Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kinerja Keuangan Bank dan Pengukurannya


1. Rasio Keuangan Sebagai Indikator Penilaian Kinerja Perbankan
Pengukuran kinerja bank dalam literatur perbankan diukur dengan
CAMEL dan dikembangkan dengan memasukan unsur resiko.1
Pengukuran kinerja perbankan dilakukan dengan menggunakan cara
mengamati hasil yang dicapai oleh bank dengan standart yang ditentukan
oleh Bank Indonesia, atau hasil perhitungan rata-ratanya. Rasio keuangan
perbankan untuk mengukur kinerjanya antara lain : Likuiditas, Struktur
keuangan, Profitabilitas, Aktiva Produktif, Spread, Resiko Usaha dan
Efisiensi.2
Baik maupun buruknya kinerja keuangan perbankan dan berhasil
atau tidaknya mencapai kinerja bisnis secara memuaskan dapat diukur
dengan tolak ukur keuangan yang disebut dengan rasio keuangan
(financial ratios).3Dari berbagai jenis rasio keuangan yang ada,
profitabilitas merupakan indikator rasio yang paling tepat untuk
mengukur kinerja suatu bank. Rasio yang dimaksudkan adalah return on
asset (ROA), karena ROA memfokuskan kemampuan perusahaan dalam
memperoleh earning dengan mendayagunakan seluruh asset yang
dikelolanya. Sehingga ROA dijadikan alat ukur kinerja perbankan.
Selain itu ROA juga mencerminkan kemampuan manajemen bank dalam
mengelola assetnya secara efektif.4 Dengan demikian maka semakin
tinggi rasio ROA yang dihasilkan maka semakin baik atau sehat kinerja
bank tersebut, karena dengan meningkatnya ROA berarti telah terjadi

1
Agus Suyono, Analisis Rasio-Rasio Yang Berpengaruh Terhadap Return On Asset,
Studi Empiris Pada Bank Umum Di Indonesia Pada Tahun 2001-2003, Program Studi Magisterr
Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2005.
2
Dahlan Siamat, Manajemen Bank Umum, Iner Media, Jakarta, 1996.
3
Siswanto Sutojo, Mengenali Arti Dan Penggunaan Neraca Perusahaan, Damar Mulia
Pustaka, Jakarta, 2004, hal. 55.
4
Ibid, hal. 233
16
17

peningkatan profitabilitas perusahaan yang akan berdampak positif


terhadap para stekholder seperti pemegang saham.
Adapun return on asset (ROA) sebagai tolak ukur kinerja
profitabilitas bank tidak berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja bank antara
lain adalah CAR, NPL, LDR dan BOPO. Beberapa faktor tersebut pada
akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba
(profitabilitas) perusahaan perbankan.5Berikut ini akan diuraikan
beberapa jenis rasio yang akan digunakan untuk pengujian atas seberaba
besar pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perbankan baik
konvensional maupun syariah yang kemudian dilakukan komparasi
atasnya. Beberapa rasio yang dijelaskan berikut ini merupakan pedoman
perhitungan rasio keuangan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui
Peraturan Bank Indonesia No. 30 tahun 2008.
2. Rasio Kecukupan Modal (CAR)
CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).6Menurut peraturan Bank
Indonesia, CAR (Capital Adequancy Ratio) adalah rasio yang
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang
mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping memperoleh dana-
dana dari sumber-sumber diluar bank.7
Permodalan memang menjadi salah satu ukuran kinerja keuangan
dan tingkat kesehatan perbankan baik konvensional maupun syariah.
Mengingat peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk

5
Defri, Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Likuiditas dan Efisiensi Operasional
terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di BEI, Jurnal Manajemen,
Volume 01, Nomor 01, 2012.
6
A. Manullang Laurence “Analisis Pengaruh Rentabilitas terhadap Rasio Kecukupan
Modal Pada Bank Tabungan Pensiun Nasional”, Media Riset Bisnis dan Manajemen, Vol. 2, No.
1, 2002, Hal. 26-47.
7
Peraturan Bank Indonesia, No. 30, Tahun 2008.
18

kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap


kerugian kegiatan usaha8.
Alat ukur analisis permodalan perbankan ini diantaranya adalah
solvabilitas, dapat juga disebut dengan capital adequacy analysis. Rasio
ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat modal bank yang
bersangkutan untuk menjalankan operasional secara memadai. Karena
modal yang memadai ini menunjukan kemampuan bank dalam mengatasi
resiko kerugian yang akan timbul9. Dari rasio ini juga akan terlihat
kekayaan bank yang merepresentasikan kekayaan para pemegang saham,
besar atau kecil. Teguh Pujo Mulyono (dalam Wisnu Mawardi)
menyatakan bahwa untuk mengukur kemampuan permodalan bank dapat
digunakan beberapa rasio seperti Primary ratio, Capital ratio dan
Capital adequacy ratio.10
Rasio kecukupan modal juga digunakan untuk menutup resiko
kerugian dari aktivitas yang dilakukanya dan kemampuan bank dalam
mendanai kegiatan operasionalnya.11Suatu bank yang memiliki modal
yang cukup diterjemahkan ke dalam profitabilitas yang lebih tinggi. Ini
berari bahwa semakin tinggi modal yang diinvestasikan di bank maka
semakin tinggi profitabilitas bank.12
Berdasar berjalannya waktu, jumlah modal perbankan harus terus
ditingkatkan. Pada umunya peningkatan jumlah modal ini mengikuti
pertumbuhan asset dan dana pihak ketiga yang dihimpun dan biaya
modal bank agar tetap memenuhi rasio kecukupan modal minimum.

8
Pandu Mahardian, Analisis Pengaruh Rasio CAR, BOPO, NPL, NIM Dan LDR
Terhadap Kenerja Keuangan Perbankan, Tesis, Program Studi Magister Manajemen, Universitas
Diponegoro, 2008, hal. 35.
9
Wisnu Mawardi, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum Di
Indonesia, Tesis, Program Studi Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas
Diponegoro, 2004, hal. 21.
10
Ibid.
11
Idroes, Ferry N, Manajemen Resiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar
Kesepekatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaanya, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2008, Hal. 69.
12
Hayat, Atma, Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Rentabilitas
Perusahaan Perbankan yang Go Publik di Pasar Modal Indonesia, Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Manajemen dan Akuntansi, Vol. 7, No. 1 April, 2008 : 112-125.
19

CAR atau singkatan dari capital adequacy ratio, merupakan rasio


kecukupan modal sebuah bank. Rasio ini digunakan untuk menganalisis
besaran modal sendiri yang dimiliki oleh sebuah bank dibandingkan
dengan total aset bank tersebut. Menurut Surat Edaran BI Nomor
13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, Rasio CAR diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :

Keterangan : ATMR singkatan dari Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.


