Anda di halaman 1dari 47

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP HASIL

BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN IPS DI SMP


NEGERI 3 MADANG SUKU 1 KABUPATEN OKU TIMUR

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan investasi yang berharga bagi kehidupan

manusia. Pendidikan telah dimulai sejak manusia lahir dan tetap akan

berlanjut sepanjang hayatnya. Sebagai investasi masa depan, pendidikan

menjadi faktor penentu di dalam pembentukan sumber daya manusia (SDM).

Semakin maju perkembangan zaman menuntut manusia untuk menyadari akan

pentingnya pendidikan. Hal utama yang diharapkan dengan adanya pendidikan

adalah tercetaknya sumber daya manusia yang berkualitas dan unggul di

segala bidang.

Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan cerminan dari

suksesnya pendidikan yang sedang atau telah berlangsung, sehingga

diharapkan dapat memajukan bangsanya. Oleh karena itu, diperlukan

penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas dan profesionalitas guru yang

dapat mengarahkan setiap potensi peserta didik agar tujuan pendidikan dapat

tercapai.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa: “Pendidikan Nasional

bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiridemokratis serta bertanggung jawab”.

Peran serta dari pemerintah, masyarakat dan orang tua sangat diperlukan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan dapat dilaksanakan

melalui beberapa jalur dan salah satu di antaranya adalah pendidikan formal

yang diselenggarakan di sekolah. Melalui kegiatan sekolah, siswa dapat

memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap. Sekolah

selalu berupaya untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas agar dapat

menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Pembelajaran yang berkualitas

akan membuat peserta didik mendapatkan makna dari pembelajaran yang

sesunggguhnya. Agar pembelajaran semakin bermakna, maka di dalam

kegiatan belajar mengajar tersebut diperlukan adanya peran aktif dari guru

maupun siswa., dan menjadi warga Negara.

Selama ini pelaksanaan pembelajaran di sekolah lebih berfokus kepada

guru (teacher centered), sehingga dalam proses pembelajaran, guru lebih

mendominasi dan menjadi pusat kegiatan dalam pembelajaran. Siswa

diibaratkan sebagai gelas kosong yang diisi air oleh guru. Wina Sanjaya

(2010: 76) menyebutkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran sering muncul

beberapa masalah yaitu di dalam proses pembelajaran, guru hanya

menggunakan komunikasi satu arah sehingga cenderung akan membuat siswa

menjadi pasif karena guru tidak berusaha mengajak siswa untuk berpikir.

Secara umum, guru dan siswa merupakan komponen yang vital dalam

pembelajaran karena mereka saling terkait satu sama lain dengan tugas dan

peranan yang berbeda yaitu guru bertugas memberikan pengetahuan dan siswa
menerimanya. Guru dan siswa mempunyai peran penting untuk menyukseskan

yangproses pembelajaran yang sedang dijalankan. Oleh karena itu, proses

pembelajaran di ruang kelas juga harus terkondisi secara dua arah, baik antara

guru dengan peserta didik maupun sebaliknya.

Siswa sebagai subyek dalam proses belajar mengajar mempunyai

potensi diri untuk aktif dalam belajar dan perlu untuk dikembangkan.

Aktivitas siswa memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran.

Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi

belajar mengajar, sehingga tanpa adanya aktivitas, proses belajar mengajar

tidak akan berlangsung dengan baik (Sardiman, 2009: 95). Oleh karena itu,

guru perlu merancang kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa

untuk melakukan kegiatan secara aktif. Siswa akan belajar secara aktif apabila

rancangan pembelajaran yang disusun oleh guru mengharuskan siswa untuk

melakukan kegiatan dalam belajar.

Dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2006 menjelaskan

bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu

kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk

masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria

ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata

peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam

penyelenggaraan pembelajaran. Dengan mengetahui hasil belajar yang

berbeda-beda setiap siswanya, guru dapat mengetahui tingkat pemahaman

peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru harus menyadari dan


mengupayakan agar prestasi belajar siswanya dapat meningkat. Untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa, pastinya tidak terlepas dari upaya untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

SMP Negeri 3 Madang Suku 1 merupakan salah satu sekolah di

Kabupaten Oku Timur. Untuk kelas VIII, SMP Negeri 3 Madang Suku

1memiliki dua kelas yaitu kelas VIII A sampai dengan kelas VIII B dan pada

mata pelajaran IPS diampu oleh satu guru. Berdasarkan hasil observasi dan

wawancara yang telah dilaksanakan oleh peneliti pada tanggal 25 februari

2021 dengan guru yang mengampu mata pelajaran IPSSMP Negeri 3 Madang

Suku 1, dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa permasalahan

dalam proses pembelajaran IPSSMP Negeri 3 Madang Suku 1, yaitu

keterampilan guru dalam menerapkan model pembelajaran masih kurang,

sehingga guru jarang menerapkan model pembelajaran yang bervariasi. Ketika

guru menerapkan metode diskusikelompok, suasana kelas menjadi tidak

kondusif dan proses pembelajaran menjadi keluar dari konteks. Guru lebih

sering menyampaikan materi pelajaran dengan metode ceramah kemudian

memberikan latihan soal kepada siswa sehingga pembelajaran yang

berlangsung cenderung berpusat kepada guru dan komunikasi yang terbentuk

adalah komunikasi satu arah. Guru kurang memiliki strategi khusus agar

semua siswa aktif dan terarah. Hal tersebut menjadikan siswa cenderung pasif

pada saat pembelajaran berlangsung sehingga keaktifan siswa kurang terlihat.

Selama proses pembelajaran berlangsung, suasana kelas ramai dan

siswa terlihat kurang memperhatikan penjelasan dari guru. Siswa yang merasa
bosan dengan kegiatan pembelajaran ekonomi memilih untuk bermain-main,

tidur-tiduran di dalam kelas, mengobrol dengan teman sebangkunya bahkan

lain bangku yang menyebabkan siswa lainnya menjadi terganggu. Apabila

guru meminta siswa untuk mengemukakan pendapatnya, siswa masih perlu

dipancing untuk aktif dan hanya didominasi oleh sebagian siswa saja. Siswa

juga masih merasa kurang percaya diri dengan jawabannya sendiri. Saat guru

menerangkan, mereka juga tidak mencatat materi yang dijelaskan jika tidak

diperintah oleh guru.

