Anda di halaman 1dari 7

Komponen Bioaktif dari Lemak

Lipida merupakan komponen senyawa organik yang terdapat di dalam mahluk hidup yang larut di dalam pelarut organik atau
pelarut non-polar, tapi tidak larut di dalam air. Lemak (komponen lipida terbesar) merupakan ester dari gliserol dan tiga asam
lemak sehingga disebut triasilgliserol atau trigliserida. Sifat fisis dan kimia dan bahkan nilai gizi dari lemak ditentukan oleh
komposisi asam lemak dan posisi asam lemak di dalam molekul trigliserida.18,19 Ada beberapa asam lemak dan senyawa lipida
lain yang mendapat perhatian secara khusus karena mempunyai efek fisiologis yang positif maupun negatif terhadap kesehatan,
yakni asam lemak essensial, omega-3, dan asam lemak tak jenuh isomer trans (trans fatty acids =TFA).

Asam Lemak Essensial dan Omega-3 Rantai Panjang

Asam lemak essensial terdiri dari asam lemak linoleat (LA) (18:2 n-6) dan linolenat (LNA) (18:3 n-3) yang juga termasuk
omega-3. Omega-3 berantai panjang yang tidak essensial yakni asam lemak yang biasanya memiliki ikatan rangkap lebih dari
dua (poly unsaturated fatty acid=PUFA) dan ikatan rangkap yang paling terakhir terdapat pada atom karbon ketiga dari ujung
rantai asam lemak tersebut. Karena itu, sering disebut poly usaturated fatty acids omega-3 (PUFA n-3). 18,19

Asam lemak esensial LA dan LNA berperanan sebagai bahan dasar untuk pembentukan zat yang menyerupai hormon ( hormon-
like substances) yang teridri dari prostaglandin dan leukotrien. Zat-zat ini merupakan senyawa yang terbentuk dari PUFA dengan
20 atom karbon dan mempunyai peran penting sebagai pengatur fungsi normal sel. Juga tromboksan yang berperan dalam platelet
serta trombosit pada proses pembekuan darah. 20,21,22 LA akan diubah melalui serangkaian tahapan desaturasi dan
perpanjangan rantai karbon menjadi asam arahidonat (AA) (20: 4 n-6), serta LNA diubah menjadi eicosapentaenoic acid (EPA)
(20:5 n-3) dan docosahexaenoic acid (DHA) (22:6 n-3).

Sedangkan bayi kurang mampu mensintesis DHA dari LNA sehingga diperlukan dari makanan. Oleh karena itu, DHA sering
dikategorikan sebagai asam lemak essensial pada bayi. Defisiensi akan asam lemak essensial LA atau AA (omega-6) akan
menyebabkan gejala-gejala kulit bersisik, rambut rontok, diare, dan penyembuhan luka yang lama. Oleh karena itu, Food and
Drug Administration (FDA) menganjurkan supaya formula makanan bayi harus mengandung paling tidak 300 mg LA per 100
kalori, atau 2,7% dari total kalori sebagai LA. 22 Air susu ibu (ASI) mengandung asam lemak essensial LA, LNA, dan non-
esensial AA serta DHA. Dalam jaringan otak dan jaringan syaraf lain pada bayi yang berumur beberapa bulan pertama, terdapat
akumulasi DHA. Hal ini diyakini bahwa anak yang diberi ASI akan lebih pintar daripada yang tidak diberi ASI. Keseimbangan
antara LA dan LNA pada bayi sangat menentukan untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan dan pertumbuhan bayi. Sampai
sekarang, penambahan DHA dan AA ke dalam formula makanan bayi masih dalam taraf penelitian, karena manfaatnya belum
diketahui dengan pasti. Di Amerika, tidak ada makanan formula bayi yang mengandung DHA.22,23 LNA terdapat di dalam
sayuran hijau sedangkan LA banyak terdapat di dalam biji-bijian. Jika kebanyakan mengkonsumsi LA maka sintesis LNA
menjadi EPA dan DHA berkurang, kecuali di beberapa jaringan tertentu seperti jaringan otak dan testis. Akan tetapi, DHA dapat
diperoleh langsung dari minyak ikan atau disintesis dari LNA yang terdapat dalam makanan. 20,21

