Anda di halaman 1dari 25

PERLINDUNGAN DATA KONSUMEN DI INDUSTRI

(FINTECH) PEER TO PEER LENDING.

ANDY PUTRA KUSUMA


NIPM: 2006494943
No. Absen : 8

KELAS HUKUM EKONOMI


PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................1
B. Perumusan Masalah..............................................................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................................................6
1) Tujuan Penelitian........................................................................................................6
2) Manfaat Penelitian......................................................................................................7
BAB II.................................................................................................................................................8
PEMBAHASAN..............................................................................................................................8
A. PENGATURAN FINTECH (PEER TO PEER LENDING) DI INDONESIA......................8
B. PERLINDUNGAN DATA KONSUMEN DI INDUSTRI FINTECH (PEER TO PEER
LENDING) DI INDONESIA......................................................................................................11
BAB III..............................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
A. Kesimpulan........................................................................................................................19
B. Saran..................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................21

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul PERLINDUNGAN DATA

KONSUMEN DI INDUSTRI FINTECH (PEER TO PEER LENDING) ini tepat pada

waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

pada mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen. Selain itu, makalah ini juga

bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Perlindungan Data Konsumen di Industri

Fintech (Peer to Peer Lending) bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya

mengucapkan terima kasih atas kesempatan untuk mengerjakan tugas ini sehingga dapat

menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya

juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian

pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah

yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 24 Juni 2021

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pinjam-meminjam uang adalah salah satu kebutuhan manusia dimana

kegiatan ini telah dilakukan masyarakat sejak masyarakat mengenal uang sebagai alat

pembayaran. Hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam

uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan

kegiatan perekonomiannya dan meningkatkan taraf kehidupannya.1 Ada beberapa cara

untuk melakukan pinjam meminjam yaitu dengan cara tradisional atau melakukan

pinjam meminjam secara langsung kepada orang yang ingin memberikan pinjaman,

biasanya bentuk perjanjian nya tidak tertulis. Kemudian berkembang dengan adanya

bank atau badan hukum yang menyediakan jasa pinjam meminjam, biasanya bentuk

perjanjiannya secara tertulis karena peminjam harus memenuhi beberapa syarat yang

harus dipenuhi untuk mengajukan pinjaman. Seiring perkembangan teknologi

informasi yang sangat pesat telah merubah pola hidup masyarakat Indonesia.

Perubahan tersebut terjadi dalamsegala bidang, baik bidang ekonomi, bidang sosial

dan kebudayaan.2 Perkembangan tersebut ditandai dengan banyaknya bermunculan

aplikasi atau website yang berbasis internet untuk mendukung kemudahan dalam

1 1
M. Bahsan, 2008, Hukum Jamiman dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia Jakarta: Raja Grafindo Persada,
hlm. 1

2
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, 2005, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan
hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm 1.

iv
kegiatan manusia. Perkembangan teknologi dan sistem informasi terus melahirkan

berbagai inovasi, salah satunya yang berkaitan dengan teknologi finansial untuk

memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat termasuk akses terhadap layanan finansial

dan pemprosesan transaksi.

Peranan aplikasi dan website dalam perkembangan teknologi ini juga digunakan untuk

mengembangkan industri keuangan (financial industry) melalui modifikasi dan

efisiensi layanan jasa keuangan yang biasa dikenal dengan sebutan Financial

Technology atau fintech. Hasil riset Asosiasi Fintech Indonesia melaporkan bahwa saat

ini perusahaan fintech di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan payment (39%),

market provisioning (11%), invesment management (11%), insurance (3%), deposite

and lending (32%), capical raising (4%).3 Pengembangan fintech yang sangat cepat

pun menyentuh berbagai sektor keuangan mulai dari ritel, wealth management, UKM,

korporasi dan investasi perbankan serta asuransi. Hal ini menjadi kesempatan emas

dalam menjangkau masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh berbagai

layanan keuangan.

