Anda di halaman 1dari 20

Makalah

HUKUM AGRARIA NASIONAL

Disusun Oleh :

KELOMPOK : 3
KHAIDAR 200374201470
FINA MARISA 200374201460
KAMARUZZAMAN 200374201469
IRNAWATI 200374201466
FAHKRATON HAYATI 200374201458
AL HADY FIQRAN 200374201506

FAKULTAS HUKUM DAN SYARIAH


JURUSAN HUKUM SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA
BIREUEN – ACEH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini,
serta salawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW. Semoga di hari kiamat nanti kita mendapatkan syafaat darinya.
Amin ya Rabba Alaamin.
Dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga menyadari dalam penyusunan
makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik
maupun sarannya dari pembaca makalah ini. Sehingga di kemudian hari dapat
menyusun lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat digunakan dengan baik dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bireuen, 13 September 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................2


DAFTAR ISI ....................................................................................................................3
BAB I ................................................................................................................................4
PENDAHULAN ...............................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG ..........................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................5
1.3 TUJUAN ...............................................................................................................5
BAB II ...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN ...............................................................................................................6
A. UPAYA PENYELESAYAN HUKUM AGRARIA NASIONAL ......................6
B. FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM PEMBANGUNAN HUKUM
AGRARIA NASIONAL. ..............................................................................................7
C. SEJARAH PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA .........9
D. UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA HUKUM AGRARIA
NASIONAL. ...............................................................................................................10
E. PERATURAN DAN KEPUTUSAN YANG DICABUT OLEH UNDANG-
UNDANG POKOK AGRARIA.................................................................................11
F. TUJUAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA .........................................12
G. ASAS – ASAS DALAM UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA .............14
F. DEFINISI SENGKETA TANAH ......................................................................14
G. PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ........................................................15
H. KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
TANAH .......................................................................................................................18
I. HAL – HAL YANG MENYEBABKAN TERJADINYA SENGKETA
TANAH .......................................................................................................................18
BAB III ...........................................................................................................................20
PENUTUP ......................................................................................................................20
A. Kesimpulan .........................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia


hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu
berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada
saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk penguburannya
Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu
berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat
menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat. Sengketa tersebut timbul
akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan
wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan,
maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar - besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah
juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut
dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu
pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah,
baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu
terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia
merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada
rakyatnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah
yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individual.

4
Terkait dengan banyak mencuatnya kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya
terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa tanah yang
berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di seluruh indonesia dalam skala besar. Yang
bersekala kecil, jumlahnya lebih besar lagi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti


antara lain sebagai berikut :
1. Apa arti dari sengketa Tanah ?
2. Bagaimana penyelesaian kasus penyelesaian sengketa tanah antara militer
dengan warga masyarakat di jawa timur ?
3. Sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam penyelesaian sengketa
tanah ?

1.3 TUJUAN

Adapun tujuannya adalah :


1. Untuk mengetahui sejauh mana kekuatan sertifikat sebagai alat bukti dalam
penyelesaian sengketa tanah.
2. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian terbaik terhadap tanah yang
dijadikan obyek sengketa tersebut .
3. Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi para mahasiswa mengenai
cara menangani suatu sengketa atas tanah .
4. Dapat bermanfaat dan memberikan informasi tentang bagaimana proses
penguasaan tanah, jaminan hukumnya, serta penyelesaian mengenai sengketa
tanah bagi para mahasiswa.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. UPAYA PENYELESAYAN HUKUM AGRARIA NASIONAL

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ( RI ) dinyatakan pada tanggal 17


Agustus 1945 oleh soekarno dan Mohamad Hatta atas nama bangsa indonesia
sebagai tanda terbentuknya negara kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang merdek.
Dari segi yuridis, proklamasi kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya
hukum kolonial dan saat mulai berlakunya hukum nasional, sedangkan dari segi
politis, peroklamasi kemerdekaan mengandung arti bahwa bangsa indonesia
terbatas dari penjajahan bangsa asing dan memiliki kedaulatan untuk menentukan
nasibnya sendiri.

Proklamasi kemerdekaan RI mempunyai 2 arti penting bagi penyusunan hukum


agraria nasional, yaitu pertama, bagsa indonesia memutuskan hubungannya dengan
hukum agraria kolonial, dan kedua, bangsa indonesia sekaligus menyusun hukum
agraria nasional.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 panitia persiapan kemerdekaan indonesia (PPKI)


yang dipimpin oleh soekarno mengadakan sidang, menghasilkan keputusan antara
lain ditetapkannya Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagai hukum dasar (
konstitisi ) negara RI.