EPA dan AA di dalam tubuh akan diubah menjadi zat-zat yang dikenal sebagai eikosanoid, yaitu prostanoid (prostaglandin dan
prostacylin) dan leukotrien. Eikosanoida yang berasal dari EPA dikenal sebagai prostanoida seri-3 dan leukotrien seri-5,
sedangkan yang berasal dari AA ialah prostanoida seri-2 dan leukotrien seri-4. Eikosanoida yang berasal dari EPA dan AA
mempunyai fungsi yang kompetitif. Konsumsi EPA dan DHA dari ikan atau minyak ikan akan menggantikan AA dari
pospolipida membrane pada sel-sel. Jika hal ini terjadi, keadaan akan mengarah kepada kondisi fisiologis dimana akan diproduksi
prostanoid dan leukotrien yang bersifat sebagai antithrombotik, antikemotaktik, antivasokontriktif, hipotensif, antiateromateous,
dan anti-inflamatori. Perubahan seperti ini akan menguntungkan kesehatan, terutama akan menurunkan risiko penyakit jantung
koroner (PJK). Sebaliknya, jika konsumsi LA dan atau AA (omega-6) lebih banyak daripada LNA dan DHA (omega-3) maka
keadaan kurang menguntungkan, karena akan mengarah ke keadaan kondisi fisiologis yang bersifat prothrombik dan
proaggregatori dengan kenaikkan viskositas darah, vasokonstriksi, dan menurunkan bleeding time. Dengan demikian, akan
meningkatkan risiko PJK.11,21 Hal lain yang berdampak positif ialah bahwa konsumsi EPA dan DHA dari minyak ikan akan
menurunkan kadar trigliserida di dalam darah, dengan cara menurunkan sintesa very low density lipoprotein (VLDL), walaupun
tidak konsisten menurunkan kolesterol. Tetapi, konsumsi dalam jumlah yang tinggi (20 g/hari) omega-3 akan menurunkan
kolesterol darah tanpa menurunkan high density lipoprotein (HDL). Sebaliknya, omega-6 akan menurunkan koletserol
HDL20,21.

Asam Lemak Trans

Pada mulanya, mentega dibuat dari lemak susu karena konsistensinya yang setengah padat. Tetapi, karena pasokan lemak susu
terbatas kemudian mentega ini digantikan dengan produk sejenis, yakni margarin dengan menggunakan lemak sapi yang
ditemukan oleh Mege-Mouries pada 1869. Selanjutnya, setelah ditemukan teknik hidrogenasi, margarin dibuat dari minyak
nabati karena berbagai alasan antara lain: (a) karena kebutuhan akan lemak tidak sebanding lagi dengan produksi; (b) dari aspek
nutrisi, terutama tentang kandungan kolesterol di dalam lemak hewani; (c) karena adanya efek menurunkan kolesterol dari lemak
tak jenuh dari minyak nabati; dan (d) karena alasan religius.24 Proses hidrogenasi ditemukan pada 1903 oleh Norman. Proses ini
terdiri dari pemanasan dengan adanya hidrogen elementer yang dibantu oleh suatu katalisator logam, biasanya menggunakan
nikel. Hasil hidrogenasi ialah (a) terjadinya penjenuhan dari ikatan tak jenuh asam lemak; (b) isomerisasi ikatan rangkap bentuk
cis (alami) menjadi bentuk isomer trans; dan (c) perubahan posisi ikatan rangkap. Perubahan ini terutama akan menaikkan titik
leleh, berarti mengubah minyak cair menjadi lemak setengah padat yang sesaui dengan kebutuhan.18,24 Sebelumnya, keberadaan
TFA di dalam lemak terhidrogenasi di dalam margarin dianggap menguntungkan karena mempunyai titik leleh yang lebih tinggi
(sama dengan titik leleh asam lemak jenuh) daripada bentuk cis. Akan tetapi, sejak 1990, penelitian tentang efek negatif dari TFA
meningkat karena ternyata TFA dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK). 25,26,27 Selain proses hidrogenasi,
pemanasan selama pengolahan minyak (refinery), menggoreng (deep frying), dan TFA juga terdapat secara alami di dalam lemak
susu. Perubahan cis menjadi trans mulai terjadi pada temperatur 180oC dan meningkat sebanding dengan kenaikan temperatur.