Salah satu layanan fintech yang mendapatkan perhatian adalah layanan peer to peer

lending. Peer to peer lending adalah sebuah platform teknologi yang mempertemukan

secara digital peminjam yang membutuhkan modal usaha dengan pemberi pinjaman

yang mengharapkan return yang kompetitif. Peer to peer lending memiliki keunggulan

khas yaitu dapat menjalankan fungsi interface melalui pendanaan di luar neraca (off-

balance sheet). Layanan peer to peer Lending juga lebih fleksibel dan dapat

3
Triyono, Fintech bussines models development in Indonesia, kepala grup inovasi keuangan digital otoritas
jasa keuangan, Indonesia financial service authority
v
mengalokasikan modal atau dana hampir kepada siapa saja, dalam jumlah nilai berapa

pun, secara efektif dan transparan, serta dengan bunga yang ringan. Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan No 77 / POJK.01 /2016 menyebutkan terdapat tiga pihak yang

bersangkutan :

a) Penyelengara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

atau biasa disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang

menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang

Berbasis Teknologi Informasi.4

b) Penerima Pinjaman adalah orang dan /atau badan hukum yang mempunyai utang

karena Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi.5

c) Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang

mempunyai piutang karena Perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi.6

Layanan keuangan seperti peer to peer lending sangat relevan dan menjadi angin segar

bagi Indonesia yang masih bekerja keras dalam menyelesaikan sejumlah pekerjaan

rumah. Pertama, Indonesia masih perlu meningkatkan taraf inklusi keuangan

masyarakatnya. Asosiasi Fintech Indonesia melaporkan masih ada 49 juta UKM yang

4
Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
5
Pasal 1 angka 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi.
6
Lihat Pasal 1 angka 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi
vi
belum bankable yang umumnya disebabkan karena pinjaman modal usaha

mensyaratkan adanya agunan. Peer to peer lending dapat menjembatani UKM

peminjam yang layak/credit worthy menjadi bankable dengan menyediakan pinjaman

tanpa agunan.

Kedua, Indonesia harus menyiasati tidak meratannya ketersediaan layanan

pembiayaan. masih 60% layanan pembiayaan terkonsentrasi di pulau jawa. Dengan

adanya teknologi peer to peer lending mampu menjangkau hampir seluruh masyarakat

di Indonesia yang berada di mana pun secara efektif dan efisien.

Ketiga, terdapat kesenjangan pembiayaan pembangunan sebesar Rp1.000 triliun

setiap tahun. Saat ini institusi keuangan yang ada hanya mampu menyerap kebutuhan

sekitar Rp 700 triliun dari total kebutuhan sebesar Rp1.700 triliun tiap tahunnya.

Peer to peer lending menawarkan overhead yang rendah, dengan credit scoring dan

algoritma yang inovatif, untuk dapat mengisi kebutuhan besar akan pembiayaan

tersebut. Potensi-potensi tadi menunjukkan bahwa peer to peer lending sejatinya

merupakan esensi dari inklusi keuangan, yang mampu membuka segmen baru

perekonomian, khususnya kepada lapisan masyarakat Indonesia yang belum terjangkau

oleh institusi keuangan yang ada saat ini.7

Keberadaan peer to peer lending sebagai dampak kemajuan teknologi informasi paling

berdampak pada sektor ekonomi dan sektor hukum. Di sektor ekonomi kehadiran peer

to peer lending cenderung mengakibatkan transaksi yang makin efektif dan efisien

7
Wijaya, Reynold.P2P Lending Sebagai Wujud Baru Inklusi Keuangan.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/26/060000226/.p2p.lending.sebagai.wujud.baru.i
nklusi.keuangan. diakses tanggal 22 agustus 2018
vii
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Di lain pihak, kehadiran peer to peer lending

pada sektor hukum mengakibatkan berbagai persoalaan hukum dalam perlindungan

hak konsumen, baik sebagai debitur maupun kreditur, Faktor-faktor yang

mengakibatkan timbulnya persoalan hukum perihal peer to peer lending diantaranya

tidak bertemunya antara debitur dan kreditur, kediaman para pihak yang saling

berjauhan atau bahkan tidak saling mengetahui. 8 Belum lagi sebagai program nasional

keuangan inklusif yang kini tengah digalakkan oleh OJK dan Bank Indonesia,

implementasi yang melibatkan masyarakat terkendala pada tingkat pemahaman

pengguna yang tergolong masyarakat kelompok bottom of pyramid sebagaimana

tujuan dari strategi nasional keuangan inklusif.9 Dengan mempertimbangkan potensi

yang besar, peer to peer lending perlu diatur secara hati-hati. Peneliti eksklusif senior