Berdasarkan data hasil observasi, maka perlu dicari alternatif untuk

mengoptimalkan proses pembelajaran IPS. Penggunaan model pembelajaran

merupakan alternatif dalam mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh

siswa dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan keberhasilan dari

proses pembelajaran juga tidak terlepas dari kemampuan guru dalam

mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi kepada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses

pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat bertujuan untuk

menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat

belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih prestasi

belajar yang optimal.

Guru harus memiliki pengetahuan yang memadai berkenaan dengan

konsep dan cara untuk menerapkan model-model pembelajaran. Model

pembelajaran yang efektif memiliki keterkaitan dengan tingkat pemahaman

guru terhadap perkembangan dan kondisi siswa di kelas. Demikian juga


pentingnya pemahaman guru terhadap sarana dan fasilitas sekolah yang

tersedia, kondisi kelas dan beberapa faktor lain yang terkait dengan

pembelajaran (Aunurrahman, 2010: 140).

Salah satu model pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan

pemahaman materi pelajaran adalah model pembelajaran inkuiri. Hasil

penelitian Schlenker dalam Joyce (2009: 176) menyebutkan bahwa

“Pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman ilmu pengetahuan,

produktivitas dalam berpikir kreatif, dan ketrampilan dalam memperoleh

danmenganalisis informasi”. Penelitian oleh Dwi Kurniaturohima (2010)

menyimpulkan bahwa suasana pembelajaran yang menggunakan metode

inquiry dapat meningkatkan semangat siswa dalam proses pembelajaran yang

ditunjukkan dari keaktifan individu yaitu mengemukakan pendapat, bertanya

dan menjawab pertanyaan serta meningkatkan keaktifan belajar kelompok

yaitu kreatifitas untuk mengungkapkan suatu gagasan dalam menyelesaikan

tugas, kerjasama kelompok serta hasil tugas kelompok yang harus

diselesaikan. Prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan yang

ditunjukkan dengan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) seluruh

siswa.

Berdasarkan hasil penelitian tentang model pembelajaran inkuiri di

atas, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri merupakan

salah satu alternatif belajar untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar

siswa pada mata pelajaran IPS. Model pembelajaran inkuiri merupakan suatu

model pembelajaran yang menuntut siswa untuk terlibat secara aktif dalam
proses kegiatan belajar mengajar. Hamruni (2012: 132) mengemukakan

bahwa “inkuiri adalah rangkaian kegiatan dalam proses belajar mengajar yang

menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

Proses berpikir secara kritis biasanya dilakukan melalui tanya jawab


antara guru dan siswa. Model pembelajaran inkuiri menempatkan siswa
sebagai subyek dalam proses belajar mengajar sehingga siswa tidak hanya
berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal,
akan tetapi siswa berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi
pelajarantersebut. Siswa memegang peran yang sangat dominan dalam
pembelajaran, sehingga dapat dikatakan bahwa model ini lebih berorientasi
kepada siswa. Model pembelajaran ini tidak hanya berorientasi kepada hasil
belajar, akan tetapi juga berorientasi kepada proses belajar mengajar. Oleh
karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran inkuiri tidak hanya ditentukan oleh sejauh
mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa
dapat beraktivitas dalam mencari dan menemukan pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas VIII Pada Mata Pelajaran IPS Di SMP Negeri 3
Madang Suku 1 Kabupaten Oku Timur”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi

permasalahan yang berkaitan dengan hasil belajar menggunakan

modelpembelajaran inkuiri yang terdapat di SMP Negeri 3 Madang Suku 1

Kabupaten OKU TIMUR. Adanya aplikasi modelpembelajaran

inkuirimenimbulkan beberapa masalah sebagai berikut:


1. Pengaruh penggunaan modelpembelajaran inkuiriterhadap hasil belajar

siswa kelas VIII mata pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Madang Suku 1

Kabupaten OKU TIMUR.

2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penggunaan modelpembelajaran

inkuiriterhadap hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran IPS di SMP

Negeri 3 Madang Suku 1 Kabupaten OKU TIMUR.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dikemukakan permasalahan yang muncul

adalah:

1. Adakah pengaruh penggunaan modelpembelajaran inkuiriterhadap hasil

belajar siswa kelas VIII mata pelajaran pelajaran IPS di SMP Negeri 3

Madang Suku 1 Kabupaten OKU TIMUR?

2. Adakah kendala yang dihadapi dalam penggunaan modelpembelajaran

inkuiriterhadap hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran IPS di SMP

Negeri 3 Madang Suku 1 Kabupaten OKU TIMUR?

D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini untuk

mendeskripsikan:

1. Pengaruh penggunaan modelpembelajaran inkuiri kelas VIII mata

pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Madang Suku 1 Kabupaten OKU TIMUR.

2. Adanya kendala yang dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran

inkuiri terhadap hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran IPS di SMP

Negeri 3 Madang Suku 1 Kabupaten OKU TIMUR.


E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti

yang lain dan menambah wawasan baru tentang penggunaan model

pembelajaran inkuiridi sekolah untuk meningkatkan hasil belajar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa Untuk menambah wawasan mengenai penggunaan model

pembelajaran inkuiri serta meningkatan hasil belajar

b. Bagi guru Memberikan pengalaman penggunaan model pembelajaran

inkuiridengan memberikan materi dan latihan soal

c. Bagi Peneliti Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran

inkuiridan memberikan solusi.

F. Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2010:110) mendefisikan bahwa “Hipotesis adalah

suatu jawaban yag bersifat sementara terhadap permasalahan sampai terbukti

melalui data yang terkumpul.” Menurut Arikunto (2010:112) “Hipotesis kerja

atau biasa disebut dengan hipotesis alternative (Ha). Hipotesis kerja

menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau adanya perbedaan

antaradua kelompok”. Sedangkan hipotesis null (H0) menurut Arikunto

(2010:113) “menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau

tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.”