Konsumsi TFA menimbulkan pengaruh negatif karena menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh dari asam lemak jenuh dan
menurunkan HDL. Asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL.28,29 Menurut penelitian Subbaiah et al.30 bahwa
mekanisme TFA menurunkan HDL ialah dengan menghambat aktivitas lecithin cholesterol acyltransferase (LCTA). Ratio dari
LDL/HDL merupakan indikator dari risiko dari PJK. Makin tinggi ratio LDL/HDL di atas nilai ideal 4 (empat), makin besar
risiko PJK. Jika dibandingkan dengan pengaruh TFA dengan asam lemak jenuh, maka efek negatif dari TFA dapat menjadi dua
kali lipat dari asam lemak jenuh, karena asam lemak jenuh hanya menaikkan LDL tanpa mempengaruhi HDL. Sedangkan TFA,
selain menaikkan LDL juga akan menurunkan HDL. 27,31 Pertambahan asupan 2% TFA dari total energi akan menaikkan risiko
PJK sekitar 25%. Pengaruh TFA sangat tergantung pada kadar asupan. Kadar yang yang tinggi jelas akan berbahaya, tetapi kadar
yang rendah dan sedang tidak akan berbahaya jika dikonsumsi bersamaan dengan asam lemak tak jenuh ganda.25,26
Diperkirakan, orang Amerika mengkonsumsi TFA sebanyak 10% dari total asam lemak, bahkan di daerah tertentu mecapai 25%
dari total asam lemak di dalam makanan. 30 Effek negatif dari konsumsi TFA ini masih dipengaruhi oleh komponen lain, terutama
asam lemak tak jenuh ganda. Kandungan TFA yang rendah di dalam margarine yang juga masih mengandung asam lemak tak
jenuh masih lebih baik daripada mentega yang terdiri dari asam lemak jenuh.

Kesimpulan

Komponen bioaktif dalam makanan, baik yang bersifat negatif dan positif, terbentuk secara alami dan/atau selama proses
pengolahan. Komponen bioaktif dari protein adalah turunan asam amino berupa senyawa amin dan bersifat toksis; histamin,
feniletilamin, tiramin, cadaverin, dan putrescin yang terbentuk selama proses pengolahan, terutama selama fermentasi. Keracunan
histamin akan menimbulkan gejala-gejala alergis dan bersifat hipotensif. Tingkat keracunan dipengaruhi oleh senyawa amin lain
dan obat-bat monoamin oksidae inhibitor (MAOI). Feniletilamin dan triptamin mempunyai efek fisiologis yang mirip sebagai
hiperternsif dan menimbulkan migrain.

Komponen bioaktif dari karbohidrat terdiri dari berbagai serat pangan (dietary fibre) dan oligosakarida. Ia bersifat protektif
terhadap kesehatan dan bahkan dapat mencegah berbagai penyakit seperti kanker kolon, bersifat hipoglisemik, dan
hipokolesterolemik. Serat pangan bekerja secara fisis dan biokimiawi melalui metabolisme karbohidrat dan lipida, sedangkan
oligosakarida hanya aktif secara biokoimiawi.

Asam lemak esensial, omega-3 rantai panjang, dan asam lemak trans (trans fatty acid = TFA) adalah komponen bioaktif dari
lemak. Dua asam lemak esensial linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3) berperan sebagai bahan dasar eikosanoida di dalam
tubuh untuk mengatur fungsi normal sel. Omega-3 rantai panjang tak jenuh ganda (pyunsaturated fatty acids omega-3=PUFA n-
3) eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) disintesis dari asam linolenat di dalam tubuh atau berasal dari
makanan. Efek fisiologis yang menguntungkan dari EPA dan DHA ialah karena pembentukan eikosanoid yang bersifat
antitrombotik, hipotensif, antiaritmia, vasodilator, dan hipokolesterolemik sehingga mampu mengurangi risiko penyakit jantung
koroner dan stroke. TFA meningkatkan risiko PJK dengan menaikkan kadar LDL dan menurunkan HDL sehingga ratio
LDL/HDL meningkat. Kadar TFA yang tinggi di dalam makanan (5% dari total energi) akan meningkatkan risiko PJK, tetapi
efek negatif dari konsumsi di bawah 2% dari total energi dapat ditiadakan jika dikonsumsi bersamaan dengan omega-3 atau
margarin yang masih mengandung asam lemak tak jenuh. Tugas para ilmuwan adalah mengurangi atau menghilangkan zat-zat
yang berpengaruh negatif dalam makanan dan meningkatkan jumlah, mengisolasi, serta meneliti khasiat dari komponen-
komponen minor yang berkhasiat dalam makanan, serta efek interaksi di antara komponen-komponen.

