Anda di halaman 1dari 3

A.

Ancaman Hukuman Mati Terhadap Tersangka Kasus Tindak Pidana Korupsi

di Masa Pandemi Covid-19

Sebagai upaya penanggulangan tindak pidana korupsi sebagai kejahatan

yang luar biasa, pembuat undang-undang memformulasikan beberapa hal

penting, yang dianggap dapat dipakai sebagai alat untuk menjerat dan

mendatangkan efek jera kepada pelaku salah satunya yaitu pidana mati. Namun,

kebijakan formulasi ini tidak diikuti oleh kebijakan aplikasi. Hakim tindak pidana

korupsi enggan untuk menerapkan ancaman pidana mati terhadap pelaku tindak

pidana, meskipun telah nyata negara dirugikan milyaran, bahkan trilyunan

rupiah, dan banyak anggota masyarakat kehilangan kesempatan untuk

menikmati kesejahteraan akibat tindak pidana tersebut. 1

Pada kasus korupsi yang baru-baru ini terjadi, terkait Kasus Korupsi Dana

Bansos untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek tahun 2020, yang

menyeret nama Menteri Sosial, Juliari Batubara. Banyak pihak yang kemudian

mengangkat wacana hukuman mati sebagai hukuman yang tepat untuk

dijatuhkan kepada tersangka kasus korupsi tersebut. Karena banyak orang yang

meyakini bahwa satu-satunya cara untuk menanggulangi masalah korupsi yaitu

dengan memberikan hukuman seberat-beratnya, salah satunya yaitu dengan

diberikan hukuman mati. Hanya saja dalam pelaksanaannya, pada umumnya

hampir tidak ada Hakim yang menjatuhkan pidana mati karena dikaitkan dengan

alasan yang memberatkan maupun meringankan dan faktor meringankannya

jauh lebih dominan dilihat dari batas hukuman tertinggi, pendidikan, dan lain-

1
Elsa R. M. Toule, “Eksistensi Ancaman Pidana Mati dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi”,
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3, No. 3, Tahun 2013, hlm. 105-106.
lain.2 Hingga saat ini, banyak perangkat hukum yang tidak bermuara pada

keadilan dan tidak melindungi rakyat. Secara sadar, hukum dibuat tidak berdaya

untuk menyentuh pejabat tinggi yang korup, mereka malah mendapat dan

menikmati privilage karena diperlakukan istimewa. Merajalelanya korupsi adalah

karena faktor perangkat hukumnya yang lemah.3

Ancaman hukuman mati terhadap tersangka tindak pidana korupsi diatur

dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: 4

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan


memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Dalam penjelasan frasa “keadaan tertentu” itu sebagai pemberatan

hukuman jika korupsi dilakukan, diantaranya dalam keadaan bencana alam

nasional, pengulangan tindak pidana korupsi, negara dalam keadaan krisis

ekonomi dan moneter.5 Mengingat dengan diterbitkannya Keppres Nomor 12

Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus
2
Monang Siahaan yang dikutip oleh Oksidelfa Yanto, “Penjatuhan Pidana Mati Pelaku Tindak Pidana
Korupsi Dalam Keadaan Tertentu (Death Penalty To Corruptors In A Certain Condition)”, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 14, No. 1, Tahun 2017, hlm. 53.
3
Evi Hartanti, 2012. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 3.
4
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5
Anisa Mufida, “Polemik Pemberian Hukuman Mati Pelaku Korupsi di Tengah Pandemi Covid 19”,
‘Adalah: Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 4, No. 1, Tahun 2020, hlm. 226.
Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional. Maka, jika menurut isi

pasal 2 ayat (2) tersebut, seharusnya para tersangka korupsi dana bansos

Covid-19 dapat dikenakan ancaman hukuman mati karena memenuhi unsur

“dilakukan dalam keadaan tertentu” dalam hal ini maksudnya kasus korupsi

tersebut dilakukan saat Indonesia sedang dalam masa kedaruratan Covid-19

yang oleh Keppres Nomor 12 Tahun 2020 telah ditetapkan sebagai Bencana

Nasional Non-Alam.

Pelaku korupsi dana bansos Covid-19 telah merugikan keuangan negara

dan juga terutama sangat merugikan masyarakat yang seharusnya menjadi

sasaran dari bantuan sosial tersebut. Sehingga pelaku dapat dikenakan

hukuman pidana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1), karena kejahatan

tersebut dilakukan dimasa kedaruratan Covid-19 yang telah ditetapkan sebagai

bencana nasional, dan memenuhi unsur “keadaan tertentu” yang termuat dalam

pasal 2 ayat (2) maka hukuman pidana mati dapat pula dijatuhkan.

Anda mungkin juga menyukai