Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kardiologi merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran yang mengalami kemajuan
paling pesat dalam kurun waktu 70 tahun terakhir. Perkembangan ini erat kaitannya dengan
kemajuan teknologi pencitraan terutama di bidang jantung dan pembuluh darah. Laboratorium
kateterisasi sebagai wujud inovasi teknologi telah berevolusi dari fungsi diagnostik semata
sampai menjadi pusat intervensi dan pengobatan di bidang jantung dan pembuluh darah. Lebih
jauh lagi, laboratorium kateterisasi juga telah menjadi tempat ajang riset dengan tujuan untuk
menggeser batasan ilmu pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menguji metode-metode
terbaru dalam tatalaksana penyakit jantung dan pembuluh darah.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
secara konsisten menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah masih merupakan
penyebab utama kematian di negara kita dan seluruh dunia. Prevalensi penyakit jantung di
Indonesia sekitar 7.2% (Riskesdas 2007) dan angka ini diperkirakan akan terus naik seiring
dengan meningkatnya prevalensi faktor risiko, seperti hipertensi dan obesitas. Hal ini
mendorong perhatian besar terhadap penyediaan pelayanan kesehatan di bidang jantung dan
pembuluh darah dan salah satu wujudnya adalah dengan menambah jumlah laboratorium
kateterisasi di rumah sakit yang memadai di seluruh Indonesia.
Di satu pihak, meningkatnya jumlah laboratorium kateterisasi diharapkan mampu
memperbaiki akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jantung dan pembuluh darah
yang berkualitas, namun di lain pihak perlu diingat bahwa teknologi ini perlu dipantau dan
diatur dengan baik dan berkesinambungan. Tindakan kateterisasi yang dilakukan sesuai kaidah
dapat menolong nyawa dan memperbaiki kualitas hidup seseorang yang memiliki penyakit
jantung dan pembuluh darah, tetapi tindakan kateterisasi jantung dan pembuluh darah juga
memiliki risiko serius bahkan dapat menyebabkan kematian.
Dengan jaminan kualitas yang baik, angka kejadian risiko dapat ditekan sampai di
bawah 2 %. Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah penggunaan sarana radiologi sinar X
sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan laboratorium kateterisasi
sehingga keamanan terhadap radiasi merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
penyelenggaraannya.

1
Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa masalah penting menyangkut
penyelenggaraan dan pelayanan laboratorium kateterisasi di Indonesia, sebagai berikut:

1. Tersedianya pelayanan tindakan berteknologi canggih di laboratorium kateterisasi dapat


mendatangkan manfaat besar bagi masyarakat terutama di bidang jantung dan pembuluh
darah, namun apabila tidak dikelola dengan baik maka berpotensi mengakibatkan risiko dan
kerugian yang serius.
2. Sebagian besar pelayanan di laboratorium kateterisasi berhubungan dengan teknologi yang
canggih dan pasien dengan risiko tinggi sehingga tentu saja memiliki risiko tindakan yang
tinggi pula.
3. Untuk menjamin kualitas pelayanan di laboratorium kateterisasi, diperlukan adanya suatu
regulasi yang baik, meliputi aspek mutu pelayanan, sumber daya manusia, fasilitas sarana
dan prasarana, pembiayaan, administrasi manajemen, dan etik medikolegal.
4. Promosi yang berlebihan dari pihak Rumah Sakit berpotensi menimbulkan kerugian pada
masyarakat.

Solusi terhadap permasalahan tersebut dibutuhkan Pedoman Nasional Pelayanan Laboratorium


Kateterisasi yang dapat dijadikan acuan bagi Rumah Sakit yang hendak atau sedang memberi
pelayanan tersebut.

Faktor-faktor yang mendukung dibentuknya Pedoman Nasional Pelayanan Laboratorium


Kateterisasi, adalah :
1. Pengalaman di berbagai Rumah Sakit dalam penggunaan laboratorium kateterisasi untuk
mengobati berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia.
2. Banyak Rumah Sakit yang telah memiliki sarana dan fasilitas laboratorium kateterisasi.
3. Ketersediaan tenaga ahli yang kompeten dalam memberikan pelayanan di laboratorium
kateterisasi.
4. Tuntutan peraturan perundang-undangan tentang perlunya Pedoman Nasional dalam
menentukan standar pelayanan kedokteran.

Faktor-faktor yang mendorong dibentuknya Pedoman Nasional Pelayanan Laboratorium


Kateterisasi, adalah :
1. Semakin banyak peminat yang memberikan pelayanan laboratorium kateterisasi.

2
2. Pengalaman di negara maju menunjukkan dapat terjadi pelanggaran aspek etik maupun
medikolegal dalam pemberian pelayanan di laboratorium kateterisasi.

1.2 Tujuan Pedoman

UMUM :

Terwujudnya pelayanan laboratorium kateterisasi yang bermutu baik dan berorientasi


pada keselamatan / keamanan pasien di Indonesia.

KHUSUS :

1. Terbentuk peraturan dan standarisasi mengenai kegiatan pelayanan laboratorium kateterisasi


2. Terbentuk pedoman mengenai administrasi dan proses perijinan penyelenggaraan pelayanan
laboratorium kateterisasi
3. Terbentuk pedoman untuk menjamin mutu penyelenggaraan pelayanan laboratorium
kateterisasi
4. Terbentuk pola pembiayaan pelayanan laboratorium kateterisasi
5. Terbentuk pedoman untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sistem penyelenggaraan
pelayanan laboratorium kateterisasi

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan

Pelayanan medis di laboratorium kateterisasi pada Rumah Sakit Pemerintah maupun


Swasta yang hendak/telah memiliki sarana laboratorium kateterisasi, yang meliputi tindakan
diagnostik, terapetik, proses pendidikan, pelatihan dan penelitian.

1.4 Batasan Operasional

1. Setiap cath lab harus memiliki program jaminan mutu yang mencakup kualitas registri yang
baik, dan peninjauan kasus atau mutu dan/ atau konferensi morbiditas dan mortalitas
setidaknya dijadwalkan setiap tiga bulan. Registri dapat bersifat regional atau nasional dan
sebaiknya terdapat pembanding terhadap proses dan hasil dari operator dan institusi lain.

3
2. Rumah sakit harus menyediakan personil yang berdedikasi, dan terlatih dalam melakukan
abstraksi grafik, entri data, registri, & pembuatan atau distribusi laporan. Registri harus
dimanfaatkan untuk mengawasi operator dan volume dan hasil luaran institusi serta
kesesuaian prosedural. Ketika membandingkan luaran antar operator dan institusi, komponen
– komponen ini sebaiknya telah disesuaikan.
3. Untuk semua operator, kasus diagnostik maupun intervensi yang akan ditinjau harus dipilih
secara acak. Idealnya, tinjauan ini harus blinded dan, apabila mungkin, ditinjau oleh dokter
dari luar rumah sakit / program. Kasus harus ditinjau mengenai kesesuaian dan komplikasi.
4. Semua komplikasi mayor yang terjadi di cath lab maupun di rumah sakit harus ditinjau pada
konferensi morbiditas dan mortalitais yang telah dijadwalkan secara rutin, setidaknya setiap
tiga bulan. Melalui registri tindakan, kasus – kasus yang membutuhkan tinjauan lebih lanjut
dapat diidentifikasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dengan asumsi bahwa entri
data tersebut dilakukan tepat waktu. Konferensi morbiditas dan mortalitas cath lab harus
dibedakan dengan konferensi morbiditas dan mortalitas kardiologi klinis dari segi aspek
teknis tindakan tersebut.
5. Kejadian yang serius, seperti kematian, harus didahulukan daripada kejadian yang kurang
serius atau parah seperti komplikasi vaskulardan tinjauan harus dilakukan sesegera mungkin
setelah peristiwa tersebut terjadi. Setiap aspek pelayanan pada fase – fase perawatan (pre,
intra, paska tindakan) harus ditelaah secara kritis dan diakhiri dengan konsensus dan
kesepakatan pencegahan komplikasi.
6. Tujuan dari tinjauan kasus dan konferensi morbiditas dan mortalitas secara acak adalah
tercapainya perbaikan proses dan outcome; Dengan demikian, lingkungan yang tidak bersifat
menghukum dan menyalahkan menjadi sangat penting. Idealnya, dokter, dokter trainee,
advance practice professional, perawat, dan teknisi harus diminta untuk hadir.
7. Untuk setiap materi cetak (printed) / elektronik yang didistribusikan harus tercantum
pernyataan kerahasiaan. Undang – undang negara yang berlaku harus dikutip dan
pembeberan rahasia yang tidak sah harus dilarang.
8. Cath lab harus memiliki komite mutu yang mencakup pimpinan, manager, dan perwakilan
para pemangku kepentingan lain. Komite ini bertanggung jawab untuk meninjau komplikasi
yang tidak dibahas dalam konferensi morbiditas dan mortalitas dan indikator mutu,seperti
penyelesaian time-out, pengawasan mutu perakatan, waktu door to balloon dan lain – lain
yang dibutuhkan oleh rumah sakit, Departemen Kesehatan dan Komisi Bersama

4
1.5 Dasar Hukum :

1. UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.


2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 640 tahun 2003 tentang Teknisi Kardiovaskular.
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 984 tahun 2007 tentang Rumah Sakit Penerima Bantuan
Alat Kesehatan Baloon dan Stent Untuk Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
5. Keputusan Bersama Kepala BATAN dan Menteri Kesehatan No.171/MENKES/2008 dan
028/KA/II/2008 tentang Pemanfaatan Tenaka Nuklir untuk kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 854 tahun 2009 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1250 tahun 2009 tentang Pedoman Kendali Mutu
(Quality Control) peralatan radiodiagnostik.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1438 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran.

