I. PENDAHULUAN
Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil studi
menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan
berpikir matematika siswa masih jarang dikembangkan. Rendahnya kemampuan
berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di
sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematika siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam mengerjakan
soal-soal matematika di sekolah yang masih belum memuaskan.
2
Latihan pemecahan soal ternyata hanya sebagian kecil siswa yang dapat
mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat menyelesaikan soal-soal
tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh penyelesaiannya. Salah satu penyebab
rendahnya penguasaan matematika siswa adalah guru tidak memberi kesempatan
yang cukup kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya. Matematika
dipelajari oleh kebanyakan siswa secara langsung dalam bentuk yang sudah jadi
(formal), karena matematika dipandang oleh kebanyakan guru sebagai suatu proses
yang prosedural dan mekanistis.
Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa sikap dan kemampuan
berpikir matematika siswa masih rendah dan belum memuaskan, diantaranya:
1. Para siswa masih merasa malas untuk mempelajari matematika karena terlalu
banyak rumus.
2. Para siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang
membosankan.
3. Matematika masih sulit dipahami oleh siswa.
4. Soal matematika yang diberikan sulit untuk dikerjakan.
5. Siswa masih merasa bingung dalam mengaplikasikan konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
6. Soal yang diberikan adalah soal-soal rutin yang kurang meningkatkan
kemampuan berpikir matematika siswa.
7. Soal yang diberikan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan siswa
belum terbiasa diberikan soal-soal tidak rutin.
Sehingga tidak hanya rendah pada kemampuan aspek mengerti matematika sebagai
pengetahuan (cognitive) tetapi juga aspek sikap (attitude) terhadap matematika juga
masih belum memuaskan. Sebagian besar siswa masih menganggap matematika
merupakan mata pelajaran yang sukar dipelajari dan menakutkan bagi mereka.
Pelajaran matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata
pelajaran yang tidak disenangi. Anggapan tersebut sudah melekat pada anak-anak,
sehingga berdampak negatif terhadap proses pembelajaran siswa dalam matematika.
3
Walaupun matematika dikenal sebagai ilmu yang sukar dipahami, akan tetapi banyak
faktor yang dapat membantu memudahkan pemahaman matematika, salah satunya
adalah cara penyampaian materi, misalnya saja dengan menekankan kepada
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar sehingga potensi siswa
dapat berkembang dengan baik.
Pandangan umum yang masih dianut oleh guru dan masih berlaku sampai sekarang
ialah bahwa dalam proses belajar mengajar, pengetahuan dialihkan dari guru kepada
siswa. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang
berlangsung satu arah yaitu guru menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat
4
lalu menghafalnya sehingga tujuan pembelajaran akan cepat selesai. Dalam proses
pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan
menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada
menanamkan pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskan
konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal
latihan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran
Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun Ruang pada
Siswa Kelas IV SDN 2 Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2017/2018”.
d. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama
dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan
berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan
pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk
menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan
terjadi.
7
Siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada umur yang berkisar antara usia 7 hingga 12
tahun, pada tahap ini siswa masih berpikir pada fase operasional konkret.
Kemampuan yang tampak dalam fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek
yang bersifat konkret (Heruman, 2008). Siswa SD masih terikat dengan objek yang
ditangkap dengan pancaindra, sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran
8
matematika yang bersifat abstrak, peserta didik lebih banyak menggunakan media
sebagai alat bantu, dan penggunaan alat peraga. Karena dengan penggunaan alat
peraga dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih
cepat memahaminya. Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari dua hal
yaitu hakikat matematika itu sendiri dan hakikat dari anak didik di SD. Suwangsih
dan Tiurlina (2006) menyatakan ciri-ciri pembelajaran matematika SD yaitu :
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan di
mana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau
menghubungkan dengan topik sebelumnya, topik sebelumnya merupakan
prasyarat untuk topik baru, topik baru merupakan pendalaman dan perluasan dari
topik sebelumnya. Konsep yang diberikan dimulai dengan benda-benda konkret
kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih
abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam
matematika.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari
konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit, selain
pembelajaran matematika dimuali dari yang konkret, ke semi konkret, dan
akhirnya kepada konsep abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap
perkembangan siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan
pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya
pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu
pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran
matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya
generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.
9
3.1.4. Kelas
Kelas yang digunakan untuk kegiatan perbaikan pembelajaran adalah kelas IV.
Prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan terdiri dari 3 siklus, yaitu
siklus I, II dan siklus III. Tiap siklus terdiri atas tiga kali tatap muka.
Siklus I
Pada siklus 1 tahapan yang disiapkan terdiri dari tahap perencanaan yang digunakan
penulis untuk membuat RPP dan menyiapkan bahan ajar yang sesuai dengan
kompetensi yang akan dibahas. Kemudian penulis memilih teman sejawat yang akan
dijadikan pendamping dan pengawas ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
Pada tahap observasi, penulis mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif yang
diperoleh dari keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan nilai yang
diperoleh ketika mengerjakan tugas yang diberikan. Tahap refleksi, penulis mencatat
kelemahan dan kelebihan siswa selama proses pembelajaran guna dipikirkan dan
dicari solusi perbaikannya pada siklus 2.
