Anda di halaman 1dari 27

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah


Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat tinggi
sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa keterampilan berpikir yang
dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis,
keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan
analisis. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai bagian dari keterampilan
berpikir perlu dimiliki oleh setiap anggota masyarakat, sebab banyak sekali
persoalan-persoalan dalam kehidupan yang harus dikerjakan dan diselesaikan.
Karena kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan dan memecahkan permasalahan yang ada dalam kehidupan di
masyarakat, jelas bahwa siswa sebagai bagian dari masyarakat harus dibekali dengan
kemampuan berpikir kritis yang baik. Oleh sebab itu, kemampuan berpikir terutama
yang menyangkut aktivitas matematika perlu mendapatkan perhatian khusus dalam
proses pembelajaran matematika.

Namun, kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil studi
menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, namun fokus dan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan
berpikir matematika siswa masih jarang dikembangkan. Rendahnya kemampuan
berpikir kritis disebabkan upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis di
sekolah-sekolah jarang dilakukan. Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif
matematika siswa juga dapat dilihat dari hasil jawaban siswa dalam mengerjakan
soal-soal matematika di sekolah yang masih belum memuaskan.
2

Latihan pemecahan soal ternyata hanya sebagian kecil siswa yang dapat
mengerjakannya dengan baik, sebagian besar tidak tahu apa yang harus dikerjakan.
Setelah diberi petunjuk pun, mereka masih juga tidak dapat menyelesaikan soal-soal
tersebut, sehingga guru menerangkan seluruh penyelesaiannya. Salah satu penyebab
rendahnya penguasaan matematika siswa adalah guru tidak memberi kesempatan
yang cukup kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya. Matematika
dipelajari oleh kebanyakan siswa secara langsung dalam bentuk yang sudah jadi
(formal), karena matematika dipandang oleh kebanyakan guru sebagai suatu proses
yang prosedural dan mekanistis.

Sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa sikap dan kemampuan
berpikir matematika siswa masih rendah dan belum memuaskan, diantaranya:
1. Para siswa masih merasa malas untuk mempelajari matematika karena terlalu
banyak rumus.
2. Para siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang
membosankan.
3. Matematika masih sulit dipahami oleh siswa.
4. Soal matematika yang diberikan sulit untuk dikerjakan.
5. Siswa masih merasa bingung dalam mengaplikasikan konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
6. Soal yang diberikan adalah soal-soal rutin yang kurang meningkatkan
kemampuan berpikir matematika siswa.
7. Soal yang diberikan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan siswa
belum terbiasa diberikan soal-soal tidak rutin.

Sehingga tidak hanya rendah pada kemampuan aspek mengerti matematika sebagai
pengetahuan (cognitive) tetapi juga aspek sikap (attitude) terhadap matematika juga
masih belum memuaskan. Sebagian besar siswa masih menganggap matematika
merupakan mata pelajaran yang sukar dipelajari dan menakutkan bagi mereka.
Pelajaran matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata
pelajaran yang tidak disenangi. Anggapan tersebut sudah melekat pada anak-anak,
sehingga berdampak negatif terhadap proses pembelajaran siswa dalam matematika. 
3

Siswa menganggap bahwa pembelajaran matematika yang diikuti di sekolah kurang


menarik dan kurang menyenangkan. Mereka merasa tidak termotivasi untuk belajar
matematika dan sulit untuk bisa menyenangi matematika sehingga pada akhirnya
mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi kurang memuaskan.

Bahwa kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan


berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pembelajaran bermakna,
metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar
siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan
mekanistis. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Walaupun matematika dikenal sebagai ilmu yang sukar dipahami, akan tetapi banyak
faktor yang dapat membantu memudahkan pemahaman matematika, salah satunya
adalah cara penyampaian materi, misalnya saja dengan menekankan kepada
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar sehingga potensi siswa
dapat berkembang dengan baik.

Dalam setiap proses belajar mengajar di sekolah sekurang-kurangnya melibatkan


empat komponen pokok, yaitu: individu siswa, guru, ruang kelas dan kelompok
siswa”. Semua komponen ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang unik dan
berpengaruh terhadap jalannya proses belajar mengajar. Dalam proses belajar
mengajar, pendukung keberhasilan seorang guru dalam pembelajaran tidak hanya
dari kemampuannya dalam menguasai materi akan tetapi faktor lain pun dapat
mendukung, seperti penggunaan metode yang tepat dalam proses pembelajaran
tersebut. Hal ini harus diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan pembelajaran.