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia :


1. Persyaratan Umum
a. Dokter yang bekerja di laboratorium kateterisasi adalah dokter spesialis jantung dan
pembuluh darah atau dokter lain dengan kompetensi yang tersertifikasi oleh kolegium
kardiologi.
b. Dokter yang bekerja di laboratorium kateterisasi wajib melakukan resertifikasi secara
berkelanjutan setiap dua tahun (lebih sering dibandingkan praktik dokter pada umumnya).
c. Dokter yang bekerja di laboratorium kateterisasi sebaiknya mengikuti kegiatan ilmiah di
bidang intervensi kardiovaskular setidaknya dalam waktu tiap tiga bulan yang membahas
morbiditas dan mortalitas yang dilakukan oleh peer group-nya (peer review).
d. Semua anggota dari tim kateterisasi (dokter, perawat, dan teknisi) wajib telah
menyelesaikan pelatihan resusitasi jantung paru dasar dan lanjut (Basic Life Support/BLS
dan Advanced Cardiac Life Support/ACLS).
e. Setiap dokter yang bekerja di laboratorium kateterisasi harus mendapatkan pelatihan sedasi
ringan.
f. Semua perawat yang bertugas di laboratorium kateterisasi sudah harus melalui pendidikan
kardiologi dasar.
g. Radiografer yang bertugas di laboratorium kateterisasi adalah radiografer yang sudah
mendapat pelatihan tambahan tentang kateterisasi jantung.
2. Persyaratan Etika
a. Tugas utama seorang dokter adalah melakukan yang terbaik untuk pasien.
b. Pasien harus diberikan kebebasan dan pilihan yang terbaik sesuai dengan keadaan kesehatan
pasien dan perawatan medis.
c. Menyediakan informasi akurat dan tidak bias mengenai keadaan medis pasien, termasuk semua
potensi yang dapat terjadi saat perawatan akan dilaksanakan.
d. Bertanggung jawab dalam informed consent dan menjelaskan potensi
e. risiko, keuntungan, dan alternatif dari strategi diagnostik dan atau
terapetik.Bertanggung jawab untuk mendokumentasikan indikasi dari prosedur dan
mengkaji ulang data-data yang tidak sesuai.
f. Dokter harus bersikap transparan dalam mempertimbangkan adanya potensi konflik
etis dan finansial pada terapi atau alat yang akan diberikan pada perawatan pasien.

6
B. Kepala Unit Laboratorium Kateterisasi Jantung
Dan Pembuluh Darah
1. Merupakan dokter kardiolog dewasa ataupun kardiolog anak yang memiliki ketertarikan di
bidang intervensi kardiovaskular atau elektrofisiologi.
2. Harus merupakan dokter yang berpengalaman baik dalam hal manajemen maupun tindakan
medis dan mampu mengawasi dan mengatur lingkungan laboratorium serta memiliki
pengetahuan mengenai semua prosedur utama yang dilakukan di laboratorium kateterisasi.
3. Harus memiliki sertifikat yang diakui oleh kolegium dan sudah mengikuti pelatihan secara
menyeluruh mengenai topik pencitraan radiografi kardiovaskular dan proteksi radiasi.
4. Penanggung Jawab Teknis Medis
5. Merupakan seorang Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah yang
memiliki pelatihan yang baik dan telah memenuhi semua syarat untuk bekerja di fasilitas
ini.Berpengalaman dalam segala aspek dari performa prosedur, termasuk menguasai indikasi
dan kontraindikasi prosedur, pre-prosedural dan evaluasi serta perawatan post-prosedural, serta
tatalaksana komplikasi per procedural.
6. Penanggung Jawab Pendidikan/Latihan
7. Penanggung Jawab Pendidikan/Pelatihan intervensi invasif non-bedah (course director)
merupakan dokter yang tersertifikasi dalam intervensi kardiologi dengan tujuan untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif dengan dukungan dari pengajar, pengetahuan dan
keterampilan sehingga memenuhi standar baik dari segi jumlah maupun profesionalisme.
8. Penanggung Jawab Pendidikan / Pelatihan intervensi invasif non-bedah harus memenuhi
syarat program pengajar / pelatih (instructing graduate physician) terutama performa prosedur
dan penyampaian keilmuan kepada dokter yang sedang menjalani pelatihan (trainee).
9. Penanggung Jawab Ruang Cath Lab
10. Harus seorang perawat senior dengan latar belakang pendidikan keperawatan setingkat S1
keperawatan, dan sekurang-kurangnya sudah mengikuti pelatihan kardiologi dasar
11. Penanggung Jawab Administrasi, Keuangan, Dan Pelaporan
12. Mengikuti peraturan Komite Medik yang berlaku di masing-masing rumah sakit.

C. KOMPETENSI:
1. Mengikuti kompetensi yang dikeluarkan oleh kolegium ilmu penyakit jantung dan pembuluhdarah

7
D. DISTRIBUSI KETENAGAAN:

1. Kepala Unit Laboratorium Kateterisasi


a. Tanggung Jawab :
1. Kepada Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan tentang pengelolaan pelayanan di
laboratorium kateterisasi.
2. Menjamin mutu pelayanan kateterisasi di rumah sakit.
3. Pengembangan kompetensi staf dan jaringan kerjanya.

b. Kompetensi :
1. Memiliki pengetahuan dan keahlian tentang laboratorium kateterisasi yang diakui
oleh PIKI.
2. Memiliki visi penelitian dan pengembangan laboratorium kateterisasi.
3. Memahami dan mampu melaksanakan etika kedokteran.
4. Mampu memimpin tim yang beranggotan berbagai disiplin ilmu.
5. Memiliki kemampuan manajerial.
c. Tugas :
1. Memimpin Unit Laboratorium Kateterisasi.
2. Mengawasi, mengarahkan pelaksanaan program pelayanan, pendidikan, penelitian dan
pengembangan laboratorium kateterisasi untuk jangka waktu 5 tahun.
3. Penyusunan rencana program, anggaran, evaluasi dan laporan serta penyediaan data
dan informasi kegiatan.
4. Menentukan staf dengan tugas dan kewenangannya di laboratorium kateterisasi.
5. Mengevaluasi pencatatan dan pelaporan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh
staf dalam rangka pengendalian mutu pelayanan.
6. Menilai kinerja seluruh staf di laboratorium kateterisasi.
7. Melakukan koordinasi internal dan eksternal dengan Instalasi/Departemen/SMF lain
yang terkait dengan pelayanan laboratorium kateterisasi.
8. Memberikan rekomendasi kepada Direktur Pelayanan Medis dalam pembuatan MoU
dengan pihak lain di luar rumah sakit sehubungan dengan
pelayanan kateterisasi.
9. Harus mampu bekerjasama dengan manajemen Rumah Sakit dan dapat menyesuaikan
semua aturan yang diberikan oleh Rumah Sakit.
10. Harus mampu melakukan prosedur yang spesifik pada laboratorium kateterisasi dan
memberikan dukungan dalam memenuhi kebutuhan dari dokter yang melakukan tindakan.