Departemen Pengembangan Kebijakan Strategis OJK, Hendrikus Passagi, selalu

menekankan bahwa penyelenggara layanan ini perlu memiliki kapasitas dan

kepiawaian dalam memitigasi risiko demi perlindungan hak konsumen/nasabah serta

untuk membela kepentingan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, perusahaan peer

to peer lending wajib memastikan keamanan dana publik, keamanan data publik, serta

kemampuan untuk menjaga keuangan masyarakat, khususnya dengan memberikan

suku bunga yang wajar. Sementara dalam aspek perlindungan kepentingan nasional

perusahaan peer to peer lending harus dapat mencegah risiko pencucian uang,

pembiayaan terorisme, dan mengantisipasi gangguan stabilitas sistem keuangan

8
Sari, Valenta Elisa. OJK Mengaku Sulit Bikin Aturan Peer to Peer Lending Fintech.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160919124617-78-159357/ojk-mengaku-sulit-bikinaturan-
peer-to-peer-lending-fintech/.19 oktober 2018
9
Bank Indonesia. Strategi Keuangan Nasional Inklusif.
http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/strategi/Contents/Default.aspx. diakses
tanggal 11 september 2018.
viii
nasional. Mekanisme pengawasan saat ini sudah selayaknya dikaji kembali karena

inovasi dan pembayaran digital harus diimbangi dengan mitigasi risiko untuk

memastikan bahwa kepentingan konsumen terlindungi.10 Selain itu, Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) mewaspadai empat resiko yang membayangi bisnis jasa layanan

keuangan berbasis teknologi finansial atau financial technology (fintech) yaitu pertama

bisnis fintech berisiko diserang peretas. Kedua, risiko gagal bayar, Ketiga, risiko

penipuan. Keempat, adalah rentan penyalahgunaan data nasabah.

Dengan adanya kobocoran data nasabah, seperti yang terjadi pada platform rupiah plus

sangat merugikan nasabah sehingga perlu ditanyakan mengenai perlidungan nasabah

akan kebocoran data nasabahnya. Karena pada dasarnya nasabah mempunyai hak akan

perlindungan data pribadinya yang sudah jelas diatur dalam Undang-undang.

Berdasarkan informasi diatas maka penulis mengambil judul PERLINDUNGAN

DATA KONSUMEN DI INDUSTRI FINTECH (PEER TO PEER LANDING).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan diatas, makadapat ditarik beberapa

perumusan masalah yang akan menjadi inti dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Peraturan fintech Peer to Peer Lending di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan data konsumen di industri fintech peer to peer landing

di Indonesia?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1) TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai dari diadakannya

10
Ibid.

ix
penelitian itu. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Guna mengetahui bagaimana peraturan Fintech (peer to peer lending) di

Indonesia.

2. Guna mengetahui bagaimana perlindungan data konsumen di industry

fintech (peer to peer lending) di Indonesia.

2) MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang ilmu hukum.

2. Penelitian ini diharapakan mampu menjawab pertanyaan yang timbul

dalam kaitan dengan Perlindungan Data Konsumen diIndustri Fintech

(peer to peer lending) di Indonesia.

x
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGATURAN FINTECH (PEER TO PEER LENDING) DI INDONESIA

Lahirnya penggunaan teknologi informasi sebagai salah satu solusi kebutuhan

sehari-hari masyarakat memicu perkembangan-perkembangan penggunaan

teknologi informasi di sektor lain. Didahului dengan lahirnya penggunaan teknologi

informasi di sektor jasa transportasi umum seperti perusahaan ojek dan taksi online,

maka sektor jasa keuangan pun berkembang mengikuti. Perkembangan Fintech

tersebut memerlukan kesiapan pemerintah dan regulator di Indonesia dalam

mengaturnya, terutama yang berkaitan dengan aspek kelembagaan, kegiatan usaha,

dan mitigasi risikonya.11

Otoritas Jasa Keuangan Memperhatikan makin maraknya Fintech di Indonesia,

maka OJK telah membentuk Tim Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan

Keuangan (PIDEK) yang terdiri dari gabungan sejumlah satuan kerja di OJK yang

mengkaji dan mempelajari perkembangan Fintech dan menyiapkan peraturan serta

strategi pengembangannya. Sehubungan dengan meningkatnya permohonan

pendaftaran dan perizinan perusahaan start-up Fintech, kebutuhan akan pengawasan

Fintech, dan semakin berjamurnya Fintech di sektor jasa keuangan, OJK menilai

bahwa pengembangan internal organisasi yang menangani Fintech sangatlah

11
Sarwin Kiko Napitupulu, dkk, Op.Cit, hlm. 46
xi
dibutuhkan. Oleh karenanya, OJK membentuk dua satuan kerja baru terkait Fintech,

yaitu Grup Inovasi Keuangan Digital dan Keuangan Mikro dan Direktorat

Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech.