Ha : Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri efektif

terhadap hasil belajar siswa kelas VIII Mata Pelajaran IPS di SMP

Negeri 3 Madang suku1 kabupaten Oku Timur

H0 : Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran inkuiritidak

efektif terhadap hasil belajar siswa kelas VIII Mata Pelajaran IPS di

SMP Negeri 3 Madang suku1 kabupaten Oku Timur

G. Kriteria Uji Hipotesis

Ada dua kriteria dalam pengujian hipotesis, yakni:

1. Ha diterima dan Ho ditolak apabila t hitung lebih besar dari t tabel pada

taraf signifikan 5% atau alpha=0,05 maka penggunaan model pembelajaran

inkuiriberpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas VIII Mata Pelajaran IPS

di SMP Negeri 3 Madang suku1 kabupaten Oku Timur.

2. Ho ditolak dan Ho diterima apabila t hitung lebih kecil dari t tabel pada

taraf signifikan 5% atau alpha=0,05 maka penggunaan model pembelajaran

inkuiritidak berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas VIII Mata

Pelajaran IPS di SMP Negeri 3 Madang suku1 kabupaten Oku Timur

H. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Inkuiri

a. Pengertian Model Pembelajaran Inkuiri

Model pembelajaran inkuirimerupakan salah satu model

yang dapat mendorong siswa didrng untuk aktif dalam


pembelajaran. Kunandar (2010:371) menyatakan bahwa

pembelajaran inquiri adlah kegiatan pembelajaran dimana siswa di

dorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri

dengan konsep – konsep dan prinsip – prinsip, dan guru

mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan

percobaan yang memungkinkan siswa menemukan prisip – prinsip

untuk mereka sendiri.

Lebih lanjut, Wina(2006: 196) menyatakan bahwa strategi

pembelajaran inquiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekankan pada prses berpikir secara kritis dan analitis untuk

mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan

Berdasarkan pendapat ahli yang di kemukakan di atas,

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiri adalah

rangkian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kaktifan

siswa untuk memiliki pengalaman belajar dalam menemukan

konsep – konsep materi berdasarkan masalah yang diajukan.

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri, di antaranya:

1) Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas peserta

didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan.

Artinya, pembelajaran inkuiri menempatkan peserta didik

sebagai subjek belajar.


2) Seluruh aktiitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk

mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang

dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap

percaya diri.

3) Tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan

kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau

mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari

proses mental.

c. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Inkuiri

Model pembelajaran inkuiri merupakan model

pembelajaran yang menekankan pada pengembanganintelektual

anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget,

dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:

1) Maturation atau kematangan adalah adalah proses perubahan

fisiologi dan anatomis, yaitu proses pertumbuhan fisik, yang

meliputi pertumbuhan tubuh, pertumbuhan otak, dan

pertumbuhan sistem saraf. Pertumbuhan otak merupakan salah

satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan

berfikir (intelektual) anak.

2) Physical experience adalah tindakan-tindakan fisik yang

dilakukan individu terhadap benda-benda yang ada di

lingkungan sekitarnya. Aksi atau tindakan fisik yang dilakukan


pada akhirnya akan bisa ditransfer menjadi gagasan-gagasan

atau ide-ide.

3) Social experience adalah aktivitas pembelajaran yang

berhubungan dengan orang lain. Ada dua aspek pengalaman

sosial yang dapat membantu perkembangan intelektual.

Pertama, pengalaman sosial yang dapat meningkatkan

kemampuan bahasa. Kedua, melalui pengalaman sosial peserta

didik akan mengurangi egosentric-nya. Sedikit demi sedikit

akan muncul kesadaran bahwa ada orang lain yang mungkin

berbeda dengan dirinya. Pengalaman semacam itu bermanfaat

untuk mengembangkankonsep mental seperti kerendahan hati,

toleransi, kejujuran etika, dan sebagainya.

4) Equilibration adalah proses penyesuaian antara pengetahuan

yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru ditemukan

peserta didik.

Atas dasar penjelasan di atas, model pembelajaran inkuiri

mempunyai sejumlah prinsip yang harus diperhatikan:

1) Berorientasi pada pengalaman intelektual

Tujuan utama dari model pembelajaran inkuiri adalah

pengembangan kemampuan berfikir. Dengan demikian, model

pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga

berorientasi pada proses belajar. Oleh karena itu, kriteria

keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan


model inkuiri bukan ditentukan sejauh mana peserta didik

beraktifitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari

“sesuatu” yang harus ditemukan oleh peserta didik adalah suatu

yang pasti, bukan sesuatu yang meragukan, sehingga setiap

gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat

diukur kebenarannya.

2) Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi,

baik interaksi antara peserta didik maupun interaksi peserta

didik dengan pendidik, bahkan interaksi antara peserta didik

dengan lingkungan sekitar.

3) Prinsip Bertanya

Tugas utama pendidik dalam menerapkan model

pembelajaran inkuiri adalah menjadi penanya yang baik bagi

peserta didik. Artinya, bagaimana upaya yang harus dilakukan

pendidik agar peserta didik menjadi kritis, kemudian

melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam. Di sisi lain,

pendidik juga harus menjadikan peserta didik penjawab yang

baik.

4) Prinsip belajar untuk berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, tetapi

adalah proses berfikir (learning how to think), yakni proses

mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun


otak kanan, baik otak reptile, otak limbic, maupun otak

eksneokort. Dengan demikian, pembelajaran inkuiri merupakan

pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

5) Prinsip keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai

kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh

karena itu, anak didik harus diberi keterbukaan untuk mencoba

sesuatu dengan perkembangan kemampuan logika maupun

nalarnya

d. Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Inkuiri

Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana

atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini,

pendidik mengkondisikan agar peserta didik siap melaksanakan

proses pembelajaran. Langkah orientasi merupakan langkah

yang sangat penting. Keberhasilan model pembelajaran inkuiri

sangat tergantung pada kemauan peserta didik untuk

beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan

masalah.13 Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan

orientasi adalah:
a) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang

diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan

oleh peserta didik untuk mencapai tujuan.

c) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar.

2) Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa

peserta didik kepada sesuatu persoalan yang mengandung teka-

teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang

menantang peserta didik untuk berpikir memecahkan teka-teki

itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin

dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan

peserta didik didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

3) Mengajukan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu masalah

yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu

diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk

berpikirpada dasarnya sudah dimiliki sejak ia lahir. Potensi itu

dimulai dari kemampuan untuk menebak atau mengira-ngira

suatu permasalahan.

4) Mengumpulkan data

Mengumpulan data adalah aktivitas mencari informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam


model pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan

proses mental yang sangat penting dalam pengembangan

intelektual.

5) Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang

dianggap dapat diterima sesuai dengan data atau informasi

yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Adapun yang

terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat

keyakinan peserta didik atas jawaban yang diberikan.

6) Merumuskan kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaran inkuiri adalah

membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang

diperoleh peserta didik.

e. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Inkuiri

1) Keunggulan

Model pembelajaran inkuiri merupakan model

pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena model ini

memiliki beberapa keunggulan, antara lain:

a) Menekankan pada pengembangan aspek kognitif secara

progresif.

b) Peserta didik lebih aktif dalam mencari dan mengolah

informasi, sampai menemukan jawaban atas pertanyaan

secara mandiri.
c) Peserta didik memahami konsep-konsep dasar dan ide-ide

dengan lebih baik.

d) Memberikan ruang kepada peserta didik untuk belajar

sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing.

e) Peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata

tidak akan terhambat oleh peserta didik yang lambat dalam

belajar.

f) Membantu peserta didik menggunakan ingatan dalam

mentransfer konsep yang dimilikinya kepada situasi-situasi

proses belajar yang baru.

2) Kelemahan

Di samping memiliki beberapa keunggulan, model

pembelajaran inkuiri juga mempunyai beberapa kelemahan, di

antaranya:

a) Jika pendidik kurang spesifik merumuskan teka-teki atau

pertanyaan kepada peserta didik dengan baik untuk

memecahkan permasalahan secara sistematis, maka peserta

didik akan bingung dan tidak terarah.

b) Sering kali pendidik mengalami kesulitan dalam

merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan

kebiasaan peserta didik dalam belajar.


c) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh

kemampuan peserta didik dalam menguasai materi, maka

pembelajaran inkuiri sulit diimplemantasikan.

d) Membutuhkan waktu yang cukup lama karena peserta didik

harus memahami materi terlebih dahulu sebelum

melakukan debat.

2. Hakikat Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak

setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan

suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan

belajar yang terprogram dan terkontrol yang disebut kegiatan

pembelajaran atau kegiatan instruksional, tujuan belajar telah

ditetapkan lebih dahulu oleh guru. Anak yang berhasil dalam

belajar ialah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran

atau tujuan-tujuan isntruksional.

Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa:

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan


pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap
rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan
mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelektual terdiri dari kemapuan mengategorisasi,
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan
melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan
ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam
memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak
objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.
Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan

bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, artinya hasil

pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan

sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau

terpisah, melainkan komprehensif.

b. Hasil Belajar Ranah Kognitif

1) Pengetahuan (C1)

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari

kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,

maknanya tidak sepenuhnya tepat, sebab dalam istilah tersebut

termasuk pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan

atau untuk diingat seperti rumus, batasan, defenisi, istilah, pasal

dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama kota. Tipe

hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah


yang paling rendah. Namun tipe hasil belajar ini menjadi

prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.

2) Pemahaman (C2)

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan

adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan

kalimatnya sendiri sesuatu dibaca yang dibaca atau

didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,

atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam

taksonomi Bloom, kesangguapan memahami setingkat lebih

tinggi daripada penegtahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa

pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat

memahami perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.

3) Aplikasi (C3)

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret

atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide,

teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam

situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya

pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan

atau keterampilan.

Ketiga tipe hasil belajar di atas menjadi objek penilaian hasil

belajar dalam skripsi ini. Antara enam tipe hasil belajar penulis hanya

menggunakan tiga tipe hasil belajar karena pengetahuan, pemahaman dan


aplikasi sudah cukup untuk menilai hasil belajar siswa dari soal pilihan

ganda yang dibuat penulis

c. Teori Belajar Kognitif (Kognitivisme)

Teori-teori yang berorientasi pada aspek kognitif manusia lebih

mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Belajar bukan

sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon tetapi juga

memerlukan proses berpikir yang kompleks. Menurut teori kognitif,

ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun

melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.

Beberapa ahli yang mendukung teori ini antara lain:

a. Jean Piaget

Fase perkembangan kognitif menurut Piaget ada empat tahap:

1) Tahap sensorimotor yang dimulai sejak lahir sampai dengan usia 2

tahun. Pada tahap ini, anak mempelajari lingkungannya melalui

gerakan dan perasaan.

2) Tahap Praoperasional berlangsung dari usia 2-7 tahun, pada tahap

ini memiliki kemampuan berpikir magis yang berkembang dan

mulai memperoleh keterampilan motorik.

3) Tahap Operasional Konkrit mulai dari usia 7-11 tahun. Dalam fase

ini anak mulai berfikir secara logis tetapi kemampuan berpikirnya

sangat konkrit.
4) Tahap Operasional Formal berlaku setelah usia 11 tahun. Dalam

fase ini seorang anak sudah dapat mengembangkan kemampuan

berfikir secara abstrak.

Berdasarkan pendapat diatas dalam teori kognitif, Piaget meyakini

bahwa belajar dihasilkan oleh kemampuan anak untuk menyesuaikan atau

membentuk keterhubungan antara pengalaman yang baru dengan struktur

kognitif yang telah dimilikinya.Piaget juga percaya bahwa dalam

memberikan pelajaran harus memperhaikan tingkat perkembangan

berpikir anak.

b. David Ausubel

Menurut Ausubel, peserta didik akan belajar dengan baik jika yang

disebut pengatur kemajuan belajar didefinisikan dan dipresentasikan

dengan baik. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi

umum yang mencangkup semua materi pelajaran yang akan dibahas dalam

proses pembelajaran.

c. Menurut Brunner

Menurut teori ini proses belajar akan dapat berlangsung dengan

aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan jika pendidik memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan termasuk

konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh-contoh yang

menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.


