Prosedur Angiography Koroner - Kateterisasi Jantung
Prosedur Angiography Koroner - Kateterisasi Jantung
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Komplikasi
Berdasarkan Turkish Society of Cardiology (2007), komplikasi yang
ditemukan dibagi menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor.
a. Komplikasi mayor/utama
Komplikasi utama meliputi reoklusi akut, miokard infark baru,
pendarahan hebat di selangkangan kaki, tamponade jantung akibat
pecah atau robeknya dinding arteri koroner atau jantung ruang dan
kematian.
b. Komplikasi minor
Komplikasi minor PCA antara lain oklusi cabang pembuluh koroner,
ventrikel/atrium aritmia, bradikardi, hipotensi, perdarahan, arteri
trombus, emboli koroner. Komplikasi minor lain adalahkehilangan
darah yang parah dan membutuhkan transfusi, iskemia pada
ekstremitas tempat penusukan femoral sheath, penurunan fungsi
ginjal karena media kontras, emboli sistemik dan hematoma di
selangkangan, hematoma retroperitoneal, pseudoaneurisma, fistula
AV.
5. Teknik Anestesi
Umumnya tindakan kateterisasi menggunakan anestesi lokal, karena kita
perlu kerja sama dengan pasien saat tindakan berlangsung, tetapi pada
bayi atau anak yang tidak stabil/biru dan berpotensi terjadi kegawatan
biasanya digunakan anestesi umum (Rokhaeni, Purnamasari & Rahayoe,
2001).
Adapun skala nyeri menurut Smeltzer & Bare (2008) adalah skala
intensitas nyeri deskriptif, skala intensitas nyeri numerik (Numeric
Rating Scale) dan skala analog visual (Visual Analog Scale)
1) Skala intensitas nyeri deskriptif
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri sedang Nyeri
nyeri terkontrol berat
tidak
terkontrol
Menurut Perry dan Potter (2005) nyeri yang terjadi akan menyebabkan
seseorang memberikan respon berupa respon fisiologis, respon
psikologis, respon tingkah laku berupa pernyataan verbal, respon
ekpresi wajah, gerakan tubuh dan respon kontak dengan orang lain.
1) Respon Fisiologis berupa stimulasi saraf simpatis dan parasimpatis.
Stimulasi saraf simpati meliputi dilatasi saluran bronkhial dan
peningkatan respiratory rate, peningkatan heart rate, peningkatan
nilai gula darah, diaporesis, peningkatan kekuatan otot, dilatasi
pupil, penurunan motilitas saluran cerna. Adapun stimulus
parasimpatik berupa muka pucat, otot mengeras, penurunan heart
rate, napas cepat dan irreguler, nausea dan vomitus, kelelahan dan
keletihan.
2) Respon psikologis berupa bahaya atau merusak, komplikasi seperti
infeksi, penyakit yang berulang, penyakit baru, penyakit yang fatal,
kehilangan mobilitas, menjadi tua dan sembuh.
3) Respon lingkah laku respon tingkah laku berupa pernyataan verbal,
respon ekpresi wajah, gerakan tubuh dan respon kontak dengan
orang lain. Respon pernyataan verbal meliputi mengaduh,
menangis, sesak napas, mendengkur. Respon ekspresi wajah
meliputi meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir. Respon
gerakan tubuh meliputi gelisah, immobilisasi, ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari dan tangan dan respon interaksi sosial
berupa menghindari percakapan, menghindari kontak sosial,
penurunan rentang perhatian.
b. Kaki Kesemutan
Kesemutan adalah perasaan pegal dan nyeri yang menusuk-nusuk.
Kesemutan sering terjadi pada ujung jari kaki maupun ujung jari
tangan, juga pada salah satu sisi tubuh. Penyebabnya karena
tertindihnya saraf di suatu daerah atau organ tubuh sehingga ujung
saraf menjadi lumpuh (Wijayakusuma, 1999). Rasa kesemutan bisa
terjadi di seluruh tubuh, hanya di salah satu sisi tubuh atau bagian
tertentu dan bisa berlanjut sebagai rasa tebal. Penyebabnya adalah
jika terjadi di seluruh tubuh bisa disebabkan gangguan liver, ginjal
anemia dan sistem kekebalan tubuh, jika kesemutan dirasakan di
salah satu sisi tubuh bisa disebabkan jepitan saraf di sebelah atas
tempat yang kesemutan, DM (daerah kaki)(Wratsonggo & Sulistyo,
2006).
