Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air dan tanah memiliki keterkaitan yang sangat erat, pada saat air hujan
sampai ke permukaan bumi, sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi)
untuk menjadi bagian dari air tanah (groundwater), sedangkan air hujan yang
tidak terserap tanah akan menjadi aliran permukaan (run-off). Tidak semua air
infiltrasi (air tanah) mengalir ke sungai atau tampungan air lainnya, melainkan ada
sebagian yang tetap tinggal dalam lapisan bagian atas (top soil) untuk kemudian di
uapkan kembali ke atmosfer melalui permukaan tanah (evaporation) dan melalui
permukaan tajuk vegetasi (transpiration) (Asdak, 2001). Dalam penelitian
Rosyidah dan Wirosoedarmo (2013) mengatakan bahwa pergerakan air dalam
tanah yang kondisinya jenuh akan mempengaruhi limpasan dan infiltrasi di daerah
tersebut, sedangkan proses pergerakan tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisik tanah dan perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi sifat fisik tanah
sehingga berpengaruh juga dalam pergerakan air dalam tanah. Suatu studi oleh
Arsyad (2000) dalam Saribun (2007), mengemukakan bahwa kemunduran sifat-
sifat fisik tanah tercermin antara lain menurunnya kapasitas infiltrasi dan
kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi
tanah dan berkurangnya kemantapan struktur tanah sehingga dapat menyebabkan
terjadinya erosi.
Erosi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, tidak terbatas pada
wilayah on site tetapi dapat juga meluas hingga wilayah off site. Seringkali erosi
berdampak meluas di dalam suatu kawasan daerah aliran sungai (DAS). Dampak
langsung, misalnya menurunnya tingkat kesuburan tanah, menyempitnya lahan
pertanian dan kehutanan produktif serta meluasnya lahan kritis. Dampak tidak
langsung dapat berupa polusi kimia dari pupuk dan pestisida, serta sedimentasi
yang dapat menurunkan kualitas perariran sebagai sumber air permukaan maupun
sebagai suatu ekosistem (Nugroho, 2002). Dalam konteks pengelolaan DAS,
kegiatan pengelolaan yang dilakukan umumnya bertujuan mengendalikan atau
2

menurunkan laju sedimentasi karena kerugian yang ditimbulkan oleh adanya


proses sedimentasi jauh lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh (Asdak,
2001).
Sub DAS Keduang sendiri dipilih karena penyumbang sedimen terbesar
adalah erosi dari sungai Keduang yaitu sekitar 33% dari total keseluruhan
sedimentasi yang ada di Waduk Gajah Mungkur (Rahman, 2012). Penelitian oleh
Ouchi (2007) dalam Maridi (2012), bahwa kondisi ekosistem daerah tangkapan
air DAS Bengawan Solo terutama pada daerah hulu Sub DAS Keduang
mengalami degradasi yang cukup parah. Jumlah sedimen yang berasal dari Sub
DAS Keduang ialah 1.218.580 m3/tahun dari total sedimen yang masuk ke waduk
Wonogiri yang berjumlah 3.178.510 m3/tahun. Sub DAS Keduang didominasi
oleh kawasan perbukitan dengan kemiringan > 30% berada pada kawasan hujan
tinggi, dipadu dengan jenis tanah latosol yang mudah mengalami erosi, dan
buruknya kecukupan/sarana konservasi baik sipil teknis maupun vegetatif di
wilayah ini. Hal ini berdampak lebih lanjut pada tingginya rata-rata kehilangan
tanah yang mencapai 5.112 ton/tahun (Ouchi, 2007 dalam Maridi, 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya laju erosi dan
sedimentasi dengan mengkaji respon unit hidrologi yang ada Sub Das Keduang
dengan menggunakan model SWAT (Soil Water Assesment Tool). SWAT
merupakan model yang digunakan untuk memprediksi pengaruh penggunaan
lahan terhadap aliran air, sedimen dan zat kimia lainnya yang masuk ke sungai
atau badan air pada suatu DAS (Neitsch et al, 2005). Sehingga berdasarkan uraian
diatas, perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai respon unit hidrologi yang ada
di Sub DAS Keduang terhadap besarnya laju erosi dan sedimentasi, dan
bagaimana kemampuan model SWAT dalam melakukan prediksi laju erosi dan
sedimentasi di Sub DAS Keduang.
3

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pola spasial hidrologic response unit (HRU) yang ada di
daerah penelitian ?
2. Bagaimana akurasi dari hasil pemodelan menggunakan model SWAT?
3. Bagaimana tingkat laju erosi dan sedimentasi yang ada di Sub DAS
Keduang ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui sebaran spasial hidrologic response unit (HRU) yang ada di
daerah penelitian.
2. Mengetahui akurasi pemodelan SWAT dalam prediksi laju erosi dan
sedimentasi.
3. Menganalisis tingkat laju erosi dan sedimentasi yang ada di Sub DAS
Keduang.

