Anda di halaman 1dari 11

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Uraian Umum Hasil Penelitian


Hasil penelitian ini menggambarkan perbandingan dosis aloksan yang optimal yang
ditinjau secara penelusuran literatur dan penelitian eksperimental yang kemudian dapat
digunakan sebagai agen diabetagonik yang diinduksikan ke mencit dalam menaikan kadar
glukosa darah mencit dan faktor-faktor yang mempengaruhi dosis aloksan secara penelusuran
literatur. Metode yang dilakukan yaitu dengan penelitian secara eksperimental dan penelusuran
literatur.

6.2 Uraian Khusus Hasil Penelitian


6.2.1 Pengaruh Pemberian Dosis Aloksan Terhadap Kenaikan Kadar Glukosa
Darah Pada Mencit Secara Eksperimental
1. Pendahuluan
Penelitian tentang pengaruh pemberian induksi aloksan pada mencit terhadap kenaikan
kadar glukosa darah bertujuan untuk mengetahui efek yang terjadi pada kadar glukosa darah
mencit setelah diinduksi dengan aloksan. Dengan mengetahui data kenaikan kadar glukosa darah
mencit maka kita akan dapat memperkirakan tingkat terjadinya resiko diabetes mellitus lebih
tinggi pada mencit yang telah diinduksi aloksan.
2. Gambaran Umum Pengambilan Data Penelitian
Data penelitian ini berupa hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit menggunakan
glukosameter Autocheck® dimana hasil diambil pada hari ke-4 setelah dilakukan induksi
aloksan. Pengukuran kadar glukosa darah mencit dilakukan pada hari ke-4 dengan tujuan
mengetahui kenaikan kadar glukosa darah mencit setelah diinduksi aloksan. Kadar glukosa darah
mencit masing-masing kelompok uji selanjutnya dibandingkan dengan kelompok normal dengan
tujuan mengetahui perbedaan kadar glukosa darah antara kelompok yang diberi perlakuan
dengan kelompok yang tidak diberikan perlakuan.
3. Hasil Penelitian Yang Ditemukan
Pengukuran kadar glukosa hewan uji dilakukan setelah hari ke-4 selama proses induksi
dilakukan. Kadar glukosa darah pada setiap kelompok mengalami perubahan secara terus-
menerus dan tidak stabil, kelompok yang diinduksi aloksan menunjukkan nilai kadar glukosa
darah meningkat tidak signifikan setelah dilakukan induksi aloksan. Perubahan kadar glukosa
yang terjadi pada kelompok kontrol negatif ini sama dengan kelompok kontrol positif mengalami
kenaikan kadar glukosa darah tertinggi mencapai 132 mg/dL. Kelompok mencit perlakuan uji I
dengan kadar glukosa tertinggi 187 mg/dL dan pada uji III kadar glukosa tertinggi 182 mg/dL,
pada perlakuan uji II kadar glukosa darah hanya mencapai 129 mg/dL. Kadar glukosa darah
mengalami perubahan pada hari ke-5 terjadi penurunan dan kenaikan kadar glukosa yang
meningkat mencapai 195 mg/dL pada kelompok perlakuan uji I. Hasil pegamatan kadar glukosa
darah masing-masing kelompok berfluktuasi seperti pada gambar 1. Terlihat dari gambar semua
kelompok mengalami penurunan kadar glukosa darah sampai di hari terakhir treatment. Namun
penurunan kadar glukosa darah yang paling signifikan terjadi pada kelompok kontrol positif.
4. Proses Analisis Data Penelitian
Data diperoleh dari pengukuran kadar glukosa mencit menggunakan alat glukosameter
Autocheck®. Pengukuran glukosa darah dilakukan selama treatment. Hewan coba diukur kadar
glukosa darahnya sebelum diberikan perlakuan induksi aloksan. Pengujian ini dilakukan
menggunakan 30 ekor hewan coba mencit putih dan dibagi dalam 6 kelompok yakni kelompok
normal, negatif, positif, perlakuan uji I, perlakuan uji II, serta perlakuan uji III.
Penelitian ini dimulai dari proses pencarian hewan kemudian dilanjutkan pada proses
aklimatisasi hewan uji selama 7 hari. Tujuan dilakukan aklimatisasi adalah untuk membuat
mencit nyaman dengan lingkungan barunya berupa keadaan kandang, makanan, bau peneliti, dan
minumannya agar mencit dapat digunakan dalam penelitian dan terhindar dari stress.
