Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DI SUSUN OLEH :
3. Julyadi (2020103097)
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Kritik dan saran dari para pembaca bersifat membangun sangat kami
harapkan untuk penyusunan maklah yang selanjutnya agar jauh lebih baik dari
sebelumnya.
Akhir kata ucapkan terima kasih dan semoga makalh ini bermanfaat bagi
kami khususnya bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB 2...................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN...................................................................................................... 3
BAB 3.................................................................................................................... 14
PENUTUP..............................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN....................................................................................14
3.2 SARAN................................................................................................14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
3. Apa Sajakah Dasar Putusnya Perkawinan?
4. Apa Sajakah yang Menyebabkan Putusnya Perkawinan?
5. Bagaimana Proses Terjadi Putusnya Perkawinan?
1.3 Tujuan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Selain itu disebutkan dalam Pasal 37 UUP, bila perkawinan putus karena
perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh,
baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan perkawinan
berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar
atas nama siapa pun (Pasal 1fKHI)
a. Harta Bersama dan Harta Bawaan
3
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan
adanya harta milik masing-masing suami atau istri (Pasal 85 KHI). Pada dasarnya,
tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. Harta
istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta
suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya (Pasal 86 KHI].
Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri serta harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah
penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam
perjanjian perkawinan. Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk
melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah,
sedekah, atau lainnya (Pasal 87 KHI).
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri maupun
hartanya sendiri (Pasal 89 KHI). Istri turut bertanggung jawab menjaga harta
bersama maupun harta suaminya yang ada padanya (Pasal 90 KHI).
Harta bersama ini dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. Harta
bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan
surat-surat berharga. Harta benda yang tidak berwujud dapat berupa hak maupun
kewajiban. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu
pinak atas persetujuan pihak lainnya (Pasal 91 KHI).
Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain, tidak diperbolehkan menjual
atau memindahkan harta bersama (Pasal 92 KHI), Harta bersama dari perkawinan
seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah
dan berdiri sendiri. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang
mempunyal istri lebih dari seorang, dihitung pada saat berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua, ketiga atau yang keempat (Pasal 94 KHI).
4
kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama. Bila harta bersama tidak
mencukupi, dibebankan kepada harta suami. Bila harta suami tidak ada atau tidak
mencukupi, dibebankan kepada harta istri (Pasal 93 KHI).
Suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita
jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah
satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama,
seperti judi, mabuk, dan boros. Selama masa sita, dapat dilakukan penjualan atas
harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama (Pasal
95 KHI).
Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak
pasangan yang hidup lebin lama. Pembagian harta bersama bagi seorang suami
atau istri yang istri atau suaminya hilang, harus ditangguhkan sampai adanya
kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan
Pengadilan Agama (Pasal 96 KHI). Janda atau duda cerai hidup, masing-masing
berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam
perjanjian perkawinan (Pasal 97 KHI).
5
a) Tidak diperbolehkan menghibahkan barang-barang tak bergerak dan semua barang
bergerak dari persatuan, kecuali untuk memberi kedudukan kepada anak-anaknya (Pasal 124
ayat 3 KUH Per).
(b) Tidak diperbolehkan juga menghibahkan suatu barang bergerak tertentu, meskipun
diperjanjikan bahwa ia tetap menikmati pakai hasil atas barang itu (Pasal 124 ayat 4 KUH
Per).
(c) Meskipun ada persatuan, di dalam suatu perjanjian kawin dapat ditentukan, bahwa barang
tak bergerak dan piutang atas nama istri yang jatuh dalam persatuan tanpa persetujuan si istri,
tidak dapat dipindah-tangankan atau dibebani (Pasal 140 ayat 3 KUH Per).
Di samping itu, jika si suami tidak hadir atau tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya,
dan tindakan dengan segera sangat dibutuhkannya, maka si istri dapat meminta izin
pengadilan untuk memindahtangankan atau membebani harta persatuan itu (Pasal 125 KUH
Per).
Setelah bubarnya harta persatuan, maka harta persatuan dibagi dua antara suami dan
istri, atau antara para ahli waris mereka masing-masing, tanpa mempersoalkan dari pihak
yang manakah barang-barang itu diperolehnya (Pasal 128 ayat 1 KUH Per).
6
2.3 Pemisahan Harta Kekayaan
7
2.4 Putusnya Perkawinan
Menurut Pasal 199 KUH Per, perkawinan putus atau bubar karena:
1) Kematian.
3) Putusan hakim setelah adanya perpisahan meja makan dan tempat tidur
selama 5 tahun.
4) Perceraian.
Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan
(Pasal 113 KHI). Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat
terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian (Pasal 114 KHI).