8
11. Harus mampu bekerjasama dengan dokter lainnya dalam mengatur prosedur
terspesialisasi dan mampu mengatasi komplikasi yang darurat.
12. Bertanggung jawab atas ketersediaan peralatan maupun tenaga yang dibutuhkan dalam
melakukan prosedur kateterisasi terutama dalam mengatasi komplikasi yang terjadi.
13. Harus mampu bekerjasama dengan kepala program pelatihan lain (seperti: program
pelatihan fellowship kardiovaskular, kardiologi intervensi, atau elektrofisiologi) dengan
tujuan untuk memastikan pelatihan berjalan dengan baik.
14. Harus dapat membuat kriteria yang menentukan apa saja yang diperbolehkan untuk
dilakukan dokter dan mampu mengkaji ulang serta
membuat rekomendasi.
15. Secara periodik harus mampu membuat kajian ulang mengenai kinerja dokter, berwenang
dalam pembaharuan laboratorium, mengkaji ulang kinerja peserta pelatihan, tenaga non-
medis serta melaksanakan rekredensial operator.
16. Mampu memonitor kualitas kontrol berupa morbiditas dan mortalitas, membuat
kebijakan-kebijakan sesuai dengan pedoman.
17. Harus memiliki tanggung jawab untuk melakukan advokasi dan memastikan sumber
pelayanan kesehatan (sarana, prasarana, dan personil) harus adekuat untuk laboratorium
kateterisasi.
18. Harus mampu bekerjasama dengan institusi (termasuk keamanan radiasi dan okupasi)
serta tenaga medis yang berkualitas untuk memastikan keamanan personil dan komplikasi
mengenai penggunakan sinar X.
19. Mengadvokasi pelatihan keamanan radiasi dan pelatihan alat proteksi untuk personil
laboratorium kateterisasi, pengawasan paparan radiasi pada pasien dan staf, serta sebuah
sistem yang memperhatikan paparan serta kecelakaan okupasional.
20. Memiliki tanggung jawab lainnya meliputi pengawasan dari jadwal pasien, pelayanan
rujukan, pelaporan post prosedur, dan memantau kualitas pelayanan (termasuk
komplikasi), menetapkan program peningkatan kualitas, pembelian dan pemeliharaan alat
serta penyediaan, persiapan anggaran, dan pengawasan, organisasi konferensi rutin untuk
personil laboratorium, laporan rutin untuk aktivitas laboratorium.
21. Harus mampu mempertahankan komunikasi dan kooperasi diantara staf laboratorium,
klinisi, dan administrasi rumah sakit untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan
layanan yang bak.
22. Harus menentukan pengganti yang akan menggantikan peranannya jika dokter
berhalangan.
d. Kualifikasi Tenaga :

9
1. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah yang telah mempunyai surat kompetensi
lanjutan dibidang kardiologi intervensi.
2. Berpengalaman memimpin laboratorium kateterisasi.

2. Penanggung Jawab Ruang Cath Lab


a. Tanggung Jawab :
1. Kepada Kepala Unit Cath Lab tentang pengelolaan pelayanan di cath lab.
2. Kepada Kepala Instalasi tentang pengelolaan logistik dan sumber daya manusia (non
dokter) untuk kebutuhan pelaksanaan pelayanan di cath lab.
3. Turut menjamin mutu pelayanan cath lab di rumah sakit.
4. Pengembangan kompetensi staf dan jaringan kerjanya.
b. Kompetensi :
1. Memiliki pengetahuan dan keahlian tentang laboratorium kateterisasi
2. Memimpin tim non-dokter yang beranggota berbagai disiplin ilmu.
3. Memiliki kemampuan manejerial.
c. Tugas :
1. Harus menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung dan pembuluh darah,
termasuk evaluasi preprosedural, perawatan kegawatdaruratan jantung, keamanan radiasi
dan penerapan data diagnostik kateterisasi yang berkaitan dengan prosedur.
2. Harus mampu bekerjasama dengan kepala program pelatihan lain (seperti : fellowship
kardiovaskular, kardioivaskular
intervensi, atau elektrofisiologi) dengan tujuan untuk memastikan pelatihan berjalan
dengan baik.
3. Memiliki tanggung jawab lainnya, meliputi pengawasan dari jadwal pasien, pelayanan
rujuk, pelaporan post prosedur, dan memantau kualitas pelayanan (termasuk
komplikasi), menetapkan program peningkatan kualitas, pembelian, dan pemeliharaan
alat serta penyediaan, persiapan anggaran, dan pengawasan, organisasi konferensi
reguler untuk personil laboratorium, laporan regular untuk aktivitas laboratorium.
4. Harus mampu bekerjasama dengan institusi (termasuk keamanan radiasi dan
okupasional) dan tenaga medis yang berkualitas untuk memastikan keamanan personel
dan kompliansi mengenai penggunakan x-ray.
5. Bertanggung jawab dalam penentuan jadwal pasien, jadwal staf, jadwal dokter, dan
pengelolaan inventaris logistik.
6. Bertanggungjawab dalam seluruh prosedur administratif cath lab, termasuk seluruh
dokumen SDM di cath lab.

10
d. Kualifikasi Tenaga :
1. Perawat yang sudah mendapat pendidikan KD (Kardiologi Dasar) serta
berpengalaman bekerja di ruang cath lab sekurang-kurangnya 2 tahun.

3. Penanggung Jawab Teknis Medis :


a. Tanggung Jawab :
1. Melaporkan setiap akhir minggu Kepada Kepala Unit Cath Lab tentang pelaksanaan
pelayanan prosedur medis di cath lab dan hasil konferensi cath lab.
2. Menjamin mutu pelayanan cath lab (dalam hal teknis medis pelayanan) di rumah sakit.
b. Kompetensi:
1. Menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung, termasuk evaluasi
preprosedural, indikasi, fisiologi dan patofisiologi jantung, kegawatdaruratan jantung,
keamanan radiasi dan penerapan data diagnostik kateterisasi yang berkaitan dengan
prosedur.\Mampu melaksanakan segala aspek dari performa prosedur, termasuk
menguasai indikasi, dan kontraindikasi prosedur, preprosedural,
dan evaluasi serta perawatan posprosedural, serta tatalaksana
komplikasi perprosedural.
c. Tugas :
1. Melaksanakan seluruh prosedur medis di cath lab sesuai dengan
kompetensinya.
2. Menyelesaikan masalah teknis medis yang muncul selama pelaksanaan
prosedur medis.
3. Menyiapkan, melaksanakan, dan melaporkan konferensi cath lab setiap
akhir minggu berjalan untuk memutuskan rencana pelaksanaan tindakan
elektif minggu berikutnya.
d. Kualifikasi Tenaga :
1. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah.
2. Berpengalaman bekerja di cath lab sekurang-kurangnya 5 tahun.

4. Penanggung Jawab Pendidikan dan Pelatihan :


a. Tanggung Jawab :
1. Bertanggungjawab kepada PIKI
2. Bertanggungjawab atas seluruh kegiatan fellow di cath lab
3.

11
b. Kompetensi :
1. Mampu melaksanakan fungsi sebagai course director
sebagaimana ketentuan
PIKI
c. Tugas :
1. Membuat modul pelatihan.
2. Menyusun tahap dan jadwal kegiatan peserta pelatihan.
3. Melakukan evaluasi peserta pelatihan dan menetapkan kriteria pencapaian peserta
pelatihan.
4. Harus hadir pada setiap aspek kritis pada saat prosedur kateterisasi jantung dilakukan
oleh peserta pelatihan.
5. Membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan pelatihan kepada PIKI.
d. Kualifikasi Tenaga :
1. Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah
2. Ditetapkan oleh PIKI

a. Perawat Scrub :
a. Tanggung jawab :
1. Bertanggungjawab dalam mempersiapkan dan mengoperasikan seluruh peralatan yang
dibutuhkan untuk melaksanakan suatu prosedur tindakan.
b. Kompetensi :
1. Menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung, termasuk perawatan
kegawatdaruratan jantung, keamanan radiasi dan penerapan data diagnostik kateterisasi
yang berkaitan dengan prosedur.
2. Mampu mengoperasikan berbagai modalitas yang dibutuhkan di meja tindakan.
c. Tugas :
1. Sebagai asisten dalam pelaksanaan prosedur tindakan di laboratorium kateterisasi.
2. Tidak boleh berperan sebagai operator primer dan harus bekerja dibawah petunjuk dari
dokter operator primer.
d. Kualifikasi tenaga :
1. Perawat yang sudah mendapat pendidikan KD (Kardiologi Dasar) serta berpengalaman
bekerja di ruang cath lab sekurang-kurangnya 1 tahun.
2. Ditetapkan oleh Penanggung Jawab Ruang Cath Lab.

