Anda di halaman 1dari 18

PENGAMATAN AKTIVITAS RUMINANSIA

(Laporan Akhir Produksi Ternak Daging)

Oleh

Nina Yelly Tamara

1914241001

NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN TERNAK

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
I. PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Usaha dalam bidang petenakan kaming banyak keuntungan yang bisa diperoleh
pelaku usaha bersangkutan. Kambing merupakan salah satu jenis ternak
ruminansia penghasil daging yang cukup potensial. Kambing dapat
memanfaatkan bahan alami dan hasil ikutan industri yang tidak dikonsumsi oleh
manusia sebagai bahan pakan. Kambing yang baik untuk diternakkan atau
dipelihara tergantung dari tujuan kita beternak atau memelihara kambing. Jika
hanya sebagai usaha sambilan untuk cepat memperoleh anak dan setelah besar
langsung di jual sebagai ternak potong, kiranya dapat dimulai dengan kambing
kacang berhubung produksi dagingnya memadai. Bila tujuannya untuk produksi
daging dan susu, maka kambing yang dipelihara yaitu kambing Peranakan Etawah
(PE) atau Etawah Tulen untuk daerah panas, dan peranakan Saanen untuk daerah
pegunungan.

Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk perkembangan ,


pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan
menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa karena
mengandung zat gizi yang dibutuhkan ternak. Jenis pakan yang diberikan pada
ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering diberikan
pada ternak ruminansia antara lain berupa: seperti rumput, legume (daun lamtoro
dan turi) dan konsentrat (makanan penguat). hijauan segar.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :


1. Mahasiswa dapat menghitung konsumsi pakan ternak

2. Mahasiswa dapat menimbang dan menghitung pertambahan bobot tubuh ternak

3. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi lingkungan yang nyaman untuk


pertumbuhan ternak

4. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh pakan dan iklim terhadap tubuh ternak.

1.3 Tempat dan Waktu

Adapun praktikum ini dilakukan di kediaman Mbah Margono, Jl. Karya Bakti,
Gg. Melati, Sinar Harapan, Kel. Rajabasa, Kec. Rajabasa, Kab. Bandar Lampung
pada tanggal 21 April-21 Mei 2021.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Hasil

Adapun hasil dari pengamatan aktivitas ternak ini yaitu :

Tabel 1. Pengamatan PBBH

Bobot Awal Bobot Akhir PBBH


Ternak (Kg) (kg) (Kg/Hari)
1 16,9 17,4 0,0166
2 14,1 15,6 0,05

Tabel 2.Lama Makan dan Frekuensi Makan Per hari

Hari 1
Ternak lama
frekuensi
jam menit
1 6 20 18
2 6 16 23

Tabel 3.Rata-rata pakan yang diberikan dan yang dikonsumsi kan per hari

hari 1
ternak Pemberian sisa konsumsi
Hijauan Konsentrat hijauan konsentrat hijauan konsentrat
1 400 gr 0 132.7 gr 0 267.3 gr 0
265.38
2 396,8 gr 0 131.42 gr 0 gr 0
Tabel 5.Temperatur kandang

hari pengamatan
waktu
hari 1
08:00 28⁰
12:00 31.2⁰
16:00 27.8⁰

Tabel 6.kelembapan kandang

hari pengamatan
waktu
hari 1
08:00 79%
12:00 74%
16:00 80%

Tabel 7. Rata-rata frekuensi respirasi/periode

hari 1
ternak waktu
08.00 12.00 16:00
1 52/menit 48/menit 68/menit
2 55/menit 49/menit 69/menit