Menurut Bruner ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam

kegiatan belajar yaitu:

1) Proses perolehan informasi baru

2) Proses mentransformasikan informasi yang diterima

3) Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan

d. Fungsi Penilaian Hasil Belajar

Penilaian hasil belajar, termasuk juga dalam ranah kognitif,

memiliki fungsi untuk memantau kemajuan belajar dan mendeteksi

kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Berdasarkan fungsinya penilaian hasil belajar meliputi:

a. Formatif yaitu memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik

dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada setiap kegiatan

penilaian selama selama proses pembelajaran dalam satu semester,

sesuai dengan prinsip kurikulum 2013 agar peserta didik tahu, mampu

dan mau. Hasil dari kajian terhadap kekurangan peserta didik

digunakan untuk memberikan pembelajaran remedial dan perbaikan

RPP serta proses pembelajaran yang dikembangkan guru untuk

pertemuan berikutnya.

b. Sumatif yaitu menentukan keberhasilan belajar peserta didik pada

akhir suatu semester, satu tahun pembelajaran, atau masa pendidikan di

suatu pendidikan. Hasil dari penentuan keberhasilan ini digunakan


untukmenentukan nilai rapor, kenaikan kelas dan keberhasilan belajar

satuan pendidikan seorang peserta didik.

e. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor–faktor yang mempengaruhi hasil belajar, termasuk dalam

penelitian ini pada aspek kognitif, dapat digolongkan menjadi dua faktor :

1) Faktor Internal adalah faktor yang ada di dalam diri individu, seperti :

a) Faktor Jasmaniah mencangkup: faktor kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor psikologis mencangkup: intelegensi, perhatian, minat,

bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan.

c) Faktor kelelahan.

2) Faktor Eksternal merupakan faktor yang ada di luar individu, seperti:

a) Faktor keluarga mencakup : cara orangtua mendidik,relasi antar

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan.

b) Faktor sekolah meliputi : metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat meliputi: kegiatan dalam masyarakat, mass

media, taman bermain, dan bentuk kehidupan bermasyarakat

Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

tersebut, terutama pada point 2 bagian tentang model mengajar maka


model pembelajaran merupakan faktor ekstenal yang mempengaruhi hasil

belajar. Dalam kaitannya dengan hasil belajar siswa penting sekali adanya

model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan pandangan tersebut, hasil belajar merupakan bukti

usaha yang telah tercapai, usaha tersebut adalah belajar dengan

memperoleh hasil belajar yang baik melalui sebuah tes prestasi. Hasil

belajar pada setiap peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda

pula dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

f. Prinsip Pembelajaran Efektif

Belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu terhadap

lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Sementara itu,

pembelajaran adalah penyediaan kondisi yang mengakibatkan terjadinya

proses belajar pada diri peserta didik. Penyediaan kondisi dapat dilakukan

dengan bantuan pendidik (guru) atau ditemukan sendiri oleh individu

(belajar secara otodidak). Peristiwa belajar tidak selalu terjadi atas inisiatif

diri individu. Individu memerlukan bantuan untuk mengembangkan

potensi yang ada pada dirinya. Pada umumnyadiperlukan lingkungan yang

kondusif agar dapat dicapai perkembangan individu secara optimal.

Pembelajaran yang efektif tidak terlepas dari peran guru yang

efektif, kondisi pembelajaran yang efektif, keterlibatan peserta didik dan

sumber belajar/lingkungan belajar yang mendukung. Kondisi

pembelajaran yang efektif harus mencakup tiga faktor penting, yakni:


1) Motivasi belajar (kenapa harus belajar)

2) Tujuan belajar (apa yang dipelajari)

3) Kesesuaian pembelajaran (bagaimana cara belajar)

Berdasarkan kondisi tersebut, pada kegiatan pendahuluan dalam

pembelajaran perlu dilakukan penyampaian tujuan pembelajaran dan

kegiatan membangkitkan motivasi belajar bagi peserta didik. Aktivitas lain

yang dilakukan pada kegiatan pendahuluan adalah apersepsi, yakni

mengecek pemahaman awal peserta didik agar mereka ”siap” menerima

informasi atau keterampilan baru.18 Pembelajaran yang efektif akan

mudah terlaksana dengan adanya motivasi, tujuan dan kesesuaian dalam

proses belajar mengajar.

3. Mata Pelajaran IPS

a. Pengertian IPS

Dalam pasal 37 Undang-Undang Sisdiknas dijelaskan bahwa

mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam

kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Istilah IPS merupakan

hasil kesepakatan dari para ahli di Indonesia dalam Seminar

Nasional tentang Civic Education tahun 1972 di Tawangmangu,

Solo (Sapriya, 2011: 19). Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

sebagai mata pelajaran di sekolah pertama kali digunakan dalam

Kurikulum 1975.

Menurut Sapriya (2011: 20) pengertian IPS di tingkat

persekolahan mempunyai perbedaan makna, disesuaikan dengan


karakteristik dan kebutuhan siswa khususnya antara IPS untuk

Sekolah Dasar (SD), IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

dan IPS untuk Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengertian IPS di

persekolahan tersebut ada yang berarti mata pelajaran yang berdiri

sendiri, gabungan dari berbagai mata pelajaran dan ada pula yang

mengartikan IPS sebagai program pengajaran. Hal ini dapat dilihat

dari pendekatan masing-masing jenjang.

Forum Komunikasi II HISPIPSI tahun 1991 di Yogyakarta

merumuskan pendidikan IPS versi pendidikan sekolah dasar dan

menengah sebagai penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-

ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang

diorganisasikan dan disajikansecara ilmiah dan pedagogis atau

psikologis untuk tujuan pendidikan (Numan Sumantri, 2001: 92).