1.4 Kegunaan Penelitian


1. Memenuhi salah satu syarat akademik dalam penyelesaian program
sarjana (S1) di Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam rencana pengelolaan dan konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Solo Hulu.

1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya


1.1.1 Telaah Pustaka
a. Tanah
Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas
komponen-komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifat serta
perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja
interaksi antara iklim (i) dan jasad hidup (o) terhadap suatu bahan induk
(b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (w),
yang dapat digambarkan dalam hubungan fungsi sebagai berikut :
4

T = ƒ (i, o, b, r, w)
Dimana T adalah tanah dan masing-masing peubah adalah faktor-faktor
pembentuk tanah. Sebagai produk alami yang heterogen dan dinamik,
maka ciri dan perilaku tanah berbeda dari suatu tempat ke tempat lain,
dan berubah dari waktu ke waktu.
Ilmu tanah memandang tanah dari dua konsep utama, yaitu : (1)
sebagai hasil hancuran bio-fisiko-kimia, dan (2) sebagai habitat tumbuh-
tumbuhan. Konsep pandangan tersebut memberikan dua jalur pendekatan
dalam pengkajian tanah, yaitu pendekatan pedologi di satu jalur dan
pendekatan edafologi di jalur lain. Pedologi mengelaah tanah semata-
mata sebagai suatu benda alami dan yang mempelajari proses-proses dan
reaksi-reaksi bio-fisiko-kimia yang berperan, kandungan dan jenis serta
penyebarannya. Edafologi mempelajari tanah sebagai tempat tumbuh
tumbuhan dan penyedia unsur hara (Arsyad, 1989).
Tekstur tanah menunjukan kasar halusnya tanah. Bagian tanah
yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar (kerikil sampai
batu). Bahan-bahan tanah yang lebih halus dapat dibedakan menjadi :
Pasir : 2 mm – 50 u
Debu : 50 u – 2 u
Liat :<2u
Tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang
kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.Tanah-tanah
yang bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga
kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah
bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia dari pada tanah bertekstur
kasar (Hardjowigeno, 1987).
5

Gambar 1.1 Diagram Segitiga Tekstur Tanah (BBSDLP,2006)


b. Air Larian & Debit Aliran
Air larian (surface run-off) adalah bagian dari curah hujan yang
mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan.
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah ada yang langsung masuk ke
dalam tanah atau disebut air infiltrasi. Sebagian lagi tidak sempat masuk
ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir diatas permukaan tanah ke
tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian air hujan yang telah masuk ke
dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air
tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian
yang lebih rendah. Kedua fenomena aliran air permukaan yang disebut
terakhir disebut air larian. Bagian penting dari dari air larian yang perlu
diketahui dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian
adalah besarnya debit puncak (peak flow) dan waktu tercapainya debit
puncak, volume dan penyebaran air larian. Sebelum air dapat mengalir di
atas permukaan tanah, curah hujan terlebih dahulu harus memenuhi
keperlian air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan berbagai bentuk
cekungan tanah (surface detentions) dan bentuk penampung air lainnya.
Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampui laju
infiltrasi air ke dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai
6

mengisi cekungan-cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air


pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas
permukaan tanah dengan bebas. Ada bagian air larian yang berlangsung
agak cepat untuk selanjutnya membentuk aliran debit. Bagian air larian
lain, karena melewati cekungan-cekungan permukaan tanah sehingga
memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan beberapa minggu sebelum
akhirnya menjadi aliran debit (Asdak, 2001).
Kecepatan dan laju aliran permukaan dipengaruhi oleh berbagai
faktor dan komponen siklus air. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
a. Curah hujan : jumlah, intensitas, dan distribusi
b. Temperatur
c. Tanah : tipe, jenis substratum, dan topografi
d. Luas daerah aliran
e. Tanaman/tumbuhan penutup tanah
f. Sistem pengelolaan tanah
Pengaruh faktor-faktor tersebut demikian kompleksnya. Meskipun
semuanya dapat diketahui, keadaan aliran permukaan yang terjadi hanya
mungkin dapat dihitung sampai mendekati keadaan sebenarnya. Jika
keadaan setempat telah diteliti untuk beberapa waktu, prediksi yang lebih
tepat tentang keadaan aliran permukaan dapat dilakukan (Arsyad, 2010).
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam
sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dtk). Dalam laporan-laporan teknis, debit aliran biasanya
ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu
perilaku debit sebagai respons adanya perubahan karakteristik biogeofisik
yang berlangsung daam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan
DAS) dan/atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim
lokal (Asdak, 2001).
7