Pandangan umum yang masih dianut oleh guru dan masih berlaku sampai sekarang
ialah bahwa dalam proses belajar mengajar, pengetahuan dialihkan dari guru kepada
siswa. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang
berlangsung satu arah yaitu guru menerangkan dan siswa mendengarkan, mencatat
4

lalu menghafalnya sehingga tujuan pembelajaran akan cepat selesai. Dalam proses
pembelajaran matematika guru umumnya terlalu berkonsentrasi pada latihan
menyelesaikan soal yang lebih bersifat prosedural dan mekanistis daripada
menanamkan pemahaman. Dalam kegiatan pembelajaran guru biasanya menjelaskan
konsep secara informatif, memberikan contoh soal, dan memberikan soal-soal
latihan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang
berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran
Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun Ruang pada
Siswa Kelas IV SDN 2 Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2017/2018”.

1.1.1. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini
adalah :
a. Para siswa masih merasa malas untuk mempelajari matematika karena terlalu
banyak rumus.
b. Para siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang
membosankan.
c. Matematika masih sulit dipahami oleh siswa.
d. Soal matematika yang diberikan sulit untuk dikerjakan.
e. Siswa masih merasa bingung dalam mengaplikasikan konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Soal yang diberikan adalah soal-soal rutin yang kurang meningkatkan
kemampuan berpikir matematika siswa.
g. Soal yang diberikan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan siswa
belum terbiasa diberikan soal-soal tidak rutin

1.1.2. Analisis Masalah / Cara Pemecahan Masalah


Untuk pemecahan masalah tersebut penulis menggunakan Model Pembelajaran
Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun Ruang.
5

1.2. Rumusan Masalah


Apakah Melalui Model Pembelajaran Realistik dengan Menggunakan Contoh yang
Relevan dengan Bangun Ruang dapat Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada
Siswa Kelas IV SDN 2 Penumangan Baru Kecamatan Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2017/2018 ?

1.3. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Tujuan yang akan dicapai dalam perbaikan pembelajaran ini adalah :
a. Memudahkan siswa memahami konsep matematika kelas IV SDN 2
Penumangan Baru.
b. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa

1.4. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Manfaat penelitian perbaikan pembelajaran antara lain :
a. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia
nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa
matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan
sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang
tersebut.
c. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara
penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama
antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau
menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam
mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan
cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa
diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses
penyelesaian soal atau masalah tersebut.
6

d. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam
mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama
dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan
berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan
pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk
menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan
terjadi.
7

II. KAJIAN PUSTAKA

II.1. Pembelajaran Matematika Di SD


Matematika merupakan alat untuk  memberikan cara berpikir, menyusun pemikiran
yang jelas, tepat, dan teliti. Hudojo (2005) menyatakan, matematika sebagai suatu
obyek abstrak, tentu saja sangat sulit dapat dicerna anak-anak Sekolah Dasar (SD)
yang mereka oleh Piaget, diklasifikasikan masih dalam tahap operasi konkret. Siswa
SD belum mampu untuk berpikir formal maka dalam pembelajaran matematika
sangat diharapkan bagi para pendidik mengaitkan proses belajar mengajar di SD
dengan benda konkret.

Heruman (2008) menyatakan dalam pembelajaran matematika SD, diharapkan terjadi


reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara
penyelesaian  secara informal dalam pembelajaran di kelas. Selanjut Heruman
menambahkan bahwa dalam pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan
antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.
Sehingga diharapkan pembelajaran yang terjadi merupakan pembelajaran menjadi
lebih bermakna (meaningful), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu
(learning to know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar
menjiwai (learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to
learn), serta bagaimana bersosialisasi dengan sesama teman (learning to live
together).