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak (Pasal 115 KHI). Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu
dinyatakan di depan sidang Pengadilan (Pasal 123 KHI).
8
menjaga timbulnya fitnah. Suami yang ditinggal mati oleh istrinya, melakukan
masa berkabung menurut kepatutan (Pasal 170 KHI).
Perpisahan meja dan tempat tidur adalah perpisahan antara suami dan istri
yang tidak mengakhiri pernikahan. Akibat yang terpenting adalah meniadakan
kewajiban bagi suami-istri untuk tinggal bersama, walaupun akibatnya di bidang
hukum harta benda adalah sama dengan perceraian.
a) Perkawinan harus telah berjalan 2 tahun atau lebin (Pasal 236 ayat 2 KUH Per).
b) Suami dan istri harus membuat perjanjian dengan akta autentik mengenai
perpisahan diri mereka, mengenal penunaian kekuasaan orangtua, dan mengenai
9
usaha pemeliharaan serta pendidikan anak-anak mereka (Pasal 237 ayat 1 KUH
Per).
Akibat dari perpisahan meja dan tempat tidur ini antara lain:
(b) Pembebasan dari kewajiban bertempat tinggal bersama (Pasal 242 KUH Per).
(d) Berakhirnya kewenangan suami untuk mengurus harta kekayaan istri (Pasal
244 KUH Per).
Perpisahan meja dan tempat tidur demi hukum menjadi batal apabila
suami-istri rujuk kembali dan semua akibat dari perkawinan antara suami-istri
hidup kembali, namun semua perbuatan perdata dengan pihak ketiga selama
perpisahan tetap berlaku (Pasal 248 KUH Per).
C. Perceraian
10
1) Pengertian Perceraian
2) Alasan-alasan Perceraian
Menurut Pasal 209 KUH Per, alasan-alasan yang dapat mengakibatkan perceraian
adalah:
(a) Zina.
(b) Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat selama 5 tahun.
(d) Penganiayaan berat, yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya,
sehingga membahayakan jiwa pinak yang dilukai atau dianiaya.
b) Gugatan perceraian gugur. Menurut KUH Per, hak untuk menuntut perceraian
gugur apabila:
1) Antara suami dan istri telah terjadi suatu perdamaian (Pasal 216 KUH Per).
11
2) Suami atau istri meninggal dunia sebelum ada keputusan (Pasal 220 KUH Per).
4) Akibat Perceraian
a) Kewajiban suami atau istri memberikan tunjangan nafkah kepada suami atau
istri yang menang dalam tuntutan perceraian (Pasal 222 KUH Per). Kewajiban
memberikan tunjangan nafkah ini berakhir dengan meninggalnya si suami atau si
istri (Pasal 227 KUH Per).
b) Pengadilan menetapkan siapa dari kedua orangtua itu yang akan melakukan
perwalian terhadap anak-anak mereka (Pasal 229 KUH Per).
c) Apabila suami dan istri yang telah bercerai hendak melakukan kawin ulang,
maka demi hukum segala akibat perkawinan pertama hidup kembali, seolah-olah
tak pernah ada perceraian (Pasal 232 KUH Per).
12
Menurut Pasal 11 ayat (1) UUP, bagi seorang wanita yang putus perkawinannya
berlaku jangka waktu tunggu. Pasal 39 PP No. 9 Tahun 1975 menyebutkan,
bahwa masa tunggu bagi seorang janda adalah:
1) Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih
datang bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari dan
bagi yang tidak datang bulan ditetapkan 90 hari.
3) Apabila perkawinan putus, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu
tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
Selanjutnya menurut Pasal 39 PP No. 9/1975 ini, tidak ada waktu tunggu
bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian, sedang antara janda tersebut
dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin. Bagi perkawinan
yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya
putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; sedangkan bagi
perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu sejak kematian
suami.
13
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
sedangkan putusnya perkawinan dalam pasal 199 KUH per di sebabkan karena:
Kematian, kepergian suami atau istri selama 10 tahun dan di ikuti dengan
perkawinan baru dengan orang lain, putusan hakim settlah adanya perpisahan
meja makan dan tempat tidur selama 5 tahun, dan perceraian
dan dalam hukum islam perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan
atas putusan pengadilan (pasal 113 KHI). putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian
(pasal 114 KHI)
3.2 SARAN
Akan lebih baik jika percerain tidak menjadi satu-satunya cara untuk
menyelesaikan sebuah masalah. Sehingga tidak perlu adanya pembagian harta
14
bersama. Jika memang perceraian adalah cara yang terbaik, maka dalam
pembagian harta bersama dalam perkawinan harus adil, agar nantinya tidak ada
pihak yang dirugikan dalam pembagian harta bersama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
15