c. Erosi
Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached)
dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin dan
gravitasi (Hardjowigeno, 1987). Dua penyebab utama terjadinya erosi
adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia.
Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses
erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara
alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media
yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman.
Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang
tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan
pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain,
pembuatan jalan didaerah dengan kemiringan lereng besar (Asdak,
2001). Proses erosi terdiri dari tiga bagian yang berurutan yaitu
pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan
pengendapan (sedimentation). Beberapa tipe erosi permukaan yang
umum dijumpai di daerah tropis adalah :
Erosi percikan (splash erosion) adalah proses terkelupasnya
partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas
atau sebagai air lolos. Tenaga kinetik tersebut ditentukan oleh dua hal,
massa dan kecepatan jatuh air. Tenaga kinetik bertambah besar dengan
bertambahnya besarnya diameter air hujan dan jarak antara ujung daun
penetes (driptips) dan permukaan tanah (pada proses erosi di bawah
tegakan vegetasi).
Erosi kulit (sheet erosion) adalah erosi yang terjadi ketika lapisan
tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air
hujan dan air larian (runoff). Tipe erosi ini disebebkan oleh kombinasi air
hujan dan air larian yang mengalir ke tempat yang lebih rendah.
Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan
pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang
8

terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air. Hal ini terjadi ketika air


larian masuk ke dalam cekungan permukaan tanah, kecepatan air larian
meningkat, dan akhirnya terjadilah transpor sedimen. Tipe erosi alur
umumnya dijumpai pada lahan-lahan garapan dan dibedakan dari erosi
parit (gully erosion) dalam hal erosi alur dapat diatasi dengan cara
pengerjaan/pencangkulan tanah. Hal ini tidak dapat dilakukan terhadap
erosi parit.
Erosi parit (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih
dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi
parit dapat diklasifikasikan sebagai parit bersambungan dan parit
terputus-putus. Erosi parit terputus dapat dijumpai didaerah bergunung.
Erosi parit bersambungan berawal dari terbentuknya gerusan-gerusan
permukaan tanah oleh air larian ke arah tempat yang lebih tinggi dan
cenderung berbentuk jari-jari tangan.
Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah pengikisan tanah
pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air
sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah oleh
adanya gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada
tebing sungai.

d. Sedimentasi
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan,
erosi parit, atau jenis erosi lainnya. Sedimen umumnya mengendap
dibagian bawah kaki bukit, didaerah genangan banjir, di saluran air,
sungai dan waduk. Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya
sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang
diukur pada periode waktu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya
diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended
sediment) atau dengan pengukuran langsung didalam waduk.
Sedimen yang sering dijumpai didalam sungai, baik terlarut dan
tidak terlarut, adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk
9

yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama perubahan iklim.


Hasil pelapukan batuan induk tersebut dikenal sebagai partikel-partikel
tanah. Oleh karena pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air
permukaan (untuk kasus di daerah tropis), partikel-partikel tanah tersebut
dapat terkelupas dan terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk
kemudian masuk ke dalam sungai dan dikenal sebagai sedimen. Oleh
adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi ke daerah hilir
dapat menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi dan
terbentuknya tanah-tanah baru di pinggir-pinggir dan di delta-delta
sungai. Dengan demikian proses sedimentasi dapat memberikan dampak
yang menguntungkan dan merugikan. Dikatakan menguntungkan karena
pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat
menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru
didaerah hilir. Tetapi, pada saat bersamaan aliran sedimen juga dapat
menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan. Dalam
konteks pengelolaan DAS, kegiatan pengelolaan dilakukan umumnya
bertujuan mengendalikan atau menurunkan laju sedimentasi karena
kerugian yang ditimbulkan oleh adanya proses sedimentasi jauh lebih
besar dari pada manfaat yang diperoleh (Asdak, 2001).

e. Ekosistem Daerah Aliran Sungai


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-
komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan.
Sistem tersebut mempunyai sifat tertentu, tergantung pada jumlah dan
jenis komponen penyusunnya. Besar-kecilnya ukuran ekosistem
tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan pada ekosistem
tersebut. Daerah Aliran Sungai dapat dianggap sebagai suatu ekosistem.
Ekosistem terdiri atas komponen biotis dan abiotis yang saling
berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur. Dengan demikian,
dalam suatu ekosistem tidak ada satu komponenpun yang berdiri sendiri,
melainkan mempunyai keterkaitan dengan komponen lain, langsung atau
10

tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen ekosistem


selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain. Manusia
adalah satu komponen yang penting. Sebagai komponen yang dinamis,
manusia dalam menjalankan aktivitasnya seringkali mengakibatkan
dampak pada salah satu komponen lingkungan, dan dengan demikian
mempengaruji ekosistem secara keseluruhan. Selama hubungan timbal-
balik antar komponen ekosistem dalam keadaan seimbang, selama itu
pula ekosistem berada dalam kondisi stabil. Sebaliknya, bila hubungan
timbal-balik antar komponen-komponen lingkungan mengalami
gangguan, maka terjadilah gangguan ekologis.