Siswa Sekolah Dasar (SD) berada pada umur  yang berkisar antara usia 7 hingga 12
tahun, pada tahap ini siswa masih berpikir pada fase operasional konkret.
Kemampuan yang tampak dalam fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek 
yang bersifat konkret (Heruman, 2008). Siswa SD masih terikat dengan objek yang
ditangkap dengan pancaindra, sehingga sangat diharapkan dalam pembelajaran
8

matematika yang bersifat abstrak, peserta didik lebih banyak menggunakan media
sebagai alat bantu, dan penggunaan alat peraga. Karena dengan penggunaan alat
peraga dapat memperjelas apa yang disampaikan oleh guru, sehingga siswa lebih
cepat memahaminya. Pembelajaran matematika di SD tidak terlepas dari dua hal
yaitu hakikat matematika itu sendiri dan hakikat dari anak didik di SD. Suwangsih
dan Tiurlina (2006) menyatakan ciri-ciri pembelajaran matematika SD yaitu :
1.      Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan di
mana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan atau
menghubungkan dengan topik sebelumnya, topik sebelumnya merupakan
prasyarat untuk topik baru, topik baru merupakan pendalaman dan perluasan dari
topik sebelumnya. Konsep  yang diberikan dimulai dengan benda-benda konkret
kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan bentuk pemahaman yang lebih
abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum digunakan dalam
matematika.
2.      Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari
konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit, selain
pembelajaran matematika dimuali dari yang konkret, ke semi konkret, dan
akhirnya kepada konsep abstrak.
3.      Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap
perkembangan siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan
pendekatan induktif.
4.      Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya
pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Suatu
pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang telah diterima kebenarannya. Meskipun di SD pembelajaran
matematika dilakukan dengan cara induktif tetapi pada jenjang selanjutnya
generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.
9

5.      Pembelajaran matematika hendaknya bermakna


Pembelajaran matematika secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi
pelajaran yang mengutamakan pengertian dari pada hafalan. Dalam belajar
bermakna aturan-aturan, dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi
sebaliknya aturan-aturan, dalil-dalil ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh
secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang
selanjutnya.

II.2. Model Pembelajaran Realistik


Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME)
adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan
Freudenthal di Belanda. Gravemeijer menjelaskan bahwa RME dapat digolongkan
sebagai aktivitas yang meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan
mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal
ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan
matematika formal.

Langkah-langkah model pembelajaran realistik adalah :


1)   Memberikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2)   Mendorong siswa menyelesaikan masalah tersebut, baik individu maupun
kelompok.
3) Memberikan masalah yang lain pada siswa, tetapi dalam konteks yang sama
setelah diperoleh beberapa langkah dalam menyelesaikan masalah tersebut.
4) Mempertimbangkan cara dan langkah yang ditentukan dengan memeriksa dan
meneliti, kemudian guru membimbing siswa untuk melangkah lebih jauh ke
arah proses matematika vertikal.
5)   Menugaskan siswa baik individu maupun kelompok untuk menyelesaikan
permasalahan lain baik terapan maupun bukan terapan.
10

Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran realistik adalah :


1)   Kelebihan model pembelajaran realistik adalah : a)    Karena membangun sendiri
pengetahuannya, maka siswa tidak pernah lupa, b) Suasana dalam proses
pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga
siswa tidak cepat bosan untuk belajar matematika, c)    Siswa merasa dihargai dan
semakin terbuka, karena sikap belajar siswa ada nilainya, d)   Memupuk
kerjasama dalam kelompok, e)    Melatih keberanian siswa karena siswa harus
menjelaskan jawabannya. f)    Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan
mengemukakan pendapat, g)   Mendidik budi pekerti.
2)   Kelemahan model pembelajaran realistik adalah : a)    Karena sudah terbiasa
diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam menentukan
sendiri jawabannya, b)   Membutuhkan waktu yang lama, c)  Siswa yang pandai
kadang tidak sabar menanti jawabannya terhadap teman yang belum selesai,
d)   Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu,
e)   Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesal dalam
evaluasi/memberi nilai.

II.3. Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan suatu gambaran penguasaan materi belajar Matematika.
Hasil belajar yang dimaksud disini tidak lain adalah kemampuan maksimum yang
dicapai oleh murid akibat suatu kegiatan.
Menurut Abdullah (Rusli,2010: 7), prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan
pengetahuan yang dikuasai oleh murid. Tinggi rendahnya prestasi belajar bisa
menjadi indikator sedikit banyaknya pengetahuan yang diketahui oleh murid dalam
bidang studi Matematika.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai muara kegiatan
belajar dan merupakan cerminan dari tingkat penguasaan dan pengetahuan murid
yang terwujud berupa angka dan sesuai dengan hasil pengukuran yang telah
dilaksanakan.
11

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

III.1. Subyek Penelitian Perbaikan Pembelajaran


3.1.1. Lokasi / Tempat Perbaikan Pembelajaran
Lokasi pelaksanaan perbaikan pembelajaran adalah SDN 2 Penumangan Baru
Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun
Pelajaran 2017/2018.