Penyederhanaan dalam hal ini mengandung arti bahwa kesukaran

materi ajar harus disesuaikan dengan tingkat kecerdasan, tingkat

perkembangan dan minat siswa. Sedangkan Pendidikan IPS di

sekolah menurut Numan Sumantri (2001: 44) adalah

penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat,

ideologi negara dan agama yang disusun dan disajikan secara

ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan.

Berdasarkan penjelasan para ahli maka dapat disimpulkan

bahwa IPS adalah mata pelajaran yang isi materinya diturunkan

sejumlah ilmu sosial seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi,


Sejarah, Hukum, Politik, Antropologi, Filsafat, dan beberapa ilmu

sosial lainnya yang disusun untuk tujuan pendidikan. IPS bukan

hanya menekankan hubungan manusia dengan lingkungan fisiknya

tetapi juga hubungan antar manusia.

b. Tujuan Pembelajaran IPS

Numan Sumantri (2001: 44) mengungkapkan tujuan

pembelajaran IPS antara lain: a) IPS menekankan tumbuhnya nilai

kewarganegaraan, moral, ideologi, negara dan agama, b) IPS

menekankan pada isi dan metode berpikir ilmuwan, c) IPS

menekankan pada reflective inquiry. Tujuan mata pelajaran IPS

menurut Sapriya (2011: 201) antara lain:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan


masyarakat dan lingkungannya,
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan
dalam kehidupan sosial,
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial
dan kemanusiaan, dan
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat
lokal, nasional, dan global.

Sedangkan dalam Permendikbud No 68 Tahun 2013 tujuan

pendidikan IPS yaitu menekankan pada pemahaman tentang

bangsa, semangat kebangsaan, patriotisme, dan aktivitas

masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan IPS bertujuan membekali siswa agar memiliki

kemampuan berpikir secara logis dan rasional, memiliki jiwa sosial

yang mengedepankan nilai-nilai sosial dalam membuat keputusan

dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bernegara di lingkungan

masyarakat, bangsa dan dunia. IPS juga bertujuan membentuk

warga negara yang baik, memiliki kemampuan berkomunikasi,

dapat bekerjasama sekaligus berkompetisi, mempunyai

keterampilan yang berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain,

serta menjadi manusia yang taat pada agama yang dianutnya.

I. Kajian Penelitian Relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Hana, Nailul, Syamsu Hadi dan Marimin

(2012) dalam jurnal yang berjudul “Efektivitas Metode Pembelajaran

Inkuiri dengan Metode Konvensional untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Mata Pelajaran IPS Terpadu Pokok Bahasan Permintaan, Penawaran dan

Terbentuknya Harga Pasar Siswa Kelas VIII SMP 2 Bae Kudus”.

Penelitian tersebut menyatakan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa

secara klasikal telah dicapai dengan metode pembelajaran inkuiri yaitu

sebesar 86%. Sedangkan dengan metode pembelajaran konvensional

sebesar 63%. Gain kelas eksperimen yaitu 0,55 dan gain kelas kontrol

sebesar 0,37. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan

kelas kontrol mengalami peningkatan hasil belajar dengan kriteria sedang.

Penelitian ini memiliki kesamaan pada jenis penelitiannya dan model


pembelajaran yang digunakan yaitu inkuiri. Sedangkan perbedaannya

adalah variabel, subjek, dan tempat penelitiannya.

2. Penelitian yang dilakukan Khoirul anam (2009) dalam tesis yang berjudul

“Efektivitas Metode Inkuiri Untuk Peningkatan Prestasi dan Motivasi

Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS”. Penelitian tersebut menyatakan

bahwa ada perbedaan motivasi belajar pada mata pelajaran IPS antara

siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan metode inkuiri dengan

siswa yang pembelajarannya dengan metode konvensional (t-hitung

sebesar 7,563 dengan p = 0,000), perolehan p < 0,05 menunjukkan rerata

keduanya berbeda signifikan. Serta ada perbedaan prestasi belajar pada

mata pelajaran IPS antara siswa yang pembelajarannya dengan

menggunakan metode inkuiri dengan siswa yang pembelajarannya dengan

menggunakan metode konvensional (t-hitung sebesar 3,645 dengan p =

0,001), perolehan p < 0,05 menunjukkan rerata keduanya berbeda

signifikan. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada model

pembelajaran yang digunakan yakni inkuiri, penggunaan variabel prestasi

belajar dan jenis penelitian eksperimen. Sedangkan perbedaannya adalah

penggunaan variabel motivasi belajar.

3. Penelitian yang dilakukan Anselmus Mema (2010) dalam tesis yang

berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Peningkatan

Prestasi Belajar IPS Pada Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian tersebut

menyatakan bahwa model pembelajaran inquiry berpengaruh positif

terhadap peningkatan prestasi belajar IPS pada siswa sekolah dasar, hasil
analisis kovarian menunjukkan bahwa nilai sig. 0,000 < 0,05. Persamaan

dengan penelitian yang dilakukan adalah pada jenis penelitian, variabel

prestasi belajar, dan model pembelajaran yang digunakan yaitu inkuiri.

Sedangkan perbedaannya adalah pada subyek dan tempat penelitiannya.

J. Kerangka Konseptual

Pembelajaran IPS

Kegiatan pembelajaran Kegiatan pembelajaran


menggunakan Model Pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran
Inkuiri Problem based learning

Tes Tes

Hasil Belajar Hasil Belajar

Manakah yang lebih efektif antara pembelajaran menggunakan


Model Pembelajaran Inkuiri dengan pembelajaran menggunakan
Model Pembelajaran Problem based learning

Bagan 1.1. Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Siswa

Kelas VIII Pada Mata Pelajaran IPS Di SMP Negeri 3 Madang Suku

1 Kabupaten Oku Timur.


K. Definisi Operasional

1. Efektivitas pembelajaran

Adalah suatu ketepatan dalam penggunaan pendekatan, metode,

strategi, atau model terhadap keberhasilan suatu usaha atau tindakan dalam

pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Indikator model

pembelajaran inkuiri dikatakan efektif dari pembelajaran kovensional apabila

rata-rata keaktifan dan rata-rata prestasi belajar siswa yang menggunakan

model pembelajaran inkuiri lebih tinggi dibandingkan dengan yang

menggunakan pembelajaran konvensional. Serta pembelajaran dikatakan

efektif apabila siswa dapat mencapai KKM ≥ 75 dan secara klasikal

ketuntasan mencapai 75%.