Siklus II
1. Perencanaan
Dalam tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan penulis adalah :
a. Membuat RPP.
b. Menyiapkan materi.
c. Menyusun lembar kerja murid
d. Mempersiapkan media yang akan digunakan.
e. Membuat dan menyusun alat evaluasi.
f. Menetapkan kegiatan perbaikan pembelajaran dan tes evaluasi dilakukan pada
akhir pertemuan.
2. Pemberian Tindakan
13
4. Evaluasi
Memberikan tes kapada setiap murid untuk mengetahui hasil belajar Matematika
setelah berlangsungnya tindakan pada akhir siklus II.
5. Refleksi
Refleksi dari penelitian siklus kedua menguraikan masalah – masalah yang
ditemukan pada tahap perencanaan, pemberian tindakan dan observasi. Menelah
keberhasilan dan kelemahan dalam pembelajaran Matematika melalui Model
pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan bangun
ruang. Hasil refleksi menjadi masukan dalam melakukan perbaikan pada pelaksanaan
siklus III.
Siklus III
1. Perencanaan
Perencanaan pada siklus III meliputi :
a. Melanjutkan tahap perencanaan yang telah dilakukan pada siklus II.
b. Dari hasil refleksi pada siklus II, guru menyusun rencana baru untuk ditindak
lanjuti, antara lain mengawasi murid lebih teliti lagi dan memberikan arahan atau
motivasi kepada murid yang kurang memperhatikan pelajaran atau tidak aktif.
2. Tahap Tindakan
15
Tindakan siklus III ini adalah melanjutkan langkah-langkah yang telah dilakukan
pada siklus II dan beberapa perbaikan yang dianggap perlu dalam memecahkan
masalah yang muncul pada siklus sebelumnya. Tindakan yang perlu dilakukan adalah
:
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah
tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan
masalah/soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah/soal yang belum
dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak
dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.
Langkah 4 : Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu
rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari
3. Tahap Observasi
Tahap observasi siklus III ini adalah melanjutkan kegiatan pada siklus II yang
dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar.
4. Refleksi
Pada tahap refleksi umumnya langkah-langkah yang dilakukan pada siklus III seperti
halnya yang dilakukan pada siklus II, yaitu :
a. Menilai dan mengamati perkembangan hasil belajar serta nilai tes akhir
siklus III.
b. Mengamati dan mencatat perkembangan-perkembangan atau hal-hal yang
dialami oleh murid selama berlangsungnya proses belajar mengajar serta pada
saat belajar kelompok.
c. Menarik beberapa kesimpulan dari hasil analisis refleksi dan keseluruhan data
yang telah diperoleh selama tiga siklus.
d. Memberikan kesempatan kepada murid untuk memberikan tanggapan atau
saran-saran perbaikan melalui tes wawancara.
17
a. Siklus I
Sebelum menggunakan model pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh
yang relevan dengan bangun ruang hasil belajar Matematika siswa adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Hasil evaluasi pembelajaran siklus 1
No Nama L/P KKM Siklus 1 Keterangan
1. Aliqa Rizqina Ramadani P 65 60 Tidak Tuntas
2. Ari Pradesta L 65 70 Tuntas
3. Danillo Fernando L 65 70 Tuntas
4. Fariska Shella Ananda P 65 60 Tidak Tuntas
5. Farit Rizki Bayu Saputra L 65 65 Tuntas
6. Fisca Ramadhan L 65 70 Tuntas
7. Gustina P 65 60 Tidak Tuntas
8. Marvel Wirahadi Pratama L 65 50 Tidak Tuntas
9. Raihan L 65 60 Tidak Tuntas
10. Ramanda L 65 50 Tidak Tuntas
11. Ramanda Umar Yusuf L 65 70 Tuntas
12. Reisya Yohana Tasya P 65 75 Tuntas
13. Reza Diandra Febrian L 65 40 Tidak Tuntas
14. Rico Saputra L 65 60 Tidak Tuntas
15. Rizki Pratama L 65 65 Tuntas
16. Rizki Ramadhan L 65 65 Tuntas
17. Selly Salsabila P 65 70 Tuntas
18. Sutrisno L 65 55 Tidak Tuntas
19. Tiara P 65 70 Tuntas
20. Tiara Oktavia P 65 65 Tuntas
21. Evita Lesti P 65 60 Tidak Tuntas
Rata-rata 63,28 Tidak Tuntas
Pada tabel diatas diketahui nilai terendah siswa adalah 40 dan nilai tertinggi adalah
70, dengan perolehan nilai rata-rata 63,28. Hal ini belum sesuai dengan harapan
19
bahkan nilai rata-rata masih belum mencukupi KKM yang telah ditentukan sekolah
yaitu 65. Prosentase ketuntasan siswa tertera paa tabel dibawah ini :
1 Tuntas 11 52,39%
2 Tidak Tuntas 10 47,61%
Prosentase ketuntasan siswa pada siklus I masih sangat rendah, yaitu mencapai
10 siswa (52,39%) tidak tuntas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas mencapai
47,61% saja.