3.1.2. Waktu Perbaikan Pembelajaran


Waktu pelaksanaan perbaikan pembelajaran mulai tanggal 7 Mei 2018 sampai
dengan 9 Mei 2018 sebanyak 3 siklus. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatannya
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jadwal pelaksanaan siklus perbaikan pembelajaran
No Hari Waktu Mata Pelajaran Keterangan
1 Senin, 7 Mei 2018 08.35 – 09.10 Matematika Siklus I
2 Selasa, 8 Mei 2018 08.35 – 09.10 Matematika Siklus II
3 Rabu, 9 Mei 2018 08.35 – 09.10 Matematika Siklus III

3.1.3. Mata Pelajaran


Mata pelajaran yang dipilih dalam melaksanakan kegiatan perbaikan pembelajaran
adalah Matematika.

3.1.4. Kelas
Kelas yang digunakan untuk kegiatan perbaikan pembelajaran adalah kelas IV.

3.1.5. Karakteristik Siswa


Kelas IV SDN 2 Penumangan Baru terdiri dari 21 siswa dengan jumlah laki-laki 12
orang dan perempuan 9 orang.

III.2. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


12

Prosedur penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan terdiri dari 3 siklus, yaitu
siklus I, II dan siklus III. Tiap siklus terdiri atas tiga kali tatap muka.

Siklus I

Pada siklus 1 tahapan yang disiapkan terdiri dari tahap perencanaan yang digunakan
penulis untuk membuat RPP dan menyiapkan bahan ajar yang sesuai dengan
kompetensi yang akan dibahas. Kemudian penulis memilih teman sejawat yang akan
dijadikan pendamping dan pengawas ketika melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Pada tahap pelaksanaan penulis masih menggunakan model pembelajaran klasikal


dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari narasumber tentang
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal Matematika terbukti, dan penulis ingin
menelusuri faktor penyebab kesulitan dan rendahnya nilai Matematika siswa.

Pada tahap observasi, penulis mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif yang
diperoleh dari keaktifan siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan nilai yang
diperoleh ketika mengerjakan tugas yang diberikan. Tahap refleksi, penulis mencatat
kelemahan dan kelebihan siswa selama proses pembelajaran guna dipikirkan dan
dicari solusi perbaikannya pada siklus 2.

Siklus II
1. Perencanaan
Dalam tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan penulis adalah :
a. Membuat RPP.
b. Menyiapkan materi.
c. Menyusun lembar kerja murid
d. Mempersiapkan media yang akan digunakan.
e. Membuat dan menyusun alat evaluasi.
f. Menetapkan kegiatan perbaikan pembelajaran dan tes evaluasi dilakukan pada
akhir pertemuan.
2. Pemberian Tindakan
13

Melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan Model Pembelajaran


Realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan bangun ruang dengan
rencana tindakan yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut.
b. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa
mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal
dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya,
terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
c. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara
pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan
menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu
dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan
jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide
yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar
untuk mengoptimalkan pembelajaran.
e. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
f. Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya ketika belum memahami materi.
g. Memberikan soal latihan dan mendampingi siswa dalam mengerjakan soal (tetap
membimbing siswa yang kesulitan).
h. Memberikan tugas kepada siswa.
i. Memberikan penilaian baik kognitif maupun sikap selama mengikuti proses
belajar mengajar.
j. Menyimpulkan materi bersama dengan siswa.
k. Menutup pembelajaran dengan memberikan motivasi.
3. Observasi
14

Tahap observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh observer.


Objek yang diobservasi yakni proses pembelajaran Matematika dengan penerapan
model pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan
bangun ruang. Yakni observasi kegiatan mengajar pada guru dan kegiatan belajar
pada siswa.

4. Evaluasi
Memberikan tes kapada setiap murid untuk mengetahui hasil belajar Matematika
setelah berlangsungnya tindakan pada akhir siklus II.

5. Refleksi
Refleksi dari penelitian siklus kedua menguraikan masalah – masalah yang
ditemukan pada tahap perencanaan, pemberian tindakan dan observasi. Menelah
keberhasilan dan kelemahan dalam pembelajaran Matematika melalui Model
pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan bangun
ruang. Hasil refleksi menjadi masukan dalam melakukan perbaikan pada pelaksanaan
siklus III.