Berikut ini yang terjadi pada kondisi normal. Ketika tekanan yang
berlebihan dialami oleh salah satu bagian kaki atau lengan, ada
beberapa hal yang terjadi. Arteri bisa tertekan, sehingga arteri tidak
bisa memasok jaringan-jaringan dan saraf dengan oksigen dan
glukosa yang dibutuhkan agar dapat berfungsi dengan baik. Saluran
saraf juga bisa tersumbat, menghalangi transmisi normal impuls-
impuls elektrokimia ke otak. Dalam situasi ini, sebagian saraf
berhenti mengirimkan sinyal sementara sebagian lain mengirimkan
sinyal secara berlebihan. Sinyal-sinyal tersebut dikirimkan ke otak,
yang setiba di sana ditafsirkan sebagai rasa terbakar, rasa ditusuk-
tusuk, rasa digigit semut. Semua rasa tadi yang membuat kita ingin
menggerakkan kaki atau tangan. Menguncang-guncang kaki bisa
menghilangkan tekanan dan sel-sel saraf mulai mengirimkan sinyal
secara normal. Rasa ditusuk-tusuk bisa bertambah sampai sel-sel
saraf yang terpengaruh pulih kembali. Itu sebabnya sakit sekali ketika
kita mencoba ”membangunkan“ kaki yang kesemutan (Leyner &
Goldberg, 2006).
c. Kaki Kebas/Baal
Baal merupakan keadaan dimana permukaan tubuh tidak mampu
merasakan rangsangan dari luar tubuh, misalnya cubitan, sentuhan,
tusukan. Keadaan ini dapat terjadi di kaki, tangan, atau jari-jari dan
bersifat sementara. Rangsang nyeri menyebabkan impuls saraf
sensorik akan dikirim ke otak. Penderita baal terjadi kerusakan pada
saraf sensorinya yang mengakibatkan tidak berfungsinya saraf
sensorik, sehingga permukaan tubuh tidak bisa meraskan sakit akibat
dicubit. Baal dapat terjadi karena kurangnya aliran darah pada bagian
tubuh tertentu. Tidak lancarnya aliran darah dapat disebabkan karena
menyempitnya pembuluh darah (Wijayakusuma, 1999). Kaki yang
mati rasa, kadang-kadang menandakan adanya penyakit arteri perifer
(Peripheral Artery Desease atau PAD) juga disebut penyakit vaskular
perifer (Peripheral Vascular Deseaseatau PVD) (Liebmann-Smith &
Egan, 2008). Sensasi kaki kesemutan dapat diukur dengan melakukan
cubitan. Pengukuran keluhan kaki kebas juga dapat dilakukan dengan
menggunakan test sensasi menggunakan monofilamen.
c. Jenis Kelamin
Giil (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengatakan secara umum,
pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri. Diragukan apakah jenis kelamin merupakan suatu
faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa kebudayaan yang
mempengaruhi jenis kelamin, misalnya menganggap bahwa anak
laki-laki tidak boleh menangis, sedangkan perempuan boleh
menangis pada situasi yang sama (mengalami ketidaknyamanan
nyeri).
d. Bantal pasir
Adalah sebuah alat berbentuk seperti bantal berbahan kain kedap air
dan halus permukaannya yang diisi pasir karena sifat pasir yang
padat dan tidak keras. Tujuan mengganti penekan manual untuk
mencegah hematom atau perdarahan pada pasien pasca PCA karena
ditempatkan di area bekas tusukan arteri femoralis. Beratnya
bervariasi tergantung IMT pasien yang dilakukan PCA. Bantal pasir
sebagai penekan mekanik pengganti penekan manual ini bila terlalu
berat atau terlalu lama dapat menimbulkan keluhan
ketidaknyamanan pada pasien (Potter & Perry, 2005). Berat bantal
pasir yang direkomendasikan dalam Standar Operasional Prosedur
(SPO) (2005) pasien pasca PCA di RSUP Dr. Kariadi Semarang 2,5
kg. Ross, Branderburg & Dinsmore (1987) juga merekomendasikan
berat bantal pasir yang digunakan seberat 5 pon atau 2,5 kg.
D. Kerangka Teori
F. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas(Independen)
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya varibel
dependen/terikat (Sugiyono, 2007). Variabel bebas adalah penggunaan
bantal pasir yang akan dijadikan sebagai penekan pasif pada pasien
pasca tindakan kateterisasi jantung dengan berat 2,1 kg,2,3 kg dan 2,5
kg.