Aklimatisasi dapat dilakukan selama 2-3 hari dengan keadaan yang layak bagi hewan uji, seperti
kandang hewan yang bersih dan pemberian pakan serta minum yang teratur. Setelah proses
aklimatisasi cukup kemudian selanjutnya pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebelum
dan sesudah diberikan induksi aloksan. Namun sebelumnya, data hiperglikemik diperoleh dari
pengujian menggunakan metode induksi aloksan yakni mencit diinduksi agen penginduksi
diabetes berupa aloksan monohidrat dengan dosis 100mg/kgBB dan dengan volume pemberian
0,5 mL/20g BB. Hewan coba yang telah diinduksi aloksan kadar glukosa darahnya meningkat
dari kadar glukosa darah normal. Pengujian ini dilakukan menggunakan 30 ekor mencit putih
yang terpilih dan telah di aklimatisasi selama 7 hari. Sebelumnya sebelum proses induksi dipilih
30 mencit untuk dibagi tiap kelompok menjadi 6 kelompok, 5 kelompok yang berhasil diinduksi
diabetes. Pengujian dilakukan pada 25 ekor mencit yang telah terinduksi diabetes, kecuali
dengan 5 ekor mencit yang lain merupakan kelompok normal yang tidak diberikan perlakuan.
Tujuan dilakukannya treatment adalah untuk meningkatkan kadar glukosa darah hewan uji atau
mengkondisikan hewan uji mengalami hiperglikemik.
Kemudian hewan uji dipuasakan selama 6 jam sebelum pengujian dilakukan, tujuan
dipuasakan agar tidak adanya makanan yang mengganggu kadar glukosa didalam tubuh. Semua
kelompok hewan coba diinduksi aloksan secara IP (intraperitonial). Sebelum dilakukan
penginduksian alloksan, kadar glukosa darah awal diukur untuk mengetahui kadar glukosa awal
pada setiap kelompok perlakuan. Setelah pengukuran kadar glukosa awal dilakukan
pengiduksian alloksan pada hewan uji. Selanjutnya diukur kadar glukosa darah hewan coba pada
hari ke-4 setelah penginduksian alloksan dilakukan. Didapatkan hewan coba dengan kadar
glukosa darah <200mg/dL. Hewan coba tidak mengalami peningkatan kadar glukosa darah
melebihi normal, selanjutnya ditunggu hingga 3 hari untuk memastikan kadar glukosa darah
pada mencit naik. Setelah ditunggu hingga 3 hari dan dilakukan pengukuran kembali kadar
glukosa darah pada hewan coba didapatkan kadar glukosa darah menurun hingga kadar glukosa
darah terendah 102 mg/dL.
5. Pembahasan Hasil Penelitian
dari Gambar dapat dilihat bahwa semua kelompok perlakuan kecuali kelompok normal
mengalami penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian induksi aloksan. Pada Gambar 1.7
menunjukkan data kadar glukosa darah selama treatment dilakukan. Terlihat pada data kadar
glukosa awal semua kelompok perlakuan kecuali normal memiliki nilai kadar glukosa darah rata-
rata adalah 572,6 mg/dL.
Pada kelompok normal nilai kadar glukosa darah stabil tidak mengalami penurunan ataupun
peningkatan yang signifikan. Kelompok ini merupakan kelompok yang tidak diberikan induksi
alloksan dan tidak diberi perlakuan namun kadar glukosa darah pada kelompok ini tetap
dilakukan pengukuran.
Pada kelompok negatif yang diinduksi dengan alloksan namun tidak diberikan perlakuan
didapatkan data kadar glukosa darah tidak lebih besar dari kelompok normal dan terdapat
perbedaan signifikan pada masing-masing kelompok. Kemudian pada kelompok positif yang
memiliki kadar glukosa darah awal dengan rata-rata 98,4 mg/dL.
Untuk kelompok 4 yang merupakan kelompok Uji I memiliki kadar glukosa darah awal dengan
rata-rata 119 mg/dL. Selanjutnya adalah kelompok 5 yang merupakan kelompok Uji II, dan
memiliki rata-rata kadar glukosa awal adalah 128,4 mg/dL. Dan kelompok terakhir adalah
kelompok 6 yang merupakan kelompok uji III dengan rata-rata kadar glukosa darah awal adalah
132,2 mg/dL.
