Herry Widyastono
Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemdikbud
Jl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta
(herrywidyastono@yahoo.com)
diterima: 09 April 2013; dikembalikan untuk direvisi: 23 April 2013; disetujui: 02 Mei 2013
Abstrak: Korupsi, terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia, dan telah merasuk di berbagai sendi kehidupan.
Upaya pemberantasan korupsi mulanya dilakukan dengan lebih mengandalkan jalur hukum , belakangan ini
juga dilakukan melalui jalur pendidikan untuk melahirkan generasi bersih korupsi. Tujuan kajian ini adalah: (1)
memberikan gambaran strategi implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah pada masa kini (masa penerapan
Kurikulum 2006), dan (2) pada masa yang akan datang (masa penerapan Kurikulum 2013). Hasil kajian
menyimpulkan bahwa strategi implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah pada masa penerapan Kurikulum
2006 dilakukan melalui: (1) penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah yang transparan, profesional, dan
akuntabel; (2) penerapan strategi pembelajaran dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi ke dalam
pembelajaran: (a) mata pelajaran yang relevan, (b) muatan lokal, dan (c) pengembangan diri, karena nilai-nilai
antikorupsi belum terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum 2006; dan (3) partisipasi masyarakat dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan strategi implementasi pendidikan antikorupsi di
sekolah pada masa penerapan Kurikulum 2013 dapat dilakukan melalui: (1) penyelenggaraan manajemen
berbasis sekolah yang transparan, profesional, dan akuntabel, (2) implementasi Kurikulum 2013 secara efektif,
karena nilai-nilai antikorupsi sudah terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum 2013, dan (3) partisipasi
masyarakat dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Abstract: Corruption occurs in many countries, including in Indonesia, and it has penetrated into the various
aspects of life. Efforts to combat corruption initially were performed with greater reliance on legal means, but
recently they were also done through education to bring about the corruption-free generation. The purpose of
this study was : (1) to provide an overview of the implementation of anti-corruption education strategies in schools
in the present (era of Curriculum 2006 implementation), and (2) to provide an overview of the implementation of
anti-corruption education strategies in schools in the future (era Curriculum 2013 implementation). Results of the
study concluded that the implementation of anti-corruption education strategies in schools during the
implementation of Curriculum 2006 was conducted through: (1) the implementation of transparent, professional,
and accountable school-based management , (2) the application of learning strategies by integrating anti-corruption
values into learning of (a) a relevant subject, (b) local content, and (c) self capacity building, since the anti-
corruption values were not explicitly accommodated in Curriculum 2006, and (3) to identify the participation
community in the utilization of information and communication technology. While the implementation of anti-
corruption education strategies in schools during the implementation of Curriculum 2013 can be done through:
(1) the implementation of transparent, professional, and accountable school-based management, (2) the effective
implementation of Curriculum 2013, because the anti-corruption values are accommodated explicitly in curriculum
2013, and (3) participation in the utilization of information and communication technology.
194
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
Sedangkan versi Political and Economic Risk No Negara Skor No Negara Skor
Consultancy (PERC), Indonesia negara terkorup di 1 Indonesia 8.32 9 China 6.16
antara 14 negara di Asia. Skor PERC berupa skala 2 Thailand 7.63 10 Makau 5.84
antara nol (0) untuk negara yang sangat bersih hingga 3 Kamboja 7.25 11 Korea Selatan 4.64
sepuluh (10) untuk negara yang sangat korup. Skor 4 India 7.21 12 Jepang 3.99
5 Vietnam 7.11 13 Amerika Serikat 2.89
tingkat korupsi Indonesia di antara 14 negara di Asia
6 Filipina 7.00 14 Australia 2.4
pada tahun 2009 seperti pada Tabel 2 (Wijayanto, 7 Malaysia 6.70 15 Hongkong 1.89
2009a). 8 Taiwan 6.47 16 Singapura 1.07
195
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
Hampir seluruh survei menempatkan Indonesia mengemukanya isu korupsi dalam agenda reformasi,
sebagai negara dengan tingkat korupsi yang sangat korupsi langsung menjadi salah satu topik yang
tinggi. Skor tingkat korupsi Indonesia pada tahun 2008 mendominasi liputan media nasional (World Bank,
dan 2009 versi Global Integrity Index (GI Index), 2003), sampai saat ini.
Corruption Perception Index (CPI), Politic Economic Dari zaman ke zaman sesungguhnya selalu ada
Risk Cnsultancy (PERC), Global Corruption orang korup, tetapi bedanya pada era orde baru tidak
Barometer (GCB), Worldwide Governance Indicator ada media massa yang memberitakannya, sedangkan
(WGI), seperti pada Tabel 3 (Wijayanto, 2009a). pada era reformasi para koruptor ditangkap, dihabisi,
dan diberitakan di berbagai media massa.