b. Siklus II
Perencanaan
Dalam tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan penulis adalah :
a. Membuat RPP.
b. Menyiapkan materi.
c. Menyusun lembar kerja murid
d. Mempersiapkan media yang akan digunakan.
e. Membuat dan menyusun alat evaluasi.
f. Menetapkan kegiatan perbaikan pembelajaran dan tes evaluasi dilakukan pada
akhir pertemuan.
Pemberian Tindakan
Melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan Model Pembelajaran
Realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan bangun ruang dengan
rencana tindakan yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut.
20
Hasil Tindakan
Hasil dari pelaksanaan tindakan adalah berupa nilai yang tertera pada tabel
dibawah ini :
21
Pada tabel perolehan nilai pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa
adalah 50 dan nilai tertinggi siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata
meningkat menjadi 68,1. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai mencukupi KKM
berjumlah 17 siswa. Ini menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding pada saat
sebelum dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun
Ruang.
1 Tuntas 17 80,95%
2 Tidak Tuntas 4 19,05%
Pada tabel prosentase nilai, ketuntasan siswa mencapai 80,95% (17 siswa), dan siswa
yang tidak tuntas mencapai 19,05%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 28,56%
dibanding dengan ketuntasan belajar pada siklus 1.
Refleksi Siklus II
Pada siklus II ketuntasan belajar siswa belum maksimal hal ini dikarenakan masih
ada kelemahan-kelemahan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kelemahan
itu antara lain :
a. Guru belum mampu menggunakan waktu secara efisien
b. Guru belum mampu mengelola kelas dengan baik dan menumbuhkan minat
belajar matematika pada siswa.
1 Tuntas 19 90,48%
2 Tidak Tuntas 2 9,52%
Pada tabel diatas diketahui nilai terendah siswa pada siklus III adalah 60 dan nilai
tertinggi siswa adalah 90, sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus
III, ketuntasan siswa mencapai 90,48% (19 siswa), dan siswa yang tidak tuntas
mencapai 9,52%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 9,53% dibanding dengan
ketuntasan belajar pada siklus II.
4.2.2. Siklus II
Pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa adalah 50 dan nilai tertinggi
siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata meningkat menjadi 68,1. Jumlah
24
.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
25
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis, dengan
menganalisa data penskoran temuan yang penulis dapatkan, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa dengan memanfaatkan Majalah Dinding di Sekolah dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa Kelas IV SDN 2
Penumangan Baru. Peningkatan tersebut terlihat dari hasil perbaikan pembelajaran
yang dilakukan pada siklus I, Siklus I nilai terendah siswa adalah 40 dan nilai
tertinggi adalah 70, dengan perolehan nilai rata-rata 63,28. Hal ini belum sesuai
dengan harapan bahkan nilai rata-rata masih belum mencukupi KKM yang telah
ditentukan sekolah yaitu 65. Prosentase ketuntasan siswa pada siklus I masih sangat
rendah, yaitu mencapai 10 siswa (52,39%) tidak tuntas. Sedangkan siswa yang tidak
tuntas mencapai 47,61% saja. Pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa
adalah 50 dan nilai tertinggi siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata
meningkat menjadi 68,1. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai mencukupi KKM
berjumlah 17 siswa. Ini menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding pada saat
sebelum dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun
Ruang. Ketuntasan siswa mencapai 80,95% (17 siswa), dan siswa yang tidak tuntas
mencapai 19,05%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 28,56% dibanding
dengan ketuntasan belajar pada siklus 1. Diketahui nilai terendah siswa pada siklus
III adalah 60 dan nilai tertinggi siswa adalah 90, sedangkan prosentase ketuntasan
belajar siswa pada siklus III, ketuntasan siswa mencapai 90,48% (19 siswa), dan
siswa yang tidak tuntas mencapai 9,52%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar
9,53% dibanding dengan ketuntasan belajar pada siklus II.
V.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan, maka penulis memberi saran sebagai
berikut :
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Dewita, Sri Dewita. 2013. Pemanfaatan Mading Sekolah. Semarang : Dwi Digital
printing.
http : // aadesanjaya.blogspot.com/2011/06/Pengertian Matematika.html.5 Januari
2012
Syafari.2002. Menganalisis Hasil Belajar Siswa. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Tim FKIP UT. 2013. Pemantapan Kemampuan Profesional, Edisi 2. Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka.
Wardani, I.G.A.K.: Wihardit, K; Nasoetion, N, dkk. 2013. Cetakan kesebelas.
Pemantapan Kemampuan Profesional. Tangerang Selatan : Universitas
Terbuka.