Anda di halaman 1dari 7

HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu ibadah yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu


Wata'alaa kepada seluruh umat Islam di muka bumi, istilah perkawinan menurut Hukum
Islam adalah pernikahan, dengannya seorang pria dan wanita berkumpul dan terikat oleh
sebuah akad yang sangat kuat sehingga menjadi seorang suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga/rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Namun di dalam era ini banyak manusia yang ingin menikah dan banyak pula yang
cerai semau mereka sendiri tanpa memandang akibat positif dan negative dari perkawinan itu
sendiri. Sehingga para orang tua maupun sanak saudara banyak yang berhati-hati terhadap
tingkah laku anak mereka terutama dalam hal perkawinan. Maka dari itu terkadang mereka
yang melihat anak mereka ingin menikah mereka masih menangguhkan keinginan mereka.

Alhamdulillah di Indonesia telah mempunyai undang-undang perkawinan nasional,


jadi semua urusan perkawinan sudah dibuat peraturannya, hal ini dimaksudkan agar tercipta
ketertiban pada urusan perkawinan.

Dalam makalah ini kami akan membahas terkait larangan, pencegahan, pembatalan
pernikahan. Makalah ini dibuat dalam rangka tugas kuliah yang diberikan oleh dosen mata
kuliah Hukum Pencatatan Perkawinan ustadz Muhsan Syarafuddin, M.HI.-hafidzohullahu
ta'alaa-.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca
sekalian.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Larangan Perkawinan

Dalam pembahasan ini ada 2 macam larangan bagi seseorang pria yang ingin
menikahi seorang wanita yaitu larangan selama-lamanya dan larangan sementara, 2 larangan
ini dapat dilihat di Kompilasi Hukum Islam (KHI) BAB VI dari Pasal 39 hingga Pasal 44 dan
UUP NOMOR 1 Tahun 1974 (UUP) dari Pasal 8 hingga Pasal 10.

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 1


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

Adapun disini kami membaginya menjadi 2 larangan supaya lebih jelas, maka sebab-
sebab larangan menikahi wanita untuk selamanya adalah sebagai berikut :

1. karena Pertalian Nasab (keturunan)

Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wata'alaa di dalam QS An-nisa : 23.
Wanita-wanita ini seperti ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek-nenek dari ibu dan
nenek-nenek dari ayah, anak perempuan kandung dan seterusnya kebawah (cucu dan seterus),
saudara perempuan (sekandung,sebapak atau seibu), saudara perempuan dari bapak, saudara
perempuan dari ibu, anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya kebawah, anak
perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya kebawah.

2. karena Pertalian Kerabat Semenda (hubungan kekeluargaan karena ikatan


perkawinan)

Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wata'alaa di dalam QS An-nisa : 23.
Wanita-wanita ini seperti ibu dari isteri (mertua), anak tiri (anak dari isteri dengan suami
lain), ibu tiri (isteri dari ayah), baik sudah dicerai atau belum, menantu (isteri dari anak laki-
laki), baik sudah dicerai atau belum.

3. karena Pertalian Sesusuan

Hal ini telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wata'alaa di dalam QS An-nisa : 23.

Untuk hal ini terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang jumlah susuan yang
menjadikan wanita haram dinikahi oleh pria, tapi pendapat yang lebih kuat adalah 5 kali
susuan sempurna yaitu dimana anak menyusu tetek dengan menyedot air susunya, dan tidak
berhenti dari menyusui kecuali dengan kemaunnya sendiri tanpa paksaan Wallahu A'lam.

Adapun sebab-sebab larangan untuk menikahi wanita untuk sementara waktu saja
adalah sebagai berikut :
1. ketika calon isteri masih terikat suatu perkawinan dengan pria lain.
2. ketika calon isteri masih dalam masa iddah dengan pria lain.
3. ketika calon isteri/suami tidak beragama islam.
4. ketika calon isteri yang kedua hingga keempat mempunyai hubungan pertalian nasab
atau susuan dengan isteri yang pertama.
5. ketika seorang suami masih mempunyai 4 isteri, keempat-empatnya masih terikat tali
perkawinan atau masih iddah talak raj'i.