Siklus III
1. Perencanaan
Perencanaan pada siklus III meliputi :
a. Melanjutkan tahap perencanaan yang telah dilakukan pada siklus II.
b. Dari hasil refleksi pada siklus II, guru menyusun rencana baru untuk ditindak
lanjuti, antara lain mengawasi murid lebih teliti lagi dan memberikan arahan atau
motivasi kepada murid yang kurang memperhatikan pelajaran atau tidak aktif.

2. Tahap Tindakan
15

Tindakan siklus III ini adalah melanjutkan langkah-langkah yang telah dilakukan
pada siklus II dan beberapa perbaikan yang dianggap perlu dalam memecahkan
masalah yang muncul pada siklus sebelumnya. Tindakan yang perlu dilakukan adalah
:
Langkah 1 : Memahami masalah kontekstual
Siswa diberi masalah/soal kontekstual, guru meminta siswa memahami masalah
tersebut secara individual. Guru memberi kesempatan kepada siswa menanyakan
masalah/soal yang belum dipahami, dan guru hanya memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah/soal yang belum
dipahami siswa. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak
dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

Langkah 2 : Menyelesaikan masalah


Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek
matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi
pemecahan masalah. Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan
caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya.
Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa
dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang
muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan model.

Langkah 3 : Membandingkan jawaban

Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan dengan teman


sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan penyelesaian masalah-masalah yang telah
diselesaikan secara individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru
mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan jika dibutuhkan.
Dipilih kelompok berpasangan, dengan pertimbangan efisiensi waktu. Karena di
sekolah tempat pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga
kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang
16

lebih lama dalam pembentukannya. Sedangkan kelompok berpasangan tidak


membutuhkan waktu, karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok
berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil kelompok untuk
menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan alasan dari jawabannya, kemudian
guru sebagai fasilitator dan modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing
siswa mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip berdasarkan
matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik PMR yang muncul yaitu
interaksi.

Langkah 4 : Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu
rumusan konsep/prinsip dari topik yang dipelajari

3. Tahap Observasi
Tahap observasi siklus III ini adalah melanjutkan kegiatan pada siklus II yang
dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar.

4. Refleksi
Pada tahap refleksi umumnya langkah-langkah yang dilakukan pada siklus III seperti
halnya yang dilakukan pada siklus II, yaitu :
a. Menilai dan mengamati perkembangan hasil belajar serta nilai tes akhir
siklus III.
b. Mengamati dan mencatat perkembangan-perkembangan atau hal-hal yang
dialami oleh murid selama berlangsungnya proses belajar mengajar serta pada
saat belajar kelompok.
c. Menarik beberapa kesimpulan dari hasil analisis refleksi dan keseluruhan data
yang telah diperoleh selama tiga siklus.
d. Memberikan kesempatan kepada murid untuk memberikan tanggapan atau
saran-saran perbaikan melalui tes wawancara.
17

III.3. Teknik Analisis Data


Data dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan data tentang
aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran serta data tentang ketercapaian
KKM (Kriteria ketuntasan minimal) pada materi pokok.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


18

IV.1. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


4.1.1. Hasil Pengolahan Data
Data Hasil Belajar Siswa
Keberhasilan siswa dalam mengerjakan soal-soal evaluasi Matematika pada siklus I
diadakan perbaikan hingga dilaksanakan perbaikan siklus II dan III adalah sebagai
berikut :

a. Siklus I
Sebelum menggunakan model pembelajaran realistik dengan menggunakan contoh
yang relevan dengan bangun ruang hasil belajar Matematika siswa adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Hasil evaluasi pembelajaran siklus 1
No Nama L/P KKM Siklus 1 Keterangan
1. Aliqa Rizqina Ramadani P 65 60 Tidak Tuntas
2. Ari Pradesta L 65 70 Tuntas
3. Danillo Fernando L 65 70 Tuntas
4. Fariska Shella Ananda P 65 60 Tidak Tuntas
5. Farit Rizki Bayu Saputra L 65 65 Tuntas
6. Fisca Ramadhan L 65 70 Tuntas
7. Gustina P 65 60 Tidak Tuntas
8. Marvel Wirahadi Pratama L 65 50 Tidak Tuntas
9. Raihan L 65 60 Tidak Tuntas
10. Ramanda L 65 50 Tidak Tuntas
11. Ramanda Umar Yusuf L 65 70 Tuntas
12. Reisya Yohana Tasya P 65 75 Tuntas
13. Reza Diandra Febrian L 65 40 Tidak Tuntas
14. Rico Saputra L 65 60 Tidak Tuntas
15. Rizki Pratama L 65 65 Tuntas
16. Rizki Ramadhan L 65 65 Tuntas
17. Selly Salsabila P 65 70 Tuntas
18. Sutrisno L 65 55 Tidak Tuntas
19. Tiara P 65 70 Tuntas
20. Tiara Oktavia P 65 65 Tuntas
21. Evita Lesti P 65 60 Tidak Tuntas
Rata-rata 63,28 Tidak Tuntas
Pada tabel diatas diketahui nilai terendah siswa adalah 40 dan nilai tertinggi adalah
70, dengan perolehan nilai rata-rata 63,28. Hal ini belum sesuai dengan harapan
19