12
b. Sirkulasi
a. Tanggungjawab :
1. Bertanggungjawab mendukung pelaksanaan tugas scrub nurse di ruang tindakan.
2. Bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan pasien selama berlangsungnya prosedur
tindakan.
b. Kompetensi :
1. Menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung, termasuk perawatan
kegawatdaruratan jantung, keamanan radiasi dan penerapan data diagnostik kateterisasi
yang berkaitan dengan prosedur.
2. Mampu mengoperasikan berbagai modalitas yang dibutuhkan di ruang tindakan.
c. Tugas :
1. Mempersiapkan semua peralatan yang akan dibutuhkan oleh perawat scrub.
2. Melaksanakan seluruh kegiatan di ruang tindakan yang sifatnya tidak steril.

d. Kualifikasi Tenaga :
1. Perawat yang sudah bekerja di ruang cath lab sekurang-kurangnya 1 tahun.
2. Ditetapkan oleh Penanggung Jawab Ruang Cath Lab.

c. Monitorring
a. Tanggung jawab :
1. Bertanggungjawab dalam pengoperasian seluruh perangkat monitor di ruang monitor dan
di ruang tindakan.
2. Bertanggungjawab dalam penyimpanan dan pencetakan data monitor untuk setiap
tindakan.
b. Kompetensi :
1. Menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung, termasuk perawatan.
kegawatdaruratan jantung, keamanan radiasi, dan penerapan data diagnostik kateterisasi
yang berkaitan dengan prosedur.
2. Mampu mengoperasikan berbagai perangkat peralatan monitor yang dibutuhkan selama
berlangsungnya suatu prosedur tindakan.
c. Tugas :
1. Menghidupkan semua peralatan monitor
2. Memasukkan data pasien
3. Melakukan perekaman data

13
4. Mencetak data
d. Kualifikasi Tenaga :
1. Nurse yang sudah bekerja di ruang cath lab sekurang-kurangnya 1 tahun.
2. Ditetapkan oleh Penanggung Jawab Ruang Cath Lab.

d. Radiografer
a. Tanggung jawab :
1. Bertanggungjawab dalam mempersiapkan, mengoperasikan dan menyediakan x-ray yang
baik, cine pulse system, intensifikasi image, pressure injection system, sistem video, cine,
dan digital imaging dan penyimpanan, dan prinsip2 keamanan radiasi.
2. Bertanggung jawab atas perawatan rutin dan pemeliharan peralatan radiologi.
b. Kopetensi :
a. Memiliki kemampuan dasar untuk mengetahui kerusakan dari sebuah alat
b. Mempunyai keteramplian baik dalam hal prinsip dan teknik radiologi dan
angiografi
Tugas :
1) Bekerja sama dengan dokter (operator) dalam memberikan kualitas imaging yang
optimal.
2) Mengoperasikan seluruh peralatan radiologi di ruang tindakan.
3) Memasukkan dan menyimpan data
4) Meng-copy image ke CD untuk diberikan kepada pasien/keluarga pasien
5) Berkoordinasi dengan teknisi elektronik dan radiologi, dan harus bertanggung jawab
atas perawatan rutin dan pemeliharan peralatan radiologi.
c. Kualifikasi Tenaga :
1. Radiografer yang sudah mendapat pelatihan tambahan untuk cath lab.

e. Penerimaan Pasien/Recovery Room/Pemulangan Pasien :


a. Tanggung jawab :
1. Bertanggung jawab dalam menghadirkan pasien di ruang persiapan pasien,
mempersiapkannya dan memasukkannya ke ruang tindakan.
2. Bertanggung jawab dalam mengembalikan pasien ke tempat semula setelah
memastikan kondisinya sudah layak dikembalikan.
b. Kompetensi :

14
1. Menguasai aspek kognitif dan teknis dari kateterisasi jantung, termasuk
perawatan kegawat daruratan jantung, keamanan radiasi dan penerapan data
diagnostik kateterisasi yang berkaitan dengan prosedur.
c. Tugas :
1. Mempersiapkan dokumen yang perlu, termasuk memastikan kelengkapan dokumen yang
berkaitan dengan informed consent.
2. Melakukan serah terima pasien
d. Kualifikasi Tenaga :
1. Perawat yang sudah bekerja di ruang cath lab sekurang-kurangnya 1 tahun.
2. Ditetapkan oleh Penanggung Jawab Ruang Cath Lab.

f. Penanggung Jawab Administrasi, Keuangan, dan Pelaporan :

a. Tanggung Jawab :
1. Pelaksanaan surat-menyurat dan kearsipan.
2. Pembuatan laporan berkala.
3. selesai dilakukan tindakan di laboratorium kateterisasi.
b. Kompetensi :
1. Mampu membuat catatan surat keluar masuk.
2. Mampu menggunakan komputer dan alat perkantoran lainnya.
c. Tugas :
1. Menerima dan mencatat surat keluar, mengetik surat keluar.
2. Mengetik laporan berkala dan mengarsipkannya.
3. Mengolah data dan menyajikannya.
4. Mengetik laporan prosedur tindakan dari draft yang dibuat dokter.
5. Mencatat keluar masuk uang dan membuat pembukuan keuangan.
6. Membuat laporan keuangan berkala.
d. Kualifikasi Tenaga :
1. S1 atau D3 administrasi/kesekretariatan

g. Pemeliharaan :

Disesuaikan dengan peraturan rumah sakit setempat, apakah digabung dengan sistem
maintenance rumah sakit yang sudah ada atau dibuat tersendiri.

h. Teknisi Kardiovaskular :

15
a. Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 640 tahun 2003 tentang Teknisi
Kardiovaskular.

BAB III

STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN
1. Ruangan Laboratorium kateterisasi meliputi :

Ruangan Luas
minimum
(m2)
Ruang prosedur : Juga tempat Rak/Lemari kateter 45 – 54
Ruang monitor/control 14 - 19
Ruang Maintenance Alat & AC Control 6
Ruang Pertukaran Pasien : Juga Tempat cuci tangan, kain kotor, apron, tempat 14 – 18
edukasi pasien/keluarga
Ruang Penerimaan/Admin Pasien/Persiapan Pasien/Recovery Room 60
Ruang ganti staf 3
Toilet staf 3
Ruang Konferensi : Berperan sebagai kamar staf 6 - 11

Ruang Loker/Rak sepatu/Rak penyimpanan baju operasi 8


Ruang ganti staf 3
Toilet pasien 3
Ruang melihat film/edukasi pasien/keluarga pasien 6
Pantry : Juga Tempat Gudang dan peralatan kebersihan 11
Kantor : Juga tempat arsip data,segala bentuk formulir, 6

Tinggi ruangan minimal 3 m dan tinggi ruang pengendali minimal 2,4 m.


Spesifikasi di atas dapat dimodifikasi apabila ada teknologi baru.

2 Lokasi
a. Lokasi laboratorium kateterisasi berada di dalam RS dan satu lantai dengan kamar operasi,
ICU atau CVCU.
b. Idealnya laboratorium kateterisasi terletak di ruangan khusus kardiovaskular sehingga mampu
mengadakan bedah jantung terbuka.
c. Desain laboratorium kateterisasi harus memaksimalkan sterilitas.
d. Terletak di koridor yang agak tertutup.

16
e. Ruangan monitor dipisahkan oleh kaca sehingga memudahkan petugas mengamati dan
membantu menjalankan peralatan tanpa merusak sterilitas ruangan.

RUANG TUNGGU
OK

Kamar ganti ,
Loker, Rak
baju operasi

HCU/ICU

Ruang penerimaan pasien &Recovery Room

Nurs. Station Spulhok

R. Dokter

R. Maintanance R. Tindakan R. Monitor Toilet

DENAH LABORATORIUM KATETERISASI

3. Desain ruangan dan lantai :


a. Dinding dan lantai memiliki desain seamless.
b. Dinding dan pintu harus memiliki x-ray shield, dengan ketebalan lead standar 0,5
mm.
c. Struktur ruangan harus mampu menyangga berat peralatan x-ray.

17
d. Adanya jaringan kabel/saluran di bawah lantai untuk meletakkan kabel dan selang
dari ruang pengendali, meja, dan C-arm.
e. Power supply harus memiliki high voltage output.
f. Harus memiliki power supply cadangan.
g. Harus memiliki monitor video dinding.

4. Desain dan pencahayaan langit-langit :


a. Harus memiliki pencahayaan lembut untuk prosedur kateterisasi.
b. C-arm dapat berjenis wall-mounted atau floor-mounted.
c. Sistem ventilasi tidak boleh mengganggu manuver c-arm.

5. Standar ventilasi
a. Harus memenuhi standar ruangan operasi dalam hal penggantian udara, aliran udara
laminar di atas meja pasien, tekanan udara positif, dan kelembaban dan suhu yang optimal.
b. Harus ber-AC dan memiliki thermostat dan humidistats. Suhu ruangan harus mengikuti
standar suhu masing-masing alat sesuai modulnya.

6. Ruang Prosedur :

Ruang prosedur harus dirancang sedemikian rupa agar :


a. Mampu menyimpan rak/lemari peralatan, alat yang statis, alat-alat yang bergerak
(injector, IABP, ventilator, echo, IVUS, laser equipment, peralatan untuk EP-study,
trolley emergency, suction, meja alat, bak sampah), lemari penyimpanan kateter (kateter
harus disimpan pada ruangan dengan suhu yang direkomendasikan oleh pabrik, apabila
tidak, maka kateter akan rusak dan tidak boleh dipakai kembali).
b. Cukup ruang untuk stretcher keluar masuk memindahkan pasien.
c. Cukup ruang untuk 2 meja alat (ukuran 30 x 60) bergerak bebas dan petugas.
d. Tidak terdapat kabel atau selang oksigen atau selang infus yang melintang yang dapat
membahayakan pergerakan alat atau orang di ruang prosedur. Dianjurkan agar port
(outlet) untuk oksigen, listrik, suction, dan segala macam peralatan yang menggunakan
selang/kabel/gantungan/dll. berada di bawah atau di atas meja operasi.
e. Pintu keluar/masuk ruang prosedur harus cukup lebar sehingga stretcher bisa bebas
keluar/masuk.
f. Apron (dan alat pelindung diri lainnya) harus tergantung di dinding luar sebelum masuk
ruang prosedur.