Tabel 8.Rata-rata Pulsu/ periode

hari 1
ternak waktu
08.00 12.00 16:00
1 119/menit 105/menit 130/menit
2 120/menit 107/menit 135/menit
Tabel 9.Rata-rata Temperatur Rektal/periode

hari 1
ternak waktu
08.00 12.00 16:00
1 39.6 39.8 39.7
2 38.6 39 39.5

Tabel 10.Frekuensi Urinasi/Hari

ternak hari pengamatan


1 7 kali
2 4 kali

Tabel 11.Frekuensi Defikasi/Hari


ternak hari pengamatan
1 8 kali
2 6 kali

Tabel 12.Rata-rata lama remastikasi dan frekuensi/hari

hari 1
ternak
lama frekuensi rerata
1 03.02 menit 16 kali
2 02.45 menit 14 kali

Tabel 13.frekuensi Tiduran/hari

ternak hari 1
1 10 kali
2 13 kali
Tabel 14.Lama Tiduran/hari

ternak hari 1
1 43.35 menit
2 46.53 menit

2.2 Pembahasan

2.2.1 Menghitung Konsumsi Pakan

Menurut Parakkasi (2001) tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah


jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Tingkat konsumsi dapat
menggambarkan palatabilitas. Lebih lanjut Tillman et al. (1989) konsumsi adalah
jumlah pakan yang dimakan ternak yang akan digunakan untuk mencukupi
kebutuhan hidup pokok dan produksi. Aktivitas konsumsi meliputi proses mencari
pakan; mengenal dan mendekati pakan; proses bekerjanya indra ternak terhadap
pakan; proses memilih pakan dan proses menghentikan makan.

Ternak ruminansia seperti kambing membutuhkan serat kasar dan protein untuk
memenuhi ransum dalam pakan nya yaitu sumber serat kasar adalah hijauan segar.
Oleh Karena itu, pada kambing penggemukan di butuhkan hijauan yang lebih
banyak untuk pertumbuhan yang lebih cepat dan biaya yang minim.

Menurut Tomaszewska, et al. (1993) jumlah konsumsi pakan merupakan faktor


penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang
didapat ternak. Pada ternak yang sedang tumbuh, kebutuhan zat-zat makanan akan
bertambah terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai sampai
batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan (Siregar, 1984).

Berdasarkan pengamatan konsumsi pakan 2 kambing dalam sehari, terdapat


peredaan jumlah pakan yang dikosumsi. Pada kambing pertama diberi pakan
berupa hijauan sebanyak 400 gr dengan sisa pakan sebanyak 132.7 gr, pakan yang
dikonsumsi sebanyak 267.3 gr. Lama makan yaitu 6 jam 20 menit dengan
frekuensi 18. Pada kambing kedua, pemberian pakan berupa hijauan sebanyak
396,8 gr dengan sisa pakan sebanyak 131.42 gr gr, pakan yang dikonsumsi
sebanyak 265.38 gr. Lama makan yaitu 6 jam 16 menit dengan frekuensi 23.

Kearl (1982), menyatakan bahwa konsumsi BK untuk hidup pokok kambing


dengan berat 20 sampai 25 kg yaitu antara 540-640 gram. Berdasarkan referensi
tersebut, konsumsi kambing yang diamati sudah hampir terpenuhi.

Hubungan yang umum diketahui antara kandungan serat dan aktivitas mengunyah
adalah meningkatnya resistensi partikel terhadap pengunyahan dengan
meningkatnya kandungan serat pakan. Atau dengan kata lain semakin tinggi
kandungan serat pakan maka akan meningkatkan lama makan dan lama ruminasi
(Zhao dkk., 2009). Dalam hal ini kambing mengkonsumsi hijauan yang berarti
memiliki kandungan serat yang tinggi mempengaruhi lama makan. Lama makan
adalah jumlah waktu (jam) yang digunakan ternak kambing percobaan untuk
mengonsumsi pakan dalam waktu 24 jam.

Bisa dilihat dari data pengamatan tersebut bahwa kambing pertama


mengkonsumsi lebih banyak pakan. Perbedaan konsumsi pakan ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu ternak, pakan dan
lingkungan, lebih lanjut Siregar (1984) menambahkan jenis kelamin dan aktivitas
juga mempengaruhi tingkat konsumsi.

Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh
faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur
lingkungan. Palatabilitas juga dapat mempengaruhi konsumsi makan kambing.
Palatabilitas itu sendiri adalah sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat
dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang
dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin,
manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya
tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.

Selera ternak merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan


lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi ini dengan cara mengkonsumsi
pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang
membahayakan ternak itu sendiri.

Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat
pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini dapat
mempengaruhi jumlah konsumsi pakan, yang dimana hijauan yang diberikan
kepada kaming harus dipotong potong agar kambing juga lebih mudah
mencernanya.

2.2.2 Penimbangan ternak

Menurut Rahmat D. (2006), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh merupakan


sifat kuantitatif yang ekspresinya ditentukan oleh banyak pasang gen dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh merupakan
indikator pertumbuhan. Pertumbuhan seekor ternak dimanifestasikan dengan
berubahnya ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan secara bersamaan. Selain
digunakan untuk mementukan kondisi ternak, bobot badan dan ukuran-ukuran
tubuh sering digunakan sebagai kriteria seleksi. Ukuran tubuh yang sering
dijadikan kriteria seleksi diantaranya adalah lingkar dada,panjang badan dan
tinggi pundak.

Berdasarkan pengukuran bobot badan kambing adalah bobot badan awal pada
kambing pertama yaitu 16,9 kg dan bobot akhir 17,4 kg. Selama 1 bulan, kambing
pertama mengalami pertambahan bobot badan sebesar 0,5 kg yang berarti
pertambahan bobot badan harian mencapai 0,0166 kg/hari.

Pada kambing kedua, bobot badan perharinya bertambah sebesar 0,05 kg dengan
bobot badan awal yaitu 14,1 kg dan bobot badan akhir mencapai 15,6 kg. Ini
menunjukkan pertambahan bobot badan selama 30 hari sebanyak 1,5 kg.

Perbedaan PBB tersebut diakibatkan oleh tingkat konsumsi BK yang berbeda


pula, selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yakni
pada kambing pertama mengkonsumsi pakan dalam sehari sebanyak 267.3 gr
sedangkan kambing kedua mengkonsumsi pakan hijauan sebanyak 265.38 gr per
hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurasih (2005) bahwa pertambahan bobot
badan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, hal ini yang
dimaksud adalah penilaian pertambahan bobot badan ternak sebanding dengan
ransum yang dikonsumsi.

2.2.3 Pengamatan Fisiologi Lingkungan

Pengamatan fisiologi lingkungan meliputi temperature kandang dan kelemapan


kandang. Hasil pengamatan pada temperatur udara di lingkungan kandang selama
sehari di;peroleh hasil pada jam 08.00 WIB yaitu 28⁰C, pada jam 12 00 WIB suhu
kandang sebesar 31.2⁰C, lalu pada jam 16.00 WIB suhu mencapai 27.8⁰C.
Menurut Qisthon dan Widodo (2015), daerah termonetral kambing adalah 18-
30⁰C.Hasil pengamatan dari kelembaban udara di lingkungan kandang, diperoleh
hasil pada jam 08.00 WIB yaitu 79%, pada jam 12 00 WIB kelembapan sebesar
74%, lalu pada jam 16.00 WIB kelembapan mencapai 80%. Sodiq (2008)
menyatakan bahwa kelembaban relatif 60--80 %. Kelembaban dan suhu kandang
masih berada dalam keadaan normal, kecuali suhu kandang pada pukul 12.00
yakni 31,2⁰C yang disebabkan cuaca yang sangat panas apalagi pada tengah hari.

