وآرائهم
Khutbah I
“Manusia senantiasa akan terus berbeda-beda dalam hal agama, keyakinan, tradisi, madzhab,
dan pendapat.”
اهللاُ أَ ْك َب ُر،ُ اهللاُ أَ ْك َبر،ُهللاُ أَ ْك َبر
اهللاُ أَ ْك َب ُر،ُ اهللاُ أَ ْك َبر،ُهللاُ أَ ْك َبر
Diceritakan dalam tafsir Ath-Thabarî, suatu ketika Nabi SAW sangat berharap semua umat
manusia di muka bumi ini mengimaninya, mempercayai bahwa beliau seorang utusan Allah
Ibnu Katsîr (w. 774 H) dalam karya tafsirnya, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Adhîm, menafsirkan kata (َوال Ayat-ayat di atas hendak menegaskan bahwa perbedaan yang terjadi di sekitar kita bagian dari
ketetapan Allah dalam menciptakan makhluk-Nya, sehingga kita tidak boleh memaksakan
َونَ م ُْخ َتلِفِين//ُ )يَزالyang berarti “manusia senantiasa berbeda-beda” dalam ayat di atas dengan
penjelasan: kehendak supaya semua makhluk menjadi sama. Perbedaan merupakan anugerah yang patut
kita syukuri dengan cara saling mengenali, memahami dan mengerti sehingga tercipta
kehidupan yang rukun, aman, damai dan penuh dengan persaudaraan yang puncaknya kita
dapat saling tolong menolong dalam kebaikan demi kemudahan menjalani kehidupan melalaikannya dengan memilih atau mengurus orang yang jauh. Karena itu berbuat adil dan
bersama. berbuat baik harus dimulai dari yang terdekat, keluarga, tetangga, teman dan seterusnya.
ذِي ۡٱلقُ ۡر َب ٰى َو َي ۡن َه ٰى َع ِن ۡٱل َف ۡح َشٓا ِء َو ۡٱلمُن َك ِر/ِِٕإِنَّ ٱهَّلل َ َي ۡأ ُم ُر ِب ۡٱل َع ۡد ِل َوٱإۡل ِ ۡح ٰ َس ِن َوإِي َتٓإي Dalam berinteraksi dengan sesama manusia, selain Allah memerintahkan untuk berbuat adil
َ ِظ ُكمۡ َل َعلَّ ُكمۡ َت َذ َّكر
ُون ُ و ۡٱل َب ۡغ ۚي َيع َ dan berbuat baik, Allah juga melarang berbuat kerusakan yang membahayakan diri sendiri dan
ِ orang lain atau disebut al-fahsyâ` dan al-munkar, seperti membunuh, melukai, mencuri, minum
arak dan yang lainnya. Contoh perbuatan buruk yang disebutkan dalam ayat di atas adalah
“Sesungguhnya Allah menyuruh atau memerintahkan berlaku adil dan berbuat baik atau bertindak sewenang-wenang dalam berhubungan dengan sesama manusia atau bahkan
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran makhluk Allah yang lain. Dalam ayat di atas disebut dengan istilah al-baghyu.
dan permusuhan. Allah memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” (QS. An-Nahl 90). Al-Baghyu atau melakukan tindakan yang sewenang-wenang, ngawur, seenaknya sendiri
sesuai dengan keinginan nafsunya bagian dari perilaku orang-orang Arab sebelum Al-Qur'an
Ayat ini sejak tahun 99 H, yakni sejak 1.341 tahun yang lalu dibaca oleh para khâthib dalam diturunkan atau disebut dengan “masa jahiliyah” yang berarti masa yang manusianya tidak
setiap khutbah Jumat atas perintah dari Umar bin Abdul Azîz yang saat itu menjadi pemimpin bijaksana.
umat Islam. Sebelumnya, yakni sejak terjadi perang antarumat Islam, antara orang-orang yang
anti terhadap sahabat Ali bin Abî Thâlib dengan orang-orang yang fanatik kepada Mu‘âwiyah Masyarakat Arab pada masa jahiliyah adalah masyarakat pemarah, pemberani dan
bin Abî Sufyân para khâthib kerap menyampaikan caci maki terhadap orang-orang yang ia mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan segala persoalan. Jika ada orang dari
anggap sebagai musuhnya. Lalu oleh Umar bin Abdul Aziz, para khathib diminta untuk sukunya dicaci maki maka mereka akan melakukan perang sampai bertahun-tahun. Hanya
menghilangkan perkataan-perkataan yang mengandung unsur permusuhan dan kebencian di karena merasa tersinggung maka ia akan menyerang terhadap orang yang dianggap
dalam khutbahnya dan diganti dengan membaca QS. An-Nahl 90 di atas. menyinggungnya. Islam datang untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut, jika seseorang
marah Islam mengajarkan untuk bersabar. Diceritakan di dalam hadis Nabi Muhammad SAW,
Kandungan ayat ini menurut Syaikh Muhammad Ath-Thâhir bin ‘Âsyûr dalam kitabnya, At- ketika Nabi SAW dan sahabatnya terus menerus dicaci maki oleh orang-orang kafir Quraisy,
Tahrîr wa at-Tanwîr, dikatakan sebagai prinsip dalam syariat Islam. Demikian juga Syaikh bahkan Nabi SAW diancam hendak dibunuh, para sahabat Nabi tidak terima dan ingin
Izzuddîn bin Abdis Salâm mengatakan bahwa ayat tersebut menjadi bangunan dasar di dalam membalasnya, tapi Nabi Muhammad SAW justru berpesan supaya bersabar.
semua rumusan hukum Islam atau fiqih.
Ayat tersebut berisi kewajiban bagi umat Islam untuk berlaku adil (al-‘adl) dan berbuat baik وإذا لقيتموهم فاصبروا،ال تتمنوا لقاء العدو
atau bijaksana (al-ihsân). Berlaku adil artinya memberikan hak kepada orang yang berhak
(i‘thâ`u al-haqq ilâ shâhibihi). Contoh tentang hal ini banyak sekali, misalnya jika kita punya “Janganlah kalian berharap bertemu musuh, jika kalian bertemu dengannya maka
tetangga yang sama-sama punya hak untuk lewat di jalan tertentu, maka kita tidak boleh bersabarlah.”
melarangnya, karena kita dan dia memiliki hak yang sama. Jika di negara kita ini setiap orang
berhak untuk menjalankan agamanya masing-masing, maka kita tidak boleh melarang orang Al-Quran turun dalam kondisi masyarakat yang pemarah dan pendendam, karena itu “larangan
lain yang berbeda dengan kita untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, berbuat sewenang-wenang dan bermusuhan” secara khusus disebutkan di dalam ayat
dan seterusnya. Sedangkan al-ihsân atau berbuat baik artinya seseorang dalam berhubungan tersebut. Tujuannya sebagai peringatan supaya dalam bermuamalah atau berhubungan
dengan orang lain harus memberikan pelayanan yang terbaik dan disenangi olehnya. dengan sesama manusia apabila ada masalah maka harus mengedepankan dialog,
musyawarah, daripada menyelesaikannya dengan cara-cara kekerasan yang itu dilarang keras
Dalam ayat di atas disebutkan juga perintah îtâ`i dzi al-qurbâ, yakni perintah “memberi kepada oleh agama yang mengajarkan nilai-nilai kasih sayang (rahmatan li al-‘âlamîn).
kerabat”. Perintah ini bagian dari contoh berbuat adil dan berbuat baik. Contoh ini sengaja