Gambar 1.2 Hubungan Biofisik Daerah Hulu & Hilir DAS (Asdak, 2001)

Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya


dibagi menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Ekosistem hulu
merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan
terhadap seluruh bagian DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi
fungsi tata air. Oleh karena itu, DAS hulu seringkali menjadi fokus
perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS,
daerah hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik antara daerah hulu
dan hilir suatu DAS (Asdak, 2001).
11

f. SWAT (Soil Water Assessment Tool)


SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold
pada awal tahun 1990-an untuk pengembangan Agricultural Research
Service (ARS) dari USDA. Model tersebut dikembangkan untuk
melakukan prediksi dampak dari manajemen lahan pertanian terhadap
air, sedimentasi dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang
kompleks dengan mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna
lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS setelah melalui periode yang
lama.

Gambar 1.3 Representasi Siklus Hidrologi (Neitsch et.al.2005)

SWAT memungkinkan untuk diterapkan dalam berbagai analisis


serta simulasi dalam suatu DAS. Informasi data masukan pada tiap sub
das kemudian dilakukan pengelompokan atau disusun dalam kategori :
iklim, unit respon hidrologi (HRU), tubuh air, air tanah, dan sungai utama
sampai pada drainase pada sub das. Unit respon hidrologi pada tiap subdas
terdiri dari variasi penutup lahan, tanah dan manajemen pengelolaan.
12

Simulasi hidrologi pada daerah aliran sungai dapat dibagi menjadi


2 yaitu :
1. Fase lahan pada daur hidrologi yang mengatur jumlah air, sedimen,
unsur hara dan pestisida pada pengisian saluran utama pada tiap sub
das.
2. Fase air pada daur hidrologi yang berupa pergerakan air, sedimen
dan lainnya melalui saluran sungai pada DAS menuju outlet.
13

1.1.2 Penelitian Sebelumnya


Peneliti dan Jenis Data yang
Judul Tujuan Metode Daerah Penelitian Hasil
Universitas Penelitian diambil
Edi Junaidi, dkk Penggunaan Model Jurnal 1.Mengindentifikasi Sub Das dan SWAT Das Cisadane, Pengumpulan 1.Pembentukan Sub Das dan Unit
Institut Pertanian Hidrologi SWAT dalam Penelitian penggunaan lahan yang menyebabkan Prop. Jawa Barat data primer Lahan (HRUs)
Bogor pengelolaan Das Hutan dan permasalahan pada Das Cisadane. (survey) dan 2.Kalibrasi model (debit simulasi
Cisadane Konservasi 2.Mengevaluasi impelementasi data sekunder dan aktual)
alam (Vol.9 perencanaan pengelolaan Das 3.Karakteristik Hidrologi Das
No.3 2012) Cisadane berdasarkan 3 instansi yang Cisadane
berwenang 4.Identifikasi Sub Das dan HRUs
yang berpotensi menyebabkan
permasalahan di Das Cisadane
5.Evaluasi Perencanaan
Pengelolaan Das Cisadane
T.Ferijal, Prediksi hasil Limpasan Jurnal 1. 1.Memprediksi besarnya limpasan SWAT Sub Das Kreung Pengumpulan 1.Analisa sensivitas, kalibrasi dan
Universitas Syiah Permukaan dan Laju Agrista permukaan dan sedimen yang Jreu, Aceh data primer kehandalan model
Kuala Erosi dari Sub Das Vol.16 dihasilkan oleh Sub Das Kreu Jreu, (survey) dan 2.Dampak perubahan curah hujan
Kreung Jreu No.1 2012 Aceh data sekunder dan tata guna lahan terhadap erosi
menggunakan model 2. 2.Memprediksi dampak perubahan 3.Skenario perubahan curah hujan
SWAT curah hujan serta tata guna lahan 4.Skrenario perubahan tata guna
terhadap limapasan permukaan dan lahan
sedimen
14

Peneliti dan Jenis Data yang


Judul Tujuan Metode Daerah Penelitian Hasil
Universitas Penelitian diambil
Maulana Ibrahim Analisis Debit Sungai Skripsi 1.Melakukan analisis debit sungai SWAT Das Cipasauran, Data Sekunder 1.Kalibrasi dan validasi antara debit
Rau dengan menggunakan ,2012 dengan menggunakan model SWAT Banten simulasi dan observasi
Institut Pertanian model SWAT pada Das untuk memperkirakan ketersediaan air 2.Analisis Debit Sungai
Bogor Cipasauran, Banten baku di Das Cipasauran