Fisiologi lingkungan terutama suhu dan kelembaban kandang atau Temperature


Humidity Index (THI) dapat mempengaruhi aktivitas ternak. Jika suhu dan
kelembaban kandang terlalu tinggi makan akan mengakibatkan terjadinya stress
panas pada ternak. Efek negatif stres panas secara metabolisme akan terjadi
perubahan pH darah karena pergeseran dari konduktif ke konvektif dan terjadi
proses pendinginan dari cahaya untuk menguapkan pendinginan (De Rensis et al.,
2015). Efek metabolisme untuk menguapkan pendinginan yang meningkat, akan
menyebabkan sapi terengah-engah sehingga akan mengubah secara kritis
keseimbangan karbonat menjadi bikarbonat yang diperlukan untuk pemeliharaan
pH darah. Efek terengah-engah tersebut disebabkan oleh hilangnya bikarbonat
dalam air liur dengan pengurangan pH saliva yang akan mengubah efek
fermentasi pada rumen sehingga terjadi perubahan kesimbangan kadar asam yang
akan berefek negatif terhadap fertilitas yang memengaruhi kinerja reproduksi.
Akibat lebih lanjut dari stres panas, menyebabkan konsumsi pakan berkurang
yang akan memengaruhi konsentrasi hormon dalam darah sebagai metabolisme
utama dan faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan folikel yang
normal (Igono et al., 1990). Dengan itu, konsumsi pakan akan berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan pada kambing.

2.2.4 Pengamatan Fisiologi Ternak

Pengamatan fisiologi ternak meliputi rata-rata frekuensi respirasi/periode, rata-


rata pulsu/ periode, temperatur Rektal/periode, frekuensi urinasi /hari, frekuensi
defekasi/hari, rata-rata lama remastikasi dan frekuensi/hari, frekuensi tiduran/hari,
lama tiduran/hari.

Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan mengamati kembang kempisnya


perut atau dengan mendekatkan punggung telapak tangan ke dekat hidung ternak.
Diukur selama satu menit menggunakan stopwatch dan counter, diulang sebanyak
tiga kali. Pengamatan ini dilakukan pada 2 kambing, kambing pertama diamati
pada jam 08.00 dengan hasil 52/menit, pada jam 12.00 hasilnya 48/menit, dan
terakhir pada jam 16.00 yaitu 68/menit. Kambing kedua didapatkan hasil pada jam
08.00 yaitu 55/menit, pada jam 12.00 hasilnya 49/menit, pada jam 16.00 hasilnya
69/menit. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Frandson (1996) yang menyatakan
bahwa kisaran normal respirasi pada kambing 26 - 54 kali/menit. Jika suhu terlalu
panas maka akan terjadi peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan
meningkatnya aktivitas otot-otot respirasi sehingga mempercepat pemompaan
darah ke permukaan tubuh dan selanjutnya akan terjadi pelepasan panas tubuh.
Respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu respon fisiologis akibat
perubahan temperatur lingkungan, suhu tubuh, ukuran tubuh dan keadaan bunting.

Pengukuran pada denyut jantung dilakukan dengan meletakkan stetoskop pada


bagian toraks dada sebelah kiri dekat jantung dalam posisi ternak berdiri dan
menghitung detak pulsa atau suara korothkov selama 1 menit secara duplo.
Pengamatan ini diulang sebanyak tiga kali, dilakukan pada pukul 08.00, 12.00,
dan 16.00.
Pengamatan kambing pertama pada pukul 08.00 hasilnya 119/menit, pada pukul
12.00 sebanyak 105/menit, dan pada pukul 16.00 yaitu 130/menit. Selanjutnya
kambing kedua diamati, hasilnya tidak jauh berbeda dengan kambing pertama.
Pada jam 08.00 yaitu 120/menit, pada pukul 12.00 hasilnya 107/menit, dan pada
pukul 16.00 menghasilkan deyut 135/menit. Menurut Frandson (1996) kisaran
normal denyut jantung kambing 70 - 135 kali/menit, berdasarkan literasi tersebut
berarti bahwa denyut jantung pada ke-2 kambing yang saya amati termasuk dalam
kategori normal. Menurut Esmay (1978), bila terjadi cekaman panas akibat
temperatur lingkungan yang cukup tinggi maka akan menyebabkan frekuensi
pulsus ternak akan meningkat.