Apakah Trans Fatty Acid?

Trans fatty acid atau trans fat sebenarnya merupakan jenis asam lemak yang dapat ditemukan secara alami pada beberapa jenis
makanan, seperti daging sapi, susu, dan mentega. Namun, kebanyakan trans fat yang masuk ke dalam tubuh dari makanan sehari-
hari bukan berasal dari bahan-bahan alami ini. Trans fat yang banyak dikonsumsi merupakan trans fat yang terbentuk dari proses
pengolahan, yaitu proses hidrogenasi.
Proses hidrogenasi merupakan proses pengubahan asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
banyak ditemukan pada bahan-bahan nabati (contoh: minyak sayur), sedangkan asam lemak jenuh banyak ditemukan pada
bahan-bahan hewani (contoh: mentega,butter).

Proses ini terutama dilakukan untuk memperpanjang umur simpan sehingga produk menjadi lebih tahan lama, mengingat asam
lemak jenuh lebih sulit menjadi tengik. Proses ini juga ditujukan untuk memperbaiki tekstur bahan pangan sehingga tampak lebih
creamy dan tentunya lebih yummy. Namun, tidak semua asam lemak tidak jenuh dapat diubah menjadi asam lemak jenuh pada
proses hidrogenasi. Sisa asam lemak tidak jenuh inilah yang berubah menjadi trans fat.

Masalah kemudian timbul setelah beberapa penelitian menunjukkan bahwa trans fat ternyata dapat menyebabkan gangguan pada
kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa trans fat dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan kolesterol. Quite scary,
right?

Trans fatty acid and Muscle loss

Tidak hanya itu, trans fat ternyata juga dapat mengganggu pembentukan otot. Hasil penelitian yang tercantum pada jurnal
Nutrition Research menunjukkan bahwa trans fat dapat mengganggu pemanfaatan dan penyerapan asam amino. Padahal, asam
amino sangat dibutuhkan di dalam pembentukan otot. Asam amino merupakan komponen dasar penyusun serabut-serabut protein
pada otot.

Hal ini diyakini disebabkan karena trans fat dapat mengganggu metabolisme asam-asam lemak esensial (asam-asam lemak yang
tidak dapat diproduksi oleh tubuh). Akibatnya, pengaturan penyerapan dan pemanfaatan asam amino ikut terganggu.

Memang, beberapa peneliti menganggap bahwa rasa khawatir terhadap trans fat ini berlebihan karena trans fat hanya merupakan
bagian kecil dari lemak yang dikonsumsi sehari-hari. Namun, agak sulit untuk menentukan secara tepat berapa banyak trans fat
yang dikonsumsi sehari-hari. Selain itu, perlu diingat bahwa segala sesuatu yang dikonsumsi saat ini akan mempengaruhi kondisi
tubuh di masa yang akan datang. Jadi, mulailah hidup sehat!

Proses pencemaran pada susu

Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil
yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun demikian,
aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan penggunaan mesin pemerah susu (milking
machine), sehingga susu yang keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara.

Prof. Douglas Goff, seorang dairy scientist dari University of Guelph menyatakan, pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih
lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan
(pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga hilir, sehingga bakteri tidak
mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam susu.

Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh
bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat
dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Proses
pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.

Manusia yang berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab timbulnya bakteri dalam susu.
Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika
proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam
sebuah peternakan (farm) harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu.

Bakteri pencemar pada susu

Makhluk hidup telah diklasifikasikan berdasarkan persamaan-persamaan yang dimilikinya. Carolus Linnaeus merupakan
ilmuwan yang pertama kali melakukan klasifikasi makhluk hidup pada awal abad ke-18. Monera dan protista merupakan
organisme yang paling tua. Organisme yang termasuk monera adalah bakteri dan ganggang biru. Bakteri memiliki ukuran yang
sangat kecil, sehingga dapat pula digolongkan sebagai mikroorganisme.

Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri patogen (pathogenic bacteria) dan bakteri
pembusuk (spoilage bacteria). Kedua macam bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu
(milkborne diseases) seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid (typhoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat
menyebabkan degradasi protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu.