bahkan nilai rata-rata masih belum mencukupi KKM yang telah ditentukan sekolah
yaitu 65. Prosentase ketuntasan siswa tertera paa tabel dibawah ini :

Tabel 3. Prosentase nilai Matematika Siklus I

No Ketuntasan Jumlah Siswa Prosentase

1 Tuntas 11 52,39%
2 Tidak Tuntas 10 47,61%

Prosentase ketuntasan siswa pada siklus I masih sangat rendah, yaitu mencapai
10 siswa (52,39%) tidak tuntas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas mencapai
47,61% saja.

b. Siklus II
Perencanaan
Dalam tahap perencanaan hal-hal yang dilakukan penulis adalah :
a. Membuat RPP.
b. Menyiapkan materi.
c. Menyusun lembar kerja murid
d. Mempersiapkan media yang akan digunakan.
e. Membuat dan menyusun alat evaluasi.
f. Menetapkan kegiatan perbaikan pembelajaran dan tes evaluasi dilakukan pada
akhir pertemuan.

Pemberian Tindakan
Melaksanakan proses pembelajaran dengan menerapkan Model Pembelajaran
Realistik dengan menggunakan contoh yang relevan dengan bangun ruang dengan
rencana tindakan yang akan dilakukan sebagai berikut :
a. Memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah
tersebut.
20

b. Menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa


mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal
dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya,
terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.
c. Menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara
pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan
menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa
untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri.
d. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu
dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan
jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide
yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar
untuk mengoptimalkan pembelajaran.
e. Menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik
kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.
f. Memberikan kesempatan siswa untuk bertanya ketika belum memahami materi.
g. Memberikan soal latihan dan mendampingi siswa dalam mengerjakan soal (tetap
membimbing siswa yang kesulitan).
h. Memberikan tugas kepada siswa.
i. Memberikan penilaian baik kognitif maupun sikap selama mengikuti proses
belajar mengajar.
j. Menyimpulkan materi bersama dengan siswa.
k. Menutup pembelajaran dengan memberikan motivasi.

Hasil Tindakan
Hasil dari pelaksanaan tindakan adalah berupa nilai yang tertera pada tabel
dibawah ini :
21

Tabel 4. Hasil evaluasi pembelajaran Matematika pada siklus II


No Nama L/P KKM Siklus II Keterangan
1. Aliqa Rizqina Ramadani P 65 65 Tuntas
2. Ari Pradesta L 65 75 Tuntas
3. Danillo Fernando L 65 75 Tuntas
4. Fariska Shella Ananda P 65 65 Tuntas
5. Farit Rizki Bayu Saputra L 65 70 Tuntas
6. Fisca Ramadhan L 65 75 Tuntas
7. Gustina P 65 65 Tuntas
8. Marvel Wirahadi Pratama L 65 60 Tidak Tuntas
9. Raihan L 65 65 Tuntas
10. Ramanda L 65 60 Tidak Tuntas
11. Ramanda Umar Yusuf L 65 75 Tuntas
12. Reisya Yohana Tasya P 65 80 Tuntas
13. Reza Diandra Febrian L 65 50 Tidak Tuntas
14. Rico Saputra L 65 65 Tuntas
15. Rizki Pratama L 65 70 Tuntas
16. Rizki Ramadhan L 65 70 Tuntas
17. Selly Salsabila P 65 75 Tuntas
18. Sutrisno L 65 60 Tidak Tuntas
19. Tiara P 65 75 Tuntas
20. Tiara Oktavia P 65 70 Tuntas
21. Evita Lesti P 65 65 Tuntas
Rata-rata 68,1 Tuntas

Pada tabel perolehan nilai pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa
adalah 50 dan nilai tertinggi siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata
meningkat menjadi 68,1. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai mencukupi KKM
berjumlah 17 siswa. Ini menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding pada saat
sebelum dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun
Ruang.