2. Model pembelajaran inkuiri

Merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan menemukan pemecahan dari suatu

permasalahan yang dipertanyakan. Siswa tidak hanya mengembangkan

kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada termasuk

pengembangan emosional dan pengembangan keterampilan. Siswa harus aktif

berpikir, karena model pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses

mencari dan menemukan.

3. Hasil Belajar

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar adalah segala

pencapaian siswa yang berkaitan dengan pembelajaran mata pelajaran IPS


dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri yang dilihat dari penilaian

hasil belajar siswa dengan menggunakan soal tes.

4. Mata Ilmu Pengetahuan Sosial

Mata pelajaran yang isi materinya diturunkan sejumlah ilmu sosial

seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, Sejarah, Hukum, Politik,

Antropologi, Filsafat, dan beberapa ilmu sosial lainnya yang disusun untuk

tujuan pendidikan. Penelitian ini dilakukan pada mata pelajaran IPS Kelas

VIII di SMP Negeri 3 Madang Suku 1

L. Metode Penelitian

1. Jenis dan Desain Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi-

experimental) karena kelompok kontrol tidak berfungsi dengan

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011: 77).

Pengontrolan ketat tidak dapat diterapkan secara penuh karena siswa

tetap dapat berinteraksi dengan siswa lain dan lingkungan sekitar.

Penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu kelompok eksperimen

yang dikenai perlakuan (treatment) dan kelompok kontrol yang tidak

dikenai perlakuan. Dalam penelitian ini yang dieksperimenkan adalah

penggunaan model pembelajaran inkuiri.


b. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group

design dengan format sebagai berikut:

Tabel 3. Format Desain Penelitian

Kelas Eksperimen O1 X O2

Kelas Kontrol O3 - O

Keterangan:

O1 : Hasil pre-test kelas eksperimen

O2 : Hasil post-test kelas eksperimen

O3 : Hasil pre-test kelas kontrol

O4 : Hasil post-test kelas kontrol

X :Perlakuan pada kelas eksperimen dengan penggunaan

model pembelajaran inkuiri.

- :Perlakuan pada kelas kontrol dengan penggunaan

pembelajaran konvensional. (Sugiyono, 2011: 76)

Dari desain penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa dari beberapa

kelas yang setara ditetapkan pengelompokkan kelas ke dalam dua

kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum

eksperimen dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pre-test untuk

kelompok eksperimen yang dikenai perlakuan (treatment) maupun

kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakuan. Kemudian pada kelompok

eksperimen diterapkan pembelajaran dengan menggunakan model


pembelajaran inkuiri. Sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan

pembelajaran dengan metode ceramah. Selama proses pembelajaran

diadakan pengamatan untuk mengukur keaktifan belajar siswa. Di akhir

pembelajaran diadakan post-test pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol untuk mengukur prestasi belajar siswa.

M. Variabel Penelitian

Sugiyono (2011: 38) mendefinisikan bahwa “variabel penelitian adalah

suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya”. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari

variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent

variable). Adapun variabel bebas dan terikat dalam penelitian adalah:

1. Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas adalah variabel perlakuan yang akan dinilai

efeknya. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat atau

dependent (Sugiyono, 2011:39). Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas adalah penggunaan model pembelajaran inkuiri (X).

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011: 39). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah keaktifan belajar (Y1)

dan prestasi belajar siswa (Y2)


N. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Sugiyono (2011: 80) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas

dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dankemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, yang

menjadi populasi adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Madang Suku

1.

Kelas Jumlah Siswa


VIII A 24
SMP Negeri 3
VIII B 24
Madang Suku 1
Jumlah 48

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2011: 81) sampel merupakan bagian dari

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi dan bisa mewakili

populasi tersebut. Oleh karena itu, sampel yang dipilih dari populasi harus

betul-betul representatif. Salah satu syarat dalam penarikan sampel adalah

bahwa sampel itu harus bersifat representatif, artinya sampel yang

diterapkan harus mewakili populasi. Sifat dan karakteristik populasi harus

tergambar dalam sampel. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling.Purposive sampling adalah

pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu. Setelah


dilakukan pengamatan ke SMP Negeri 3 Madang Suku 1, peneliti akhirnya

memilih teknik purposive sampling dengan kelas VIIIA dan VIIIB sebagai

sampelnya. Kelas yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kedua

kelas VIIIA sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIIIB sebagai

kelompok kontrol.

Kelas Populasi Sampel Keterangan


VIII A 24 24 Eksperimen
SMP Negeri 3
VIII B 24 24 Kontrol
Madang Suku 1
Jumlah 48 48

O. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Nana Syaodih (2009: 220) mengemukakan bahwa “observasi atau

pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data

dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung”. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

dilakukan secara partisipatif. Peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan mengenai keaktifan belajar siswa selama proses

pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu kegiatan belajar

mengajar. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar

observasi yang telah dipersiapkan. Lembar observasi berupa lembar

pengamatan untuk mengamati keaktifan belajar siswa di kelas

eksperimen maupun di kelas kontrol. Semua kegiatan dalam


pembelajaran tersebut diamati dan dicatat dalam lembar pengamatan

berdasarkan indikator yang telah ditentukan.

2. Tes

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 127) “ tes merupakan serentetan

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok”. Dalam penelitian ini yang

akan diukur adalah prestasi belajar siswa. Tes prestasi belajar yang

dilakukandalam penelitian ini menggunakan pre-test dan post-test. Tes

awal (pre-test) digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa

sebelum perlakuan diterapkan. Sedangkan tes akhir (post-test)

digunakan untuk mengetahui kemampuan akhir atau prestasi belajar

siswa setelah perlakuan (treatment).