Menurut Buckle (1987), dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pangan dijelaskan, dari semua penyakit yang ditularkan melalui
susu, tuberkulosis adalah yang paling menonjol. Mycobacterium bovis adalah penyebab penyakit pada sapi dan dapat
dipindahkan ke dalam susu, terutama bila ambingnya terkena infeksi. Bruselosis yang disebabkan karena infeksi pada sapi
disebabkan oleh Brucella abortus, organisme yang menyebabkan terjadinya keguguran kandungan. Penyakit ini bersifat menular
dan gejala-gejala infeksi pada manusia adalah demam yang berselang-seling, banyak keringat, sakit kepala, dan sakit seluruh
badan.

Kualitas susu akan menurun jika terdapat bakteri pembusuk di dalamnya. Pembusukan (spoilage) adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan penurunan kualitas dari warna, tekstur, aroma, dan rasa makanan hingga pada titik di mana makanan
tersebut tidak cocok dan tidak menimbulkan selera manusia.

Bakteri yang terlibat dalam proses pembusukan pada susu adalah bakteri-bakteri psikotropik. Bakteri yang dapat membuat enzim
proteolitik dan lipolitik ekstraseluler (Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens) juga dapat menyebabkan kebusukan
pada susu. Bakteri psikotropik dapat dimusnahkan dengan pemanasan pada proses pasteurisasi, namun Pseudomonas fragi dan
Pseudomonas fuorescens tetap stabil pada suhu panas. Bakteri lain yang dapat hidup setelah proses pasteurisasi adalah
Clostridium, Bacillus, Cornebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, dan Micrococcus. Bacillus mampu
menggumpalkan susu dengan mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butir-butir lemak melalui enzim yang dihasilkannya.

Mata rantai produksi susu di Indonesia sudah saatnya untuk mampu dalam meminimalisasi proses kontaminasi dari berbagai
macam mikrorganisme berbahaya. Susu yang akan dikonsumsi oleh manusia harus dalam kondisi aman dan sehat. Proses
produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapan good farming practice seperti yang telah diterapkan di negara-negara
maju.

Teknologi dalam pengolahan telah memungkinkan susu untuk disimpan lebih lama dan dapat mengurangi tingkat kontaminasi
bakteri. Pasteurisasi mampu untuk membunuh sejumlah bakteri patogen melalui suhu tinggi. Pembuatan susu kental dapat
memperpanjang daya simpan susu dalam temperatur ruangan. Selain itu, teknik homogenisasi dan sentrifugasi susu dapat
memperbaiki kualitas susu untuk konsumsi manusia. Kualitas masyarakat dalam sebuah bangsa sangat ditentukan oleh bahan
pangan yang dikonsumsinya.

Latar belakang

Ukuran partikel tetesan lemak hadir dalam emulsi susu dan makanan lainnya yang penting dalam mendefinisikan properti seperti
rilis rasa, merasa mulut dan stabilitas emulsi. emulsi tetesan besar dapat menyebabkan melepaskan rasa miskin, rasa mulut
berminyak dan stabilitas miskin karena creaming. Emulsifikasi untuk ukuran tetesan yang lebih kecil cenderung untuk
mengurangi creaming dan meningkatkan rasa produk. Namun, dalam melakukan hal ini keseimbangan diperlukan, seperti
mengurangi ukuran partikel meningkatkan luas permukaan yang tersedia, yang pada gilirannya dapat menyebabkan flokulasi jika
konsentrasi emulsifier tidak terkontrol.

Pentingnya Ukuran Butir Tetesan Lemak

Dalam produk lain, seperti es krim, ukuran partikel tetesan lemak adalah penting dalam menentukan karakteristik struktural.
cluster agregat lemak diketahui terlibat dalam stabilisasi sel udara dalam produk buku harian whippable. Pembentukan kelompok
ini hanya dapat dicapai oleh terkendali destabilisasi emulsi lemak. Dengan demikian, pengetahuan tentang ukuran partikel adalah
penting dalam menentukan fungsi dan rasa produk emulsi makanan yang berbeda.

Emulsi Pengukuran

The Malvern Mastersizer 2000 menyediakan tool yang sangat baik untuk ilmuwan makanan untuk karakterisasi emulsi makanan.
berbagai dinamis Its (0,02 2.000 mikron) izin kedua tetesan emulsi halus dan tetesan flocculated atau bersatu yang lebih besar
akan ditandai. Rentang ini juga memungkinkan untuk pengukuran misel protein besar, seperti kasein, memungkinkan interaksi
antara protein dan lemak fase emulsi untuk dipahami.