Sebagaimana termaktub dalam Surat Edaran (SE) BI No.
15/11/DPNP tertanggal 8 April 2013 tentang prinsip kehati-haitan dalam
penyertaan modal, Bank Indonesia menetapkan standar CAR pada bank
adalah 8%. Sebelumnya BI pernah menetapkan Peraturan BI No. 8
Tahun 2008 yang intinya syarat bank yang layak menerima FPJP
minimal memiliki CAR 5 %. Namun, syarat ini kembali diubah melalui
PBI No. 26 Tahun 2008 menjadi minimal CAR yang dimiliki harus
sebesar 8 %. Tak lama berselang, tepatnya jelang akhir tahun, BI di masa
kepemimpinan Boediono kembali merevisi persyaratan CAR minimal 8
persen menjadi CAR cukup positif lewat PBI No. 30 Tahun 2008.
3. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (NPL/NPF)
Bisnis dalam bidang apapun pada prinsipnya selalu berhadapan
dengan resiko, tidak terkecuali perbankan. Pada umumnya resiko-resiko
tersebut dihitung menggunakan pendekatan kuantitatif. Berdasar
Peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, salah satu resiko
perbankan adalah resiko kredit atau yang biasa disebut dengan Non
Performing Loan (NPL). Yaitu risiko yang timbul sebagai akibat
kegagalan counterparty memenuhi kewajiban. Dapat juga didefinisikan
sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan atau sering
disebut kredit macet pada bank.13Hal ini dapat terjadi karena bisnis utama
perbankan adalah pemberian pinjaman yang berpotensi pada kegagalan

13
Slamet Riyadi, Banking Asset And Liability Manajemen, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, Hal. 161.
20

nasabah dalam melakukan pengembalian. Bisa saja kegagalan


pembayaran tersebut karena faktor eksternal yang tidak dapat
direncanakan dan dikendalikan, namun tidak sedikit pula yang muncul
akibat kesengajaan yang bersangkutan. Tidak terpenuhinya kewajiban
nasabah kepada bank menyebabkan bank menderita kerugian dengan
tidak diterimanya penerimaan yang sebelumnya sudah diperkirakan.
Manajemen piutang merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan
yang operasinya memberikan kredit, karena makin besar piutang akan
semakin besar resikonya.14
Oleh karena itu perlu diantisipasi kemungkinan risiko yang
mungkin timbul dalam rangka menjalankan usaha. Sehingga manajemen
perlu meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dalam pengelolaan
faktor produksi, sumber dana dan sumber daya yang lain. Pengukuran
risiko sangat berhubungan dengan pengukuran return, hal ini disebabkan
karena bank menghadapi risiko yang mungkin timbul dalam rangka
mendapatkan suatu return tertentu. Dengan demikian Semakin tinggi
tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tidak professional dalam
pengelolaan kreditnya sehingga bank mengalami kredit macet yang
akhirnya akan berdampak pada kerugian bank.15
Dalam memformulasikan resiko kredit ini, dapat juga
menggunakan istilah Rasio kualitas aktiva produktif (KAP). Hal ini
karena pada dasarnya nilai asset sebuah lembaga keuangan dapat dinilai
produktifitasnya melalui pendekatan rasio ini. Karena itu rasio kualitas
aktiva produktif merupakan alat ukur bagi bank untuk mengetahui
prosentase aktiva bank tersebut yang produktif. KAP dihitung berdasar
nilai pembiayaan yang diberikan dan tingkat kemacetan atau pembiayaan
bermasalah yang dihadapi. Rasio KAP juga biasa dikenal dengan istilah

14
Peraturan Bank Indonesia, No. 5 tahun 2003.
15
Rida Rahim dan Irpa Yuma, Analisis Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas
Pada Bank Umum Syariah dan Unit Syariah (Study Kasus BSM dan BNI Syariah), Jurnal Bisnis
dan Manajemen Vol. 4, No. 3, 2008.
21

Non performing loan (NPL) bagi bank konvensional dan Non performing
financing (NPF) bagi bank syariah.16
Rasio NPF/NPL menunjukan kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga
semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas
kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar
maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Besaran standar NPF yang ditetapkan oleh BI adalah 5%. Perhitungan
NPF ini adalah sebagai berikut ;

Dengan formulasi tersebut bank dapat mengukur tingkat


produktifitas asset yang dimilikinya dengan melihat prosentase dana
yang dapat tersalur dan prosentase pembiyaan bermasalah, baik dalam
kategori kurang lancar, diragukan maupun macet. Sehingga semakin
tinggi tingkat pembiayaan bermasalahnya maka dinilai semakin rendah
produktifitasnya. Aspek penilaian NPL memang berbeda dengan alat
ukur rasio keuangan lainya. Jika rasio keuangan lainya dinyatakan bagus
dengan semakin tingginya nilai pencapaianya, maka NPL sebaliknya.17
4. Rasio Likuiditas (LDR/FDR)
Likuiditas merupakan kesiapan bank dalam menyediakan dana
untuk kebutuhan saat ini ataupun dimasa yang akan datang. Khususnya
kewajiban jangka pendek dan bersifat lancar atau yang segera harus

16
Teguh Pudjo Muljono, Analisis Laporan Keuangan Untuk Perbankan, Jakarta
Djambatan, Jakarta, 1999.
17
Ibid.
22

dibayar.18 Hal ini karena perbankan tidak berdiri dan berjalan hanya
dengan modal sendiri, melain juga bersumber dari dana pihak ketiga
dalam bentuk tabungan, giro maupun deposito yang dalam sistem
pembukuan bank dicatat dalam kelompok pasiva yang merupakan
kewajiban.
Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan
kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna
memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi
kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin
kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan
biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat
melikuidasi assetnya secara cepat dengan kerugian yang minimal.19
Peraturan Bank Indonesia tesebut menyatakan bahwa kemampuan
likuiditas bank dapat diproksikan dengan LDR (Loan to Deposit Rasio)
yang membandingkan komposisi dana yang tersalur pada kredit dengan
dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Artinya semakin tinggi
angka kredit yang disalurkan akan memperkecil tingkat likuiditas bank
tersebut. Minimnya likuiditas ini tentu akan berdampak negatif dan
menjadi sumber masalah bagi bank jika tidak mampu memenuhi
kewajiban lancar atau jangka pendeknya.20
Begitu pula sebaliknya jika rasio ini terlalu rendah, menujukan
kemampuan bank dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan perlu
dipertanyakan. Standar yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk rasio
LDR/FDR ini adalah 80% hingga 110%. Sehingga jika suatu bank hanya
mampu memperoleh rasio likuiditas ini diangka 60% misalnya, itu
menunjukan bahwa bank tersebut hanya mampu menyalurkan 60% dari
total dana DPK yang dihimpun. Dan 40% selebihnya tidak dapat tersalur.

18
Sinta Sudarini, Penggunaan Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Laba Pada Masa
Yang Akan Datang, Jurnal Akuntansi Dan Manajemen, Vol. XVI, No. 3, Desember 2005, hal. 195-
207.
19
Surat Edaran Internal Bank Indonesia Tahun 2004
20
Ibid,
23

Mengingat fungsi utama bank sebagai lembaga intermediasi, maka angka


rasio seperti ini menunjukan bahwa bank tersebut tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.
Dampak lain dari rendahnya penyerapan kredit atau pembiayaan
ini adalah rendahnya tingkat perolehan pendapatan, jika pendapatan yang
diperoleh rendah laba yang diperoleh juga rendah. Jika laba yang
diperoleh rendah maka berdampak pada menurunya rasio yang lain
seperti Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).Dengan kata
lain bahwa Semakin besar jumlah dana yang disalurkan kepada nasabah
dalam bentuk kredit maka jumlah dana yang menganggur berkurang dan
penghasilan bunga yang diperoleh akan meningkat. Hal ini tentunya akan
meningkatkan LDR sehingga profitabilitas bank juga meningkat.21
Sederhananya Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menyediakan likuiditas atau dana untuk
kewajiban yang harus dibayarkan pada saatnya. Dengan kata lain, rasio
ini adalah untuk mengukur kemampuan menyediakan dana bagi
penarikan dana deposan atau penabung dan penyediaan dana bagi
pemohon pembiayaan. LDR/FDR dapat diketahui dengan rumus :

5. Rasio Efisiensi (BOPO)


Efisiensi operasional merupakan upaya untuk mengetahui apakah
bank dalam operasionalnya dilakukan dengan benar, sesuai dengan
tujuan pendirian dan para pemegang saham. Efisiensi berpengaruh
terhadap kinerja bank karena dapat menunjukan apakah bank tersebut
dapat menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna.
Karena hakekat dari efisiensi adalah kemampuan menggunakan sumber
daya yang tidak perlu. 22

21
Setiadi, Pompong B, Analisis Hubungan Spread of Interest Rate, Fee Based Income,
dan Loan to Deposit Ratio dengan ROA pada Perbankan di Jawa 902 Timur. Jurnal Mitra
Ekonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No. 1, April 2010, 63-82 STIAMAK, Surabaya.
22
Sinta Sudarini, Op. Cit.
24

Rasio efisiensi merupakan alat ukur untuk mengetahui kemampuan


bank dalam menjalan operasional usahanya. Menurut Bank Indonesia,
BOPO distandarisasi untuk tidak melebihi angka 90%, dengan arti bahwa
jika bank memiliki rasio BOPO diatas 90%, bank tersebut tidak efisien.
Rasio ini diukur dengan membandingkan biaya operasional terhadap
pendapatan operasional, sebagaimana Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, formulasi rumus BOPO sebagai
berikut :

6. Rasio Rentabilitas (ROA)


Dalam penelitian ini, Return on Asset (ROA) dipilih sebagai
indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena Return on Asset
digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.23Return
onAsset merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset.
Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang
semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila
Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat,
sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang
dinikmati oleh pemegang saham. Rasio rentabilitas merupakan alat ukur
kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih dari operasional usaha
selama periode tertentu misalnya satu tahun. Dari rasio inilah
profitabilitas bank dapat diketahui.24
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa return on
asset adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA

23
Meythi, Rasio Keuangan Yang Paling Baik Untuk Memprediksi Pertumbuhan Laba :
Suatu Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Pada Bursa Efek Jakarta,
Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, Vol. XI, No. 2, September , 2005.
24
Ibid.
25

menunjukkan berapa tingkat efisien perusahaan dalam mengelola


seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan. Formula untuk
menghitung pengembalian tingkat aktiva / return on asset (ROA) sebagai
berikut :

Dengan demikian, return on asset sangat dipengaruhi oleh tingkat


pendapatan, tingkat pendapatan dipengaruhi oleh kemampuan
menyalurkan pembiayaan produktif dan penyaluran pembiayaan
produktif dipengeruhi oleh kemampuan bank dalam menghimpun dana
pihak ketiga (DPK). Inilah siklus mata rantai bisnis perbankan yang
sangat spesifik sangat tergantung pada likuiditas.

B. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan bagian terpenting dalam sebuah bisnis
perbankan. Hal ini dijadikan acuan untuk mengukur apakah keuntungan yang
ditargetkan oleh persahaan dapat tercapai atau tidak. Salah satu rasio yang
digunakan untuk Return on asset (ROA).25ROA adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan secara
relative dibandingkan dengan total assetnya atau ukuran untuk menilai
seberapa besar tingkat pengembalian dari asset perusahaan.
Penilaian rentabilitas bank menurut paket kebijakan 28 februari 2004
(paktri 28/2004) didasarkan pada posisi laba/rugi yang disajikan dalam
pembukuan bank tersebut, perkembangan laba/rugi dalam tiga tahun terakhir
dan laba/rugi yang diperkirakan. Masing-masing faktor tersebut ditetapkan
ukuran sebagai berikut :
1. Ditinjau dari posisi laba/rugi menurut pembukuan bank, rentabilitas
dikelompokan sebagai beikut :
a. Sehat, apabila laba atau break event point,

25
Dietrich, Andreas and Gabrielle Wanzenrid, What Determines The Profitability of
Commercial Banks? New Evidence form Switzerland, www.ssrn.com, diakses pada 23 Oktober
2016.
26

b. Cukup sehat, apabila rugi yang tidak melebihi 5% dari jumlah modal
yang disetor,
c. Kurang sehat apabila rugi lebih dari 5% dari modal yang disetor tapi
tidak melebihi 25%,
d. Tidak sehat, apabila kerugian diatas 25% dari modal yang disetor.
2. Dilihat dari data laba/rugi selama 3 tahun terakhir, rentabilitas bank
dikategorikan sebagai berikut :
a. Sehat, apabila selalu laba atau rata-rata laba dengan tren membaik,
dengan catatan pada tahun buku kedua dan atau ketiga laba,
b. Cukup sehat, apabila rata-rata laba dengan tren memburuk dengan
catatan dalam tahun buku kedua dan atau ketiga rugi,
c. Kurang sehat apabila rata-rata rugi dengan tren membaik, dengan
catatan setiap tahun kerugian berkurang atau dalam tahun buku
kedua dan atau ketiga menunjukan laba,
d. Tidak sehat, apabila menujukan akan kerugian dengan tren konstan
atau memburuk.
3. Ditinjau dari laba/rugi yang diperkirakan, rentabilitas bank dinilai :
a. Sehat apabila laba/rugi yang diperkirakan menujukan laba,
b. Cukup sehat apabila laba/rugi yang diperkitakan pada bulan
penilaian menujukan BEP atau rugi dalam jumlah yang sama atau
lebih kecil dari rata-rata laba yang telah diperolah pada bulan-bulan
sebelumnya.

C. Bank
1. Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya
didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai
banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italiabanca berarti tempat
penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
27

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk


kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak.26
Kasmir dalam Widya Wahyu Ningsih mendefinisikan bank sebagai
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
orang banyak.27 Bank juga diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan
untuk memuaskan orang akan kredit, baik dengan uang atau dana yang
diterima dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan uang baru
dalam bentuk uang chartal dan giral.28
2. Azas, Fungsi dan Tujuan Bank
Perbankan di Indonesia menjalankan operasional bank dengan azas
demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Mengacu
pada pengertian yang diuraikan oleh Syamsuddin Mahmud, bank
menjalankan dua fungsi utama, yaitu perantara keuangan/perkreditan dan
mengedarkan uang baru.29 Sedangkan Muhamad memaparkan tiga fungsi
utama bank yaitu fungsi pengumpulan dana (funding), fungsi penyaluran
dana (financing) dan fungsi pelayanan jasa kauangan (services).30
Adapun tujuan perbankan Indonesia adalah menjunjung tinggi
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.31
3. Sejarah berdirinya Bank
Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada
umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan

26
Undang-Undang RI No. 07 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
27
Widya Wahyu Ningsih, Op. Cit., Hal.
28
Syamsuddin Mahmud, Op. Cit., hal. 194.
29
Ibid.hal. 195.
30
Muhamad, Op. Cit., hal.5.
31
Undang-Undang RI No. 07 Tahun 1992, Op. Cit.
28

merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk


bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis akan tetapi pemerintahan
Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian
berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles
Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi
keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut
hanya dalam waktu duabelas hari.32
Bank menyebar ke seluruh penjuru dunia dibawa oleh bangsa eropa
melalui penjajahan kepada negara-negara yang dituju seperti asia, afrika,
amerika dan lain-lain. Pada mulanya kegiatabank hanyalah sebagai
tempat menukarkan uang, namun perkembangannya bank menjadi
tempat menyimpan, meminjam dan menjalankan jasa keuangan lainnya.33

D. Bank Konvensional
1. Pengertian Bank Konvensional
Bank kovensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
secara konvensional dan berdasar jenisnya terdiri dari bank umum
konvensional dan bank perkreditan rakyat (BPR).
2. Kegiatan Usaha Bank Konvensional
Diantara kegiatan usaha pokok perbankan konvensional adalah
sebagai berikut34:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

32
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank (diakses pada 25 November 2014).
33
Wikipedia, loc. Cit.
34
UU RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
29

e. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang


masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
f. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-
surat dimaksud;
g. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
h. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) ;
i. Obligasi;
j. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
k. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
1 (satu) tahun;
l. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
m. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan
dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana
lainnya;
n. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
o. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
p. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak;
q. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
30

E. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasar prinsip syariah.35 Menurut jenisnya terdiri dari bank umum
syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Mengacu pada definisi
tersebut diatas maka tampak perbedaan yang sangat jelas mengenai
prinsip dasar operasionalnya yaitu syariah. Dimana syariah inilah yang
menjadi rambu-rambu pokok dalam perbankan islam selain aturan atau
undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun bank
indonesia.
Mengacu pada nilai-nilai syariah, maka terdapat perintah dan
larangan. Perintah sebagai bentuk kewajiban dan larangan sebagai
sesuatu yang harus ditinggalkan. Hal ini tentu tidak dijumpai dalam
operasional bank umum konvensional. Dan karena itulah tingkat
kepatuhan bank syariah tidak hanya diukur dari kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan bank indonesia tetapi juga diukur dengan
kepatuhan syariah.
2. Sejarah Berdirinya Bank Syariah
Bank syariah mulai berdiri diberbagai negara pada akhir tahun
1970 dan awal tahun 1980an. Pakistan, sebagai negara yang termasuk
dalam kateori pelopor berdirinya bank syariah memulai menghilangkan
sistem bunga padan operasional banknya pada tahun 1979, negara lain
seperti mesir mulai pada tahun 1978, Siprus pada tahun 1983, Kuwait
tahun 1977 dan Malaysia 1983.36 Sedangkan di Indonesia sendiri bank
syariah baru berdiri pada tahun 1991, diawali dengan hadirnya bank
Muamalat yang diprakarsai oleh MUI.37

35
Peraturan Bank Indonesia, No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum Yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasar Prinsip Syariah.
36
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani Pres,
Jakarta, 2001, Hal. 24.
37
Ibid. hal 25.
31

Melihat usia perbankan syariah hari ini tentu sangatlah jauh


berbeda dibawah usia perbankan konvensional yang telah hampir berusia
setengah abad lamanya. Namun demikian para praktisi perbankan syariah
langsung melakukan sprin atau lari kencang guna menciptakan daya
saing perbankan syariah terjadap perbankan konvensional.
3. Kegiatan Usaha Bank Syariah
Bank syariah sebagai lembaga keungan tak bisa dilepaskan dari
orientasi bisnis dan profit. Meski lembaga keuangan syariah juga harus
memberikan porsi yang sesuai untuk kegiatan sosial atau tabarru’ namun
demikian core kompetensinya adalah bisnis. Oleh karena itu bank syariah
menjalankan kegiatan usaha sebagai berikut :
a. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan, deposito maupun giro
dengan menggunakan akad wadiah, mudharabah atau akad yang lain
yang tidak bertentangan dengan syariah.
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dengan menggunakan akad
bagi hasil seperti : mudharabah, musyarakah, akad jual beli seperti :
murabahah, salam dan istisna, akad sewa menyewa seperti : ijaroh
dan ijarah muntahiyah bittamlik, akad pinjaman seperti : qard dan
akad lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah.
c. Membeli surat berharga syariah yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Dan lain sebagainya.
4. Operasional Bank Syariah
Sebagaimana spirit pendirian bank syariah agar transaksi terbebas
dari riba, maka seluruh aspek bank syariah mengacu pada sumber Al-
Qur’an dan Sunnah, baik pada prinsip landasan, alur operasional, produk
dan layanan jasa keuangan dan lain sebagainya. Berikut ini adalah bagan
alur operasional bank syariah.
32

Gambar 2.1
Operasional Bank Umum Syariah

Sumber : Materi Presentasi Kursus Singkat perbankan syariah

5. Prinsip Akad dan Produk Bank Syariah


Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya bahwa dalam
operasionalnya bank syariah sangat tunduk pada prinsip syariah. Dan
karena itulah dalam menjalankan usahanya, bank syariah menggunakan
beberapa prinsip akad syariah. Hal ini ditujukan agar setiap transaksi
yang dilakukan di bank syariah benar-benar terhindar dari hal-hal yang
dilarang seperti riba, judi, gharar, dhalim dan lain-lain.
Akad dalam perbankan syariah menduduki posisi yang sangat fital,
mengingat akad inilah yang menjadi pembeda antara operasional bank
syariah dan bank konvensional. Akad ini pulalah yang menjadi tolak ukur
sebuah produk dapat dikatakan halal. Karena itu pada sub bab ini akan
diuraikan beberapa karakterisrik akad syariah. Diantara prinsip akad-
akad produk bank syariah tersebut adalah sebagai berikut :
33

a. Prinsip Wadiah/Titipan
Menurut bahasa, wadi’ah adalah sesuatu yang ditempatkan
bukan pada pemiliknya supaya dijaga38. Wadiah adalah akad
penitipan barang yang disepakati para pihak untuk dijaga oleh
penerima titipan dan dikembalikan kepada pemiliknya ketika
diminta39. Prinsip wadiah merupakan salah satu bentuk akad yang
digunakan oleh bank syariah, dimana nasabah adalah pihak yang
menitipkan dana sedangkan bank sebagai pihak yang menerima
titipan dana.
Secara umum Akad wadiah ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Wadiah Yad Amanah, yaitu akad penitipan barang/uang dimana
pihak penerima titipan diwajibkan menjaga barang titipan dan tidak
diperkenankan menggunakan barang/uang titipan tersebut. Secara
prinsip dalam pelaksanaan akad ini, pihak penerima titipan tidaklah
menaggung beban dan resiko yang timbul selama masa titipan
tersebut kecuali atas kelalaian penerima titipan. Dalam dunia
perbankan, akad ini digunakan pada produk save daposit box (SDB).
2) Wadiah yad dhamanah. Pada prinsipnya jenis wadiah ini adalah
sama dengan sebelumnya, perbedaanya adalah pada status
penggunaan barang/uang yang dititipkan. Jika pada wadiah amanah
penerima titipan tidak diperbolehkan menggunakan, pada wadiah
dhomanah seorang yang menerima titipan diperbolehkan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dengan catatan
menaggung segala resiko yang timbul selama penitipan tersebut.
Dalam operasional bank syariah, akad wadiah biasa digunakan pada
produk penghimpunan dana seperti giro dan tabungan.40

38
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah, Rajawali Press, Jakarta, 2003.
39
Saat Suharto dkk. Pedoman Akad Syariah, Perhimpunan BMT Indonesia Jakarta, 2014.
40
Muhamad, Op. Cit., hal 6.
34

b. Prinsip Kerjasama/Syirkah
Pada prinsipnya, seluruh transaksi perbankan syariah
menggunakan akad dasar kerjasama atau syirkah, dalam
operasionalnya, prinsip kerjasama/syirkah ini ditemukan beberapa
akad sebagai berikut :
1. Musyarakah
Akad musyarakah dalam perbankan syariah mengambil dari
istilah fiqh yaitu al-musyaarakah. Artinya akad kerjasama
antara dua belah pihak atau lebih untuk satu usaha tertentu
dimana masing masing pihak memberi kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai kesepakatan. Dengan demikian musyarakah
adalah suatu perkongsian antara dua belah pihak atau lebih
dalam suatu perusahaan atau proyek dimana masing-masing
pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggung jawab
atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya
masing-masing
2. Mudharabah
Mudharabah merupakan bagian atau salah satu jenis dari
akad syirkah. Syirkah musharabah atau juga biasa disebut
dengan qiradh adalah kerjasama usaha (kemitraan bisnis) antara
badan dengan harta41. Artinya seseorang menyerahkan hartanya
kepada pihak lain untuk dikelola dalam suatu usaha dengan
ketentuan keuantungan yang akan diperoleh dibagi berdua
sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati.
Akad mudharabah adalah akad atau sistem kerjasama
dimana seorang menyediakan modal keseluruhan kepada pihak
lain untuk dikelola dengan ketentuan bahwa keuntungan yang
diperoleh (dari hasil pengelolaan tersebut) dibagi antara kedua
pihak sesuai dengan nisbah yang disepakati. Sedangkan

41
Taqiyuddin an-Nabhani. Sistem Ekonomi Islam, HTI Press, Jakarta, 2010.
35

kerugian ditanggung oleh pemilik modal sepanjang tidak ada


kelalaian dari pengelola usaha42.
Dalam mudharabah Pihak yang bertindak sebagai pemodal
disebut dengan shahibul maal dan pihak lainnya sebagai
mudharib.43 Pada operasional bank syariah, akad ini biasa
digunakan dalam produk simpanan, investasi terikat dan
pembiayaan modal usaha.
c. Prinsip jual beli
Selain menggunakan akad kerjasama mudharabah atau bagi
hasil, bank syariah memiliki berbagai alternatif akad dalam transaksi
pembiayaan, diantaranya adalah akad jual beli. Karena akadnya
adalah jual beli, maka berlaku hukum jual beli, didalamnya termasuk
syarat dan rukun jual beli, sehingga akad yang dilakukan menjadi
sah dari segi syariah. Dalam operasional perbankan syariah,
transaksi yang menggunakan prinsip jual beli diantaranya adalah
:Murobahah, Salam dan Istisna.
d. Prinsip Sewa
Selain menggunakan akad dengan prinsip jual beli, perbankan
syariah juga dapat menggunakan alernatif akad yang lain, yaitu skim
pembiayaan dengan akad ijaroh. Ijaroh berasal dari bahasa arab al-
ijarah, yang maknanya akad pemindahan hak guna atas barang
ataupun jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang tersebut. Dalam operasional
prebankan syariah, akad sewa menyewa biasa dijalankan dalam
bentuk Ijaroh dan Ijaroh Muntahiyah Bittamlik.
e. Prinsip Fee
Selain bertransaksi menggunakan prinsip wadiah atau titipan
syirkah atau kerjasama, prinsip bai’ atau jual beli dan sistem ijaroh
atau sewa menyewa dan upah mengupah, perbankan syariah juga

42
Saat Suharto dkk. Op. Cit., hal xxii
43
Ibid. hal. 7.
36

menggunakan transaksi yang berprinsip fee. Dalam arti, bank syariah


memperoleh fee dari trasaksi yang dijalankan tersebut yang diakui
sebagai pendapatan bank. Diantara prinsip fee yang dijalankan oleh
perbankan syariah adalah Kafalah, Hiwalah, Jo’alah, Wakalah dan
Rahn.

F. Perbedan Bank Konvensional dan Bank Syariah


Agar dapat dilakukan analisis perbandingan kinerja keuangan antara
bank syariah dan bank konvensional, Berikut ini akan dipaparkan mengenai
perbedaan secara prinsip antara bank syariah dan bank konvensional,
diantaranya adalah :
1. Akad dan aspek legalitas
Dalam bank syariah, akad yang dilaksanakan berimplikasi bagi yang
bersangkutan sampai ke akhirat, oleh karenanya akad yang dilakukan
harus berdasar hukum Islam.44 Sedngkan bank syariah tidak
mempertimbangkan aspek tersebut.
2. Lembaga penyelesai sengketa
Tidak sebagaimana bank konvensional yang menyelesaikan
perkaranya di pengedilan negeri. Bank syariah melakukan penyelesaian
masalah kepada badan arbiterasi muamalah Indonesia (BAMUI).45
3. Struktur organisasi
Pada bank syariah terdapat dewan pengawas syariah yang
ditempatkan oleh dewan syariah nasional majelis ulama Indonesia (DSN
MUI).46 Ini pula yang membedakan dengan bank konvensional dimana
bank konvensional tidak memiliki dewan syariah.
4. Bisnis dan usaha yang dibiayai
Bank syariah dalam menjalankan usahanya tetap mengacu pada
perintah dan larangan dalam islam. Karena itu usaha yang akan dibiayai
mesti terhindar dari unsur haram, memerikan mudharat pada masyarakat,
44
Muhammad Syafi’i Antonio, Op. Cit., hal. 29.
45
Ibid. hal. 30
46
Ibid. hal. 32
37

asusila, perjudian dan lain-lain. Sementara disisi lain bank konvensional


tidak melihat rambu-rambu syariah dalam operasionalnya.

G. Tinjauan Penelitian Terdahulu


Berikut Beberapa penelitian mengenai kinerja keuangan lembaga
keuangan yang telah dilakukan terlebih dahulu, beberapa diantaranya
sebagaimana tergambar sebagaimana berikut :
a. Penelitian Suyono (2005) mengenai Analisis rasio-rasio yang
berpengaruh terhadap return on asset, studi empiris pada bank umum di
Indonesia pada tahun 2001-2003. Penelitian menghasilkan variabel CAR
memiliki pengaruh signifikan terhadap ROA dengan nilai signifikansi
sebesar 0,022 atau dibawah 0,05. Variabel rasio BOPO memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap ROA dengan nilai sig 0,000 atau
dibawah 0,05. Variabel LDR memiliki pengaruh signifikan terhadap
ROA dengan nilai signifikansi sebesar 0,013 atau dibawah 0,05.
Sedangkan variabel rasio NPL ternyata tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap rasio ROA mengingat tingkat signifikansinya sebesar
0,189 atau diatas 0,05.47
b. Penelitian Wisnu Mawardi (2004) mengenai Analisis faktor yang
mempengaruhi kinerja bank umum di Indonesia. Penelitian ini adalah
tesis pada program megister manajemen Pasca SarjanaUniversitas
Diponegoro Semarang. Penelitian berfokus pada rasio CAR, NIM,
BOPO, NPL dalam mempengaruhi kinerja (ROA) bank umum. Hasil dari
penelitian ini adalah bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap kinerja,
BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, NIM
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dan NPL
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja.48

47
Agus Suyono, Analisis Rasio-Rasio Yang Berpengaruh Terhadap Return On Asset,
Studi Empiris Pada Bank Umum Di Indonesia Pada Tahun 2001-2003, Program Studi Magisterr
Manajemen Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2005.
48
Wisnu Mawardi, Op. Cit.
38

c. Penelitian Imam Subaweh (2008) mengenai Analisis perbandingan


kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional periode 2003-
2007. Penelitian ini dilaksanakan dengan hasil :
1. Kinerja keuangan bank syariah pada tahun 2003-2007 lebih baik dari
kinerja bank konvensional
2. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda disimpulkan bahwa rasio
pinjaman terhadap tabungan tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengembalian ekuitas, baik pada bank syariah maupun bank
konvensional.
3. Tidak terdapat perbedaaan kinerja yang signifikan antara bank
syariah dengan bank konvensional.49
d. Penelitian Pandu Mahardian, ST (2008) tentang Analisis pengaruh rasio
CAR, BOPO, NPL, NIM, LDR terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan. (Studi kasus perusahaan yang tercatat di BEJ periode Juni
2002 s.d Juni 2007. Merupakan tesis yang diteliti dan ditulis oleh Pandu
Mahardian pada tahun 2008 oleh. Pada Program Studi Magister
Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 50
e. Penelitian oleh Agung M. Noor (2009) mengenai Perbandingan kinerja
bank syariah dengan perbankan konvensional. Merupakan jurnal yang
ditulis pada tahun 2009 oleh Agung M. Noor. Hasil dari penelitian ini
adalah bahwa kinerja bank syariah setelah fatwa MUI menjadi lebih baik.
Bank syariah mencapai LDR dan ROE lebih tinggi dan rasio NPL yang
lebih rendah secara signifikan.51
f. Penelitian Arie Firmansyah Saragih mengenai Analisis perbandingan
kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional
dengan menggunakan rasio keuangan. Penelitian ini adalah jurnal yang
ditulis oleh Arie Firmansyah Saragih, meneliti data tahun 2008-2010

49
Imam Subaweh, Jurnal Ekonomi Bisnis No. 2 Vol. 13, Agustus 2008
50
Pandu Mahardian, Analisis Pengaruh Rasio Car, Bopo, Npl, Nim Dan Ldr Terhadap
Kinerja Keuangan Perbankan (Studi Kasus Perusahaan Perbankan Yang Tercatat Di Bej Periode
Juni 2002 – Juni 2007) (Tesis, Program Studi Magister Manajemen, Program Pascasarjana,
Universitas Diponegoro, 2008).
39

dengan hasil kinerja keuangan Perbankan syariah pada sisi ROA, ROE
dan LDR bank syariah tidak berbeda secara signifikan dengan kinerja
keuangan perbankan konvensional. Adapun CAR berbeda secara
signifikan.52
Adapun penelitian ini merupakan upaya untuk mecari jawaban atas adanya
research gap dari beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian ini juga
membandingkan pengaruh dari masing-masing rasio keuangan seperti CAR,
NPL, LDR dan BOPO terhadap ROA pada Bank Syariah dan Bank
Konvensional. Dengan data terbaru diakhir periode tahun 2015, hasil
penelitian ini juga diharapkan memberikan gambaran informasi yang lebih up
to date menggunakan data terbaru.

H. Kerangka Pemikiran Teoritis


1. Pengaruh CAR terhadap kinerja profitabilitas (ROA)
Menurut peraturan Bank Indonesia, CAR (Capital Adequancy
Ratio) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh
aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping
memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank.53
Capital adequacy ratio (CAR) mencerminkan modal sendiri yang
dimiliki oleh perusahaan perbankan, dengan demikian semakin besar
tingkat CAR maka akan berpotensi meningkatkan pendapatan dan laba
bank, karena dengan modal yang besar, manajemen sebuah bank akan
sangat leluasa memilih dan menempatkan ke berbagai pilihan dan jenis
invenstasi yang menguntungkan. Ini artinya bahwa CAR memiliki
pengaruh positif terhadap ROA bank.
Dari Penelitian sebelumnya ditemukan hasil bahwa CAR memiliki
pengaruh signifikan terhadap ROA, sebagaimana yang dilakukan oleh

52
Arie Firmansyah Saragih, Analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah
dengan perbankan konvensional dengan menggunakan rasio keuangan.
53
Peraturan Bank Indonesia, No. 30 Tahun 2008.
40

Suyono pada tahun 2005 dimana CAR memiliki pengaruh yang sangat
signifikan terhadap ROA.54
Oleh karena itu dapat dirumuskan hipotesis bahwa :
H1 CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H1 CAR berpengaruh positif dn signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
2. Pengaruh NPL terhadap kinerja profitabilitas (ROA)
Berdasar Peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, salah satu
resiko perbankan adalah resiko kredit atau yang biasa disebut dengan
Non Performing Loan (NPL). Yaitu risiko yang timbul sebagai akibat
kegagalan counterparty memenuhi kewajiban. Dapat juga didefinisikan
sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan atau sering
disebut kredit macet pada bank.55
NPL merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
bank dalam memanaje resiko pengembalian kredit. NPL suatu bank
mencerminkan tingkat kemacetan atas kredit yang diberikan oleh bank
kepada para nasabahnya. Karena kemacetan adalah resiko terbesar yang
dihadapi oleh bank dalam memberikan kredit, maka bank harus
melakukan analisa yang mendalam serta menilai kelayakan setiap
pengajuan kredit yang diterima.
Semakin tinggi tingkat NPL suatu bank, berdampak pada
berkurangnya tingkat pendapatan yang mesti diperoleh. Begitu pula
sebaliknya, jika tingkat NPL rendah maka pendapatan bank akan
meningkat. Dengan demikian meningkatnya NPL dianggap memiliki
pengaruh negatif yang cukup signifikan terhadap kinerja suatu bank.
Dari Penelitiansebelumnya ditemukan hasil bahwa NPL memiliki
pengarug signifikan terhadap ROA, sebagaimana yang dilakukan oleh
Suyono pada tahun 2005 dimana NPL memiliki pengaruh yang sangat

54
Agus Suyono, Op. Cit. Hal. 59
55
Slamet Riyadi, Op.Cit, Hal. 161.
41

signifikan terhadap ROA.56Dan atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan


hipotesis sebagai berikut :
H2 NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H2 NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
3. Pengaruh LDR terhadap kinerja profitabilitas (ROA)
Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan
kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna
memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi
kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin
kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan
biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat
melikuidasi assetnya secara cepat dengan kerugian yang minimal. 57
Peraturan Bank Indonesia tesebut menyatakan bahwa kemampuan
likuiditas bank dapat diproksikan dengan LDR (Loan to Deposit Rasio)
yang membandingkan komposisi dana yang tersalur pada kredit dengan
dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Artinya semakin tinggi
angka kredit yang disalurkan akan memperkecil tingkat likuiditas bank
tersebut. Minimnya likuiditas ini tentu akan berdampak negatif dan
menjadi sumber masalah bagi bank jika tidak mampu memenuhi
kewajiban lancar atau jangka pendeknya.58
LDR merupakan singkatan dari Loan to Deposit Rasio. LDR
digunakan untuk mengukur tingkat produktifitas pengelolaan dana suatu
bank, dengan melihat berapa besar dana yang dapat disalurkan kepada
masyarakat melalui kredit atau pembiayaan dibandingkan total dana yang
dikelola atau diterima. Dengan demikian Semakin tinggi rasio LDR suatu
bank maka semakin besar tingkat produktifitas dana yang dikelola,
demikian sebaliknya jika tingkat LDR ini sangat kecil maka dapat dinilai
56
Agus Suyono, Op. Cit. Hal. 60.
57
Surat Edaran Internal Bank Indonesia Tahun 2004
58
Ibid,
42

bahwa kemampuan manajemen bank tersebut sangat minim dalam


memaksimalkan potensi pendapatan dari transaksi kredit yang diberikan.
Dampak lain dari analisis rasio ini adalah bahwa perbankan
merupakan lembaga bisnis yang bertumpu pada likuiditas. Sirkulasinya
dapat digambarkan sebagai berikut : semakin tinggi dana masyarakat
yang dihimpun oleh bank, maka semakin besar peluang bank untuk
menyalurkan kredit kepada masyarkat, dan jika semakin besar
penyaluran kredit yang diberikan maka semakin besar pendapatan yang
diterima oleh bank. Dengan demikian jika NPL dapat diminimalkan
maka pendapatan dapat dterima secara maksimal. Begitupula sebaliknya
jika tingkat kemacetan tinggi maka berdampak negatif terhadap rasio
profitabilitas bank tersebut.
Dari Penelitiansebelumnya ditemukan hasil bahwa LDR memiliki
pengaruh signifikan terhadap ROA, sebagaimana yang dilakukan oleh
Ahmad Buyung Nusantara pada tahun 2009 dimana LDR memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap ROA.59Oleh karena itu maka
dapat dirumuskan hepotesis sebagai berikut :
H3 LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H3 LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
4. Pengaruh BOPO terhadap kinerja profitabilitas (ROA)
Rasio BOPO menunjukan kemampuan efisiensi yang dilakukan
oleh bank dalam menjalankan usahanya. Khususnya usaha pokok
perbankan yaitu kredit atau pembiayaan. Hal ini terjadi karena perbankan
di Indonesia masih sangat bertumpu pada pendapatan bunga kredit atau
bagi hasil pembiayaan. Ini artinya bahwa semakin kecil rasio BOPO ini

59
Ahmad Buyung Nusantara, Analisis Pengaruh Npl, Car, Ldr, Dan BopoTerhadap
Profitabilitas Bank (Perbandingan Bank Umum Go Publik Dan Bank Umum Non Go Publik Di
Indonesia Periode Tahun 2005-2007, Program Studi Magister Manajemen Universitas
Diponegoro, Semarang, 2009.
43

maka semakin efisien bank dalam menjalankan usahanya. Dan semakin


efisien operasional maka semakin tinggi tingkat profitabilitasnya.
Dari penelitian sebelumnya ditemukan bahwa BOPO memiliki
pengaruh yang sangat signifikan terhadap ROA. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Ahmad Buyung Nusantara pada tahun 2009. Dimana nilai
signifikansinya sebesar 0,035 atau lebih kecil dari 0,05.60Maka dalam
penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis bahwa :
H4 BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H4 BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
5. Perbandingan Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah
dan bank umum konvensional
Penelitian ini dikembangkan dengan membandingkan kinerja bank
umum syariah dan bank umum konvensional, dengan asumsi dasar
bahwa skala suatu bank diidentikan dengan kekuatan dan pengaruh yang
dimiliki oleh bank. Oleh karena itu sekala ini menjadi sangat penting
bagi kinerja sebuah bank. Karena apabila suatu bank tingat penjualan
produknya besar, mengakibatkan total asset yang cukup signifikan.
Karena outstanding simpanan dana pihak ketiga (DPK) di sisi pasiva
meningkat dan berdampak pada meningkatnya volume penjualan produk
pinjaman atau pembiayaan disisi aktiva. Deskripsi tersebut menegaskan
bahwa bank dengan total asset relatif besar kecenderungannya memiliki
kinerja yang lebih baik karena memiliki total revinue yang lebih besar
akibat dari penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatkan
revinue tersebut tentu akan meningkatkan laba perusahaan sehingga
dapat memperbaiki kinerja keuangan.
Namun benarkah demikian jika perbankan konvensional dengan
skala dan volume yang jauh lebih besar memiliki kinerja keuangan
(ROA) yang juga lebih baik dibandingkan dengan bank umum syariah.

60
Ahmad Buyung Nusantara, Ibid.
44

Secara spesifik disimpulkan sebuah pertanyaan apakah terdapat


perbedaan pengaruh variabel independen seperti CAR, NPL, LDR dan
BOPO terhadap ROA pada bank umum syariah dan bank umum
konvensional. Dan oleh karena itu penulis merumuskan hipotesis sebagai
berikut :
H5 : Terdapat perbedaan pengaruh CAR, NPL, LDR dan BOPO
terhadap ROA pada bank umum syariah dan bank umum
konvensional

Kerangka berfikir pada penelitian ini adalah bahwa bank ditinjau dari
aspek operasional terbagi manjadi dua yaitu bank umum konvensional dan
bank umum syariah. Setiap bank baik syariah maupun konvensional sebagai
bentuk akuntabilitasnya mengeluarkan laporan keuangan pada periode waktu
tertentu. Dari laporan keuangan tersebut dapat diketahui rasio-rasio
keuangannya, yang setidaknya adalah rasio ROA, CAR, LDR/FDR,
NPL/NPF dan BOPO. Dari rasio-rasio tersebut dapat disimpulkan bagaimana
kinerja bank yang bersangkutan.
Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh faktor-faktor berupa CAR,
NPL, LDR dan BOPO terhadap ROA pada bank umum syariah dan bank
umum konvensonal. Lalu dikembangkan dengan mengkomparasikan kinerja
keuangan antara bank syariah dengan bank konvensional berdasarkan
keadaaan ROA pada masing-masing kelompok bank tersebut. Dengan
demikian dapat dianalisis perbedaan tingkat pengaruh faktor-faktor tersebut
terhadap ROA. Jika dijabarkan dalam bentuk gambar maka dapat disajikan
seperti berikut :
45

Gambar 2.2
Kerangka berfikir
Skema Bank Umum Syariah
H1
CAR
H2
NPF
H3 ROA
FDR
H4
BOPO

H5
Skema Bank Umum Konvensional
H1
CAR
H2
NPL
H3 ROA
LDR
H4
BOPO

Sumber : didesain untuk kebutuhan penelitian ini.

I. Hipotesis
Berdasarkan pada latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuanpenelitian serta telaah pustaka seperti yang telah diuraikan tersebut di
atas,maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

H1 CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas


(ROA) bank umum syariah.
H1 CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
H2 NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H2 NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
46

H3 FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas


(ROA) bank umum syariah.
H3 LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
H4 BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum syariah.
H4 BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas
(ROA) bank umum konvensional.
H5 terdapat perbedaan pengaruh rasio CAR, NPL, LDR dan BOPO
terhadap profitabilitas (ROA) pada bank umum syariah dan bank
umum konvensional.

Anda mungkin juga menyukai