Tabel 3. Skor Tingkat Korupsi Indonesia Dalam beberapa dekade bisa dikatakan upaya
pemberantasan korupsi di berbagai negara dilakukan
Indeks Skor Sangat Sangat Skor dalam
dengan lebih mengandalkan upaya hukum (lawyer
Korup Bersih Skala0-100%
approach). Bahkan, sejumlah negara telah
GI Index (2008) 69.00 0 100 69.0% menghalalkan hukuman mati bagi pelaku tindak
CPI (2008) 2.60 0 10 26.0% pidana korupsi. Upaya hukum merupakan salah satu
PERC (2009) 8.32 10 0 16.8% pendekatan yang penting, tetapi akan lebih berhasil
GCB (2009) 3.70 5 0 26.0% apabila dikombinasikan dengan berbagai pendekatan
WGI (2008) 0.64 -2.5 2.5 37.2% lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir mulai
menguat perhatian banyak pihak terhadap perlunya
upaya preventif yang lebih menyentuh masyarakat
Berkenaan dengan data-data di atas, apakah tingkat
akar rumput sekaligus melahirkan generasi bersih
korupsi di Indonesia semenjak era reformasi justru
korupsi, salah satunya melalui jalur pendidikan.
semakin memburuk? Belum tentu!, karena semasa
Pendidikan, dalam arti luas, pada hakikatnya akan
era Orde Baru, korupsi adalah wilayah yang amat
selalu eksis sepanjang kehidupan manusia dan secara
ditabukan untuk diliput pers, terlebih untuk kasus-
simultan memperbaiki kualitas kemanusiaan manusia,
kasus yang melibatkan pejabat tinggi. Media yang
melalui perbaikan pengetahuan, keterampilan, dan
memberitakan, akan langsung diberangus. Seperti
sikap (moral).
kasus yang menimpa majalah Tempo. Gara-gara
Pendidikan antikorupsi mulai dirintis
menurunkan laporan utama tentang berbagai dugaan
implementasinya di sekolah pada tahun 2010 pada
korupsi di balik pembelian kapal perang eks Jerman
masa penerapan Standar Isi 2006 (selanjutnya di sini
Timur, surat izin usaha penerbitan pers (SIUPP)
diberi istilah masa penerapan Kurikulum 2006). Hal
majalah Tempo dicabut Menteri Penerangan Harmoko
ini diperkuat dengan Instruksi Presiden Nomor 17
pada 21 Juni 1994. Alasannya tidak jelas, hanya
Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
disebutkan telah membahayakan stabilitas nasional
Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, yang
dan menyimpang dari semangat Pers Pancasila.
menugaskan Kementerian Pendidikan dan
Buntutnya, majalah Tempo mati suri selama empat
Kebudayaan sebagai penanggung jawab untuk
tahun lebih dan baru terbit kembali pada awal Oktober
melakukan aksi berupa pengajaran antikorupsi
1998 setelah era reformasi tiba (Steele, 2005).
sebagai sisipan dalam kurikulum karakter bangsa
Reformasi memang mengubah segalanya.
pada pendidikan dasar dan menengah, dengan
Kebebasan berpendapat mendapatkan ruang,
sasaran berupa pengintegrasian nilai-nilai antikorupsi
lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan berbagai
dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah
kelompok masyarakat sipil tumbuh dengan subur.
(Sekretariat Negara, 2011), karena nilai-nilai
Pers Indonesia menghirup udara bebas. Indonesia
antikorupsi belum terakomodasi secara eksplisit
tumbuh menjadi salah satu negara yang memiliki pers
dalam Kurikulum 2006 (Departemen Pendidikan
paling bebas di kawasan Asia. Sejalan dengan
Nasional, 2006).
196
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
Selanjutnya, pogram pemerintah pada tahun 2013 tingkat tertentu, pemberian itu dianggap sah-sah saja,
akan mengimplementasikan Kurikulum 2013 secara namun perlu disadari bahwa pemberian tersebut
bertahap dan terbatas. Bertahap, artinya baru akan biasanya terkait dengan kepentingan pemberi
diterapkan di kelas I, IV, VII, dan X, sedangkan kelas sehubungan dengan jabatan yang dipangku oleh
lainnya masih menggunakan Kurikulum 2006; penerima. Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi
terbatas, artinya tidak semua kelas I, IV, VII, dan X pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi,
pada setiap sekolah harus menerapkannya, tetapi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
hanya terbatas pada sekolah-sekolah tertentu saja penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
(sekolah sasaran), yang disebabkan antara lain cuma, dan fasilitas lainnya dapat digolongkan sebagai
karena keterbatasan anggaran untuk pelatihan guru gratifikasi. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri
dan tenaga kependidikan lainnya serta untuk atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap
penggandaan bukunya. Berbeda dengan Kurikulum apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
2006, dalam Kurikulum 2013 nilai-nilai antikorupsi berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
sudah terakomodasi secara eksplisit (Kementerian (Undang-Undang No. 20 Tahun 2001).
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013), yakni Definisi korupsi yang paling banyak diacu,
terakomodasi dalam Kompetensi Inti-I (KI-1) dan termasuk oleh World Bank dan UNDP adalah “the
Kompetensi Inti-2 (KI-2). KI-1 berisi sikap spiritual, abuse of publik office for private gain”. Dalam arti yang
terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman lebih luas definisi korupsi adalah penyalahgunaan
dan bertakwa; KI-2 berisi sikap sosial, terkait tujuan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau
membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, privat yang merugikan publik dengan cara-cara
mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab (Nuh, bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku
2013). (Pope, 1997).