Emiyati, Hydrologic Response Tesis,2012 1.Mendapatkan pola spasial unit SWAT Daerah Aliran CI Data Sekunder 1.Perubahan penutup lahan
Universitas Unit (HRU) dan Debit respon hidrologi (HRU) di DA CI Rasea 2.Pola spasial unit respon hidrologi
Indonesia Aliran Daerah Aliran Ci Rasea, thn 1997,2003 dan 2008 (HRU)
Rasea 2.Mendapatkan karakteristik debit 3.Simulasi debit aliran
aliran yang dihasilkan dari unit respon
hidrologi (HRU) di DA CI Rasea
dengan menggunakan model SWAT
3.Mendapatkan hasil kalibrasi dan
validasi hasil debit model SWAT
dengan data lapangan
15

Peneliti dan Jenis Data yang


Judul Tujuan Metode Daerah Penelitian Hasil
Universitas Penelitian diambil
Bakhtiar,dkk Pengaruh Curah Hujan Jurnal 1.Mengetahui pengaruh curah hujan SWAT Das Citarum 1.Data Sekunder 1.Grafik perbandingan aliran
Universitas Rata-rata Tahunan MKTS, rata-rata tahunan terhadap indeks erosi Hulu, Jawa Barat permukaan simulasi dan observasi
Gunadarma terhadap Indeks Erosi vol.19 no.1 dan umur waduk 2.Grafik perbandingan debit aliran
dan Umur Waduk pada 2013 sumulasi dan observasi
Das Citarum Hulu 3.Grafik perbandingan sedimen
simulasi dan observasi
4.Validasi model
5.Umur efektif waduk
Gunadi Firdaus, Analisis Respon Tesis,2014 1.Menganalisis respon hidrologi SWAT Sub Das 1. Data 1.Kondisi Biofisik
Institut Pertanian Hidrologi terhadap berdasarkan kondisi biofisik Das Lengkong, Desa Sekunder 2.Kalibrasi dan validasi model
Bogor Penerapan Teknik terutama kondisi tutupan lahan Pasirbuncir, 3.Analisis respon hidrologi
Konservasi Tanah di Sub sebelum dilakukan penerapan kegiatan Kec.Caringin, terhadap kondisi biofisik
Das Lengkong teknik konservasi tanah Kab.Bogor 4.Analisis respon hidrologi
menggunakan model 2.Menganalisis respon hidrologi terhadap skenario teknik konservasi
SWAT berdasarkan penerapan skenario teknik tanah
konservasi tanah
16

Peneliti dan Jenis Data yang


Judul Tujuan Metode Daerah Penelitian Hasil
Universitas Penelitian diambil
Nugroho Perencanaan Konservasi Makalah, 1.Membuat perencanaan konservasi SWAT Das Serang Data Primer dan 1.Peta sebaran Hydrologic
Christanto, dkk dan Monitoring Respon Seminar Das Serang Sekunder Response Unit (HRU)
Universitas Das Serang dengan Nasional 2.Monitoring respon Das Serang 2.Grafik rata-rata debit harian
Gadjah Mada Model SWAT Geografi simulasi dan observasi dan sedimen
UMS 2015 total
3.Penerapan teknik konservasi dan
penggunaan lahan
17

1.6 Kerangka Pemikiran

I
N
Pertumbuhan P
Iklim
Penduduk U
T

Lereng Tanah Penggunaan


Lahan

Sifat Biofisik
Vegetasi P
Tanah R
O
S
Konduktivitas Infiltrasi E
Hidrolik Jenuh S

`Sungai Aliran Permukaan

O
U
T
Debit aliran Sedimentasi Erosi P
U
T

Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Peneliti (2015)

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan teknologi yang semakin


modern, mengakibatkan kebutuhan akan penggunaan tanah untuk tempat tinggal
dan pangan pada kawasan budidaya akan semakin meningkat. Perubahan tata
guna lahan yang dalam penerapannya tidak memperhatikan aspek lngkungan akan
menyebabkan menurunnya kualitas lahan. Hal ini adalah satu akibat adanya
degradasi lahan. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali menyebabkan
berkurangnya ataupun hilangnya vegetasi yang ada. Hal ini akan menyebabkan
proses infiltrasi oleh tanah semakin besar dan berkurangnya daerah resapan air.
18

Perubahan tata guna lahan secara tidak langsung akan menyebabkan


perubahan sifat biofisik tanah. Hal ini juga akan mempengaruhi pergerakan air
dalam tanah atau biasa disebut dengan konduktivitas hidrolik jenuh. Air hujan
yang turun dan tidak dapat diserap lagi oleh tanah akan menyebabkan adanya
aliran permukaan. Aliran permukaan yang besar dan tidak adanya vegetasi yang
mengurangi laju aliran permukaan akan menyebabkan terjadinya erosi yang
membawa partikel-partikel tanah yang dihancurkan oleh air hujan yang dibawa
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Debit aliran terjadi karena adanya
sumbangan aliran air dari air hujan yang langsung ke sungai dan air larian
permukaan akibat laju curah hujan yang lebih besar dibandingkan dengan laju
infiltrasi oleh tanah.
Hasil dari erosi yang berupa partikel-partikel yang dihancurkan dan
terangkut oleh aliran permukaan biasa disebut dengan sedimentasi. Sedimentasi
inilah yang nantinya dbawa oleh aliran sungai ke daerah hilir. Hal inilah yang
akan menyebabkan pendangkalan sungai, saluran irigasi dan waduk. Dan tentunya
akan lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan keuntungan yang
didapatkan.
19

1.7 Metode Penelitian


1.1.3 Alat dan Bahan
a. Alat
1. Laptop spesifikasi Intel(R) Core i5-3210M CPU @ 2.50GHz
2. Software Arcgis 10.1
3. ArcSwat
4. SwatCup
5. Microsoft Word
6. Microsoft Excel
7. Printer
8. Peralatan survey

b. Bahan
1. Peta Administrasi Kab. Wonogiri
2. Peta Penggunaan Lahan tahun 2014
3. Peta Jenis Tanah
4. Data DEM (Digital Elevation Model)
5. Data Cuaca dan Klimatologi tahun 2001 – 2014
- Data curah hujan harian (mm)
- Data temperatur maksimum dan minimum harian (oC)
- Data kelembaban udara harian (%)
- Data radiasi matahari harian (MJ m-2 hari-1)
- Data kecepatan angin harian (m s-1)
6. Data Debit aktual harian
7. Data Debit Suspensi

1.1.4 Tahap Penelitian


a. Tahap Persiapan
Tahap awal yang dilakukan yaitu dengan melakukan studi literatur
yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, diantaranya
tentang Ilmu Tanah, Hidrologi, SWAT dan Metode Penelitian. Literatur
20

tersebut dapat bersumber dari buku, jurnal penelitian, dan informasi


lainnya yang bisa didapatkan dari internet.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan metode survey analitis. Dalam survei analitis, data yang
digunakan benar-benar bersifat kuantitatif dan analisisnya menggunakan
media statistik yang canggih dan memungkinkan peneliti mampu
mengungkapkan sesuatu gejala yang berada/bersembunyi dibalik data-
data tersebut berdasarkan analisis statistik (Sabari Yunus, 2010).

b. Tahap Pengumpulan data


Pada tahapan ini, yaitu mengumpulkan data sekunder yang
nantinya akan digunakan untuk penelitian. Diantaranya peta penggunaan
lahan, peta jenis tanah, data kontur, data cuaca dan klimatologi yang
didapatkan dari instansi-instansi terkait.

c. Tahap Observasi
Pada tahapan ini merupakan tahapan dimana hasil dari pembuatan
HRU (Hidrologic Response Unit) dengan menggunakan program
Arcswat, dilakukan survey untuk pengambilan sampel tanah untuk
mengetahui karakteristik sifat tanah yang nantinya dihasilkan dari uji
laboratorium diantaranya bulk density, tekstur, c-organik, kadar air, dan
permeabilitas. Metode yang digunakan untuk penentuan jumlah dan
lokasi sampel tanah yaitu Purposive Sampling. Sedangkan untuk
pengambilan sampel tanah sendiri menggunakan metode sampel tanah
tak terganggu dengan menggunakan ring sampel dan terganggu. Dari
metode sampling ini, sampel tanah yang diambil yaitu pada tiap
karakteristik HRU dominan yang ada di setiap jenis tanah.

d. Tahap Pengolahan
Untuk memprediksi erosi oleh hujan dan aliran permukaan, model
SWAT menggunakan Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE),
yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari Universal Soil Loss
Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith
21

(1978). Berbeda dengan USLE yang menggunakan energi kinetik hujan


untuk dasar perhitungan erosi, MUSLE menggunakan faktor aliran untuk
prediksi hasil sedimen, sehingga Sediment Delevery Ratio (SDR) tidak
diperlukan lagi karena faktor aliran sudah mempresentasikan penggunaan
energi untuk pemecahan dan pengangkutan sedimen (Neitsch et al,2005).
Hasil sedimen pada model SWAT dihitung menggunakan
persamaan :

Sed = 11.8 (Qsurf. Qpeak. Areahru)0.56 .Kusle. Cusle. Pusle . LSusle.CFRG........(1)

Dimana, Sed adalah hasil sedimen harian (ton), Qsurf adalah volume
aliran permukaan ( mm ha-1), Qpeak adalah debit puncak aliran permukaan
(m3 S-1), Areahru adalah luas dari HRU (ha), Kusle adalah USLE faktor
erodibilitas tanah, Cusle adalah USLE faktor tutupan lahan, Pusle adalah
USLE faktor pengelolaan, LSusle adalah USLE faktor topografi, dan
CFRG adalah faktor kekasaran fragmen.

Wischmeier et al (1971) dalam Asdak (2001) mengembangkan


persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan
tingkat erodibilitas tanah seperti berikut :

K100 = 0.00021. M1.14 . (12-OM) + 3.25 (Csoilstr – 2)+2.5 (Ks - 3) ....(2)

dimana, K = erodibilitas tanah, OM = persen unsur organik, M =


persentase ukuran partikel, Csoilstr = kode klasifikasi struktur tanah, Ks
= konduktivitas hidrolik jenuh.
Persentase bahan organik dihitung dengan persamaan :

OM = 1.72 . orgc .......................................................(3)

dimana, orgc adalah presentase kandungan bahan organik (%)


Persentase ukuran partikel (M) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :

M = (% debu + % pasir halus) x (100 - % liat) ...............................(4)


22

Faktor C menunjukan keseluruhan pengaruh dari vegetasi, seresah,


kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah
yang hilang (erosi) (Asdak, 371). Selanjutnya pada SWAT memodifikasi
Cusle dengan persamaan :

Cusle= exp([ln(0.8) – ln(Cuslemn)] . exp[-0.0115.rsdsurf]+ln[Cuslemn])....(7)

dimana, Cuslemn adalah nilai Cusle faktor pengelolaan tanaman, rsdsurf


adalah jumlah residu dipermukaan tanah (kg ha-1).
Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah (Pusle) adalah nisbah
antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan
konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang
diolah tanpa tindakan konservasi (Asdak, 374).
Faktor LS merupakan rasio antara tanah yang hilang dari suatu
petak dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku.
Tanah dalam petak baku tersebut (tanah gundul, curamnya 9%, panjang
22m, tanpa usaha pencegahan erosi) mempunyai nilai LS = 1
(Hardjowigeno 1987, hal. 155). Nilai LS dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan :

LSusle = (Lhill/22.1)m . (65.41 . sin2(αhill) + 4.56 . sin αhill + 0.065) ........(8)

dimana, Lhill adalah panjang lereng (m), m adalah bilangan eksponensial,


αhill sudut kemiringan (%). Sedangkan m dapat diketahui melalui
persamaan :

m = 0.6 . (1 – exp [-35.835.slp]) ...........................................(9)

dimana, slp adalah kemiringan dari HRU, slp dapat diketahui dengan
persamaan :
slp = tan αhill .........................................(10)
Faktor fragmen coarse (CFRG)

CFRG = exp (-0.053 . rock) .........................................(11)


23

dimana, rock adalah presentase jumlah batuan pada lapisan pertama (%).
Perhitungan akumulasi aliran dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode SCS Curve Number (Bilangan Kurva) sebagai
berikut :

Qsurf = (Rday – ia )2
(Rday – ia +S)2 .........................................(12)

dimana, Q adalah akumulasi aliran permukaan pada hari i (mm), R day


adalah tingi curah hujan pada yang sama (mm), Ia adalah kehilangan
awal akibat simpanan permukaan, intersepsi dan infiltrasi (mm) dan S
adalah parameter retensi (mm). Parameter retensi tersebut dihitung
menggunakan persamaan berikut:

S = 2.44 x ( 100 ) – 10
CN .........................................(13)

dimana, CN adalah bilangan kurva untuk berbagai komplek


penutup/penggunaan lahan. Menurut Neitsch dkk, 2005 nilai Ia adalah
0,2 S sehingga dengan menggunakan persamaan 1 dan 2 maka aliran
permukaan menjadi:

Qsurf = (Rday – 0.2 S)2


(Rday + 0.8 S)2 .........................................(14)
24

Tabel 1.1 Bilangan Kurva (BK) Aliran Permukaan pada Berbagai


Penggunaan Lahan dan Kelompok Tanah
Penggunaan lahan / Kondisi Kelompok Tanah
Kode hidrologi A B C D
Buruk 48 67 77 83
Belukar / Frst Sedang 35 56 70 77
Baik 30 48 65 73
Buruk 45 66 77 83
Hutan / Frse Sedang 36 60 73 79
Baik 30 55 70 77
Buruk 72 81 88 91
Ladang / Agrc
Baik 67 78 85 89
Buruk 68 79 86 89
Padang Rumput / Past Sedang 49 69 79 84
Baik 39 61 74 80
Buruk 48 67 77 83
Perkebunan / Agrl Sedang 35 56 70 77
Baik 30 48 65 73
Permukiman / Urban 31 59 72 79
Buruk 63 74 82 85
Sawah / Rice
Baik 61 73 81 84
Tanah kosong / Barr 77 86 91 94
Sumber : Neitsch et.al, 2005

Tabel 1.2 Kelompok Tanah Menurut NRCS


Kelompok Laju infiltrasi
Karakteristik
Tanah (mm/jam)
Potensi air larian paling kecil. Laju infiltrasi
A tinggi (pasir, pasir berlempung, lempung 8 - 12
berpasir).
B Potensi air larian kecil. Laju infiltrasi sedang 4-8
25

(lempung berdebu, lempung)


Potensi air larian sedang. Laju infiltrasi
C 1-4
rendah (lempung pasir berliat)
Potensi air larian tinggi. Infiltrasi paling
D 0-1
rendah (lempung berliat, lempung berdebu).
Sumber : Asdak, 2001

Untuk menentukan laju puncak aliran permukaan menggunakan


metode SCS yang dikemukakan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika
Serikat (US-SCS,1973) dalam Arsyad (2010) dengan menggunakan
persamaan :

Qpeak = ( 0,0021 Qsurf A ) / Tp .........................................(15)

dimana, Qsurf adalah volume aliran permukaan dalam m3, A adalah luas
daerah aliran sungai dalam (ha), dan Tp adalah waktu puncak dalam jam.

Waktu untuk mencapai puncak dalam jam (Tp) dapat dihitung


dengan persamaan :

Tp = D/2 + TL .........................................(16)

dimana, D adalah waktu (lamanya) hujan lebih dalam jam, T L adalah


waktu tenggang dalam jam.

Untuk menghitung waktu (lamanya) hujan lebih dalam jam (D),


dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dari (Seyhan,1990) :

R = 380 D0.5 .........................................(17)

dimana, R adalah curah hujan dalam (mm)


Dan untuk mengetahui waktu tenggang dalam jam (TL), dihitung
dengan menggunakan persamaan US-SCS yang disusun oleh McCuen
(1978), dalam Arsyad (2010) :
26

TL = L0.8 ( S + 1 )0.7 .........................................(18)


0.5
1900 Y

dimana, L adalah panjang hidrolik dalam ( kaki ), S adalah retensi


maksimum dalam ( inci ) dan Y adalah kemiringan permukaan dalam
(%).

e. Tahap Kalibrasi, Validasi dan Analisis


Pada tahapan ini, analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif
dan kuantitatif (model statistik). Analisis deskriptif dilakukan dengan
menggunakan respon unit hidrologi (HRU) sebagai unit analisis,
sehingga dapat diketahui pengaruh dari respon unit hidrologi (HRU)
terhadap laju erosi dan sedimentasi yang ada di Sub DAS Keduang.
Hasil dari simulasi yang dihasilkan dengan menggunakan model
SWAT dilakukan analisis kuantitatif dengan membandingkan hasil
simulasi model dengan data aktual. Software yang digunakan untuk
analisis kalibrasi dan validasi yaitu SWATCUP.
Model statistik yang digunakan untuk menguji model yaitu dengan
menggunakan persamaan efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) dan koefisien
determinasi dalam (Putra, 2015) :

NS = 1 - Σni=1 (Qobs – Qcal )2


Σni=1 (Qobs - obs )2 ........................................(19)

dimana, Qobs adalah variable data aktual, Qcal adalah variable simulasi
dan obs adalah variabel data aktual rata-rata.

R2 = Σni-1 (Qobs - obs)(Qcal - cal)


2

√ Σni-1 (Qobs - obs)


2
Σni-1 (Qcal - cal)
2
………….(20)

dimana, Qobs adalah variabel data aktual, obs adalah variabel data akutal
rata-rata, Qcal adalah variabel hasil simulasi dan cal adalah variable hasil
simulasi rata-rata.
27

Tabel 1.3 Kriteria Nilai Statistik Nash-Sutcliffe (NS)


Kriteria NSE
Sangat baik 0.75 < NSE < 1.00
Baik 0.65 < NSE < 0.75
Memuaskan 0.50 < NSE <0.65
Kurang memuaskan NSE ≤ 0.50
Sumber : Moriasi et al (2007) dalam Putra (2015)
28

1.8 Diagram Aliran Penelitian

Tahap Persiapan

Data iklim Tanah Data Penggunaan Data Debit


kontur lahan

1. DEM
2. Jaringan Sungai
3. Outlet
Tahap Observasi & 4. Batas Sub DAS
Pengolahan Data 5. Lereng

HRU
(Respon Unit Hidrologi)

Mengisi Input Uji


Sampel Tanah
Tabel Laboratorium

Run SWAT

Tahap Analisis
Output Model

Kalibrasi
No
Model

Yes
Validasi
Keterangan
Model
: Input

: Proses

Laju Erosi Sedimentasi


: Output

Gambar 1.5 Diagram Alir Penelitian

Anda mungkin juga menyukai