UUD 1945 meletakkan dasar politik agraria nasional yang dimuat dalam pasal
33 ayat 3, yaitu’’bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung untuk sebesarnya
kemakmuran rakyat’’.ketentuan ini bersifat imperatif, yaitu mengandung
pemerintakepada negara agar bumi,air,dan kekayaan alam alam yang terkandung
didalamnya, yang diletakkan dalam penguasaan negara itu dipergunakan untuk
mewujudkan kemakmuran bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan demikian, tujuan
dari penguasaan oleh negara atas bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya adalah untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
indonesia.

6
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah indonesia untuk menyesuaikan hukum
agraria kolonial dengan keadaan dan kebutuhan setelah indonesia merdeka, yaitu :
1. Mengunakan kebijaksanaan dan tafsir baru.
2. Penghapusan hak-hak kovensi.
3. Penghapusan tanah pertikelir.
4. Perubahan peraturan persewaan tanaah rakyat.
5. Peraturan tambahan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah.
6. Peraturan dan tindakan mengenai tanah-tanah perkebunan.
7. Kenaikan canon dan ciji.
8. Larangan dan penyelesayan soal pemakaian tanah tanpa izin.
9. Peraturan perjanjian bagi hasil (tanah pertanian).
10. Peralihan tugs dan wewenang.

B. FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM PEMBANGUNAN HUKUM


AGRARIA NASIONAL.

Menurut notonagoro, faktor-fakror yang harus diperhatikan dalam


pembangunanhukum agraria nasional, adalah faktor formal, faktor materil,faktor
ideal, faktor agraria modern, dan faktor ideologi politik

1. Faktor formal

Keadaan hukum agraria diindonesia sebelum diundangkannya UUPA


merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan-
peraturan yang sekarang berlaku ini berdasarkan pada peraturan-perturan
peralihannn yang terdapat dalan pasal 142 undang-undang dasar sementaraa
(UUDS) 1950, pasal 192 konstitusi Republik indonesia serikat (KRIS) dan pasal 2
aturan peralihan UUD 1945 , yang semuanya itu bersama-sama menentukan dalam
garis besarnya bahwa peraturan-peraturan hkum yang berlaku pada zaman hindia
belanda memegang kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.

7
2. Faktor material

Hukum agraria kolonial mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum


ini dapat meliputi hukum, subjek maupun objek. Menurut hukumnya, yaitu disuatu
pihak berlaku hukum agraria barat yang diatur dalam KUH perdata maupun
agrarische wet, di pihak lain berlaku hukum agraria adat yang diatur dalam hukum
adat tentang tanah masing – masing. Menurt subjeknya, hukum agraria barat
berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum barat, dipihak lain hukum
agraria adat berlaku bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat.

Menurut objeknya, di satu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntukan bagi
orang-orang yang tunduk hukum barat, di pihak lain ada hak-hak ats tanah yang
diperuntukkan bagi orang – orang yang tunduk pada hukum adat. Adanya sifat
dualisme hukum ini membawa konsekuensi, baik dari sistem hukum maupun segi
hak dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan
persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus-menerus.

3. Faktor ideal

Dari faktor ideal (tujuh negara),sudah tentu tujuan hukum agraria tidak cocok
dengan tujuan negara indonesia yang tercantum dalam alinea IV pembukaan UUD
dan tujuan penguasaan bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya ,
seperti yang tercantum dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

4. Faktor agraria modern


Faktor-faktor agraria modern terletak dalam lapangan – lapangan:
1. Lapangan sosial
2. Lapangan ekonomi
3. Lapangan etika.
4. Lapangan idiil fundamental

Faktor-faktor diatas yang mendorong agar dibuat hukum agraria nasional.

8
5. Faktor ideologi politik

Indonesia sebagi bangsa dan negara mempunyai keterkaitan hidup dengan


negara-negara lain. Indonesia tidak dapat mempunyai kedudukan tersendiri terlepas
dari keadaan dan hubungan dengan negara-negara lain. Dalam menyusun hukum
agraria nasional boleh mengadopsi hukum agraria lain sepanjang tidak bertentangan
dengan pancasila dan UUD 1945. UUD 1945 dijadikan faktor dasar dalam
pembangunan hukum agraria nasional.

C. SEJARAH PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG POKOK


AGRARIA

Upaya pemerintah indonesia untuk membentukhukum agraria nasional yang


akan mengantikan hukum agraria kolonial , yang sesuai dengan pancasila dan
UUD1945 sudah dimulai pada tahun 1948 dengan membentuk kepentingan yang
diberi ugas menyusun undang-undang agraria. Setelah mengalami beberapa
pengantian kepanitiaan yang berlangsung selama 12 tahun sebagai suatu rangkayan
peroses yang cukup panjang, maka baru pada tanggal 24 september 1960
pemerintah berhasil membentuk hukum agraria nasional, yang dituangkan dalam
undang-undang no.5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria, yang
lebih dikenal dengan sebutan undang-undang pokok agraria (UUPA).

Tahap-tahap dalam penyusunan undang-undang pokok agraria (UUPA) dapat


dijelaskan sebagai berikut:
1. Panitia agraria yogya
Panitia ini di bentuk dengan penetapan presiden No.16 tahun 1948 tanggal 21 mei
1948 berkedudukan di yogyakarta diketahui oleh sarimin reksodihardjo, kepala
bagian agraria kementrian dalam negeri.
2. Panitia agraria jakarta
Panitia agraria yogya dibubarkan dengan keputusan presiden no.36 tahun 1951
tanggal 19 maret 1951, sekaligus dibentuk panitia agraria jarkarta yang
bekedudukan dijarkarta diketahui oleh singgih praptodihardjo, wakil kepala
bagian agraria kementerian dalam negeri.

9
3. Panitia soewahjo
Berdasarkan keputusan presiden No. 1 tahun 1956 tanggal 14 januari 1956
dibentukan panitia negara urusan agraria berkedudukan dijakarta yang diketahui
soewahji soemodilogo, seketaris jendral kementrian agraria.
4. Rancangan soenarjo
Setelah dilakukan beberapa perubahan megenai sistematika dab perumusan
beberapa pasalnya, maka rancangan panitia soewahjo oleh menteri agraria
soenarjo diajukan kepada dewan menteri pada tanggal 14 maret 1958.dewan
menteri dalam sidangnya tanggal 1 Aperil 1958 dapat menyetujui rancangan
soenarjo dan diajukan kepada dewan perwakilan rakyat (DPR) melalui amanat
presiden sokarno tanggal 24 april 1958.
5. Rancangan sadjarwo
Berdasarkan dekrik presiden tanggal 5 juli 1959 kita kembali kepada UUD 1945.
Berhubungan rancangan soenarjo yang telah diajukan kepada DPR beberapa
waktu yang lalu disusun berdasarkan UUDS 1950, maka dengan surat presiden
tanggal 23 maret 1960 rancangan tersebut ditarik kembali dan disesuaikan dengan
UUD 1945.

D. UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA HUKUM AGRARIA


NASIONAL.

UUPA merupakan pelaksanaan pasal 33 ayat (3) UU 1945 sebagaimana yang


dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu ats dasar ketentuan dalam pasal 33
pasal ayat (3) undang-undang dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal
1, bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi
kekuasaan seluruh rakyat.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan landsan konstitusional bagi
pembentukan politik dan hukum agraria nasional, yang berisi perintah kepada
negara agar bumi, air, dan kekayaan alamyang terkandung didalamnya yang
diletakan dalam penguasaan negara itu digunakan untuk mewujudkan sebesar-
besarnya kemakmuran seluruh rakyat indonesia.

10
UUPA mempunyai dua subtansi dari segi berlakunya, yaitu pertama,tidak
memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonoial, dan kedua
membangun hukum agraria nasional. Menurut boedi harsono, dengan berlakunya
UUPA, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum agraria
diindonesia, terutama hukum dibidang pertanahan. Perubahan yang fundamental ini
mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya.
UUPA merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena
didalamnya memuat program yang dikenal dengan panca program agraria reform
indonesia, yang meliputi :
1. Pembaruan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasional
dan pemberian jaminan kepastian hukum.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial ats tanah.
3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
4. Perombakan pemilikkan dan penguasaan ats tanah serta hubungan-hubungan
hukum yang berhubungan dengan pengusahaan tanah mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenal sebagai program
landreform.
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi,air, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya serta penggunaanya secara terncana, sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.

E. PERATURAN DAN KEPUTUSAN YANG DICABUT OLEH UNDANG-


UNDANG POKOK AGRARIA

Dalam pembentukan UUPA disertai dengan pencabutan terhadap peraturan dan


keputusan yang dibuat pada masa pemerintahan hindia belanda sebagaimana yang
tersebut dalam dictum memutuskan UUPA dibawah perkataan ‘’dengan
mencabut’’ adapun peraturan yang dicabut oleh UUPA yaitu :
1. Agrarishe wet stb. 1870 no.55 sebagai yang termuat dalam pasal 51 IS stb. 1925
no.447.
2. Peraturan-peraturan tentang domein verklaring baik yang bersifat umum
maupun khusus, yaitu:

11
a. Domein verklaring tersebut dalam pasal 1 Agrarische besluit stb.1870
No.118.
b. Algemene domein verklaring tersebut dalam stb.1875 No. 119a.
c. Domein verklaring untuk sumatera tersebut dalam pasal 1 dari stb.1874
No 94f.
d. Domein verklaring untuk karesidenan manado tersebut dalam pasal 1
dari stb.1877 No 55.
e. Domein verklaring untuk residentie zuder en Osterafdeling van borneo
tersebut dalam pasal 1 dari stb.1888. No.58.

3. Koninklijk besluit (keputusan raja) tanggal 16 april 1872 No 29 (stb 1872 No.
29 ( stb.1872 No,117) dan peraturan pelaksanaannya.
4. Buku II KUHperdata indonesia sepanjan yang mengenai bumi, air srta kekayaan
alam yang terkandung didalam nya,kecuali ketentuan-ketentuan tentang
Hypotheek yang masih berlaku pada mulai berlakunya UUPA.

F. TUJUAN UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

Tujuan diundangkan UUPA sebagai tujuan hukum agraria nasional dimuat


dalam penjelasan umum UUPA ,yaitu :
a. Meletak kan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional,yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian, dan keadialn bagi
negara dan rakyat, terytama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan
makmur.
Dasar kenasionalan hukum agraria yang telah dirumuskan dalam UUPA,adalah:
1. Wilayah indonesia yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya merupakan satu kesatuan tanah air dari
rakyat indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia (pasal 1 UUPA).
2. Bumi air ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
merupakan karunia tuhan yang maha esa kepada bangsa indonesia dan
merupakan kekayaan nasional. Untuk itu kekayaan tersebut harus dipelihara
dan digunakan untuksebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal1,2,14, dan 15
UUPA).

12
3. Hunbungan antara bangsa indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnyabersifat abadi, sehingga tidak dapat
diputuskan oleh siapa pun (pasal 1 UUPA).
4. Negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa dan rakyat indonesia diberi
wewenang untuk menguasai bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran, rakyat (pasal 2
UUPA).
5. Hak ulayat sebagi hak masyarakat huykum adat diakui keberadaanya.
Pengakutan tersebut disertai syarat bahwa hak ulayat tersebut masih ada, tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-uandangan
yang lebih tinggi (pasal 3 UUPA).
6. Subjek hak yang mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah warga negara
indonesia tanpa dibedakan asli dan tidak asli. Badan hukum pada perinsipnya
tidak mempunyai hubungan sepenuhnya alam yang terkandung didalamnya
(pasal 9, 21,dan 49 UUPA)
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan. Dalam rangka mengadakan kesatuan hukum tersebut sudah
semestinya sistem hukum yang akan diberikan harus sesuai dengan kesadaran
hukum masyarakat.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memeberi kepastian hukum mengenai hak-hak atas
tanah bagi rakyat seluruhnya. Upaya untuk mewujudkan tujuan ini adalah dengan
membuat peraturan perundang-undang yang diperintahkan oleh UUPA yang sesuai
dengan asas dan jiwa UUPA. Selain itu demngan melakukan pendaftaran tanah atas
bidang-bidang tanah yang ada diwilayah indonesia yang bersifat tanah yang
bertujuan memberiakn jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah.

13
G. ASAS – ASAS DALAM UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA

Dalam UUPA dimuat 8 asas dari hukum agraria nasional. Asas – asas ini
kerena sebagai dasar dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari UUPA
dan segenap peraturan pelaksanaannya. Delapan asas tersebut, adalah sebagai
berikut
1. Asas kenasionalan
2. Asas pada tingkat tertinggi,bumi,air, dan kekayaan alam tyang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara
3. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas
persatuan bangsa dari pada kepentingan perseorangan atau golongan.
4. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
5. Asas hanya negara indonesia yang mempunyai hak milik atas tanah.
6. Asas persamaan bagi setiap warga negara indonesia.
7. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri dan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan.
8. Asas tata guna tanah/pengunaan tanah secara berencana.

F. DEFINISI SENGKETA TANAH

Akhir-akhir ini kasus pertanahan muncul ke permukaan dan merupakan bahan


pemberitaan di media massa. Secara makro penyebab munculnya kasus-kasus
pertanahan tersebut adalah sangat bervariasi yang antara lain :
a. Harga tanah yang meningkat dengan cepat.
b. Kondisi masyarakat yang semakin sadar dan peduli akan kepentingan /
haknya.
c. Iklim keterbukaan yang digariskan pemerintah.

Pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict


of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan siapa, sebagai contoh konkret
antara perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan
hukum dengan badan hukum dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut
di atas, guna kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka terhadap kasus

14
pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan respons / reaksi / penyelesaian
kepada yang berkepentingan (masyarakat dan pemerintah), Menurut Rusmadi
Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga dikatakan sebagai sengketa hak
atas tanah, yaitu : Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu
pihak (orang atau badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas
tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan
harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.

G. PENYELESAIAN SENGKETA TANAH

Cara penyelesaian sengketa tanah melalui BPN (Badan Pertanahan Nasional)


yaitu: Kasus pertanahan itu timbul karena adanya klaim / pengaduan / keberatan
dari masyarakat (perorangan/badan hukum) yang berisi kebenaran dan tuntutan
terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah
ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan
Nasional, serta keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka
atas suatu bidang tanah tersebut. Dengan adanya klaim tersebut, mereka ingin
mendapat penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta
merta dari Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewenangan untuk melakukan
koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan
(sertifikat / Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah), ada pada Kepala Badan
Pertanahan Nasional.

Kasus pertanahan meliputi beberapa macam antara lain :


a. Mengenai masalah status tanah,
b. Masalah kepemilikan,
c. Masalah bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak dan
sebagainya.

Setelah menerima berkas pengaduan dari masyarakat tersebut di atas, pejabat


yang berwenang menyelesaikan masalah ini akan mengadakan penelitian dan
pengumpulan data terhadap berkas yang diadukan tersebut. Dari hasil penelitian ini
dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut dapat diproses lebih lanjut
atau tidak dapat. Apabila data yang disampaikan secara langsung ke Badan

15
Pertanahan Nasional itu masih kurang jelas atau kurang lengkap, maka Badan
Pertanahan Nasional akan meminta penjelasan disertai dengan data serta saran ke
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten / Kota setempat letak tanah yang disengketakan. Bilamana
kelengkapan data tersebut telah dipenuhi, maka selanjutnya diadakan pengkajian
kembali terhadap masalah yang diajukan tersebut yang meliputi segi prosedur,
kewenangan dan penerapan hukumnya. Agar kepentingan masyarakat (perorangan
atau badan hukum) yang berhak atas bidang tanah yang diklaim tersebut mendapat
perlindungan hukum, maka apabila dipandang perlu setelah Kepala Kantor
Pertanahan setempat mengadakan penelitian dan apabila dari keyakinannya
memang harus distatus quokan, dapat dilakukan pemblokiran atas tanah sengketa.
Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional
tanggal 14-1-1992 No 110-150 perihal Pencabutan Instruksi Menteri Dalam Negeri
No 16 tahun 1984.
Dengan dicabutnya Instruksi Menteri Dalam Negeri No 16 Tahun 1984, maka
diminta perhatian dari Pejabat Badan Pertanahan Nasional di daerah yaitu para
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi dan Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota, agar selanjutnya di dalam melakukan penetapan status
quo atau pemblokiran hanya dilakukan apabila ada penetapan Sita Jaminan (CB)
dari Pengadilan. (Bandingkan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No 3 Tahun 1997 Pasal 126).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa apabila Kepala Kantor Pertanahan
setempat hendak melakukan tindakan status quo terhadap suatu Keputusan Tata
Usaha Negara di bidang Pertanahan (sertifikat/Surat Keputusan Pemberian Hak
Atas Tanah), harusnya bertindak hati-hati dan memperhatikan asas-asas umum
Pemerintahan yang baik, antara lain asas kecermatan dan ketelitian, asas
keterbukaan (fair play), asas persamaan di dalam melayani kepentingan masyarakat
dan memperhatikan pihak-pihak yang bersengketa.
Terhadap kasus pertanahan yang disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional
untuk dimintakan penyelesaiannya, apabila dapat dipertemukan pihak-pihak yang
bersengketa, maka sangat baik jika diselesaikan melalui cara musyawarah.
Penyelesaian ini seringkali Badan Pertanahan Nasional diminta sebagai mediator di

16
dalam menyelesaikan sengketa hak atas tanah secara damai saling menghormati
pihak-pihak yang bersengketa. Berkenaan dengan itu, bilamana penyelesaian secara
musyawarah mencapai kata mufakat, maka harus pula disertai dengan bukti tertulis,
yaitu dari surat pemberitahuan untuk para pihak, berita acara rapat dan selanjutnya
sebagai bukti adanya perdamaian dituangkan dalam akta yang bila perlu dibuat di
hadapan notaris sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Pembatalan keputusan tata usaha negara di bidang pertanahan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional berdasarkan adanya cacat hukum/administrasi di dalam
penerbitannya. Yang menjadi dasar hukum kewenangan pembatalan keputusan
tersebut antara lain :
1. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
2. Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
3. Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang
Pertanahan.
4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 3
Tahun 1999.
Dalam praktik selama ini terdapat perorangan/ badan hukum yang merasa
kepentingannya dirugikan mengajukan keberatan tersebut langsung kepada Kepala
Badan Pertanahan Nasional. Sebagian besar diajukan langsung oleh yang
bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional dan sebagian diajukan
melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan
melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi yang
bersangkutan.

17
H. KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
TANAH

Pembuktian, menurut Prof. R. subekti, yang dimaksud dengan membuktikan


adalah Meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan.
Kekuatan Pembuktian, Secara umum kekuatan pembuktian alat bukti tertulis,
terutama akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian, yaitu:
1. Kekuatan pembuktian formil. Membuktikan antara para pihak bahwa mereka
sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
2. Kekuatan pembuktian materiil. Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-
benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi.
3. Kekuatan mengikat. Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa
pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada
pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik
mempunyai kekuatan pembuktian keluar.

I. HAL – HAL YANG MENYEBABKAN TERJADINYA SENGKETA TANAH

. Menurut Kepala BPN Pusat, setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan
terjadinya sengketa tanah:
1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada
tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.
2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam
distribusi kepemilikan tanah ini baik untuk tanah pertanian maupun bukan
pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis maupun
sosiologis. Dalam hal ini, masyarakat bawah, khususnya petani/penggarap
tanah memikul beban paling berat. Ketimpangan distribusi tanah ini tidak
terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik dan liberalistik.
Atas nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau tanah milik
masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga murah.

18
3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal
(sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya, secara legal
(de jure), boleh jadi banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau
para pemodal besar, karena mereka telah membelinya dari para petani/pemilik
tanah, tetapi tanah tersebut lama ditelantarkan begitu saja. Mungkin sebagian
orang menganggap remeh dengan memandang sebelah mata persoalan sengketa
tanah ini, padahal persoalan ini merupakan persoalan yang harus segera di
carikan solusinya. Kenapa demikian? karena sengketa tanah sangat berpotensi
terjadinya konflik antar ras, suku dan agama. Akibatnya harga diri harus
dipertaruhkan.

Kekuatan pembuktian sertifikat


1. Sistem Positif
Menurut sistem positif ini, suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah
berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan
satu – satunya tanda bukti hak atas tanah.
2. Sistem Negatif
Menurut sistem negatif ini adalah bahwa segala apa yang tercantum didalam
sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang
sebaliknya (tidak benar) dimuka sidang pengadilan.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Proklamasi kemerdekaan Republik


Indonesia ( RI ) dinyatakan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh soekarno dan
Mohamad Hatta atas nama bangsa indonesia sebagai tanda terbentuknya negara
kesatuan RI sebagai suatu bangsa yang merdeka. Dari segi yuridis, proklamasi
kemerdekaan merupakan saat tidak berlakunya hukum kolonial dan saat mulai
berlakunya hukum nasional, sedangkan dari segi politis, peroklamasi kemerdekaan
mengandung arti bahwa bangsa indonesia terbatas dari penjajahan bangsa asing dan
memiliki kedaulatan untuk menentukan nasibnya sendiri.
Faktor-fakror yang harus diperhatikan dalam pembangunan hukum agraria
nasional, adalah faktor formal, faktor materil,faktor ideal, faktor agraria modern,
dan faktor ideologi politik. Upaya pemerintah indonesia untuk membentukhukum
agraria nasional yang akan mengantikan hukum agraria kolonial , yang sesuai
dengan pancasila dan UUD1945 sudah dimulai pada tahun 1948 dengan
membentuk kepentingan yang diberi tugas menyusun undang-undang agraria.
Dan tujuan UUPA Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional,yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian,
dan keadialn bagi negara dan rakyat, terytama rakyat tani dalam rangka masyarakat
yang adil dan makmur.

20

Anda mungkin juga menyukai