Sehubungan dengan hal-hal di atas, maka perlu Arti harfiah dari kata korupsi ialah kebusukan,
dilakukan kajian tentang implementasi pendidikan keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
antikorupsi di sekolah, yang masalahnya adalah: (1) tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Dalam
Bagaimana implementasi pendidikan antikorupsi di Kamus Umum Bahasa Indonesia korupsi diartikan
sekolah pada masa kini (masa penerapan Kurikulum perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,
2006? dan (2) pada masa yang akan datang (masa penerimaan uang sogok, dan sebagainya”
penerapan Kurikulum 2013)? (Poerwadarminta, 1982). Dengan demikian dapat
Mengacu pada masalah tersebut maka tujuan disimpulkan bahwa korupsi yaitu penyalagunaan
kajian ini adalah memberikan gambaran tentang: (1) kepercayaan yang diberikan orang lain, untuk
implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah pada kepentingan pribadi.
masa penerapan Kurikulum 2006, dan (2) pada masa Korupsi dapat terjadi jika tiga hal terpenuhi, yaitu:
penerapan Kurikulum 2013. (1) seseorang memiliki kekuasaan untuk menentukan
kebijakan publik dan melakukan administrasi
Kajian Literatur dan Pembahasan kebijakan tersebut, (2) adanya economic rents, yaitu
Korupsi manfaat ekonomi yang ada sebagai akibat kebijakan
Korupsi sering kali berawal dari kebiasaan yang publik tersebut, dan (3) sistem yang ada membuka
tidak disadari, misalnya penerimaan hadiah oleh peluang terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik
pejabat penyelenggara negara/pegawai negeri sipil yang bersangkutan. Apabila satu dari ketiga parameter
dalam suatu acara pribadi atau pemberian suatu ini tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi tidak bisa
fasilitas tertentu yang tidak wajar dari rekanan. Hal dikategorikan sebagai tindakan korupsi (Arvin, 2001).
semacam ini semakin lama akan menjadi kebiasaan, Ahli lain menyatakan, korupsi hanya akan terjadi jika
cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan dua hal terjadi secara bersamaan, yaitu: (1) adanya
keputusan oleh pejabat yang bersangkutan. Pada keinginan untuk korupsi (willingness to corrupt),
197
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
merupakan faktor yang sifatnya internal tetapi bisa kebijakan publik, (3) suap kepada lembaga peradilan
dipengaruhi oleh hal-hal eksternal, dan (2) untuk mempengaruhi keputusan terkait dengan
kesempatan untuk korupsi (opportunity to corrupt), kasus-kasus besar, (4) suap kepada pejabat bank
merupakan faktor yang sifatnya eksternal (Wijayanto, sentral untuk mempengaruhi kebijakan moneter, dan
2009b). Korupsi dapat dimulai dari mana saja: suap (5) sumbangan kampanye illegal untuk partai politik
ditawarkan kepada pejabat, atau sebaliknya pejabat (World Bank, 2002a).
meminta (atau bahkan dengan cara memaksa) uang Korupsi kecil sering disebut survival corruption
pelicin. Orang menawarkan suap karena ia atau corruption by need, adalah korupsi yang
menginginkan sesuatu yang bukan haknya dan ia dilakukan oleh pegawai pemerintah guna mendukung
menyuap pejabat bersangkutan supaya pejabat itu kebutuhan hidup sehari-hari, akibat pendapatan yang
mau mengabaikan peraturan, atau karena ia yakin tidak memadai (Pope.1997).
pejabat bersangkutan tidak akan mau memberikan Korupsi dengan alasan apapun merupakan
kepadanya apa yang sebenarnya menjadi haknya tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Pemberantasan
tanpa imbalan uang. korupsi kecil sama strategisnya dengan
Terdapat ratusan, bahkan ribuan jenis tindakan pemberantasan korupsi besar, mengingat: (1) kendati
yang bisa dikategorikan sebagai korupsi, yang dapat nilai kerugian setiap kejadian relatif kecil, tetapi
dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu dikarenakan jumlah kejadian yang masif, total
korupsi besar (grand corruption) dan korupsi kecil kerugian yang diderita oleh negara dan masyarakat
(petty corruption). Tidak ada landasan teori yang pasti akibat korupsi ini sangat besar; (2) korupsi kecil
sebagai dasar penggolongan tersebut, tetapi prinsip menyangkut sisi kehidupan sehari-hari masyarakat,
yang dapat dijadikan acuan adalah besaran dana, apabila tidak segera ditanggulangi maka masyarakat
modus operandi, serta level pejabat publik yang akan menganggap korupsi sebagai bagian dari
terlibat di dalamnya (Wijayanto, 2009b). keseharian mereka, yang akan menciptakan
Korupsi besar adalah korupsi yang dilakukan oleh masyarakat yang permisif dan toleran terhadap
pejabat publik tingkat tinggi menyangkut kebijakan korupsi. Apabila ini terjadi, upaya untuk melibatkan
publik dan keputusan besar di berbagai bidang, masyarakat secara aktif dalam memberantas korupsi
termasuk bidang ekonomi. Korupsi besar disebut juga akan semakin sulit dilaksanakan; (3) korupsi kecil
corruption by greed atau korupsi akibat keserakahan menyemai korupsi besar. Pejabat tingkat bawah yang
karena para pelaku umumnya sudah berkecukupan terlibat korupsi, bila tidak tertangkap, dengan
secara materiil. Korupsi ini menyebabkan kerugian berjalannya waktu dapat menjadi pejabat lebih tinggi
negara yang sangat besar secara finansial maupun dengan diskresi kekuasaan yang besar. Ada
nonfinansial. Modus operandi yang umum terjadi kecenderungan seseorang akan mengulangi
adalah kolusi antara kekuatan ekonomi, kekuatan kejahatan yang pernah dilakukannya bahkan
politik, dan para pengambil kebijakan publik. Melalui melipatgandakan ukuran kejahatannya sepanjang ada
pengaruh yang dimiliki, kelompok kepentingan tertentu kesempatan sehingga meningkakan potensi
mempengaruhi pengambil kebijakan guna terjadinya korupsi besar (Wijayanto. 2009b).
mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan Setiap komponen bangsa hendaknya dilibatkan
kelompoknya. Apabila pengaruh kelompok tersebut dalam perang bersama melawan korupsi. Mereka
begitu besar dan seolah dapat mengontrol proses yang berada di area bisnis dapat dimulai dengan
perumusan kebijakan publik, fenomena ini sering memperbaiki cara berbisnis, para pendidik
disebut dengan state capture atau elit capture. State menerapkan governance yang baik di sekolah dan
capture dapat terjadi dalam berbagai bentuk, di mengajarkan perilaku antikorupsi kepada peserta
antaranya yaitu: (1) suap kepada anggota DPR untuk didik, para peneliti mencoba mendalami aspek apa
mempengaruhi peraturan perundang-undangan, (2) saja yang bisa dimanfaatkan untuk memberantas
suap kepada pejabat negara untuk mempengaruhi korupsi, media memberitakan kasus korupsi secara
198
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
tepat, guru dan kepala sekolah mengatakan “tidak” diharapkan hukuman bagi pelaku korupsi yang
kepada orang tua siswa yang ingin menyuapnya, setimpal akan mampu menimbulkan deterren effect
anggota DPR bersikap transparan dan akuntabel berupa rasa takut, dan efek jera yang dapat mencegah
terhadap konstituennya, dan masyarakat melaporkan seseorang dari tindakan korupsi, dikarenakan rasa
setiap kasus korupsi dan tidak tergerak untuk takut akan hukuman fisik (penjara) maupun sanksi
memberikan suap kepada para pegawai publik. sosial (rasa malu); (2) Pendekatan preventif, yang
Terdapat banyak teori tentang pendekatan dalam dapat diimplementasikan dalam dua cara: (a)
memberantas korupsi, tetapi paling tidak ada tiga melakukan perbaikan sistem pada sektor publik
pendekatan yang populer. Pendekatan yang diambil maupun sektor swasta, dengan mewujudkan good
umumnya merupakan kombinasi dari beberapa governance yang diharapkan akan mengurangi
pendekatan yang dilaksanakan secara bersamaan bahkan menutup peluang terjadinya korupsi. Akan
dengan titik berat yang berbeda. Tiga pendekatan tetapi sistem yang baik tanpa diimbangi dengan
tersebut adalah: (1) Pendekatan hukum (lawyer kualitas moral para individu yang menjalankan sistem
approach), pendekatan ini mengedepankan tidak akan menghasilkan output yang
penyusunan peraturan perundang-undangan yang menggembirakan. Sehingga muncul upaya (b) yaitu
rinci dan jelas yang dilengkapi dengan penegakan upaya perbaikan moral melalui pendidikan (Sofia dan
hukum yang ketat; (2) Pendekatan pengusaha Haris, 2009).
(businessman approach), pendekatan ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah
menekankan bahwa kejujuran bisa diciptakan dan merumuskan nilai-nilai luhur untuk membangun
setiap individu bisa diubah menjadi individu jujur asal karakter antikorupsi. Pemikiran ini dihasilkan atas
disediakan insentif yang sesuai. Dengan memberikan dasar asumsi bahwa terjadinya tindak pidana korupsi
insentif yang memadai bagi individu yang tidak karena tidak konsistennya kita pada nilai-nilai
melakukan korupsi diharapkan korupsi dapat ditekan; kejujuran, disiplin, tanggung jawab, etos kerja yang
(3) Pendekatan budaya (cultural approach). rendah, konsumtif/ingin selalu bermewah-mewah
Pendekatan ini menekankan bahwa budaya (hedonis), minta dilayani (tidak mandiri), dan mental
berpotensi untuk mempengaruhi sudut pandang menerabas. Semua ini akan menimbulkan sikap dan
masyarakat. Ketika masyarakat menganggap bahwa perilaku tidak peduli, tindakan semena-mena, dan
korupsi sebagai “aib”, mereka akan turut berperan berjiwa “pengecut” yang hanya mementingkan jalan
dalam menekan tingkat korupsi. Peran tersebut dapat pintas. Oleh karena itu, nilai-nilai antikorupsi yang
diwujudkan dalam berbagai tindakan, dari yang paling dikembangkan KPK terdiri atas 9 butir seperti pada
sederhana misalnya dengan menghindarkan diri dari Tabel 4 (KPK, 2008, dalam Puskurbuk, 2012).
upaya menyuap guru, kepala sekolah, polisi, atasan,
hingga turut membongkar kasus korupsi dengan
berperan sebagai whistleblower. Pendekatan budaya
dapat dilaksanakan melalui pendidikan di sekolah.
