasien yang herniasi sub falcine ke kanan; Pemeriksaan MRI
penulis kelola dengan stroke iskemik mengalami dengan kontras : Kesan : Tumor lobus temporo
infark luas di frontotemporoparietal dan basal parietal kiri --- Astrocytoma grd I-II.
ganglia dextra dan atropi serebri senilis; infark Pengkajian stimulus kontekstual dan
akut di pons sisi kiri infark lama kapsula interna residual berbeda pada masing-masing kasus.
dan para ventrikel lateralis kanan dan kiri; lesi Namun dari kasus stroke baik iskemik maupun
infark kronis diserebrum temporoparieto perdarahan menunjukkan stimulus kontekstual
oksipitalis kanan dengan minimalis dilatasi yang sama yaitu adanya riwayat hipertensi lama
ventrikel lateral; infark luas di yang tidak terkontrol dan riwayat DM yang lama
frontotemporoparietal dextra; lesi infark multiple dengan stimulus residual merokok, konsumsi
pada basal ganglia kanan dan kiri dan alkohol, konsumsi makanan tinggi lemak, dan
periventrikel kanan; lesi hipodens di capsula konsumsi kopi. Pada kasus cedera kepala
interna kanan dan periventrikel kiri; lesi hipodens stimulus kontekstual adalah mekanisme
di regio temporoparietal kiri; lesi infark diparietal terjadinya cedera yaitu kap kontra kap dengan
bilateral; infark basal ganglia kanan, stimulus residual konsumsi alkohol, pemakai
periventrikel kanan, oksipital kanan, sinusitis obat-obatan terlarang dan pemakaian alat
maksilaris; infark luas di fronto temporoparietal pelindung diri seperti helm pengaman yang tidak
kanan; infark lama di periventrikel lateral kiri, tepat. Stimulus kontekstual kasus infeksi secara
suspct lesi infark akut di thalamus kiri, infark khusus belum diketahui karena belum dilakukan
kortikal ditemporal kiri, atropi serebri; infark pemeriksaan lumbal pungsi, namun berdasarkan
serebri capsula interna kiri; lesi iskemik didaerah data yang ada stimulus kontekstualnya berasal
dari infeksi oportunistik sida dan stimulus
Pujiarto, Analisis Praktek Keperawatan Medikal Bedah dengan Pendekatan Teori Adaptasi Roy 159

residualnya adalah pasien menderita penyakit TB dari konsep model adaptasi Roy adalah adanya
paru namun putus obat. Sedangkan kontekstual target yang jelas pada setiap intervensi
untuk kasus SOL riwayat hipertensi dan stimulus keperawatan yang akan diberikan pada pasien.
residualnya adalah pasien mempunyai kebiasaan Target ini yang akan menjadi acuan dalam
merokok. evaluasi keperawatan. Adanya perilaku yang
Berdasarkan dari pengkajian stimulus, tidak efektif setelah pemberian intervensi
penetapan diagnosa keperawatan menurut Roy memberikan gambaran bahwa target atau tujuan
juga berdasarkan pada perilaku yang tidak keperawatan belum tercapai.
efektif. Perilaku tidak efektif yang dimunculkan Implementasi dilakukan dengan memilih
pasien sangat spesifik untuk area tertentu, intervensi dan aktifitas keperawatan yang sesuai
sehingga tidak dapat menggeneralisasi beberapa dengan adaptasi pasien (Roy dan Andrew, 1991).
aspek perilaku dari masalah yang sama, misalnya Pasien yang penulis rawat memiliki kondisi
gangguan perfusi jaringan serebral. Meskipun adaptif dan maladaptif setelah penulis
memiliki masalah yang sama namun menurunkan, mengubah atau meningkatkan
penatalaksanaan bisa berbeda tergantung dari stimulus. Kondisi yang maladaptif pada pasien
penyebabnya. Hal tersebut menjadi kelemahan berhubungan dengan tingkat efektifitas mode
penerapan model adaptasi Roy pada kasus atau kondisi umum pasien.
kelolaan.Roy tidak membahas secara khusus
gangguan perfusi jaringan serebral. Oleh karena
itu, dengan tetap mengacu pendapat dari Roy & SIMPULAN
Andrews (1991) maka penulis melakukan
modifikasi penetapan diagnosa keperawatan Penerapan teori adaptasi menurut Roy
berdasarkan NANDA dengan intervensi sangat tepat pada pasien dengan gangguan
keperawatan mengacu pada NIC (Nursing persyarafan karena merupakan salah satu teori
Intervention Classification) dan NOC (Nursing yang dinamis dan berfokus pada kemampuan
Outcome Classification). Masalah keperawatan adaptasi pasien dan termasuk teori yang mudah
yang umum terjadi pada pasien dengan gangguan diaplikasikan, dalam penerapan asuhan
persyarafan adalah gangguan perfusi jaringan Keperawatan. Roy menegaskan bahwa individu
serebral dengan berbagai penyebab.Intervensi adalah makhluk biopsikososial sebagai satu
yang diberikan berfokus pada upaya peningkatan kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping
perfusi jaringan serebral. terhadap perubahan lingkungan untuk mencapai
Tujuan dari intervensi adalah untuk kondisi adaptif. Teori adaptasi Roy memberikan
mengelola stimulus dengan cara menurunkan, gambaran filosofi yang relevan dengan
mengubah atau meningkatkan stimulus untuk kesehatan dan kualitas hidup dimana dapat
mencapai kondisi yang adaptif. Perubahan mengintegrasikan antara individu dan
stimulus tersebut memberikan lingkungan yang lingkungan.
dapat mendukung proses adaptasi. Hal positif

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T., Y. 2000. Manajemen administrasi Harold, P., Adams, J.R., & Patricks, L. 2008.
rumah sakit. Jakarta: Penerbit UI Press. Assessment of A Patient with Stroke :
Alexander, A.W.W., Garami, Z., Chernyshev, Neurological Examination and
O.Y., & Alexandrov, A.V. 2005. Flat ClinicalRating Scale. Handbook of
Positioning Improves Blood Flow Velocity Clinical Neurology. Vol. 94 (3rd series).
in Acute Ischemic Stroke. Elseiver.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M. 2006.Nursing Hickey, J.V. 2003. The Cliical Practice of
theory: utilization & application. Neurological and Neurosurgical Nursing.
3rdEdition, Missouri: Mosby. 4th. Philadelphia New York: Lippincott.
Fisher, M. & Bogousslavsky, J. 1999. Current Japardi, I. 2002. Patofisiologi Stroke Infark
review of cerebrovascular disease. Third Akibat Tromboemboli.
edition. Philadelphia: Current Medicine, http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-
Inc. iskandar%20japardi31.pdf
Gaffar, J. 1999. Pengantar Keperawatan Lewis. 2007. Medical Surgical Nursing.
Profesional. Jakarta: EGC. 7thEdition. St.Louis: Missouri.Mosby-Year
Book, Inc.
160 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 1, April 2017, hlm 150-160

Price, S.A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakata: EGC.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Anda mungkin juga menyukai