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)

Sebagai langkah awal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan POJK

No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi (POJK P2P Lending) yang kemudian memiliki peraturan

turunan berupa Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang

Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK ini mengatur mengenai salah

satu jenis Fintech yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu P2P Lending. Hal

tersebut dikarenakan OJK melihat urgensi hadirnya ketentuan yang mengatur

Fintech pinjam meminjam, memperhatikan masih kuatnya budaya pinjam

meminjam (utang) di masyarakat Indonesia. Selain itu, perusahaan Fintech dengan

skema P2P Lending merupakan lingkup kewenangan OJK dikarenakan perusahaan

tersebut memberikan pelayanan jasa keuangan. Namun perusahaan tersebut belum

memiliki landasan hukum kelembagaan dalam menjalankan kegiatan usahanya.

b. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK)

Setelah berlakunya POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, OJK telah mengeluarkan ketentuan

tentang pelaksanaan tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasi pada

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dalam SEOJK Nomor:


xii
18/SEOJK.02/2017 yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 18 April

2017.

c. Bank Indonesia (BI)

Bank Indonesia telah membentuk Fintech Office (BIFTO) sebagai wadah asesmen,

mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk/layanan dari Fintech serta

inisiator riset terkait kegiatan layanan keuangan berbasis teknologi. Pembentukan

Fintech Office didasarkan pada posisi Bank Indonesia sebagai otoritas sistem

pembayaran dan perlunya mendukung perkembangan transaksi keuangan berbasis

teknologi yang sehat.

d. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 Salah satu perlindungan konsumen yang diatur dalam UU

ITE adalah mengenai perlindungan data pribadi. UU ITE mewajibkan penggunaan

setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang,

harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. UU ITE juga

mewajibkan setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan sistem elektronik harus

menyelenggarakan sistem secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi

Peraturan Menteri ini diatur tentang sistem manajeman pengamanan informasi

xiii
dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Materi

pokoknya memuat kategorisasi Sistem Elektronik, Standar Sistem Manajemen

Pengamanan Informasi, Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Sertifikat Sistem

Manajemen Pengamanan Informasi, Lembaga Sertifikasi, Penerbitan Sertifikat,

Pelaporan Hasil Sertifikasi, dan Pencabutan Sertifikat, Penilaian Mandiri,

Pembinaan, Pengawasan, dan Ketentuan Sanksi. c. Peraturan Menteri Komunikasi

dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan

Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik Peraturan Menteri ini diatur tentang

perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik dengan menetapkan batasan

istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Perlindungan Data Pribadi dalam

Sistem Elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan,

pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman,

penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi. Perolehan dan Pengumpulan Data

Pribadi, Pengolahan dan Penganalisisan Data Pribadi, Penyimpanan Data Pribadi,

Penampilan, Pengumuman, Pengiriman, Penyebarluasan, dan/atau Pembukaan

Akses Data Pribadi, Pemusnahan Data Pribadi, diatur pada Bab II Peraturan

Menteri ini terkait Perlindungan.

B. PERLINDUNGAN DATA KONSUMEN DI INDUSTRI FINTECH (PEER TO

PEER LENDING) DI INDONESIA

Di Indonesia, regulator telah mengeluarkan regulasi, pelaksanaan edukasi, dan

pengawasannya. Sebagai contoh, BI telah meresmikan Fintech Office (dilengkapi

dengan regulatory sandbox) yang berfungsi sebagai katalisator atau fasilitator,

business intelligence, asesmen, serta koordinasi dan komunikasi. BI adalah lembaga


xiv
negara independen yang berwenang mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran nasional. BI mendorong perkembangan bisnis intech guna merespon

teknologi informasi dan komunikasi serta perkembangan bisnis daring.

Perkembangan bisnis intech diharapkan dapat memperluas partisipasi masyarakat

dalam industri jasa keuangan.12 BI telah menerbitkan Peraturan BI Nomor

18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

sebagai payung hukum bagi pengembangan bisnis Fintech di Indonesia.