Pengukuran pada temperatur rektal dilakukan dengan cara memasukkan


termometer tubuh digital yang sudah dinolkan kedalam rektum kira-kira
sepertiganya dan ditunggu sampai termometer berbunyi kemudian dilakukan
pembacaan angka secara duplo. Penelitian ini diulang sebanyak tiga kali,
dilakukan pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00.

Pengamatan kambing pertama pada pukul 08.00 hasilnya 39.6⁰C, pada pukul
12.00 yaitu 39.8⁰C, dan pada pukul 16.00 yaitu 39.7⁰C. Selanjutnya kambing
kedua diamati, hasilnya tidak jauh berbeda dengan kambing pertama. Pada jam
08.00 yaitu 38.6⁰C, pada pukul 12.00 hasilnya 39⁰C, dan pada pukul 16.00 yaitu
39.5⁰C. Menurut Frandson (1996) suhu rektal kambing pada kondisi normal
adalah 38.5 - 40 C., berdasarkan literasi tersebut berarti bahwa denyut jantung
pada ke-2 kambing yang saya amati termasuk dalam kategori normal.

Pengamatan frekuensi urinasi kambing dilakukan dengan mengamati selama1


hari. Pada kambing pertama, pengamatan frekuensi urinasi sebanyak 7 kali dalam
sehari, sedangkan pada kambing kedua sebanyak 4 kali. Untuk pengamatan
frekuensi defekasi kambing pertama sebanyak 8 kali dalam sehari, sedangkan
pada kambing kedua seanyak 6 kali.

Rata-rata lama remastikasi dan frekuensi/hari kambing pertama yaitu 03.02 menit
seanyak 16 kali, kambing kedua 02.45 menit sebanyak 14 kali. Seekor domba
rata-rata melakukan ruminasi selama delapan jam, walaupun aktivitas ini bisa
dikendalikan sesuai kehendak, misalnya remastikasi pada saat pengeluaran bolus
bergantung juga pada keadaan sekitar. Bolus yang terbentuk setelah regurgitasi
dan pengunyahan akan dikeluarkan untuk diremastikasi. Material yang di
regurgitasi biasanya terdiri atas hijauan dan cairan. Satu kali remastikasi biasanya
berlangsung rata-rata satu menit (Frandson, 1993). Hal ini menunjukan
penyimpangan dari literature tersebut yang kemungkinan terjadi kesalahan saat
mengamati lama remastikasi dan frekuensi/hari. Pada umumnya remastikasi
biasanya dilakukan saat ternak sedang istirahat.

Lama istirahat adalah waktu (jam) yang digunakan ternak kambing percobaan
untuk beristirahat (tidak melakukan aktifitas makan, ruminasi, berjalan) dalam
waktu 24 jam. Pada pengamatan ini kambing pertama melakukan istirahat/tiduran
sebanyak 10 kali selama 43.35 menit, sehingga dalam sehari rataan lama istirahat
yaitu 7.06 jam. Kambing kedua istirahat/tiduran sebanyak 13 kali selama 46.53,
sehingga dalam sehari rataan lama istirahat yaitu 9.12 jam. Kisaran lama istirahat
tersebut berada pada kisaran normal. Menurut Jalali dkk, (2012) yaitu 9,9 sampai
12,3 jam per hari.
III. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari laporan ini yaitu :

3.1 Lama dan frekuensi makan perhari memiliki hubungan erat dengan rata rata
pakan yang dikonsumsi perhari, pakan hijauan yang dipotong potong akan lebih
mudah dimakan oleh ternak sehingga pakan yang dikonsumsi pun lebih banyak.
Hasil dari pengamatan ini berada dalam kisaran normal.

3.2 Penimbangan pertambahan bobot badan kambing pertama yaitu 1,6 kg selama
sebulan (PBBH 0,533 kg/hari). Kambing kedua pertambahan bobot badannya
sebanyak 1,5 kg selama 1 bulan (PBBH 0,5 kg/hari).