199
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
Aspek Nilai-Nilai
Deskripsi
Antikorupsi
Nilai-Nilai Inti Jujur Selalu berbicara dan berbuat sesuai dengan fakta, tidak melakukan
perbuatan curang, tidak berbohong, tidak mengakui milik orang lain sebagi
miliknya, tidak melakukan rekayasa dokumen, harga, dan sebagainya.
Disiplin Berkomitmen untuk selalu berperilaku konsisten dan berpegang teguh pada
aturan yang ada.
Tanggung Selalu menyelesaikan pekerjaan atau tugas-tugas yang diamanahkan
Jawab dengan baik.
Nilai Etos Kerja Keras Selalu berupaya untuk menuntaskan suatu pekerjaan dengan hasil yang
Kerja terbaik, menghindari perilaku instan (jalan pintas) yang mengarah pada
kecurangan.
Sederhana Selalu berpenampilan apa adanya, tidak berlebihan, tidak pamer, dan tidak
ria.
Mandiri Selalu menuntaskan pekerjaan tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain,
tidak menyuruh-menyuruh atau menggunakan kewenangannya untuk
menyuruh orang lain untuk sesuatu yang mampu dikerjakan sendiri.
Nilai Sikap Adil Selalu menghargai perbedaan, tidak pilih kasih.
Berani Berani jujur, berani menolak ajakan untuk berbuat curang, berani melaporkan
adanya kecurangan, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab.
Peduli Menjaga diri dan lingkungan agar tetap konsisten dengan aturan yang berlaku,
selalu berusaha untuk menjadi teladan dalam menegakkan disiplin, kejujuran,
dan tanggung jawab bersama.
Pendidikan antikorupsi bertujuan untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai budaya sebagai
mempersiapkan generasi muda agar berbudaya wujud rasa cinta tanah air, serta didukung oleh
integritas (antikorupsi) melalui berbagai kegiatan di wawasan kebangsaan yang kuat; (3) menumbuhkan
sekolah termasuk penyelenggaraan manajemen sikap, perilaku, kebiasaan yang terpuji sejalan dengan
berbasis sekolah, kegiatan pembelajaran, dan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
pembiasaan agar setiap individu memiliki religius; (4) menanamkan jiwa kepemimpinan yang
kemampuan untuk menghindar, menolak, melawan, profesional dan bertanggung jawab sebagai generasi
atau mencegah segala bentuk tindakan kecurangan penerus bangsa; (5) menyelenggarakan manajemen
dan tindakan lain yang mengarah pada tindakan sekolah secara terbuka, transparan, profesional, dan
korupsi. Secara khusus, pendidikan antikorupsi bertanggung jawab (Puskurbuk, 2012).
bertujuan untuk: (1) membangun kehidupan sekolah Sasaran utama dari pendidikan antikorupsi adalah
sebagai bagian dari masyarakat melalui penciptaan tumbuhnya budaya antikorupsi (budaya integritas) di
lingkungan belajar yang berbudaya integritas kalangan semua warga sekolah, sehingga semua
(antikorupsi), yaitu: jujur, disiplin, tanggung jawab, warga sekolah tersebut memiliki kesadaran yang
bekerja keras, sederhana, mandiri, adil, berani, peduli, tinggi untuk selalu bersikap jujur, disiplin, tanggung
dan bermartabat (dignity); (2) mengembangkan jawab, kerjasama, sederhana, mandiri, adil, berani,
potensi kalbu/nurani peserta didik melalui ranah afektif dan peduli terhadap penegakan aturan yang berlaku.
sebagai manusia yang memiliki kepekaan hati dan Sebagai bagian dari pendidikan karakter, pendidikan
200
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
antikorupsi merupakan bagian dari pembangunan pelajaran yang sesuai, (b) muatan lokal, dan (c)
kepribadian dari setiap individu. Upaya tersebut pengembangan diri, karena nilai-nilai antikorupsi
merupakan hasil dari proses pendidikan dalam arti belum terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum
luas. Hasil pendidikan akan berujung pada kompetensi 2006; dan (3) partisipasi masyarakat dengan
berpikir, kompetensi bersikap, dan kompetensi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi,
bertindak. Atau menurut terminologi taksonomi Bloom seperti pada Diagram 1.
(1956) hasil pendidikan meliputi aspek kognitif,
psikomotorik, dan afektif.
201
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
menyusun program atau mengambil keputusan yang mendukung upaya itu. Bila keluarga melakukan yang
harus diterapkan dalam kelangsungan proses belajar sebaliknya, maka anak akan mengalami
mengajar. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat kebimbangan dan akan berpengaruh pada
memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, perkembangan kepribadiannya.
menyusun administrasi dan program sekolah,
menentukan anggaran belanja sekolah, pembagian 2. Strategi Integrasi dalam Kurikulum 2006
pelaksanaan tugas, menguasai dan mampu Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
mengambil kebijaksanaan serta keputusan yang pengauran mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
bersifat memperlancar dan meningkatkan kualitas serta cara yang digunakan sebagai pedoman
pendidikan. penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
b. Guru (Pendidik). Guru yang bertugas di sekolah mencapai tujuan pendidikian tertentu (Undang-
harus memenuhi standar kompetensi pendidik secara Undang Nomor 20 Tahun 2003). Tujuan tertentu ini
utuh sehingga mampu membimbing dan memberikan meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
teladan kepada peserta didik, membangun dengan kekhasan, kondisi, dan potensi daerah, satuan
komunikasi secara baik dengan sesama guru, peserta pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
didik, orang tua peserta didik, dan masyarakat. Untuk disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
merealisasikan itu, guru harus mampu bertindak jujur, penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, serta dan potensi yang ada di daerah, sehingga istilahnya
terbebas dari perilaku penjiplakan atau plagiat karya adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP),
orang lain, memanipulasi jumlah jam mengajar, dan yakni kurikulum operasional yang disusun oleh dan
tindakan curang lainnya. dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan
c. Peserta Didik. Peserta didik adalah orang yang (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005).
pertama terkena dampak semua proses yang terjadi Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan
dalam dunia pendidikan. Untuk itu, posisi peserta didik menengah mengacu pada Standar Kompetensi
harus menjadi subyek dalam proses pembelajaran Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) serta berpedoman
sehingga semua kegiatan yang dilakukan di sekolah pada Panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh
merupakan upaya dalam memberikan layanan terbaik BSNP (BSNP, 2006). SKL merupakan kualifikasi
kepada setiap peserta didik. Peserta didik sebagai kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pelaku pada setiap kegiatan sehingga memberikan pengetahuan, dan keterampilan tertentu. Termasuk
ruang kepada mereka untuk mengalami sendiri dalam SKL adalah SKL Satuan Pendidikan, SKL
terhadap seluruh aktivitasnya. Kelompok Mata Pelajaran, SKL Mata Pelajaran,
d. Keluarga dan Komite Sekolah Komponen sebagaimana ditetapkan dengan Kepmendiknas No.
keempat yang tidak kalah pentingnya dalam 23 Tahun 2006. SI mencakup lingkup materi dan
menunjang keberhasilan penyelenggaraan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi
manajemen sekolah adalah keluarga dan komite lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
sekolah. Keluarga peserta didik merupakan mitra bagi Termasuk dalam SI adalah Standar Kompetensi (SK)
sekolah dalam upaya membangun iklim pembelajaran dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran
dan manajemen yang sehat. Manajemen sekolah sebagaimana ditetapkan dengan Kepmendiknas No.
yang sehat dapat dilihat dari keharmonisan hubungan 22Tahun 2006. Dengan demikian, alur penyusunan
antara semua komponen warga sekolah terutama KTSP dapat digambarkan seperti Diagram 2 di bawah
keluarga dan komite sekolah. Keluarga dan komite ini.
sekolah harus paham nilai-nilai apa yang ditanamkan
dan diberlakukan di sekolah agar tidak terjadi “split”
kepribadian anak, misalnya, ketika di sekolah anak
diajari kejujuran, maka keluarga di rumah juga harus
202
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
203
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
disiplin, adil, dan konsisten dengan aturan yang berkewenangan di sekolah. Pendidikan antikorupsi
berlaku. Untuk lebih mengefektifkan kegiatan ini, dapat juga dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan ekstra
dilakukan sebuah gerakan yang melibatkan semua kurikuler, misalnya pelatihan kepramukaan, dan
elemen sekolah, misalnya dalam bentuk gerakan kegiatan-kegiatan lain yang mengarah pada
disiplin, gerakan bersih, atau lomba kebersihan. (c) penumbuhan kesadaran kepada peserta didik agar
Kegiatan spontan. Kegiatan spontan mencakup memelihara dirinya dari tindakan-tindakan curang dan
kegiatan-kegiatan yang tidak terjadwal secara khusus, selalu menghargai atau peduli pada keadaan orang
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan seperti: lain. Kegiatan lain seperti pertandingan olah raga
memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, juga dapat melatih sportivitas peserta didik. Pada
antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran). jenjang SMA/MA/SMK, peserta didik dapat mulai
Kegiatan spontan juga dapat meningkatkan kepekaan disiapkan untuk peduli dan responsif dengan
dan kepedulian peserta didik atas penderitaan orang fenomena masyarakat melalui pembentukan
lain. Dengan melatih hal tersebut setiap saat kepada komunitas pelajar berintegritas. (b) Bimbingan dan
semua peserta didik, diharapkan akan tumbuh sikap Konseling. Pelayanan konseling di sekolah
empati sehingga mereka tidak mau merugikan orang merupakan usaha membantu peserta didik dalam
lain. (d) Keteladanan. Keteladanan mencakup semua pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial,
perilaku sehari-hari seperti: jujur, terbuka, peduli, kegiatan belajar, serta perencanaan dan
disiplin. Keteladanan dapat dikatakan sebagai unsur pengembangan karir. Pelayanan konseling
terpenting dalam penanaman nilai pembentuk sikap memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara
antikorupsi. Dengan adanya keteladanan dari para individual, kelompok, dan/atau klasikal, sesuai dengan
guru dan tenaga kependidikan lainnya, peserta didik kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan,
akan meniru perilaku tersebut, misalnya guru yang kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki.
selalu jujur, terbuka, peduli, disiplin, secara konsisten. Pelayanan ini juga membantu mengatasi
Dalam hal disiplin misalnya, kehadiran guru yang lebih kelemahan dan hambatan serta masalah yang
awal dibanding peserta didik dapat membangun dihadapi peserta didik. Melalui bimbingan konseling
kedisiplinan tanpa disadari. Situasi yang tidak kalah juga dapat dilakukan penanaman nilai-nilai antikorupsi.
pentingnya adalah keteladanan yang ditunjukkan oleh Bimbingan dan konseling memiliki dua fungsi utama.
semua komponen masyarakat terutama yang berada Pertama, membantu setiap peserta didik untuk
di sekitar kehidupan peserta didik sehar-hari, yaitu menemukan potensinya sedini mungkin sehingga
orang tua atau tokoh masyarakat. Dukungan dan setiap anak mampu mengembangkan potensi
keteladanan dari masyarakat ikut menentukan tersebut dengan mudah. Kedua, membantu peserta
keberhasilan pendidikan antikorupsi di sekolah. didik untuk keluar dari berbagai persoalan yang
2) Kegiatan Terprogram. Kegiatan pengembangan dihadapi. Kedua fungsi utama tersebut melekat pada
diri secara terprogram dilaksanakan dengan fungsi dan tugas semua guru. Namun, untuk kasus-
perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk kasus tertentu, perlu melibatkan guru khusus
memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, bimbingan dan konseling.
kelompok, dan/atau klasikal, melalui: kegiatan ekstra
kurikuler dan bimbingan konseling. (a) Kegiatan 3. Partisipasi Masyarakat.
Ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler adalah Implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah
kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk perlu melibatkan seluruh warga sekolah, orangtua
membantu pengembangan kemampuan peserta didik peserta didik, komite sekolah, dan tokoh masyarakat
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat setempat dengan membuat komitmen bersama untuk
mereka melalui kegiatan yang secara khusus mendukung pelaksanaan pendidikan antikorupsi, dan
diselenggarakan oleh guru dan/atau tenaga memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
kependidikan yang berkemampuan dan secara terpogram dan kontinyu, misalnya dengan
204
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
sosialisasi melalui koran, majalah, radio, televisi, dan pengetahuan, keterampilan, serta sikap sosial dan
media lainnya, yang memberitakan tentang berbagai sikap spiritual.
tindakan yang termasuk korupsi dan bahwa korupsi Nilai-nilai antikorupsi sudah terakomodasi secara
merupakan tindakan “aib” yang dapat dikenai eksplisit dalam dokumen Kurikulum 2013, yaitu pada
hukuman pidana. Hal ini penting dilakukan untuk KI-1 dan KI-2. KI-1 berisi sikap spiritual, terkait tujuan
mengingatkan masyarakat, karena banyak yang tidak membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa;
paham tentang tindakan-tindakan yang dapat KI-2 berisi sikap sosial, terkait tujuan membentuk
digolongkan sebagai tindakan korupsi. peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri,
Strategi Implementasi Pendidikan Antikorupsi di demokratis, dan bertanggungjawab (Nuh, 2013).
Sekolah Pada Masa yang Akan Datang Selain itu, juga ada KI-3 terkait tujuan membentuk
Seperti diketahui bahwa program pemerintah pada peserta didik yang memiliki pengetahuan yang
tahun 2013 akan mengimplementasikan Kurikulum beradab, dan KI-4 terkait tujuan membentuk peserta
2013 secara bertahap dan terbatas, sebagai pengganti didik yang memiliki keterampilan menerapkan
Kurikulum 2006. Karakterikstik Kurikulum 2013 pengetahuan yang telah dimilikinya. Guru harus
berbeda dengan Kurikulum 2006 maupun kurikulum- mengembangkan empat kompetensi inti, mulai dari
kurikulum sebelumnya. Perbedaannya antara lain pengetahuan yang harus dimiliki peserta didik (KI-3).
pada pada Struktur Kurikulum 2006 terdiri atas Selanjutnya, berdasar pengetahuan tersebut
komponen mata pelajaran, muatan lokal, dan diharapkan membentuk keterampilan tertentu (KI-4).
pengembangan diri; sedangkan pada Struktur Kemudian, berdasarkan keterampilan tersebut
Kurikulum 2013 hanya ada komponen mata pelajaran diharapkan membentuk sikap tertentu terhadap diri
saja. Muatan lokal dapat diinterintegrasikan ke dalam sendiri dan terhadap orang lain (KI-2), serta sikap
mata pelajaran: (1) seni budaya, (2) pendidikan tertentu terhadap Tuhan Yang Maha Esa (KI-1).
jasmani, olahraga, dan kesehatan, serta (3) prakarya Penyusunan Kompetensi Dasar untuk masing-masing
dan kewirausahaan. Sedangkan pengembangan diri mata pelajaran mengacu empat KI tersebut. KI
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, Sekolah Menengah Atas seperti pada Tabel 6 di bawah
karena setiap mata pelajaran harus mengembangkan ini (Kemdikbud, 2013).
KOMPETENSI INTI KELAS X KOMPETENSI INTI KELAS XI KOMPETENSI INTI KELAS XII
205
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
KOMPETENSI INTI KELAS X KOMPETENSI INTI KELAS XI KOMPETENSI INTI KELAS XII
Sehubungan dengan hal-hal di atas, maka transparan, profesional, dan akuntabel; 2) penerapan
implementasi pendidikan antikorupsi di sekolah pada strategi pembelajaran dengan cara mengintegrasikan
masa yang akan datang (masa penerapan Kurikulum nilai-nilai antikorupsi ke dalam pembelajaran: (a) mata
2013) dapat dilakukan melalui: (1) penyelenggaraan pelajaran yang sesuai, (b) muatan lokal, dan (c)
manajemen berbasis sekolah yang transparan, pengembangan diri, karena nilai-nilai antikorupsi
profesional, dan akuntabel, (2) implementasi belum terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum
Kurikulum 2013 secara efektif, karena nilai-nilai 2006; dan 3) partisipasi masyarakat dengan
antikorupsi sudah terakomodasi secara eksplisit pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
dalam dokumen Kurikulum 2013, dan (3) partisipasi Sedangkan pada masa penerapan Kurikulum
masyarakat dengan pemanfaatan teknologi informasi 2013 dapat dilakukan melalui: 1) penyelenggaraan
dan komunikasi. manajemen berbasis sekolah yang transparan,
profesional, dan akuntabel; 2) implementasi Kurikulum
SImpulan dan Saran 2013 secara efektif, karena nilai-nilai antikorupsi
Simpulan sudah terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum
Implementasi pendidikan antikorupsi pada masa 2013; dan 3) partisipasi masyarakat dengan
penerapan Kurikulum 2006 dilakukan melalui: 1) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah yang Dengan demikian, perbedaan implementasi
206
Herry Widyastomo: Strategi Implementasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah
pendidikan antikorupsi pada masa penerapan direkomendasikan dengan cara memberi penguatan
Kurikulum 2006 dengan masa penerapan Kurikulum (mengoptimalkan) melalui: (1) penyelenggaraan
2013, yaitu kalau pada masa penerapan Kurikulum manajemen berbasis sekolah yang transparan,
2006 di antaranya melalui penerapan strategi profesional, dan akuntabel; (2) penerapan strategi
pembelajaran dengan cara mengintegrasikan nilai- pembelajaran dengan cara mengintegrasikan nilai-
nilai antikorupsi ke dalam pembelajaran: (a) mata nilai antikorupsi ke dalam pembelajaran: (a) mata
pelajaran yang sesuai, (b) muatan lokal, dan (c) pelajaran yang sesuai, (b) muatan lokal, dan (c)
pengembangan diri, karena nilai-nilai antikorupsi pengembangan diri, karena nilai-nilai antikorupsi
belum terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum belum terakomodasi secara eksplisit dalam Kurikulum
2006; sedangkan pada masa masa penerapan 2006; dan (3) partisipasi masyarakat dengan
Kurikulum 2013 di antaranya dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
cara implementasi Kurikulum 2013 secara efektif, Sedangkan bagi sekolah/kelas yang sudah
karena nilai-nilai antikorupsi sudah terakomodasi menerapkan Kurikulum 2013, implementasi
secara eksplisit dalam Kurikulum 2013. pendidikan antikorupsi direkomendasikan dengan
cara memberi penguatan (mengoptimalkan) melalui:
Saran (1) penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah
Semua sekolah di Indonesia direkomendasikan agar yang transparan, profesional, dan akuntabel, (2)
mengimplementasikan pendidikan antikorupsi. Bagi implementasi Kurikulum 2013 secara efektif, dan (3)
sekolah/kelas yang masih menggunakan Kurikulum partisipasi masyarakat dengan pemanfaatan teknologi
2006, implementasi pendidikan antikorupsi informasi dan komunikasi.
Pustaka Acuan
Arvin, K. Jain. 2001. Corruption A Review., Journal of Economics Survei, Vol 15, No. 1. 2001.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta.
Bloom, Benyamin S. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals,
Handbook I Cognitive Domain. New York: Longman Inc.
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2001. Undang-Undang No. 20 tahun 2001tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Sofia, Asriana Issa, dan Haris Herdiansyah. 2009. Dapatkah Pendidikan Mencetak Individu-individu Antikorupsi?
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pope, Jeremy. 1997. The Role of National Integrity System in Fighting Corruption, World Bank: The Economic
Development Institute.
Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang Kemdikbud. 2012. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi
di Satuan Pendidikan. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013. Jakarta.
Kozma, L. 1998. Instructional Skills Hand Book. New Jersey: Educational Technology Publications.
Nuh, Mohammad. Kamis 7 Maret 2013. Kurikulum 2013. Kompas hal 6.
207
Jurnal Teknodik Vol. 17 - Nomor 2, Juni 2013
Poerwadarminta, WJS. 1982, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sekretariat Negara, 2011. Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Tahun 2012. Jakarta.
Steele, J. 2005. Wars Within: the Story of Tempo, an Independent Magazine in Soeharto’s Indonesia. Jakarta,
Sangapura: Equinox Publishing & Institute of Southeast Asian Studies.
Wijayanto. 2009a. Mengukur Tingkat Korupsi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wijayanto. 2009b. Memahami Korupsi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
World Bank. 2002. AntiCorruption in Transition 2-Corruption in Enterprise-Sate Interactions in Europe and Central
Asia 1999-2002.
World Bank. 2003. Combating Corruption in Indoensia: Enhancing Accountability for Development. World Bank-
East Asia Proverty Reduction and Economic Management Unit.
*******
208