Perlindungan hukum bagi nasabah dan pelaku usaha Fintech diatur dalam UU ITE,

UU Perlindungan Konsumen, PP Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik, PBI nomor 16/1/PBI/ 2014 tentang Perlindungan

Konsumen Penyelenggara Sistem Pembayaran, dan PBI Nomor 18/40/PBI/2016

tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Pelaku usaha yang

ingin menjadi Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) untuk pertama kali, harus

mendapat izin dari BI. PJSP yang ingin mengembangkan usaha harus mendapat

persetujuan dari BI. Bank Indonesia memiliki upaya-upaya untuk melindungi

keamanan lalu lintas perdagangan dan ransaksi dalam dunia digital. Upaya-upaya

itu diwujudkan BI dengan berperan sebagai Fasilitator, analis bisnis, asesmen dan

koordinator. Bank Indonesia menjamin keamanan dan ketertiban lalu lintas

pembayaran dengan menjadi: 1. Fasilitator. Bank Indonesia adalah fasilitator dalam

menyediakan lahan untuk lalu lintas pembayaran; 2. Intelijen analis bisnis. BI

melakukan kerja sama dengan otoritas dan agen internasional agar mampu menjadi

analis untuk penyedia bantuan terkait Fintech untuk memberikan wawasan dan

12
Serfiyani C.Y & Hariyani I. Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Sistem Pembayaran
Berbasis Technology Financial. Buletin Hukum Kebangsentralan, Vol. 14 No. (1), 2017, hlm. 345–358
xv
arahan tentang cara membuat sistem pembayaran yang aman dan tertib. 3.

Asesmen. Bank Indonesia memantau dan menyetujui (mengevaluasi) setiap

kegiatan bisnis yang melibatkan Fintech dan sistem pembayarannya menggunakan

teknolog. 4. Koordinasi dan Komunikasi. Bank Indonesia mendukung hubungan

dengan otoritas terkait untuk mendukung sistem pembayaran Fintech di Indonesia.13

Dalam hal penyediaan pasar bagi pelaku usaha, Bank Indonesia memastikan

perlindungan terhadap konsumen, khususnya mengenai jaminan kerahasiaan data

dan informasi konsumen lewat jaringan keamanan siber. Dalam hal tabungan,

pinjaman dan penyertaan modal, Bank Indonesia mewajibkan setiap pelaku usaha

untuk patuh kepada peraturan makroprudensial, pendalaman mengenai pasar

keuangan, sistem pembayaran sebagai pendukung operasi dan keamanan siber

untuk menjaga data dan informasi konsumen. Dalam hal investasi dan manajemen

risiko, Bank Indonesia juga mewajibkan setiap pelaku usaha untuk patuh kepada

peraturan makroprudensial, pendalaman mengenai pasar keuangan, system

pembayaran sebagai pendukung operasi dan keamanan siber untuk menjaga data

dan informasi konsumen.14 Dalam hal pembayaran, penyelesaian/settlement dan

kliring, Bank Indonesia memastikan perlindungan terhadap konsumen, khususnya

mengenai jaminan kerahasiaan data dan informasi konsumen lewat jaringan

keamanan siber. Bank Indonesia menjamin keamanan dan ketertiban lalu lintas

pembayaran dengan menjadi: Fasilitator. Bank Indonesia menjadi fasilitator dalam

hal penyediaan lahan untuk lalu lintas pembayaran. Analis bisnis yang intelligent.
13
Budi Rahardjo, Pengaruh Financial Technology (Fintech) Terhadap Perkembangan UMKM di Kota
Magelang, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Papers Fakultas Ekonomi Universitas Tidar, 2019, hlm.
353-354
14
https://www.itworks.id/18258/apa-itu-financial-technology-menurut-bank-indonesia. html/diakses tanggal 23
Juni 2021
xvi
Melalui kerjasama dengan otoritas dan agen-agen internasional, Bank Indonesia

menjadi analis bagi para pelaku usaha terkait Fintech untuk memberikan pandangan

dan arahan tentang bagaimana menciptakan system pembayaran yang aman dan

tertib. Asesmen. Bank Indonesia melakukan monitoring dan penilaian (assessment)

terhadap setiap kegiatan usaha yang melibatkan Fintech dan sistem pembayarannya

menggunakan teknologi. Koordinasi dan Komunikasi. Bank Indonesia menjaga

hubungan dengan otoritas terkait untuk tetap mendukung keberadaan Fintech

system pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia juga berkomitmen untuk

mendukung para pelaku usaha di Indonesia dengan memberikan pengarahan secara

berkala mengenai Fintech.15 Perlindungan hukum terhadap konsumen yang

dilakukan oleh OJK berupa tindakan pencegahan kerugian konsumen, pelayanan

pengaduan sampai dengan pembelaan hukum terhadap konsumen di sektor jasa

keuangan. Tindakan pencegahan kerugian konsumen dilaksanakan dengan

memberikan informasi dan edukasi terkait dengan karakteristik sektor jasa

keuangan. Selain itu OJK dapat meminta lembaga jasa keuangan untuk

menghentikan kegiatannya apabila berpotensi merugikan konsumen atau

masyarakat. Pelayanan pengaduan konsumen dilaksanakan dengan menyiapkan

perangkat pengaduan dan mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh

pelaku usaha di sektor jasa keuangan. OJK juga dapat melakukan pembelaan

hukum berupa memerintahkan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan

untuk menyelesaikan pengaduan konsumen, serta dapat mengajukan gugatan

kepada pelaku usaha atau pihak lain yang merugikan konsumen. 16 Penggunaan
15
Ibid.
16
Agus Suwandono, “Implikasi Pemberlakuan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Dikaitkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen”, Perspektif, Vol.
xvii
teknologi informasi merupakan core bisnis Fintech, dan dalam penggunaan

teknologi informasi, terdapat risiko yang dengan erat berhubungan dengan

penggunaan teknologi informasi itu sendiri serta telah terbukti tidak dapat

dielimini.17Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku badan legislatif yang

berwenang membuat undang-undang maupun pemerintah perlu segera menerbitkan

peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan data pribadi (sebagai tolok

ukur) bagi penyelenggara jasa, bukan hanya bagi konsumen. 18 Fintech wajib

menyediakan informasi secara lengkap, up-to-date, dan transparan terkait produk

atau layanan yang ditawarkan kepada konsumen dan masyarakat. Penyelenggara

harus memastikan bahwa informasi yang diberikan bersifat transparan sehingga hal

tersebut dapat memberikan kesempatan bagi konsumen untuk memahami dan

memilih produk dengan baik serta menghindarkan diri dari risiko yang mereka

ingin hindari, seperti misleading advertisement dan penipuan. Aspek kelengkapan

informasi dan transparansi pada Fintech di Indonesia harus meliputi: biaya-biaya

dan kewajiban yang akan dikenakan kepada konsumen, transparansi syarat dan

ketentuan penggunaan produk/layanan, pemberitahuan kepada konsumen apabila

terdapat perubahan biaya, syarat dan ketentuan, kejelasan informasi dari periklanan

produk yang dipasarkan seperti pengunaan bahasa yang sederhana dan mudah

dipahami dalam media periklanan yang digunakan, seperti website perusahaan,

brosur, iklan media masa dan online.19 Permenkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang

Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik untuk memberikan

21 No. 1, 2016, hlm. 2-4


17
Steven R. Chabinsky, “Fintech: Cybersecurity Risk Management for Financial Institutions and Technology
Vendors”, 2017, diakses tanggal, 23 Juni 2021, Pukul 21.25 WIB
18
Ibid.
19
Rinitami Njatrijani, Op.Cit, hlm. 469-450
xviii
perlindungan terhadap industri Fintech, tetapi produk hukum tersebut masih lemah.

Belum ada ketentuan mengenai sanksi yang kuat dalam hal terjadi pelanggaran data

pribadi konsumen. Untuk itu, diperlukan Undang-Undang Perlindungan Data

Pribadi sebagai payung hukum perlindungan data pribadi untuk semua sektor

khususnya dalam pemanfaatan sistem elektronik.20 Pasal 1 angka 1 Permenkominfo

No. 20 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik

Data pribadi diartikan sebagai “... data perseorangan tertentu yang disimpan,

dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya”. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa data pribadi merupakan data perseorangan tertentu berupa

identitas, kode, simbol, huruf atau angka penanda personal seseorang yang bersifat

pribadi yang dijaga dan dilindungi kerahasiannya. Kemenkominfo dapat

memberikan assessment bagi penyelenggara jasa untuk memastikan penyedia jasa

Fintech dapat berperan mengikuti standar yang telah ditetapkan atau tidak.

Tentunya segalanya harus sesuai dengan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh

Undang-Undang. Seperti keterbukaan dari penyedia jasa tentang pemanfaatan data

pribadi yang dikumpulkannya, kredibilitas sistem yang dibangun pelaku usaha agar

dapat menangkal bahaya dan risiko yang berkaitan dengan cybersecurity, berapa

banyak salinan data pribadi yang disimpan, pengaturan tentang di mana data

tersebut disimpan, siapa sajakah yang dapat mengakses data tersebut, penggunaan

encryption bagi mekanisme pengaksesan data, dan lain-lain. Serta halhal teknis dan

prosedural lainnya yang diatur dan wajib dipatuhi oleh pelaku usaha. Untuk

memudahkan pengawasan dalam hal ini, maka penyelenggara teknologi finansial

20
Yuking, A. S. Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisnis Fintech. Jurnal Hukum dan
Pasar Modal, Vol. VIII No. (16), 2018, hlm. 1-27
xix
wajib mendaftarkan diri pada Bank Indonesia dan/atau OJK.21 Perlindungan data

pribadi merupakan salah salah satu bentuk hak privasi yang merupakan hak

individu sehingga harus dijamin negara. Konsep perlindungan data pribadi

mengisyaratkan bahwa individu memiliki hak untuk menentukan berbagi data

pribadinya atau tidak. Hak privasi melalui perlindungan data pribadi sangat penting

dan bahkan merupakan elemen kunci bagi kebebasan dan harga diri individu.

Perlindungan data pribadi merupakan pendorong kuat bagi terwujudnya kebebasan

politik, spiritual, keagamaan, bahkan kegiatan seksual. Hak untuk menentukan

nasib sendiri kebebasan berekspresi dan privasi adalah hak-hak yang penting untuk

menjadikan kita sebagai manusia. Dalam kaitannya dengan bisnis Fintech, data

pribadi konsumen Fintech inilah yang harus dilindungi. 22 Penyedia layanan Fintech

harus menginformasikan syarat dan ketentuan produk/layanan dalam perjanjian

sejelas-jelasnya dengan bahasa yang mudah dimengerti, mengingat tingkat literasi

keuangan masyarakat Indonesia secara umum relatif masih rendah. Perjanjian juga

dilarang menyatakan adanya pengalihan tanggung jawab atau kewajiban dari pelaku

Fintech kepada konsumen (klausula eksonerasi). Penyedia layanan Fintech juga

harus menghindarkan penggunaan iklan yang berpotensi menciptakan pemahaman

yang keliru bagi konsumen dan masyarakat. Bagi masyarakat dan konsumen wajib

disediakan kanal informasi yang mudah diakses untuk meminta informasi sejelas-

jelasnya dari penyedia layanan Fintech sehingga pemahaman konsumen terhadap

produk lengkap dan tercipta awareness (kesadaran) konsumen terhadap biaya dan

risiko yang akan timbul dari penggunaan produk (menghindari informasi

21
Ibid.
22
Kornelius Benuf, Op.Cit, hlm. 157
xx
asimetris).23 Peraturan Menkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data

Pribadi Dalam Sistem Elektronik Data pribadi adalah data perseorangan tertentu

yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.

Perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik mencakup perlindungan terhadap

perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan,

pengumuman, pengiriman, penyebarluasan dan pemusnahan data pribadi.

Pelaksanaan perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik harus berdasarkan

pada asas penghormatan terhadap data pribadi sebagai privasi.24 penyelenggara

sistem elektronik kepada menteri; mendapatkan akses atau kesempatan untuk

mengubah atau memperbarui data pribadinya tanpa mengganggu sistem

pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan; mendapatkan akses atau kesempatan untuk memperoleh

historis data pribadinya yang pernah diserahkan kepada penyelenggara sistem

elektronik sepanjang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan; dan meminta pemusnahan data perseorangan tertentu miliknya dalam

sistem elektronik yang dikelola oleh penyelenggara sistem elektronik, kecuali

ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.25Pengguna sistem

elektronik memiliki kewajiban untuk menjaga kerahasiaan data pribadi yang

diperoleh, dikumpulkan, diolah, dan dianalisisnya; menggunakan data pribadi

sesuai dengan kebutuhan pengguna saja; melindungi data pribadi beserta dokumen

yang memuat data pribadi tersebut dari tindakan penyalahgunaan; dan bertanggung

jawab atas data pribadi yang terdapat dalam penguasaannya, baik penguasaan
23
Rinitami Njatrijani, Op.Cit, hlm. 470
24
Kornelius Benuf, Op.Cit, hlm. 149
25
Ibid, hlm. 150
xxi
secara organisasi yang menjadi kewenangannya maupun perorangan, jika terjadi

tindakan penyalahgunaan.26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka diambil kesimpulan,

sebagai berikut:

1. Pengaturan perusahaan Fintech di Indonesia diatur oleh hukum untuk

pengembangan industri itu sendiri juga untuk melindungi masyarakat selaku

pengguna. Pemerintah melalui Bank Indonesia dan OJK sebagai badan yang

berwenang mengatur Fintech sesuai dengan kategorinya, telah mengeluarkan

peraturan teknis dalam regulasi terkait Fintech, diantaranya yakni POJK No.

77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Finansial, PBI No. 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,

PBI No. 18/40/PBI/2016 Tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi

Pembayaran, PBI No. 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik yang telah diubah

dalam PBI No. 16/8/PBI/2014.

2. Perlindungan data konsumen di Industri Fintech di Indonesia pengaturan data

pribadi konsumen Fintech masih belum terlalu ketat dibandingkan industri lainnya

seperti perbankan, asuransi dan pasar modal. Sehingga, dia menilai perlu ada
26
Ibid.
xxii
aturan setingkat Undang-Undang sebagai landasan hukum perlindungan data

pribadi 17 masyarakat Tanggung jawab perusahaan Fintech dalam menjaga dan

melindungi kerahasiaan data nasabah. Perlindungan yang diberikan kepada

konsumen seperti penyediaan informasi yang lengkap tentang karakterisktik dari

produk dan layanan yang digunakannya, manfaat, risiko, biaya, dan keamanan

datanya. Dengan adanya informasi konsumen dalam database perusahaan Fintech,

maka terdapat potensi risiko terkait privasi data konsumen maupun data transaksi

yang dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.

B. Saran

1. Diharapkan pemerintah sebagai pemegang regulasi dan pengawasan

memberikan aturan-aturan yang berkepastian hukum dan berkeadilan sehingga

tidak adanyanya kekaburan norma yang menyebabkan misinterpretasi dan

multitafsir terkait dengan penyelenggaraan Fintech terhadap layanan pinjam

meminjam melalui media teknologi informasi.

2. Pemerintah harus segera mengatur perlindungan data pribadi bagi konsumen

dengan peraturan perundang-undangan yang up-to-date dan didapat dari hasil

kajian komparatif dirasa semakin diperlukan urgensinya dan harus sesegera

mungkin dilaksanakan sehingga konsumen terlindungi.

3. Terkait aspek perlindungan konsumen, OJK sebaiknya tidak membedakan

antara penerapan prinsip-prinsip perlindungan konsumen di Fintech PUJK

maupun yang ada pada Fintech Startup karena perlindungan konsumen

xxiii
merupakan hal mutlak yang wajib diterapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan
hukum di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.

Agus Suwandono, “Implikasi Pemberlakuan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap


Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan Dikaitkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen”,
Perspektif, Vol. 21 No. 1, 2016

Budi Rahardjo, Pengaruh Financial Technology (Fintech) Terhadap Perkembangan UMKM di Kota
Magelang, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Papers Fakultas Ekonomi Universitas Tidar,
2019

M. Bahsan,, Hukum Jamiman dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008.

Triyono, Fintech bussines models development in Indonesia, kepala grup inovasi keuangan digital
otoritas jasa keuangan, Indonesia financial service authority

Yuking, A. S. Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisnis Fintech. Jurnal
Hukum dan Pasar Modal, Vol. VIII No. (16), 2018.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 1998 tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi

Wijaya, Reynold. P2P Lending Sebagai Wujud Baru Inklusi Keuangan.


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/26/060000226/.p2p.lending.sebagai.wujud.baru.i
nklusi.keuangan. diakses tanggal 23 Juni 2021

xxiv
Sari, Valenta Elisa. OJK Mengaku Sulit Bikin Aturan Peer to Peer Lending Fintech.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160919124617-78-159357/ojk-mengaku-sulit-bikinaturan-
peer-to-peer-lending-fintech/diakses pada tanggal 23 Juni 2021
Bank Indonesia. Strategi Keuangan Nasional Inklusif.
http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/strategi/Contents/Default.aspx.
diakses tanggal 23 Juni 2021.

Serfiyani C.Y & Hariyani I. Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Sistem
Pembayaran Berbasis Technology Financial. Buletin Hukum Kebangsentralan, Vol. 14 No. (1),
2017, hlm. 345–358

https://www.itworks.id/18258/apa-itu-financial-technology-menurut-bank-indonesia. html/diakses
tanggal 23 Juni 2021

Steven R. Chabinsky, “Fintech: Cybersecurity Risk Management for Financial Institutions and
Technology Vendors”, 2017, diakses tanggal, 23 Juni 2021, Pukul 21.25 WIB

xxv

Anda mungkin juga menyukai