Pada data kadar glukosa awal selanjutnya dianalisis lanjutan menggunakan statistik dengan
dilakukan uji normalitas terhadap sebaran data menggunakan metode Shapiro-Wilk. Jika
didapatkan nilai signifikansi p>0,05, maka seluruh data memiliki nilai sebaran normal atau
terdistribusi normal. Uji normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk
menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel. Nilai signifikansi masing-masing
kelompok berdasarkan uji normalitas dihasilkan data yang terdistribusi normal (signifikansi
p>0,05) kemudian dilanjutkan dengan pengujian terkait kadar glukosa darah yakni uji
homogenitas varian, dimana nilai signifikansi sebesar p<0,05yang menandakan jika variasi kadar
glukosa antar kelompok tidak homogen maka uji lanjutan yang perlu dilakukan adalah games-
walls. Setelah diketahui nilai homogenitas variasi data kadar glukosa darah maka dilakukan uji
statistik yang terakhir dengan menggunakan metode One-Way ANOVA. Dilakukan uji Anova
antara masing kelompok didapatkan nilai signifikansi dari kadar glukosa antar kelompok ialah
p> 0,05 hal tersebut menandakan hasil yang tidak berbeda signifikan.
Pada hari ke-4 setelah diberikan induksi aloksan kelompok normal memiliki nilai kadar glukosa
darah yang tetap stabil tidak mengalami penurunan ataupun peningkatan yang signifikan. Pada
kelompok negatif yang diinduksi dengan aloksan namun tidak diberikan perlakuan didapatkan
data kadar glukosa darah yang masih tidak lebih besar dari kelompok normal yaitu dengan rata-
rata nilai kadar glukosa darah 122,6 mg/dL. Kemudian pada kelompok positif setelah dilakukan
induksi aloksan memiliki kadar glukosa darah dengan rata-rata 121 mg/dL, pada kelompok ini
tidak diberikan larutan glibenclamid. Untuk kelompok 4 yang merupakan kelompok Uji I
memiliki kadar glukosa darah setelah dilakukan induksi aloksan dengan rata-rata 145,4 mg/dL.
Selanjutnya adalah kelompok 5 yang merupakan kelompok Uji II, dan memiliki rata-rata kadar
glukosa darah setelah dilakukan induksi aloksan adalah 155,5 mg/dL.
Dan kelompok terakhir adalah kelompok 6 yang merupakan kelompok Uji III dengan rata-rata
kadar glukosa darah setelah dilakukan induksi aloksan adalah 151,6 mg/dL. Sehingga pada hari
ke-4 setelah induksi aloksan terjadi penurunan dan peningkatan kadar glukosa darah yang tidak
stabil pada masing-masing kelompok ketika dibandingkan dengan kadar glukosa awal.
Selanjutnya ditunggu kembali hingga 3 hari untuk memastikan kenaikan kadar glukosa darah
hewan coba 2 kali lebih besar dari hari ke-4 setelah induksi aloksan, setelah ditunggu selama 3
hari kadar glukosa darah hewan coba tidak mengalami kenaikan tetapi terjadi penurunan kadar
glukosa darah, terlihat pada kelompok normal memiliki kadar glukosa darah 109 mg/dL terjadi
penurunan namun tidak signifikan. Sedangkan pada kelompok positif didapatkan kadar glukosa
darah sebesar 121 mg/dL terjadi penurunan kadar glukosa darah jika dibandingkan dengan hari
ke-4 setelah induksi aloksan. Sedangkan untuk kelompok negatif yang diinduksi alloksan namun
tidak diberi obat, terlihat kadar glukosa darah mengalami peningkatan dengan rata-rata kadar
glukosa darah 126 mg/dL, saat dibandingkan dengan kadar glukosa darah pada hari ke-4 setelah
induksi aloksan. Selanjutnya untuk kelompok 4 yakni kelompok Uji I terlihat kadar glukosa
darah mengalami kenaikan dengan rata-rata 162,2 mg/dL. Untuk kadar glukosa darah kelompok
5 terlihat pada data terjadi penurunan kadar glukosa darah yang singnifikan dengan rata-rata
yang didapatkan adalah 123,25 mg/dL. Pada kelompok 6, terlihat kadar glukosa darah terjadi
penurunan yang signifikan dengan rata-rata yang didapatkan adalah 115 mg/dL.