Tes prestasi belajar diberikan pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol dengan jenis dan jumlah yang sama. Dalam

perlakuan, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol juga

diberikan materi yang sama dengan pokok bahasan yang sama dan

diajar oleh guru yang sama juga. Perbedaan dari kedua kelas tersebut

adalah kelompok eksperimen menggunakan model pembelajaran

inkuiri, sedangkan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional.

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto,

2009: 206). Dokumentasi digunakan untuk memperkuat data dan

memberikan gambaran secara kongkrit mengenai penelitian yang

dilakukan. Dalam penelitian ini, dokumen digunakan untuk

memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan jumlah siswa,

data hasil ujian tengah semester genap, silabus, rencana pelaksanan

pembelajaran (RPP), dan foto kegiatan penelitian.

Sebelum penelitian dilakukan beberapa tahapan uji terhadap soal, yaitu

sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2012:121), “Tes validitas merupakan suatu alat ukur

yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang valid atau dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur”. Menurut Sudjana (2009:117)

“validitas isi berkenaan dengan kesanggupan instrumen mengukur isi yang harus

diukur”. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan dengan

cara merinci materi buku pelajaran.

Untuk mengetahui tingkat validitas sebuah tes digunakan sebuah rumus

validitas product moment sebagai berikut.

r 1.2 = N. ∑X1X2 – (∑X1)(∑X2)


( N∑X12 – (∑X1) 2)(N∑X22 – (∑X2)
Keterangan:
r1.2 : koefisien korelasi yang dicari

N : jumlah siswa

X1 : skor hasil tes pertama

X2 : skor hasil tes kedua

2. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2012:121), “Instrumen yang reliabel adalah instrumen

yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama”. Reliabilitas yang digunakan adalah melalui

metode belah dua. Menurut Arikunto (2013:106-107) metode belah dua

merupakan “membelah item atau butir soal, metode ini pengetes hanya

menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali”. Adapun rumus yang

digunakan untuk menguji reliabilitas dengan menggunakan rumus spearmen-

brown sebagai berikut:

2 xr
r=
1+r

Keterangan:

r = reliabilitas

2xr = 2x reliabilitas separuh tes

1 + r = 1 + reliabilitas separuh tes

3. Tingkat Kesulitan Soal


Menurut Arikunto (2013:222), “Soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang

siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu

sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat

untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.”

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering

diklasifikasikan sebagai berikut:

Indeks Kesukaran Soal Interpretasi


0,00 – 0,30 Sukar

0,31 – 0,70 Sedang

0,71 – 1,00 Mudah

Arikunto (2013:225)

Untuk menghitung indeks tingkat kesulitan butir soal dapat menggunakan

rumus sebagai berikut:

P= B

JS
Keterangan:

P : Indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul

JS : Jumlah seluruh peserta tes

4. Daya Beda
Menurut Arikunto (2013:226), “Daya pembeda soal adalah kemampuan

sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (kemapuan tinggi)

dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah)”.

Adapun klasifikasi daya pembeda adalah:

Indeks Daya Pembeda


Interpretasi
Soal
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0.71 – 1,00 Baik Sekali
Arikunto (2013:232)

Rumus untuk menentukan indeks deskriminasi adalah:


BA BB
D= - = PA - PB
JA JB

Keterangan:

J : Jumlah peserta tes

JA : Banyaknya peserta kelompok atas

JB : Banyaknya peserta kelompok bawah

BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar

BB : Banyaknya peserta kelompok yang menjawab soal itu dengan benar

PA : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar


P. Teknik Penganalisisan Data

1. Uji Normalitas

Sebelum memulai analisis data, dilakukan pengujian normalitas data dan

pengujian homogenitas data yang telah ada. Uji normalitas digunakan untuk

menguji apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak. dalam penelitian ini

digunakan rumus uji Liliefors yang dikemukakan oleh Sudjana (2009:466)

sebagai berikut.

Xᵢ− X́
Zᵢ=
S

Keterangan :

Zᵢ : Nilai Normalitas L hitung

Xᵢ : Nilai siswa

X́ : Nilai rata-rata siswa

S : Standar Deviasi

Jika Lhitung< Ltabelberarti data yang diperoleh berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Pengujian tes homogenitas bertujuan untuk mengetahui sampel populasi

yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2009:263) uji homogenitas

menggunakan uji Bartlett dengan rumus.

X 2 =( In 10 ) B−∑ ( N 1−1 ) Log S


{ 2 }
1
Keterangan :

( N₁ - 1 ) ( s ₁2 ) + ( N₂ - 1 ) ( s ₂2 )
S² =
( N ₁ - 1) + ( N ₂ - 1)

B = (Log s2) ( N ₁ - 1 ) + ( N ₂- 1 )

In 10 = 2,3026

Nilai In 10 = 2,3026 merupakan logaritma asli dari bilangan 10

Jika kai kuadrat hitung lebih kecil dari kai kuadrat tabel maka data yang

diperoleh homogen.

3. Uji Hipotesis

Analisis data dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran

yang jelas tentang data yang dianalisis dengan menggunakan rumus t-tes. Rumus

t-test yang dikemukakan oleh Sudijono (2011:347) dengan rumus sebagai berikut:

M1 – M2

t0 =
SEM1-M2

Menurut Sudijono (2011:116) “Analisis data dalam penelitian ini

bertujuan untuk untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data yang

dianalisis dengan menggunakan rumus t-tes “.

Kriteria pengujian adalah tolak H0 dan terima Ha jika thitung> ttabel pada

tingkat kepercayaan 95%. Siswa dalam belajar dan berdasarkan hasil pengolahan

data serta terdapat keefektifan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dengan
menggunakanmodel pembelajaran inkuiri. Peneliti menyarankan pada sekolah dan

guru untuk melakukan variasi pembelajaran dengan menggunakan berbagai

metode, seperti halnya model pembelajaran inkuiriyang telah teruji nilai

efektifitasnya dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan mendorong siswa

untuk

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. (2010). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat

Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dimyati, Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta


Slameto (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Shoimin Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam kurikulum

2013.Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Wina Sanjaya. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai