(Pe) Yusuf A1n119063
(Pe) Yusuf A1n119063
PEMBELAJARAN ETNOPEDAGOGIK
OLEH :
YUSUF
A1N119063
KENDARI
2021
BAB III
B. Identitas Budaya
Ada dua macam kesadaran etnis: (1) kesadaran etnis dari dalam ( internal
ethnis consciousness), dan (2) kesadaran etnis dari luar ( external ethnis
consciousness). Kesadaran etnis dari dalam yang biasa juga disebut
revivalisme adalah suatu kesadaran yang berkaitan langsung dengan unsur
budaya kelompok etnis dalam bentuk identitas budaya etnis (Alqadrie, 2006).
Kelompok etnis bersangkutan merasa bahwa mereka sudah ada karena
adanya identitas budaya dan identifikasi etnis yang jelas berbeda dengan
kelompok lain. Karena itu, keberadaan mereka seharusnya dihargai oleh
kelompok etnis lain dan sebaliknya mereka juga harus menghargai
keberadaan kelompok lain.
Kesadaran etnis dari luar yang biasa dinamai revitalisme adalah suatu
kesadaran yang berkaitan secara tidak langsung dengan budaya, atau paling
tidak bersentuhan dengan budaya materi. Kesadaran etnis kedua ini timbul di
lingkungan satu kelompok etnis tertentu setelah melalui proses persentuhan
dengan kelompok etnis lain. Dalam persentuhan itu, kelompok etnis pertama
melihat dan merasakan bahwa kelompok etnis kedua memiliki kelebihan
dalam segala bidang kehidupan, baik dalam wujud materi atau fisik maupun
dalam bentuk bukan materi tetapi berkaitan dengan unsur budaya. Kelebihan
tersebut antara lain dalam pendidikan dan keterampilan, akses ke berbagai
bidang usaha. Timbulnya kesadaran etnis menyusul timbulnya hasrat
kelompok etnis “tertinggal” tersebut untuk memiliki kelebihan-kelebihan itu,
minimal keinginan untuk sama dengan kelompok lain.
esadaran etnis ini dapat menghasilkan segi positif dan negatif. Segi positif
muncul ketika keinginan suatu kelompok untuk memperoleh apa yang telah
dicapai oleh kelompok lain melalui cara-cara yang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan melalui persaingan yang jujur. Kekalahan atau kemenangan
merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap persaingan, sehingga
kesadaran etnis seperti ini tidak akan menjurus pada pertikaian, tetapi justru
menciptakan persaingan yang konstruktif. Kehadiran para transmigran ke
Kalbar pada periode baik sebelum tahun 1900-an yang dilandasi oleh motif
sosial budaya, maupun setelah periode tahun 1900-an walau didorong oleh
motif ekonomi dan politik, tetapi lebih menitikberatkan pada persaingan jujur,
menghargai atau mengidentifikasikan diri mereka pada identitas setempat
dan penyesuaian dengan nilai budaya yang berlaku, tidak menimbulkan
hubungan negatif dengan penduduk setempat.
BAB IV
A. Pengertian Kebudayaan
B. Pengertian Pendidikan
BAB V
a. Pendidikan Formal
Pembelajaran bahasa etnik melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah di
daerah perlu terus dilaksanakan. Pembelajaran tidak cukup hanya di SD,
tetapi perlu ditingkatkan sampai di SMP. Di samping itu, jurusan sastra
daerah di beberapa perguruan tinggi perlu didukung pemerintah dan semua
lapisan masyarakat.
Strategi pada pendidikan formal pemberian pembelajaran bahasa etnik tidak
hanya pada muatan lokal saja, tetapi dapat dilakukan dalam (1)
mengintegrasikan bahasa dan budaya etnik pada mata pelajaran tertentu
pada konten (isi) materi. (2) mengadopsi istilah, bahasa, dan budaya etnik
sebagai model dan media pembelajaran. Outputnya tidak saja membuat
pembelajaran lebih menarik juga lebih mendekatkan siswa dengan identitas
bahasa dan budayanya.
b. Pendidikan Rumah
Para orang tua di perantauan perlu mengajarkan anak-anak mereka
berbahasa etnik di rumah sejak si anak mulai belajar berbicara. Si anak tidak
perlu diajar bahasa Indonesia karena dia akan mendapatkannya di luar
rumah. Anak-anak itulah penerus masa depan bahasa etnik. Karena itu orang
tua memiliki tanggung jawab besar bagi pelestarian bahasa dan budaya etnik
c. Penyebarluasan Bahasa Etnik melalui Lembaga/Upacara Adat
Lembaga adat juga sangat penting untuk pelestarian bahasa etnik. Semua
kegiatan lembaga dan upacara adat menggunakan bahasa etnik yang baik
dan benar sebagai bahasa pengantarnya. Sehingga dengan demikian,
lembaga ini cukup penting peranannya dalam pengembangan bahasa etnik
yang baku.