Setelah dilakukan pengukuran kembali kadar glukosa darah Pada hari ketiga, terjadi penurunan
kadar glukosa darah pada setiap kelompok perlakuan yang diberi pengobatan, kecuali pada
kelompok negatif dan normal. Pada kelompok normal kadar glukosa darah mengalami
peningkatan namun tidak signifikan dengan rata-rata 150mg/dL sedangkan pada kelompok
negatif yang sakit namaun tidak diberi pengobatan terjadi peningkatan kadar glukosa darah yakni
sebesar 569mg/dL. Dan pada kelompok positif yang diberi metformin tunggal didapatkan kadar
glukosa darah sebesar 237mg/dL nilai tersebut saat dibandingkan dengan treatment hari pertama
dan ke-2 terjadi penurunan kadar glukosa darah. Untuk kelompok 4 yaitu kelompok yang sakit
dan diberi treatment berupa perasan jahe, terlihat pada data terjadi penrunan kdara glukosa darah
dengan rata-rata sebesar 261 mg/dL. Sedangkan pada kelompok 5 yakni perasan jahe kombinasi
dengan metformin sehari sekali didaptakn kdar glukosa darah sebesar 172 mg/dL dan
dibandingkan pada hri pertama dan kedua setelah pengobatan terjadi penurunan kadar glukosa
darah begitu pula pada kelompok 6 yakni perasan jahe dan metformin dua kali sehari terjadi
penurunan pula dengan rata-rata sebesar 168 mg/dL.
Untuk hari terakhir pengobatan pada masing-masing kelompok yang diberikan perlakukan terjadi
penurunan kadar glukosa darah hingga mencapai kadar normal, yakni pada kelompok normal
kadar glukosa darah yang didapatkan adalah 123 mg/dL sedangkan pada kelompok negatif kadar
glukosa darah tetap tinggi dengan rata-rata sebedar 496 mg/dL. Untuk kelompok positif
penurunan kadar glukosa darah telah mencapai normal yakni 157 mg/dL. Sedangkan pada
kelompok 4 yang diberikan perasan jahe kadar glukosa darah yang didapatkan dalah 160 mg/dL.
Kelompok 5 yang telah diberikan kombinasi perasan jahe dan metformin sehari sekali penuruna
kadar glukosa darah telah mencapai normal, sebesar 165 mg/dL. Dan untuk kelompok terakhir
yakni kelompok 6 yang diberikan kombinasi metformin dan persanan jahe dua kali sehari,
didapatkan kadar glukosa darah 114 mg/dL.
Dari data kadar glukosa darah yang dapat dilihat pada gambar 1.6 tersebut terlihat penurunan
kadar glukosa darah selama 4 hari perlakuan. Sedangkan pada gambar 1.7 Dapat dilihat
perbandingan penurunan kadar glukosa darah awal dan kadar glukosa darah hari terakhir
pengobatan, terlihat penurunan kadar glukosa darah yang singnifikan pada masing-masing
kelompok, kecuali kelompok negatif.
Pada kelompok positif yang diberikan metformin tunggal dan kelompok 4 yang diberikan
perasan jahe telah dilakukan analisis anova untuk melihat efek dari keduanya terhadap penuruna
kadar glukosa darah, setelah dilakukan analisis anova one way didapatkan hasil signifikansi
p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaaan yang bermakna antara metfrormin dan perasan
jahe, sehingga keduannya memiliki efektivitas dalam menurunkan kadar glukosa darah, sehingga
ini bertujuan untuk melihat interaksi akibat penggunaan keduanya dan bukan bertujuan untuk
melihat efektivitas terapi akibat penggunaan keduanya disaat bersamaan.
Pemberian kombinasi perasan jahe dan metformin sebagai terapi antidiabetes mampu
menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan. Dapat dilihat dari
gambar 1.7 yang menujukkan data kadar glukosa darah selama pengobatan dan kadar glukosa
darah mengalami penurunan selama pengobatan dilakukan. Kadar glukosa darah diukur sebelum
treatment dan selama 4 hari treatment diukur menunjukkan penurunan kadar glukosa darah
secara signifikan. Interaksi yang ingin dilihat didasari atas penggunaan metformin yang sangat
umum digunakan dalam terapi antidiabetes. Banyak penelitian telah melaporkan bahwa aloksan
jahe memiliki efek antihiperglikemik oleh mengurangi kadar glukosa. Hal ini dijelaskan pula
bahwa ekstrak air dari jahe dapat meningkatkan penyerapan glukosa dan sintesis glikogen dan
untuk meningkatkan fosforilasi reseptor insulin. Selanjutnya, (Li et al. 2012) menyatakan jahe
itu dapat meningkatkan pembersihan glukosa pada periferal yang responsive pada jaringan
insulin dan pelepasan insulin tambahan, yang mempertahankan homeostasis glukosa darah. (Jafri
et al. 2010) melaporkan bahwa pemberian ekstrak jahe pada tikus yang di injeksi aloxan dapat
menurunkan level glukosa darah. Beberapa studi in vitro menunjukkan bahwa ekstrak jahe dan
[8]-gingerol dapat meningkatkan pengambilan glukosa dan translokasi GLUT4 pada L6 myotube
(Yagasaki, 2014). [6]-gingerol juga terbukti meningkatkan threonine172 phosphorylated AMPK
di dalam L6 myotube. [6]-gingerol juga meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ selama 1 menit di
intraselular yang tergantung pada kenaikan dosis jahe di L6 myotubes, di mana Ca2+ akan
merangsang Ca2+/calmodulin dependent protein kinase kinase (CAMKK), yang pada akhirnya
membantu regulasi AMPK. Mekanisme lainnya dari jahe juga terbukti meningkatkan
adiponektin oleh 6shogaol dan 6-gingerol. Hal tersebut menunjukkan bahwa jahe berperan
terhadap peningkatan pengambilan glukosa dan perbaikan sensitivitas insulin di jaringan perifer
(Roufogalis 2014).
Metformin memiliki mekanisme aksi diantaranya mampu menurunkan kadar glukosa hepatik
dengan menghambat glukoneogenesis, mampu meningkatkan responsitivitas sel β-pankreas
terhadap beban glukosa melalui perbaikan toksisitas glukosa, dan mampu meningkatkan
sensitivitas insulin periferal pada otot skeletal dengan meningkatkan aktivitas reseptor tirosin
kinase dan translokasi GLUT-4 ke sel membran (Upadhyay et al., 2018). Seperti yang telah
disebutkan pada bab sebelumnya, salah satu metabolit dari jahe yang merupakan senyawa markr
dari jahe yakni gingerol dan shoganol memiliki mekanisme kerja yang sama dengan salah satu
mekanisme metformin, dimana mampu meningkatkan glukosa uptake di L6 sel otot dengan cara
meningkatkan translokasi GLUT 4 ke permukaan membrane sel plasma otot (Jafarnejad et al.,
2017), dapat meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara meningkatkan diferensiasi adiposit
3T3-L1 dari preadiposit untuk uptake glukosa di membrane sel (Jin & Yutaka, 2014)
Pemberian perasan jahe pada mencit yang juga diberikan metformin mampu meningkatkan
aktivitas keduanya. Dengan mekanisme kerja yang berkaitan satu sama lainnya, yang dikenal
dengan interaksi farmakodinamik secara aditif atau sinergistik. Hal tersebut dapat menyebabkan
penurunan kadar glukosa darah yang cukup signifikan apabila tidak memperhatikan dosis yang
diberikan. Berdasarkan dari mekanisme metformin yang telah digunakan di masyarakat untuk
lebih dari 50 tahun, telah dinyatakan aman dan efektif baik saat penggunaan monoterapi maupun
dikombinasikan dengan antidiabetik lain seperti perasan jahe, namun harus memperhatikan
frekuensi penggunaanya. Berbagai penelitian terdahulu telah menjelaskan bahwa jahe memiliki
efek yang baik terhadap menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan kadar glukosa darah
yang telah diukur sebelum dan setelah treatment dilakukan, ketika metformin dikombinasikan
dengan perasan jahe tedapat efek yang optimal saat diberikan 1 kali sehari dan tidak
menimbulkan hipoglikemik. Perasan jahe diduga memiliki efek terapeutik dalam menurunkan
kadar glukosa darah sama efektifnya dengan metformin (Djama’an, 2012).
6. Kesimpulan Hasil Penelitian
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kombinasi perasan jahe dan
metfrormin sekali sehari dapat menurunkan kadar glukosa darah tanpa menimbulkan efek
hipoglikemik. Saran yang dapat diberikan bagi pembaca diantaranya dapat dilakukan
pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat pengukur yang lebih detail seperti fotometer.
Selain itu pengukuran kadar glukosa darah sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali seminggu
jika ingin melakukan treatment selama 21 hari atau 3 minggu, hal ini bertujuan untuk dapat
melihat bagaimana perubahan kadar glukosa darah yang terjadi pada tiap-tiap minggu maupun
harinya.
6.2.3 Perbandingan Dosis Aloksan Yang Efektif Dalam Menaikan Kadar Glukosa Secara
Penelusuran Literatur
1. Pendahuluan
Permasalahan yang diteliti adalah perbandingan dosis aloksan dalam menaikan kadar
glukosa darah hewan coba dari 15 literatur untuk mengetahui dosis aloksan yang optimal.
Tujuannya untuk memperoleh dosis aloksan yang optimal sehingga dapat menjadi acuan untuk
pemilihan dosis dalam penginduksian pada hewan coba.
2. Gambaran Umum Pengambilan Data Penelitian
Pengambilan data perbandingan dosis aloksan dilakukan dengan cara melakukan
penelusuran literatur hasil optimasi dari 15 literatur yang melakukan optimasi basis gel yang
menggunakan HPMC, Carbopol, Na-CMC, PVA, Viskolam baik secara sendiri ataupun dikombinasi.
Proses penelusuran literatur optimasi basis ini akan menghasilkan profil karakteristik fisik basis gel
yang optimal.
3. Hasil Penelitian Yang Ditemukan
Hasil dari data perbandingan kadar dosis aloksan secara penelusuran literatur disajikan pada
tabel 6.1 dan gambar 6.1. …. disajikan pada lampiran 1 dan lampiran 2.
…….
4. Proses Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji hasil perbandingan kadar dosis
aloksan dari 15 literatur untuk mendapatkan profil karakteristik fisik basis gel yang optimal. Profil
karakteristik fisik basis gel yang optimal didasarkan pada nilai atau kriteria yang sesuai dengan
persyaratan pada setiap parameter karakteristik fisik gel.
5. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian berdasarkan Nengah Tegar Saputra dkk., 2018 Pada penghitungan
hasil dari 88 ekor tikus putih jantan yang dilakukan pengamatan di hari ke-0 sebelum induksi
agen streptozotocin didapatkan sebanyak 82 ekor (93,2%) tikus putih jantan dalam kondisi
normal (75-150 mg/dL dan 6 ekor (6,8%) tikus mengalami kondisi diabetik ringan yang kadar
diabetiknya berkisar antara 150-200 mg/dL. Tikus ini diadaptasi lagi sehari dan diukur ulang
kadar glukosa darah, didapatkan kadar glukosa yang normal. Pada hari ke-3 penghitungan hasil
pengamatan didapatkan hasil yaitu 40 ekor tikus (45,2%) dalam kondisi normal, 19 ekor tikus
(21,5%) dalam kondisi diabetik ringan, 10 ekor tikus (11,8%) dalam kondisi diabetik sedang dan
terdapat 19 ekor tikus (21,5%) yang mengalami kondisi diabetik berat. Total jumlah tikus putih
yang mengalami diabetes adalah sebanyak 48 ekor tikus atau sebesar 54,8%.

+Tujuan
1. u/ mengetahui kadar aloksan secara efektif dlm menaikn kdr gula darah mncit secara
eksperimental
2. u/ mengetahui perbandingan aloksan untuk menaikan kdr gula yg efektif secara
penelusuran literatur
3. u/ …..

+Daftar Pustaka
Arifiya dkk, 2015
Choi, Cha, & Lee, 2014
Handayani dkk (2018)
Kang (2016)
Kim et al., 2013
Kimura et al, 2016
Sun and Weidong, 2018
Yuan et al (2016)
Zhang et al, 2015

Dari penelitian yang akan dilakukan, maka hasil penelitian yang diharapkan adalah :
a. Didapatkan ekstrak etanol bawang putih (Allium sativum L.) yang dihitamkan memiliki
aktivitas sebagai penurun kadar gula darah.
b. Didapatkan hasil perbandingan yang paling baik antara dosis tunggal bawang putih
(Allium sativum L.) yang dihitamkan dan perbandingan obat Glibenklamid sebagai
penurun kadar gula darah pada mencit (Mus musculus).
c. Didapatkan hasil karakteristik bentuk dari bawang putih (Allium sativum L.) yang
dihitamkan setelah melalui proses fermentasi.

Anda mungkin juga menyukai