Characterising Produk Susu yang berbeda-beda Menggunakan Difraksi Laser

Ukuran partikel produk susu dapat dengan mudah dinilai dengan menggunakan difraksi laser, memungkinkan perubahan dalam
tahap-lemak untuk dideteksi. Contoh dari hal ini ditunjukkan pada Gambar 1 di mana hasil khas untuk susu penuh lemak (3,6
lemak%), semi-skim (setengah-setengah, 1,7% lemak) dan skim (lemak 0,1%) yang ditampilkan. Seperti dapat dilihat, dua mode
dapat dideteksi pada setiap sampel, satu berhubungan dengan fase lemak dan satu yang berkaitan dengan kasein misel gratis.
Dalam bergerak dari lemak penuh ke susu skim proporsi relatif di setiap perubahan mode, pelacakan penurunan kandungan
lemak.

Gambar 1. Ukuran distribusi direkam Fat Full, Semi-skim (Setengah dan Setengah) dan skim Susu.

Perubahan Pelacakan Selama Homogenisation Susu Menggunakan Difraksi Laser

Selama pengolahan, emulsi susu biasanya homogen untuk mengurangi creaming selama penyimpanan. Difraksi laser dapat
digunakan untuk melacak kemajuan homogenisation, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.
Gambar 2. Variasi D [3,2] dengan tekanan homogenisation untuk emulsi susu standar dan bebas emulsi cluster yang
mengandung kasein-melarutkan "solusi".

Selama homogenisation dari emulsi susu (kurva merah, angka 2), penurunan ukuran partikel awalnya diamati sebagai tekanan
homogenisation meningkat. Namun, pada tekanan tinggi diamati penurunan menjadi kurang jelas. Hal ini disebabkan
pembentukan lemak-cluster yang disebabkan oleh menjembatani protein kasein antara tetesan lemak dalam emulsi. Hal ini terjadi
ketika area permukaan tetesan lemak menjadi terlalu besar untuk ditanggung oleh protein yang tersedia. Pembentukan kelompok
ini dapat dihambat lemak menggunakan solusi yang tepat "kasein-larut". Menambahkan ini ke emulsi susu menyebar gugus
lemak, menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil (kurva biru, gambar 2).

Perilaku Emulsi Selama Penyimpanan

Perilaku emulsi buku harian selama penyimpanan juga dapat berkaitan dengan ukuran partikel. Seringkali emulsi seperti krim
minuman yang ditemukan untuk meningkatkan viskositas dan bahkan gel selama penyimpanan berkepanjangan. Gambar 3
menunjukkan bagaimana Dv90 (ukuran partikel di bawah ini yang 90% dari volume tetesan ada) bervariasi sebagai fungsi dari
viskositas yang diukur dari waktu ke waktu untuk minuman yang berbeda. Perubahan Dv90 dapat digunakan untuk mendeteksi
munculnya partikel besar. Seperti dapat dilihat, hubungan langsung diamati antara Dv90 dan viskositas, dengan pindah ke ukuran
partikel kasar sebagai peningkatan viskositas. Hal ini disebabkan oleh pembentukan jaringan tetesan flocculated.

Gambar 3 ukuran. Variasi partikel diamati selama penyimpanan minuman krim.

Susu Bubuk Re-Hidrasi dan Difraksi Laser

produk susu sering semprot kering sebelum dikirim dan disusun kembali. Proses pemulihan dari bubuk-semprot kering
merupakan faktor penting dalam produksi bahan makanan banyak. Ini dapat diikuti dengan menggunakan difraksi laser.

Gambar 4 menunjukkan evolusi ukuran partikel larutan air yang mengandung 5% b / v susu bubuk. Ukuran awal serbuk yang
relatif besar (> 10 mikron). Seiring waktu, sampel larutan diambil dan diukur. Seperti dapat dilihat, modus pada ukuran partikel
sangat halus diamati sebagai modus bubuk lebih besar mengalami penurunan dalam volume. Mode ini baik berkaitan dengan
pembentukan protein misel selama hidrasi kembali bedak. Hidrasi awalnya cepat tetapi kemudian melambat secara dramatis,
dengan proses mengambil beberapa jam untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini susu bubuk skim digunakan, sehingga lemak
tidak terdeteksi.
Gambar 4. Susu bubuk rekonstitusi berikut dengan menggunakan Mastersizer 2000.

Anda mungkin juga menyukai