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 2


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

Setelah kita mengetahui larangan-larangan yang terdapat dalam kompilasi hukum


Islam dan UUP NOMOR1 Tahun 1974 tentang perkawinan namun jika seorang pria tetap
mau menikah maka kita bisa mencegah terjadinya perkawinan tersebut kepada pengadilan
agama, selanjutnya kita akan membahas pencegahan perkawinan.

B. Pencegahan Perkawinan

Pencegahan perkawinan adalah usaha untuk membatalkan perkawinan sebelum


perkawinan itu berlangsung. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan ketika calon suami atau
calon isteri yang hendak melangsungkan pernikahan tidak memenuhi syarat-syarat pernikahan
yang berlaku. Hal ini termuat dalam pasal 13 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, yaitu "
perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat
melangsungkan perkawinan ".

Adapun Syarat-syaratnya terbagi 2 macam antara lain :


 Syarat Materiil: berkaitan dengan pencatatan perkawinan, akta nikah, dan larangan
perkawinan. Diantaranya yaitu tentang larangan adanya atau dilakukannya suatu
perkawinan.
 Syarat Administratif: syarat perkawinan yang melekat pada setiap rukun perkawinan
(calon mempelai laki-laki dan wanita, saksi dan wali) dan pelaksanaan akad nikahnya.

Sedangkan yang boleh melakukan pencegahan berlangsungnya suatu perkawinan


adalah :
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah,
2. Saudara,
3. Wali nikah,
4. Wali Pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang
berkepentingan.

Adapun proses pencegahan adalah sebagai berikut :


a. Pemberitahuan kepada PPN (Pegawai Pencatat Nikah) setempat.
b. Mengajukan permohonan pencegahan ke Pengadilan Agama setempat.
c. PPN memberitahukan hal tersebut kepada calon mempelai.

Setelah ada ataupun tidak adanya pengajuan pencegahan maka pegawai pencatat
perkawinan tidak boleh melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan apabila
dia mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan
Pasal 12 UUP. Dan juga pegawai pencatat perkawinan berhak dan berkewajiban untuk

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 3


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

menolak melangsungkan suatu perkawinan apabila benar-benar adanya pelanggaran terhadap


UUP.

Akibat hukum yang didapat adalah adanya penangguhan pelaksanaan perkawinan


bahkan menolak untuk selama-lamanya suatu perkawinan dilangsungkan. Dan untuk
pencabutan pencegahan perkawinan tersebut pemohon pencegahan harus menarik kembali
permohonannya dari Pengadilan Agama dan dengan putusan Pengadilan Agama.

Permohonan pencegahan perkawinan ini termasuk perkara yang sederhana


pembuktiannya maka untuk cepatnya, proses peradilan dapat diperiksa dan diadili oleh hakim
tunggal.

Semua hal yang bersangkutan dengan pencegahan perkawinan telah dijelaskan pada
UUP NOMOR 1 Tahun 1974 BAB III dari Pasal 13 hingga Pasal 21 dan di dalam Kompilasi
Hukum Islam BAB X dari Pasal 60 hingga Pasal 69.

C. Pembatalan Perkawinan

Seperti halnya pencegahan, pembatalan perkawinan juga terjadi apabila para pihak
tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, adapun pengertian
Pembatalan Perkawinan itu sendiri adalah usaha untuk tidak dilanjutkannya hubungan
perkawinan setelah sebelumnya perkawinan itu terjadi. Dalam memutus permohonan
pembatalan perkawinan, pengadilan harus selalu memperhatikan ketentuan agama mempelai.
Jika menurut agamanya perkawinan itu sah maka pengadilan tidak bisa membatalkan
perkawinan.

Alasan-alasan terjadinya permohonan pembatalan adalah sebagai berikut :


a. Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak
berwenang.
b. Dilakukan oleh wali nikah yang tidak sah.
c. Tidak dihadiri oleh dua orang saksi.
d. Seorang suami yang menikah dengan 5 isteri atau lebih.
e. Seorang suami yang menikahi bekas isterinya yang telah dili'an dan telah dijatuhi talak
tiga kali.
f. Seorang suami yang menikahi keluarga seketurunannya, sesusuannya, sesemendanya.
Untuk alasan a, b, dan c, ketiganya dapat digugurkan apabila suami/isteri yang
mengajukan pembatalan tersebut sudah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 4


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

memperlihatkan akta perkawinan yang cacat hukum tersebut supaya perkawinan itu dapat
diperbaharui menjadi sah.

Pihak-pihak yang boleh mengajukan permohonan pembatalan adalah :


1. Pihak keluarga suami atau isteri dalam garis lurus ke atas dan ke bawah.
2. Suami atau isteri.
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan.
4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacad pada rukun dan syarat
perkawinan menurut hukum.

Untuk pihak point ke-2 maka terdapat syarat tertentu yaitu :


a. Apabila perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
b. Apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka
terhadap diri suami atau isteri.

Namun apabila ancaman telah berhenti atau yang bersalah sangka itu menyadari
keadaannya dan dalam jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami
isteri dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan maka
haknya gugur.

Setelah mengetahui siapa saja yang boleh mengajukan permohonan pembatalan, maka
langkah selanjutnya adalah mengetahui prosedurnya yaitu dengan mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan ke Pengadilan (Pengadilan Agama bagi Muslim dan Pengadilan
Negeri bagi Non-Muslim) di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan
atau di tempat tinggal pasangan (suami-isteri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari
pasangan baru tersebut.

Kemudian dimulainya pembatalan perkawinan setelah putusan pengadilan agama


mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Dan keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap :
a. Perkawinan yang batal karena salah satu dari suami atau isteri murtad;
b. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
c. Pihak ketiga yang mempunyai hak dan beritikad baik, sebelum keputusan pembatalan
perkawinan mempunyai hukum yang tetap.
Semua hal yang berhubungan dengan pembatalan perkawinan telah dijelaskan pada UUP
NOMOR 1 Tahun 1974 BAB IV dari Pasal 22 hingga Pasal 28 dan di dalam Kompilasi
Hukum Islam BAB XI dari Pasal 70 hingga Pasal 76.

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 5


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Alhamdulillah kita telah sampai pada bab penutup, disini kami dapat menyimpulkan beberapa
point penting :

Yang pertama waktu pelaksanaan :


- Untuk larangan perkawinan dan pencegahannya terjadi sebelum terjadi pernikahan.
- Untuk pembatalan perkawinan terjadi sedang atau setelah terjadi pernikahan.

Yang kedua tujuan :


- Larangan perkawinan bertujuan untuk menghentikan orang untuk menikah.
- Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang
oleh hukum islam dan peraturan perundang-undangan.
- Pembatalan perkawinan bertujuan memisahkan suami dengan istri karena telah
melanggar hukum islam atau peraturan perundang-undangan tapi berbeda dengan
perceraian.

Demikian yang dapat kami simpulkan, karena kemampuan dan keterbatasan intelek kami,
maka jika terdapat banyak kekeliruan baik dalam segi materi ataupun dalam segi tulisan kami
memohon maaf. Kami juga memohon saran dan kritikan yang membangun demi kebaikan
kami kedepan. Jazakumullahu khairan katsiran.

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 6


HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN

SUMBER REFERENSI

 Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

 Kompilasi Hukum Islam, citra umbara, bandung, 2013

 o.s. eoh, sh.,ms, perkawinan antar agama dalam teori dan praktek, raja grafindo
persada, jakarta, 2001

 http://www.slideshare.net/salim88/presentasi-pencegahan-dan-pembatalan-
perkawinan

 http://ilmuhukumsgd.blogspot.com/2009/07/pencegahan-dan-pembatalan-
perkawinan.html

 http://kuliahade.wordpress.com/2010/03/31/hukum-perdata-pencegahan-dan-
pembatalan-perkawinan/

 http://gontor2007.blogspot.com/2010/09/larangan-nikah.html

 http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/04/larangan-perkawinan.html

 http://www.legalakses.com/syarat-melakukan-perkawinan/

LARANGAN, PENCEGAHAN, PEMBATALAN PERKAWINAN (edisi revisi) 7

Anda mungkin juga menyukai