18
7. Ruang monitor :
a. Ruang monitor berfungsi untuk tempat panel kontrol imaging serta monitor
hemodinamik.
b. Ukuran ruangan harus memungkinkan petugas bergerak bebas, tetapi jangan terlalu besar
sehingga mengundang orang yang tak berkepentingan masuk.
c. Lantai ruang monitor harus lebih tinggi dari ruang prosedur.
d. Ruang monitor harus diposisikan berada di ujung kaki pasien untuk kemudahan petugas
mengikuti seluruh kegiatan di ruang prosedur.
e. Ruang monitor terpisah dari ruang prosedur oleh dinding yang tembus pandang (kaca)
berlapis timbal dengan ukuran yang cukup luas sehingga petugas bisa memantau seluruh
kegiatan di ruang prosedur.
f. Ruang monitor harus di fasilitasi dengan alat komunikasi yang bisa berhubungan
langsung ke ruang prosedur.
g. Tidak perlu ada pintu antara ruang prosedur dan ruang monitor.
8. Ruang Pertukaran Pasien :
Harus memungkinkan pergerakan dua brankar secara bebas, yaitu pasien yang akan masuk ke
ruang prosedur dan pasien yang keluar dari ruang prosedur.

9. Ruang Pemulihan :
a. Berfungsi ganda, yaitu sebagai ruang pre-tindakan dan post-tindakan.
Sekaligus sebagai nurse station
b. Memuat beberapa tempat tidur, rak/lemari linen, trolley emergency, monitor, brankar
c. kursi roda, memiliki outlet oksigen, outlet suction.
d. Mempunyai ruang yang cukup untuk pergerakan perpindahan pasien keluar/masuk cath lab.
e. Di ruang ini dianjurkan menyiapkan televisi/musik untuk percepatan pemulihan pasien.

B. PERALATAN
1. PERSYARATAN MINIMAL

1.1. Persyaratan meja operasi :


1.1.1 Terbuat dari serat karbon dengan bagian atas harus dapat bergerak bebas baik
vertikal maupun horizontal. Pergerakan longitudinal sekurang-kurangnya 100cm
dan pergerakan transversal sekurang-kurangnya 30 cm.

19
1.1.2 Dapat menahan beban > 100 kg, mampu bergeser longitudinal, lateral, dan
vertikal (685 s/d 1180 cm), dapat miring > 20o..
1.1.3 Dilengkapi dengan aksesorisnya, misal penopang lengan, dll.

1.2. Persyaratan input dan output audio video :

1.2.1 Audio dan video sangat berguna untuk mengarahkan staf di ruang kontrol, dan mereka
yang berada di luar ruang steril (mahasiswa dan pelajar).
1.2.2 Video kamera nirkabel diletakkan di dinding dan monitor x-ray.
1.2.3 Operator dapat menggunakan mikrofon dan headsets untuk menerima atau
memberikan informasi kepada anggota tim lainnya.

1.3 Persyaratan Pencitraan X-ray :

1.3.1 Agar tercapai performa yang optimal dari suatu laboratorium kateterisasi, maka
diperlukan akusisisi gambar fluoroskopi dan sineangiografi dengan kualitas terbaik.
Oleh karena itu, unit mesin sinar-X harus memenuhi standar intervensional IEC
(International Electotechnical Commission).
1.3.2 Standar untuk pasien dewasa adalah fluoroskopi dan angiografi bidang tunggal (single-
plane.)
1.3.3 Standar untuk pediatri dan kongenital adalah fluoroskopi dan angiografi bidang ganda
(biplane) .
1.3.4 Generator frekuensi tinggi dengan keluaran 80 - 100 kW saat kecepatan pulsasi sinar-
X 30 pulsasi/detik (untuk dewasa) dan 60 pulsasi/detik (untuk pediatrik).
1.3.5 Dengan high-level control (HLC) teknik fluoroscopy, batas standar kecepatan
pencahayaan adalah 10 roentgens/menit (R/menit).
1.3.6 Tube sinar-X harus mampu menyajikan titik fokal 0,6 - 0,8 mm serta mampu
menyajikan urutan gambar multipel sampai 10 - 30 detik dengan kecepatan 30 fps
(atau lebih). Agar waktu fluoroskopi bisa lebih lama, maka kapasitas penyimpanan
panas mesin sinar –X harus lebih dari 1 juta heat units (HU), bahkan bisa mencapai 3
juta HU.
1.3.7 Perangkat sistem di ruang monitor yang mampu melakukan pemeriksaan data
fisiologis (antara lain : tekanan darah, EKG, curah jantung, dan saturasi oksigen),

20
fungsi proses pencitraan data (televisi untuk pemantauan fluoroskopi dan
sineangiografi, sistem perekaman
1.3.8 Penyimpanan terabyte dan transmisi Ethernet cepat dibutuhkan untuk mengirim dan
menyimpan gambar dengan resolusi tinggi yang kemudian akan diproses, difilter,
dan dipresentasikan untuk dinilai ulang.
1.3.9 Monitor dengan resolusi tinggi di dalam ruangan kateterisasi sangat diperlukan.
1.3.10Setiap monitor harus dikalibrasi, diatur ulang kontras, dan rentang dinamiknya secara
rutin.
1.3.11Piranti lunak untuk menganalisis lesi atau variabel kuantitatif lainnya harus dinilai
ulang oleh operator supaya tidak terjadi kesalahan.
1.3.12Seluruh peralatan X-ray untuk cath lab harus melalui prosedur tes fisik.

1.4 Persyaratan monitor fisiologi dan hemodinamik :

1.4.1 Perangkat sistem di ruang monitor yang mampu melakukan pemeriksaan data fisiologis
(antara lain : tekanan darah, EKG, curah jantung, dan saturasi oksigen), fungsi proses
pencitraan data (televisi untuk pemantauan fluoroskopi dan sineangiografi, sistem
perekaman video baik softcopy maupun lembar tercetak dari gambar yang tersimpan).
1.4.2 Fungsi Penunjang ( kanal pemanatauan tekanan, tranduser, ventilator, defibrillator, pacu
jantung sementara, system analisis kurva tekanan, IABP, pompa infusi, injektor, alat
oksimetri

1.5 Persyaratan keselamatan :

1.5.1 Ketersediaan tenga ahli di rumah sakit sebagai pendukung : ahli bedah thorax
kardiovaskular, ahli anestesi, ahli ginjal, ahli hematologi, ahli radiologi, ahli anak, ahli
saraf, ahli perawatan intensif, bank darah, dan sarana dialisa.
1.5.2 Ketersediaan sarana dan prasarana untuk keselamatan radiasi, kebakaran, kelistrikan,
dan keselamatan kerja lainnya.

2. KETERSEDIAAN PERALATAN
a. Transduser tekanan dan sistem manifold
b. Vascular sheaths
c. Seldinger needle (percutaneous needle dan guide wire)

21
d. Kateter : Judkins Left (JL), Judkins Right (JR), Amplatz Right (AR), Amplatz Left (AL),
Multipurpose (MP) Schoonmaker catheter, Pigtail catheter, Sones catheter, Brockenbrough
system, Guiding catheter
e. J-curve guidewire
f. Balloon, stent
g. Lain-lain sesuai kebutuhan di masing-masing rumah sakit

1. FASILITAS PENDUKUNG

1. KAMAR OPERASI :
a. Sebaiknya berada pada lantai yang sama dengan ruang cath lab untuk memberi kemudahan
akses bila dibutuhkan.
b. Dokter Bedah Jantung (SpBTKV) siap sedia selama prosedur tindakan berlangsung di cath
lab.

2. RUANG CVCU/ICCU :
• Berada pada lantai yang sama dengan ruang cath lab.

22
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. KONSEP PELAYANAN MEDIS LABORATORIUM KATETERISASI

Upaya pelayanan laboratorium kateterisasi dilakukan dengan prinsip-prinsip :


1. Tugas primer dari seorang dokter adalah terhadap pasien dan bukan kepada orang lain
tanpa memandang finansial,atau tekanan sosial.
2. Pelayanan kateterisasi jantung jangan pernah dilihat sebagai pelayanan rutin yang dapat
dilakukan sambil lalu, melainkan harus dilakukan sesuai standar profesi kedokteran dan
etika kedokteran.
3. Pelayanan harus mengutamakan keselamatan pasien.
4. Prosedur atau tindakan yang dilakukan harus memiliki kualitas tertinggi.
5. Semua tindakan harus terdokumentasi dengan baik.
6. Harus ada evaluasi dan sistem kendali mutu.
7. Prosedur atau tindakan yang dilakukan harus mengikuti protokol tertulis yang ada di
laboratorium kateterisasi.

B. JENIS PELAYANAN MEDIS

Setiap jenis pelayanan di laboratorium kateterisasi harus taat pada PPK, SPO ataupun
protokol yang disusun dan dibuat secara tertulis oleh masing-masing laboratorium
kateterisasi berdasarkanreferensi ilmiah yang diakui secara nasional maupun internasional.

Jenis pelayanan medis di laboratorium kateterisasi adalah :


a. Angiografi coroner
b. Pemasangan pacu jantung sementara dan menetap.
c. Intervensi koroner perkutan (Percutaneous Coronary Intervention/PCI) menggunakan
stent atau balon.
d. PCI primery dalam kondisi kedaruratan
e. PCI elektif yang terjadwal

C. INDIKASI
Indikasi pelayanan laboratorium kateterisasi jantung mengalami evolusi yang sangat
pesat. Sedemikian pesatnya sehingga mengaburkan batasan indikasi dengan kontraindikasi.
Banyak faktor yang berperan dalam penentuan indikasi, apalagi bila dikaitkan dengan
perbedaan indikasi diagnostik dengan indikasi terapetik. Namun, batasan indikasi ini penting
23
mengingat risiko yang bisa terjadi dalam pelayanan kateterisasi jantung. Disamping itu, dalam
menentukan indikasi, juga perlu dipertimbangkan manfaatnya terhadap keselamatan pasien.
D. DIAGNOSTIK :
a. Untuk mengetahui anatomi dan fungsi jantung pada kelainan kongenital ataupun
valvular bila dengan cara non-invasif belum konklusif.
b. Untuk mengetahui anatomi arteri koronaria serta kemungkinan penyempitan yang ada
dan harus dikaitkan dengan kemungkinan adanya manfaat tindak lanjut yang akan
dilakukan setelah tindakan diagnostik.
c. Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung melalui pemeriksaan elektrofisiologi.
d. Untuk biopsi miokard.
e. Prosedur diagnostik non kardiovaskular lainnya.

E. TERAPETIK :
1. Cakupan Indikasi Terapetik :
a. Presentasi klinis, misalnya Sindroma Koroner Akut (SKA), Angina Pektoris Stabil (APS),
dll.
b. Tingkat keparahan angina, misalnya pada pasien asimptomatik atau sesuai klasifikasi
Canadian Cardiovascular Society (CCS) kelas I, II, III atau IV.
c. Luasnya iskemia dari data ekokardiografi serta ada tidaknya faktor prognostik lain, seperti
gagal jantung, Diabetes Mellitus, atau penurunan fungsi ventrikel kiri.
d. Banyaknya terapi farmakologis yang telah diberikan.
e. Luasnya anatomi arteri koroner yang terlibat, misalnya 1 Vessel disease, 2 Vessel disease, 3
Vessel disease, dengan atau tanpa keterlibatan Left Anterior Descending (LAD) bagian
proksimal maupun Left Main Artery.

Indikasi terapetik pada arteri koroner (revaskularisasi arteri koroner) dinyatakan sesuai
apabila manfaat yang didapat dari tindakan tersebut melampaui risiko dari tindakan itu, dalam
hal ini mencakup kesintasan dan luaran kesehatan (gejala, status fungsional, dan/atau kualitas
hidup pasien).

2. Stratifikasi dengan menggunakan pemeriksaan non-invasif:


1. Resiko tinggi : angka kematian > 3% per tahun
a. Disfungsi ventrikel kiri berat saat istirahat (LVEF < 35%)
b. Skor Treadmill kategori risiko tinggi (skor ≤ 11)
c. Disfungsi ventrikel kiri berat saat aktivitas (LVEF < 35%)

24
d. Defek perfusi yang luas saat stress test (terutama bila di segmen anterior)
e. Defek perfusi moderat tetapi multipel saat stress test.
f. Defek perfusi yang menetap dan luas disertai dilatasi ventrikel kiri atau peningkatan
ambilan paru-paru (pemeriksaan menggunakan thallium 201)
g. Defek perfusi moderat saat stress test disertai dilatasi ventrikel kiri atau peningkatan
ambilan paru-paru (pemeriksaan menggunakan thallium 201)
Hasil dobutamin stress echocardiography menunjukkan gangguan gerakan dinding
jantung (meliputi > 2 segmen) ketika dosis dobutamin ≤ 10 µ/kgBB/menit (tes
dobutamin dosis rendah) atau ketika detak jantung < 120x/menit (peningkatan detak
jantung ringan).
Ada bukti iskemia yang luas dari hasil uji latih menggunakan ekokardiografi.

2. Risiko menengah : angka kematian 1 - 3% per tahun


a. Disfungsi ventrikel kiri ringan/sedang saat istirahat (LV EF 35 - 49%).
b. Skor Treadmill kategori risiko menengah (skor 5 - 11).
c. Defek perfusi moderat saat stress test tanpa dilatasi ventrikel kiri ataupun adanya
peningkatan ambilan paru-paru (pemeriksaan menggunakan thallium 201).
d. Bukti adanya iskemia yang terbatas (≤ 2 segmen) saat uji latih menggunakan
ekokardiografi dimana gangguan gerakan dinding jantung hanya muncul ketika dosis
dobutamin dinaikkan.

3. Risiko rendah : angka kematian < 1% per tahun


a. Skor Treadmill kategori risiko rendah (skor ≤ 5).
b. Defek perfusi hanya sedikit atau normal saat istirahat maupun aktivitas.
c. Gerakan dinding jantung normal ketika uji latih menggunakan ekokardiografi atau
meskipun ada sedikit gangguan saat istirahat namun tidak berubah ketika terdapat
aktivitas.

Skor kesesuaian (appropriateness score) :


Score 7 - 9 : menunjukkan bahwa tindakan revaskularisasi dianggap sesuai dan tepat indikasinya
serta kemungkinan besar akan memperbaiki kesintasan dan luaran kesehatan
pasien. (diberi kode A)

Score 4 - 6 : menunjukkan bahwa tindakan revaskularisasi dapat dianggap sesuai dan tepat
indikasi, tetapi tidak menjamin akan memperbaiki kesintasan dan luaran kesehatan

25
pasien. Dalam keadaan ini, masih dibutuhkan analisis dan informasi lajut dari
pasien untuk memantapkan indikasi tindakan tersebut. (diberi kode U)

Score 1 - 3 : menunjukkan bahwa tindakan revaskularisasi dianggap tidak sesuai dan tidak tepat
indikasinya dan sama sekali tidak akan memperbaiki kesintasan dan luaran
kesehatan pasien. (diberi kode I)

26
BAB V
LOGISTIK

5.1 Logistik Keperawatan

Manajemen instalasi rawat inap dan unit pelayanan lain yang terlebih dalam penggunaan
assesmen pasien merupakan penyelenggaraan pengurusan bahan habis pakai dan formulir-
formulir pendukung terhadap kebutuhan assesmen pasien dan barang untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di rumah sakit secara teratur dalam kurun waktu tertentu secara
cermat dan tepat dengan biaya se efesien mungkin

5.2 Tujuan

27
1. Tujuan operasional yaitu tersedianya barang atau material dalam jumlah yang tepat dan
kualitas yang baik pada waktu yang dibutuhkan.
2. Tujuan keuangan yaitu agar tujuan operasional diatas tercapai, dengan biaya yang
rendah .
3. Tujuan kebutuhan yaitu agar persediaan tidak terganggu oleh gangguan yang
menyebabkan hilang atau kurang, rusak, pemborosan, pengguanaan tanpa hak sehingga
mempengaruhi pembukuan sistem akuntansi.
5.3 Fungsi
1. Sirkulasi pengeluaran bahan atau barang berdasarkan metode FIFO (First In First Out).
2. Fasilitas penyimpanan terstandar (bersih dan suhu sesuai).
4. Stok bahan atau barang tersedia dalam kurun waktu tertentu
5. Menjaga kualitas bahan tetap terjamin
6. Adanya sistem pencatatan

5.4 Mekanisme Manajemen Logistik Keperawatan


Permintaan barang ATK dan BMHP di penuhi oleh KSO (Selaras Medika Utama)

5.5 Mekanisme Logistik ATK, ART, Obat, Alkes dan linen

Instrumen
Adapun instrumen yang terdapat di ruang Cath Lab Semen Padang Hospital adalah sebagai
berikut :

a. Fasilitas Medis

NO NAMA ALAT JUMLAH


1 Monitor Dash 2500 1
2 Monitor B40 1
3 Syring pump 2
4 Infus pump 2
6 Gluco check 1
7 Laringoskop 1
8 Dc shock 1
9 Blood warmer 1
10 Blanked Warmer 1
13 Pressure bag 2
14 EKG 1
18 Tabung oksigen mobile 1
19 Water pass 1
21 Manset dewasa 5
28
22 Bagging dewasa 2
24 Temperatur 2
26 Tensimeter mobile 1
27 Stetoskop dewasa 4
32 Plang Radiasi 1
33 Lumpang obat 1
34 Timbangan 1
35 Regulator oksigen 5
36 Tabung oksigen dinding 5
37 Tabung sunction 5
38 Buli-buli panas 2
42 Trolly emergency 1
44 Kacamata safety 1
45 Tourniquet 1
46 Gunting 3

b. Fasilitas Non Medis

NO NAMA ALAT JUMLAH


1 Trolly obat 1
2 Lemari BHP 3
3 Meja mayo 1
4 Trolley redresing 2
5 Bed pasien 3
6 Bed Side Monitor 3
9 Tiang infus mobile 7
11 Lemari inventaris 1
13 Meja nurse station panjang 1
14 Meja nurse station pendek 1
15 Kursi nurse station 4
16 Komputer lengkap 1
19 Telepon ruangan 1
21 Tong sampah medis 2
22 Tong sampah non medis 2
23 Kabel cok raun 2
24 Container alat sirkuit 4
25 Tempat tisu 2

c. Linen

NO NAMA ALAT JUMLAH


1 Bed cover 10
3 Laken 20
4 Stick laken 7
5 Handuk besar 2
7 Sarung bantal 20

29
8 Handuk kecil 50
9 Baju pasien 20
10 Perlak 7
11 Baju petugas 20
12 Jas operasi 40
13 Duk lobang 40
14 Duk kecil 40
15 Duk sedang 40
16 Kain penutup 40

d. Alat Steril

NO NAMA ALAT JUMLAH


2 Gunting 10
3 Kom sedang 8
4 Tempat korentang 3
5 Bak instrumen sedang 7
6 Korentang 1
7 Kom kecil 14
9 Klem 10
11 Bengkok 2
13 Dosimeter 2
14 Tromol besar 1
15 Tromol sedang 1
16 Pinset anatomi 7
17 Pinset sirugis 7
22 Urinal 1
23 Pispot 1
24 Komot 1
25 Irigator 1
26 Keranjang baju kotor karyawan 2
27 Keranjang baju kotor pasien 4
28 Kom muntah 1
29 Bak container rendam alat 1

5.6 Mekanisme Logistik Keperawatan

Pemesanan bahan atau barang bahan habis pakai secara periodik dan sesuai dengan kebutuhan
ruangan masing-masing.

30
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

1. KESELAMATAN PASIEN :

Keselamatan pasien di lingkungan laboratorium kateterisasi mencakup area berikut :

a. Organisasi dan sistem keamanan laboratorium kateterisasi secara umum, mencakup


proteksi terhadap infeksi dan radiasi.
b. Kredibilitas operator dan seluruh staf laboratorium kateterisasi.
c. Quality control peralatan dan emergency back-up untuk operator serta staf lainnya.
d. Risk stratification sebelum dilakukan kateterisasi : untuk memastikan bahwa pasien sudah
di skrining secara tepat dan benar untuk menjalani kateterisasi.
e. Risk-benefit ratios : agar pasien mendapatkan manfaat yang optimal dari pelayanan
laboratorium kateterisasi sehubungan dengan penyakitnya.
f. Timing pelaksanaan pelayanan laboratorium kateterisasi : berhubungan dengan tingkat
kedaruratan kondisi pasien, sehingga pelayanan yang diperoleh pasien benar-benar tepat
waktu.
g. Kesiapan sarana pendukung untuk emergensi.

Implementasi keselamatan pasien di cath lab harus merupakan bagian dari kegiatan
implementasi keselamatan pasien rumah sakit dan mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.

31
1.1 INFORMED CONSENT
Untuk setiap tindakan yang akan dilakukan di laboratorium kateterisasi, harus
mendapatkan persetujuan atau penolakan tertulis dari pasien atau keluarga. Persetujuan
Tindakan Medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga pasien atas dasar informasi dan penjelasan dari dokter mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Oleh sebab itu, suatu informed consent
pelaksanaannya dianggap benar apabila memenuhi kriteria berikut :
1. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik diberikan untuk tindakan medik yang
dinyatakan secara spesifik.
2. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan tanpa paksaan.
3. Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh seseorang yang sehat
mental dan yang berhak memberikannya dari segi hukum.
4. Pemberian Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medis dilaksanakan setelah terlebih
dahulu pasien/keluarga diberikan informasi/penjelasan yang cukup (adekuat) dan
diperlukan oleh dokter.
5. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medis yang berisiko tinggi.

32
2. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Laporan Tindakan

Laporan kateterisasi mengikuti format SCAI (Lihat Lampiran Contoh Laporan Kateterisasi
Kardiovaskular).
1. Komponen minimal pelaporan
a. Indikasi tindakan
1. Demografik pasien
2. Anamnesis penting termasuk faktor risiko
3. Indikasi spesifik untuk tiap komponen tindakan (misal angiografi jantung kanan dan
renal)

b. Informasi tindakan
1. Operator primer dan staf tambahan
2. Tindakan yang dilakukan
3. Informasi lokasi akses
4. Peralatan yang digunakan

c. Dokumentasi tindakan
1. Obat-obatan, termasuk dosis dan lama dari terapi antiplatelet
2. Kontras radiografik yang digunakan beserta dosisnya
3. Lama fluoroskopi
4. Dosis radiasi (mGy dan Gy x cm2)

d. Temuan diagnosis
1. Anatomi koroner (diagram opsional namun ideal)
2. Penilaian fungsi ventrikel (EF dan LVEDP)
3. Informasi hemodinamik lainnya (Nadi, TD)
4. Angiografi lainnya :
 Aortografi (torakal, abdominal)
 Angiografi renal
 Hemodinamik relevan
 Jantung kanan dan kiri
 Respons terhadap obat-obatan dan manuver
 Saturasi oksigen
 Pengukuran kerja jantung, hasil dan metode
 Penilaian katup (gradien, area katup saat sesuai, estimasi derajat regurgitasi,
penilaian penyakit ringan, moderat dan berat secara ringkas)
e. Tindakan intervensi
 Daftar terpisah untuk tiap prosedur termasuk lokasi dan prosedur yang
dilakukan
 Dokumentasi peralatan dan obat-obatan pada hasil laboratorium kateterisasi
(mis. ACT) Komplikasi yang dijumpai

Kesimpulan (diagram dapat memberikan informasi visual dan lebih diutamakan


dibandingkan hanya pelaporan tekstual)
1. Ringkasan dari temuan-temuan sesuai
2. Anatomi koroner
3. Fungsi ventrikel
4. Hemodinamik
5. Patologi katup
6. Prosedur intervensi
7. Rekomendasi atau tindak lanjut pasien (opsional) bedasarkan pilihan dokter dan
ruang tindakan
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

7.1 Program keselamatan kerja (K3RS)


Undang-undang nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 merupakan bahwa upaya kesehatan
kerja ditunjukan utnuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang di akibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat
kerja yang termasuk dalam kategori tersebut diatas, berarti wajib menerapkan upaya
kesehatan dan keselamatan kerja. Program kesehatan dan keselamatan kerja di tim pendidikan
pasien dan keluarga bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan
didalam dan diluar rumah sakit.
Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 disebutkan bahwa “setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam hal ini yang di
maksud dalam pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan
pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dan perlindungan
terhadap pekerja dalam hal ini unit gizi dan perlindungan terhadap rumah sakit. Pegawai
adalah bagian integral dari rumah sakit.
Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan mengkatkan produktivitas pegawai dan
meningkatkan produktivitas rumah sakit adalah :
1. Undang-undang no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimaksudkan untuk
menjamin:
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara tepat dan efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa hambatan.
2. Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja
c. Peranan dan kualitas manajemen
3. Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat
kerja dapat terjadi bila :
a. Peralatan tidak memnuhi standart kualitas atau bila sudah aus
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi
c. Ruang kerja terlalu, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau
terlalu dingin.
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman.
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain.
4. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja danpetugas kesehatan.
a. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan
mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai dengan prokol jika terpajan.
b. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
c. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus
menjaga fungsi saluran pernafasan (tidak merokok, tidak minum dingin) dengan baik
menjaga kebersihan tangan.
5. Petunjuk pencegahan infeksi untuk petugas kesehatan
a. Utnuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk kewaspadaan standart dan
kewaspadaan isolasi ( berdasarkan penularan secara kontak, droplet atau udara) sesuai
dengan penyebaran penyakit.
b. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentnag gejala penyakit
menular yang sedang di hadapi.
c. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk
memastikan agen penyebab. Dan di tentukan apakah perlu di pindah tugaskan dan
kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di instalasi perawatan
instensif, ruang rawatan anak, ruang bayi.
d. Semua petugas harus mengguanakan apron , penutup kepala dan pelindung kaki
(sandal/sepatu) sebelum masuk ruangan berpenyakit menular. Termasuk harus
mengguanakan APD tersebut hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi atau
penularan.
6. Prinsip keselamatan kerja karyawan dalam proses penyelenggaraan pelayanan pasien
a. Pengendalian teknis mencakup
 Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
 Perlengkapan alat kesehatan yang cukup disertai tempat penympanan yang
praktis
 Penerapan dan ventilasi yang cukup memnuhi syarat.
 Tersedianya ruang istirahat untuk karyawan
b. Adanya pengawasan kerjayang dilakukan oleh penanggung jawab dan tercapainya
kebiasaan kerja yang baik oelh karyawan.
c. Petugas yang dikerjakan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari karyawan.
d. Volume kerja yang dibebankan di sesuaikan dengan jam kerja yang telah di tetapkan

e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara rutin oleh petugas instalasi


pemeliharaan sarana sesuai jadwal.
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi karyawan
g. Adanya fasilitas atau peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang
cukup.
7. Procedure keselamatan kerja
a. Keamanan kerja di ruang ini meliputi
 Menggunakan alat pembuka peti/bungkus menurut cara yang tepat
 Barang yang berat selalu ditempatkan di bagian bawah dan angkatlah dengan
alat pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut.
 Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan/diperlukan.
 Tidak mengangkat barang berat, bila tidak sesuai dengan kemampuan.
 Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar yang dapat
membahayakan badan dan kualitas barang.
 Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruang perawatan.
1. Keselamatan kerja di instalasi rawat inap
Instalasi rawat inap harus memiliki pemahaman akan pentingnya keamanan kerja di instalasi
rawat inap. Hal ini mutlak perlu diperhatikan karena mempunyai dampak kesehatan langsung
dari petugas dan dampak tidak langsung terhadap masyarakat/lingkungan di sekitar instalasi
rawat inap. Oleh karena itu pentingnya mengurangi bahaya yang terjadi , instalasi rawat inap
harus mempunyai sarana keamanan kerja yang sesuai dengan pedoman keamanan. Instalasi
rawat inap mikrobiologi dan biomedis yang sesuai dengan standart depkes RI :
2. Ruangan di instalasi rawat inap
a. Seluruh ruangan dalam instalasi rawat inap mudah dibersihkan
b. Permukaan meja kerja tidak tembus air. Juga tahan asam, alkai dan panas yang sedang.
c. Perabot yang digunakan terbuat dari bahan yang kuat
d. Ada jarak antara meja kerja, lemari dan alat sehingga mudah dibersihkan
e. Ada dinding pemisah antara ruangan pasien dan instalasi rawat inap
f. Penerangan instalasi rawat inap sudah cukup memenuhi standart
g. Permukaan dinding, langit-langit dan lantai harus rata agar mudah dibersihkan, agar tidak
tembus cairan serta tahan terhadap disenfektan.
h. Tersedianya wastafel dengan air mengalir dekat pintu keluar
i. Perlu instalasi rawat inap dilengkapi pintu otomatis dan diberi label BAHAYA INFEKSI
j. Denah instalasi rawat inap yang lengkap digantungkan di tempat yang mudah terlihat
k. Tempat sampah dilengkapi dengan kantong plastic.
l. Tempat sampah dipisahkan antara sampah medis dan non medis ( sampah medis kantong
plastik kuning dan sampah non medis kantong plastic warna hitam).

Koridor, gang dan lantai


a. Lantai instalasi rawat inap harus bersih kering dan tidak licin
b. Koridor dan gang harus bebas dari halangan.
c. Penerangan dikoridor dan gang cukup

System ventilasi
a. Ventilasi instalasi rawat inap harus cukup
b. Udara di ruangan instalasi rawat inaap dibuat mengalir searah

Fasilitas air dan listrik


a. Tersedianya aliran listrik dan generator dengan kapasitas yang memadai
b. Tersedianya fasilitas air PAM dengan kualitas air yang memadai sesuai dengan keutuhan
instalasi rawat inap

Peralatan keamanan kerja instalasi rawat inap


a. Peralatan keamanan kerja instalasi rawat inap meliputi :
b. Alat olyt pipet (pushball)
c. Otoklaf
d. Botol dengan tutup berulir
e. Inkas
f. Lemari asam

Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan kegiatan instalasi rawat inap diperlukan dalam perencanaan, pemantauan
dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk peningkatan pelayanan instalasi rawat inap. Adapun
bentuk pencatatan dan pelaporan instalasi rawat inap semenpadang hospital terangkup dalam daftar
arsip berikut :

7.2 Pelaporan Keselamatan Kerja


 Standard Precautions : mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan kewaspadaan Needle
stick injury.
 Ergonomi bekerja :
1. Perawat
2. Jalur Evakuasi
3. Letak dan penggunaan APAR
 Pemeriksaan kesehatan karyawan
 Alat pelindung tubuh

 Paparan bahan dan cairan tubuh pasien


1. Masker
2. Sarung tangan
3. Goggles
4. Skor
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan laboratorium kateterisasi dinilai dari 2 komponen utama, yaitu procedural
outcome dan kemampuan individual operator.

Procedural Outcome :
Indikator mutu untuk menilai procedural outcome adalah :
1. Kesesuaian indikasi
2. Ketersediaan dokumen PPK/Guideline/Protokol/SPO seluruh prosedur tindakan
3. Pelaksanaan informed consent
4. Angka hasil diagnostik normal : > 21%
5. Angka major complication untuk diagnostik : > 1-2%
6. Angka kejadian diseksi koroner untuk diagnostik :
7. Angka kejadian abrupt occlusion untuk diagnostik :
8. Angka kejadian major complication PCI : > 2%

Kemampuan Individual Operator :


Indikator mutu untuk menilai kemampuan individual operator adalah :
1. Kualifikasi Operator
2. Angka 30-day event rate :
a. In-hospital mortality : 2%
b. CABG emergensi : 1%
c. Angka major complication : 3%

Kendali Mutu Sistem Radiologi :


Kategori Contoh
 Ukuran sistem Kualitas image
 Dynamic range
 Modulation transfer function
 Komponen ukuran Cinefilm sensitometry
 Cinefilm spatial resolution
 Fluoro spatial resolution
 Fluoro field of view size accuracy
 Low-contrast video resolution
 Cine and fluoro automatic exposure control

Data Dasar Untuk Program Peningkatan Mutu Laboratorium Kateterisasi :


1. Jumlah tindakan masing-masing operator dan tingkat major complication-nya.
3. Angka komplikasi seluruh prosedur yang dilakukan di laboratorium kateterisasi.
4. Data demografis dan klinis yang berkaitan.
5. Verifikasi akurasi data yang ada.
6. Hubungan pasien dan dokter.
7. Data outcome sudah dibandingkan dengan sentra lain.
8. Ada sistem yang berjalan tentang stratifikasi risiko terhadap pasien.

Komponen kunci Program Penjaminan Mutu :


Kemampuan Klinis :
 Indikasi/Kontraindikasi.
 Angka komplikasi,kematian ,CABG cito masing-masing operator dan institusi.
 Volume masing-masing operator dan institusi.
 Pelatihan dan kualifikasi staf pendukung.

Pengelolaan dan pemeliharaan peralatan :


Kualitas fasilitas laboratorium kateterisasi (ACC/SCAI Expert consensus document on
Catheterization Laboratory Standards)

Proses peningkatan mutu :


Tersedia suatu sistem database yang aktif untuk memantau informasi mengenai keadaan
klinis pasien, luaran pasien, pelaksanaan tindakan secara institusi maupun individu
operator. Akan lebih baik apabila database ini terintegrasi (link) dengan database
nasional.

Keamanan radiasi :
• Tersedia program edukasi tentang penggunaan X-ray untuk diagnostik.
• Tersedia data tentang keterpaparan radiasi pada pasien dan seluruh staf.
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Cath Lab Semen Padang Hospital ini diharapkan dapat menjadi panduan
bagi seluruh yang menyelenggarakan pelayanan Cath Lab. Pelayanan Cath Lab Semen Padang
Hospital dibagi menjadi tiga klasifikasi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit
meliputi sumber daya, sarana, prasarana dan pealatan. Oleh karena itu, setiap rumah sakit hendaknya
dapat menyesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam pedoman ini dan dapat mengembangkannya
sesuai dengan situasi dan kondisi yang kondusif bagi setiap rumah sakit. Pedoman Pelayanan Cath lab
Semen Padang Hospital, selanjutnya perlu dijabarkan dalam prosedur tetap di setiap rumah sakit guna
kelancaran pelaksanaanya.

Anda mungkin juga menyukai