3.3 Pengamatan fisiologi lingkungan meliputi temperature kandang dan


kelemapan kandang. Hasil pengamatan berada dalam kisaran normal. Kondisi
lingkungan yang baik yaitu daerah termonetral kambing dengan suhu 18-30⁰C dan
kelembaban relatif 60--80 %.

3.4 Semakin tinggi kandungan serat pakan maka akan meningkatkan lama makan
dan lama ruminasi ternak. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk
butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan
seutuhnya sehingga konsumsi pakan meningkat dan kambing juga lebih mudah
mencernanya. Iklim yang panas dapat mempengaruhi fisiologis ternak, makin
cepat denyut nadi, respirasi, makin sering ternak tiduran dan juga menyebakan
suhu rektal naik.
DAFTAR PUSTAKA

De Rensis F, Garcia-Ispierto I, Lopez-Gatius F. 2015. Seasonal heat stress:


clinical implications and hormone treatments for the fertility of dairy cows.
Theriogenology 84:659-666.

Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-3. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh: B. Srigandonob & K.
Praseno). 600-609

Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B,


Praseno K, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari:
Anatomy Physiology of Farm Animals. hlm 409-418.

Igono MO, Johnson HD. 1990. Physiological stress index of lactating dairy cows
based on diurnal pattern of rectal temperature. Journal of Interdisciplinary
Cycle Research 21(4):303-320.

Jalali AR, Noorgaard P, Weisbjerg MR, Nielsen MO. 2012. Effect of forage
quality on intake, chewing activity, faecal particle size distribution, and
digestibility of neutral detergent fibre in sheep, goats and ilamas. Small
Ruminant Res. 103:143151.

Kearl, L. C. 1982. Nutrition Requirement of Ruminant in Developing Country.


International Feedstuffs Institute. Utah Agriculture Experiment Station,
Utah State University, Logan. Utah.

Nurasih, E., 2005. Kecernaan Zat Makanan dan Efisiensi Pakan pada Kambing
Peranakan Ettawa yang Mendapat Ransum dengan Sumber Serat Berbeda.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Parakkasi, A. 2001. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia. Jakarta.

Qisthon, A.dan Y. Widodo. 2015. Pengaruh peningkatan rasio konsentrat dalam


ransum kambing Peranakan ettawah di lingkungan panas alami terhadap
konsumsi ransum, respons fisiologis dan pertumbuhan. Journal of Zootek.
Vol 35(2): 351--360.

Rahmat, D. 2006. Analisis dan Pengembanganb Pola Pemuliaan (Breding


Scheme) Doma Priangan Yang Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor.

Siregar, S. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan


pertumbuhan kambing dan domba lokal di daerah Yogyakarta. Majalah Ilmu
dan Peternakan, I (5) : 176-183.

Sodiq, A. 2008. Sukses Menggemukkan Domba. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hari., R. Soedomo., P. I.Soeharto dan L. Soekanto. 1989. Ilmu


Makanan Ternak Dasar.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tomaszewska,M.W.,I..M Mastika., A. Djajanegara., S. Gardiner dan T.R


Wiradarya.1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas
Maret University Press,Surakarta.

Zhao X, Peng F, Cheng K, Liu D. 2009. Enhancement of the enzymatic


digestibility of sugarcane bagasse byalkali–peracetic acid pretreatment.
Enzyme and Microbial Technology. 44 (1):17-23.
LAMPIRAN
Gambar 1. Foto bersama peternak Gambar 2. Penimbangan

Gambar 3. Bobot kambing 1 Gambar 4. Bobot kambing 2

Gambar 5. Pulsus/ periode Gambar 6. Temperatur Rektal

Gambar 7. Kambing 1 Gambar 8. Kambing 2 Gambar 7. Kambing tiduran

Anda mungkin juga menyukai