Tabel 5. Prosentase nilai Matematika pada siklus II


No Ketuntasan Jumlah Siswa
Prosentase
22

1 Tuntas 17 80,95%
2 Tidak Tuntas 4 19,05%

Pada tabel prosentase nilai, ketuntasan siswa mencapai 80,95% (17 siswa), dan siswa
yang tidak tuntas mencapai 19,05%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 28,56%
dibanding dengan ketuntasan belajar pada siklus 1.

Refleksi Siklus II
Pada siklus II ketuntasan belajar siswa belum maksimal hal ini dikarenakan masih
ada kelemahan-kelemahan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Kelemahan
itu antara lain :
a. Guru belum mampu menggunakan waktu secara efisien
b. Guru belum mampu mengelola kelas dengan baik dan menumbuhkan minat
belajar matematika pada siswa.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut, peneliti akan melakukan perbaikan


pembelajaran pada siklus III dengan memperhatikan waktu agar semua kompetensi
pelajaran dapat tersampaikan seluruhnya.
Tabel 6. Hasil evaluasi pembelajaran Matematika pada siklus III
No Nama L/P KKM Siklus III Keterangan
1. Aliqa Rizqina Ramadani P 65 70 Tuntas
2. Ari Pradesta L 65 80 Tuntas
3. Danillo Fernando L 65 80 Tuntas
4. Fariska Shella Ananda P 65 70 Tuntas
5. Farit Rizki Bayu Saputra L 65 80 Tuntas
6. Fisca Ramadhan L 65 80 Tuntas
7. Gustina P 65 70 Tuntas
8. Marvel Wirahadi Pratama L 65 65 Tuntas
9. Raihan L 65 70 Tuntas
10. Ramanda L 65 65 Tuntas
11. Ramanda Umar Yusuf L 65 80 Tuntas
12. Reisya Yohana Tasya P 65 90 Tuntas
13. Reza Diandra Febrian L 65 60 Tidak Tuntas
No Nama L/P KKM Siklus III Keterangan
14. Rico Saputra L 65 70 Tuntas
15. Rizki Pratama L 65 70 Tuntas
16. Rizki Ramadhan L 65 80 Tuntas
17. Selly Salsabila P 65 75 Tuntas
23

18. Sutrisno L 65 60 Tidak Tuntas


19. Tiara P 65 80 Tuntas
20. Tiara Oktavia P 65 75 Tuntas
21. Evita Lesti P 65 70 Tuntas
Rata-rata 73,33 Tuntas

Tabel 7. Prosentase nilai Matematika pada siklus III

No Ketuntasan Jumlah Siswa Prosentase

1 Tuntas 19 90,48%
2 Tidak Tuntas 2 9,52%

Pada tabel diatas diketahui nilai terendah siswa pada siklus III adalah 60 dan nilai
tertinggi siswa adalah 90, sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus
III, ketuntasan siswa mencapai 90,48% (19 siswa), dan siswa yang tidak tuntas
mencapai 9,52%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 9,53% dibanding dengan
ketuntasan belajar pada siklus II.

4.1.2. Hasil Observasi


Dari perbaikan pembelajaran 3 siklus yang telah dilaksanakan, teman sejawat
menemukan beberapa penghambat yakni guru belum mampu menumbuhkan minat
belajar matematika pada siswa.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


4.2.1. Siklus I
Siklus I nilai terendah siswa adalah 40 dan nilai tertinggi adalah 70, dengan
perolehan nilai rata-rata 63,28. Hal ini belum sesuai dengan harapan bahkan nilai
rata-rata masih belum mencukupi KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 65.
Prosentase ketuntasan siswa pada siklus I masih sangat rendah, yaitu mencapai
10 siswa (52,39%) tidak tuntas. Sedangkan siswa yang tidak tuntas mencapai
47,61% saja.

4.2.2. Siklus II
Pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa adalah 50 dan nilai tertinggi
siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata meningkat menjadi 68,1. Jumlah
24

siswa yang mendapatkan nilai mencukupi KKM berjumlah 17 siswa. Ini


menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding pada saat sebelum dilakukan
perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Realistik dengan
Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun Ruang. Ketuntasan siswa
mencapai 80,95% (17 siswa), dan siswa yang tidak tuntas mencapai 19,05%. Hal ini
mengalami peningkatan sebesar 28,56% dibanding dengan ketuntasan belajar pada
siklus 1.

4.2.3. Siklus III


Nilai terendah siswa pada siklus III adalah 60 dan nilai tertinggi siswa adalah 90,
sedangkan prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus III, ketuntasan siswa
mencapai 90,48% (19 siswa), dan siswa yang tidak tuntas mencapai 9,52%. Hal ini
mengalami peningkatan sebesar 9,53% dibanding dengan ketuntasan belajar pada
siklus II.

.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
25

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis, dengan
menganalisa data penskoran temuan yang penulis dapatkan, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa dengan memanfaatkan Majalah Dinding di Sekolah dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika siswa Kelas IV SDN 2
Penumangan Baru. Peningkatan tersebut terlihat dari hasil perbaikan pembelajaran
yang dilakukan pada siklus I, Siklus I nilai terendah siswa adalah 40 dan nilai
tertinggi adalah 70, dengan perolehan nilai rata-rata 63,28. Hal ini belum sesuai
dengan harapan bahkan nilai rata-rata masih belum mencukupi KKM yang telah
ditentukan sekolah yaitu 65. Prosentase ketuntasan siswa pada siklus I masih sangat
rendah, yaitu mencapai 10 siswa (52,39%) tidak tuntas. Sedangkan siswa yang tidak
tuntas mencapai 47,61% saja. Pada siklus II, diketahui bahwa nilai terendah siswa
adalah 50 dan nilai tertinggi siswa adalah 80 sedangkan perolehan nilai rata-rata
meningkat menjadi 68,1. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai mencukupi KKM
berjumlah 17 siswa. Ini menunjukkan peningkatan yang berarti dibanding pada saat
sebelum dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Realistik dengan Menggunakan Contoh yang Relevan dengan Bangun
Ruang. Ketuntasan siswa mencapai 80,95% (17 siswa), dan siswa yang tidak tuntas
mencapai 19,05%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar 28,56% dibanding
dengan ketuntasan belajar pada siklus 1. Diketahui nilai terendah siswa pada siklus
III adalah 60 dan nilai tertinggi siswa adalah 90, sedangkan prosentase ketuntasan
belajar siswa pada siklus III, ketuntasan siswa mencapai 90,48% (19 siswa), dan
siswa yang tidak tuntas mencapai 9,52%. Hal ini mengalami peningkatan sebesar
9,53% dibanding dengan ketuntasan belajar pada siklus II.

V.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan, maka penulis memberi saran sebagai
berikut :
26

5.2.1. Bagi Sekolah :


a. Menyediakan sarana dan prasarana media yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Menciptakan suasana yang harmonis agar proses pembelajaran dapat terlaksana
sesuai dengan program.
c. Mendukung segala kegiatan perbaikan pembelajaran.
d. Memberikan reward bagi guru yang kreatif dan inovatif dalam mengajar.

5.2.2. Bagi Guru :


a. Perlu menyiapkan perangkat dan media pembelajaran yang akan digunakan.
b. Hendaknya dalam menyampaikan materi, tidak terlalu tegang, agar siswa tidak
minder dan suasana belajar pun menyenangkan.
c. Dapat mengelola proses pembelajaran dengan baik dan dapat mengatasi
masalah-masalah yang ada pada saat pembelajaran berlangsung.

5.2.3. Bagi Siswa


a. Mampu memanfaatkan benda dan lingkungan disekitar menjadi inspirasi untuk
mengerjakan tugas.
b. Rutin belajar mengerjakan latihan-latihan soal matematika.

DAFTAR PUSTAKA
27

Dewita, Sri Dewita. 2013. Pemanfaatan Mading Sekolah. Semarang : Dwi Digital
printing.
http : // aadesanjaya.blogspot.com/2011/06/Pengertian Matematika.html.5 Januari
2012
Syafari.2002. Menganalisis Hasil Belajar Siswa. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.
Tim FKIP UT. 2013. Pemantapan Kemampuan Profesional, Edisi 2. Tangerang
Selatan : Universitas Terbuka.
Wardani, I.G.A.K.: Wihardit, K; Nasoetion, N, dkk. 2013. Cetakan kesebelas.
Pemantapan Kemampuan Profesional. Tangerang Selatan : Universitas
Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai