Anda di halaman 1dari 49

ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI

LIGNOSELULOLITIK RUMEN KERBAU SEBAGAI


PENDEGRADASI KOMPONEN SERAT

SKRIPSI

Oleh:
DIAN RIZKI PURBA
130306068

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI
LIGNOSELULOLITIK RUMEN KERBAU SEBAGAI
PENDEGRADASI KOMPONEN SERAT

SKRIPSI

Oleh:
DIAN RIZKI PURBA
130306068

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian meja hijau di
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017

Universitas Sumatera Utara


Judul : Isolasi dan Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik Rumen
Kerbau sebagai Pendegradasi Komponen Serat
Nama : Dian Rizki Purba
NIM : 130306068
Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M. Si Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. Hasnudi, M.S


Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang

berjudul: ISOLASI DAN KARAKTERISASI BAKTERI

LIGNOSELULOLITIK RUMEN KERBAU SEBAGAI PENDEGRADASI

KOMPONEN SERAT adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian

saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan informasi yang

digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum

pernah di ajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan

tinggi lain.

Medan, Juli 2017

Dian Rizki Purba


130306068

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

DIAN RIZKI PURBA, 2017. “Isolasi dan Karakteristik Bakteri Lignoselulolitik


Rumen Kerbau sebagai Pendegradasi Komponen Serat”. Dibimbing oleh
NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri
lignoselulolitik rumen kerbau sehingga akan memperoleh isolat bakteri yang
mempunyai kemampuan degradasi komponen serat yang tinggi. Penelitian ini
menggunakan metode isolasi Hungate yaitu menggunakan medium selektif yang
ditumbuhkan pada media roll tube. Medium selektif yang digunakan yaitu
Carboxy Methyl Cellulosa/CMC sebagai substrat bakteri selulolitik, xylan sebagai
substrat bakteri silanolitik dan asam tanat sebagai substrat bakteri lignolitik. Data
yang diperoleh dari penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diuraikan secara deskriptif. Dari hasil penelitian ini diperoleh 14 isolat
lignoselulolitik yaitu 5 isolat selulolitik, 5 isolat silanolitik dan 4 isolat lignolitik.
Berdasarkan uji semikuantatif dengan pengukuran zona bening dan zona difusi
warna coklat maka yang memilki kemampuan mencerna serat terbaik yaitu isolat
CMC1 (bakteri selulolitik), XY5 (bakteri silanolitik) dan AT4 (bakteri lignolitik).
Kata kunci : bakteri rumen, isolasi, bakteri lignoselulolitik

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
DIAN RIZKI PURBA, 2017. "Isolation and Characteristics of Lignocellulolitic
Bacteria Rumen Buffalo as a Degradation of Fiber Components ". Under
Supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA'RUF TAFSIN.

The objective of this research is to isolate and characterize the buffalo


lignocellulolytic bacteria so that it will obtain bacterial isolates that have high
fiber degradation ability. This study uses Hungate isolation method that is using
selective medium grown on roll tube media. Selective medium used is Carboxy
Methyl Cellulose / CMC as cellulolitic bacterial substrate, xylan as substrate of
silanolitic bacteria and tartan acid as lignolytic bacterial substrate. Data
obtained from this research will be presented in table form and described
descriptively. From the results of this study obtained 14 lignocellulolytic isolates
of 5 isolul selulolitik, 5 isolates silanolitik and 4 isolates lignolitik. Based on
semiquantative test with clear zone measurement and brown diffusion zone then it
has the best fiber digestibility capability of CMC1 (cellulolytic bacteria), XY5
(silanolitic bacteria) and AT4 (lignolytic bacteria).
Keywords: rumen bacteria, isolation, lignocellulolytic bacteria

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Dian Rizki Purba, lahir di Raya kab Simalungun,

Sumatera Utara pada tanggal 31 Mei 1995, merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara dari pasangan Bosarman Purba dan Hamidah Saragih.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2007 di SD N No, kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 3 Raya dan lulus tahun 2010. Pendidikan sekolah

menengah atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Raya dan lulus tahun 2013. Penulis

melanjutkan pendidikan di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur tertulis Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada tahun 2013.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai Anggota Ikatan

Mahasiswa Peternakan (IMAPET) USU, Anggota Himpunan Mahasiswa Muslim

Peternakan (HIMMIP) USU, Mahasiswa Pertukaran dalam Program Pertukaran

Mahasiswa Nusantara 2015, Mahasiswa Pendamping dalam Pendampingan

Perguruan Tinggi pada kegiatan Penguatan Pakan Induk Sapi Potong 2017, dan

Asisten Praktikum Genetika Dasar 2015 2016 2017, Asisten Praktikum Ilmu

Pemulian 2016, Asisten Praktikum Ilmu Ternak Potong 2016, Asisten Praktikum

Teknologi Hasil Ternak 2017 dan Asisten Praktikum Mikrobiologi Nutrisi 2017.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PPKS Bukit

Sentang pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2016. Melaksanakan

penelitian di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi

Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan selama 3 bulan

mulai bulan April sampai Juni 2017.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Proposal yang berjudul “Isolasi dan karakteristik bakteri lignoselulolitik rumen

kerbau sebagai pendegradasi komponen serat”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat

dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada ibu Nevy Diana Hanafi selaku ketua

komisi pembimbing dan kepada bapak Ma’ruf Tafsin selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua

civitas akademika di Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian serta rekan

mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna

kesempurnaan skripsi ini, akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga

proposal ini bermanfaat untuk semua pembaca.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan penelitian ................................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian............................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan Rumen...................................................................................................... 4
Mikroba Rumen .................................................................................................. 5
Bakteri Perombak Lignoselulosa ......................................................................... 7
Jamur Perombak Lignoselulosa ........................................................................... 11
Isolasi Bakteri......................................................................................................` 16
Kultivasi Bakteri ................................................................................................. 17
Pola Pertumbuhan Bakteri .................................................................................. 19
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 21
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan ....................................................................................................... 21
Alat .......................................................................................................... 22
Metode Penelitian................................................................................................ 22
Peubah yang diamati .......................................................................................... 25
Analisis Data ...................................................................................................... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Bakteri Rumen Kerbau ............................................................................ 26
Pengukuran Aktivitas Semikuantatif Bakteri
Pengukuran Zona Bening Bakteri Selulolitik.......................................... 27

Universitas Sumatera Utara


Pengukuran Zona Bening Bakteri Silanolitik ......................................... 28
Pengukuran Zona Coklat Bakteri Lignolitik .......................................... 29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ......................................................................................................... 32
Saran ................................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Hal

1. Rataan zona bening isolat perombak selulosa ............................................... 28


2. Rataan zona bening isolat perombak silan ...................................................... 30

3. Rataan zona bening isolat perombak lignin .................................................... 31

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Zona bening isolat perombak selulosa .......................................................... 28


2. Zona bening isolat perombak silan ................................................................. 30

3. Zona bening isolat perombak lignin ................................................................ 31

Universitas Sumatera Utara


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak ruminansia sepenuhnya tergantung pada peranan mikroba rumen

dalam mendegradasi komponen serat, hal ini disebabkan karena ternak ruminansia

tidak mampu memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis selulosa maupun

hemiselulosa sehingga mikroba rumen memiliki peranan penting dalam proses

penyediaan energi bagi ruminansia. Ruminansia mampu mengubah pakan

berkualitas rendah menjadi tinggi di dalam rumen karena peran mikroba tersebut.

Dalam rumen ternak ruminansia terdapat bakteri dan fungi yang mampu

memecah komponen serat. Populasi mikroba rumen tiap jenis ternak berbeda-beda

jenis dan jumlah mikrobanya. Hal ini disebabakan pola makan tiap jenis ternak

berbeda, jenis bakteri dan fungi yang berkembang di rumen dipengaruhi

ketersediaan substrat yang dibutuhkan mikroba untuk tumbuh. Apabila ternak

diberikan hijauan yang tinggi kandungan selulosannya maka populasi mikroba

selulolitik di rumen pun akan lebih tinggi.

Populasi mikroba rumen kerbau lebih tinggi jika dibandingkan mikroba

rumen sapi, hal ini disebabkan kerbau sering digembalakan dan mengkonsumsi

hijauan yang berkualitas rendah, rumput lapangan, limbah pertanian yang struktur

dasarnya mengandung lignoselulosa tinggi sebagai sumber energi utamanya

sehigga mikroba yang tumbuh pada rumen kerbau lebih bervariasi daripada cairan

rumen sapi. Wahyudi dan Masduqie (2004) melaporkan bahwa cairan rumen

kerbau lebih banyak mengandung mikroba selulolitik dibandingkan dengan ternak

ruminansia lainnya. Pada cairan rumen kerbau dijumpai tujuh koloni mikroba

Universitas Sumatera Utara


selulolitik (kelompok Ruminococcus sp.) sedangkan pada ternak sapi hanya empat

koloni.

Namun sesungguhnya konversi serat kasar pakan menjadi produk pada

ruminansia yang dipelihara intensif belumlah optimal, karena hanya 10-35%

energi dari serat kasar yang dapat dimanfaatkan. Kondisi ini terjadi karena 20%

sampai 70% selulosa tidak tercerna dan keluar bersama feses (Varga dan Kovler,

1997). Fakta pencernaan serat kasar dalam rumen belum optimal juga dibuktikan

berdasarkan kenyataan bahwa kadar serat kasar pada feses tinggi dan proses

fermentasi tetap berlangsung (Krause et al., 2003).

Dalam meningkatkan kecernaan komponen serat dapat melalui

penambahan bakteri lignoselulolitik yang berasal dari rumen kerbau dalam

ransum berserat pada sapi. Bakteri lignoselulolitik diperoleh dengan cara

mengisolasi dari cairan rumen kerbau. Isolasi merupakan proses pemurniaan

bakteri dari sekelompok yang terdapat dalam habitat yang sama sehingga

mendapatkan bakteri murni yang hanya terdiri dari satu spesies saja, dalam hal ini

yang akan diperoleh adalah bakteri lignoselulolitik.

Mengacu pada pertimbangan rendahnya tingkat kecernaan serat kasar di

dalam rumen ternak dan populasi bakteri yang tinggi pada cairan rumen kerbau

maka penting dilakukan mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri

lignoselulolitik rumen kerbau sehingga akan memperoleh isolat yang mempunyai

kemampuan degradasi komponen serat yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Penelitian

Mengisolasi dan mengkarakterisasi bakteri lignoselulolitik rumen kerbau

sehingga akan memperoleh isolat yang mempunyai kemampuan degradasi

komponen serat yang tinggi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi kalangan

akademis, peneliti dan masyarakat tentang isolasi dan karakteristikbakteri

lignoselulolitikrumen yang mempunyai kemampuan degradasi komponen serat

yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara


TINJAUAN PUSTAKA

Cairan Rumen

Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang

menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja ekstansif

bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan pelepasan produk

akhir yang dapat diasimilasi. Papila berkembang dengan baik sehingga luas

permukaan rumen bertambah 7 kalinya. Dari keseluruhan asam lemak terbang

yang diproduksi, 85% diabsorbsi melalui epitelium yang berada pada dinding

retikulo-rumen (Blakely andBade,1982).

Kondisi dalam rumen adalah anaerobikdan mikroorganisme yang paling

sesuai dan dapat hidup dapat ditemukan didalamnya. Tekanan osmos pada rumen

mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38–42oC, pH

dipertahankan dengan adanya absorbsi asam lemak dan amonia. Saliva

yangmasuk kedalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu

mempertahankan pH tetap pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion

HCO 3 dan PO 4 (Arora, 1995).Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh

mikroorganisme rumen sedangkan secara hidrolisis dilakukan oleh jasad renik

dengan cara penguraian dalam rumen (Tillman et al., 1991).

Cairan rumen segar didapat dengan memeras isi rumen. Cairan

ditempatkan ke dalam termos yang telah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu

39oC. Cairan rumen disaring dengan kain kasa dan ditampung kedalam wadah

yang telah ditempatkan di dalam water bath pada suhu 39oC. Cairan rumen

ditambahkan gas CO 2 supaya kondisi anaerob sampai dilakukan inokulasi (Afdal

dan Erwan, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Mikroba Rumen

Mikroorganisme yang mendominasi saluran pencernaan dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama yaitu : Bakteri, Archae, dan

Eukarya (Mackie et al.,2000). Dalam rumen terdapat empat jenis mikroorganisme

anaerob, yaitu bakteri, protozoa, jamur dan virus. Dari keempat mikroorganisme

tersebut bakteri mempunyai jenis dan populasi yang paling tinggi. Cacahan sel per

gram isi rumen dapat mencapai 1010-1011(McDonald et al.,2002), bakteri rumen

yang telah ditemukan sebanyak 200 species (Mackie et al., 2000) sedangkan

populasi kedua yang tertinggi adalah protozoa yang dapat mencapai 105-106pada

kondisi ternak yang sehat (McDonald et al., 2002) dangenus yang ditemukan

dalamcairan rumen untuk protozoa adalah 25 genus (Mackie et al.,2000).

Populasi fungi rumen (zoospora) di dalam rumen adalah 102-105per mldan

terdapat sebanyak 5 genus, sedangkan populasi bakteriofage (107-109partikelper

ml). Widyastuti (2004) menyatakan bahwa mikroba rumen mempunyai

karakteristik : suhu lingkungan sesuai dengan suhu saluran pencernaan 39-40oC,

kondisi lingkungan anaerob dengan pH 5,5-7,0. Mikroba rumen menghasilkan

produk fermentasi berupa Volatil Fatty Acid(asam asetat, asam propionat, asam

butirat), CO 2 , CH 4 , dan NH 3 . Zat makanan yang didegradasi adalah karbohidrat,

lemak dan protein. Interaksi yang terjadi antar mikroba rumen adalah simbiosis

mutualisme.Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan

ruminansia mampu mencerna serat kasar tinggi (McDonald et al., 2002).

Populasi mikroorganisme rumen pada satu ternak dengan ternak yang

lainnya berbeda. Hal ini karena populasi mikroba rumen dipengaruhi oleh

manajemen pemberian pakan, spesies ternak dan tipe dari pakan tercerna (Hobson

Universitas Sumatera Utara


dan Stewart, 1992). Bakteri atau mikroorganisme yang ada di dalam rumen

mampu memecah struktur dari selulosa, hemiselulosa, pektin, fruktosa, pati dan

polisakarida lainnya menjadi monomer atau dimer dari gula melalui proses

fermentasi. Produk fermentasi yang dihasilkan merupakan hasil dari kerja bakteri

rumen. Produk hasil fermentasi dari mikroba rumen adalah asam propionat, asam

butirat, dan metan serta karbondioksida(Hobson danStewart, 1992).

Hungate (1960) telah mengidentifikasi beberapa species bakteri yang

terdapat dalam rumen antara lain :

1.Sarcina bakteri : merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk sel batang

dan mempunyai diameter 3-4 μm.

2.Borrelia: merupakan bakteri rumen yang berbentuk spiral

3.Lampropedia: merupakan bakteri rumen yang berbentuk coccus

4.Oscilospira guilliermondii: merupakan bakteri rumen yang bergerak bebas dan

berbentuk koma

5.Selenomonas: merupakan bakteri rumen yang berflagel pada salah satu sisinya

dengan ukuran yang besar

6.Peptostreptococcus elsdenii: merupakan bakteri berbentuk coccusrantai

panjang.

Bakteri yang penting dalam proses fermentasi pakan adalah bakteri yang

mampu mendegradasi selulosa dan hemiselulosa, pati, gula, protein. Bakteri

penghasil enzim proteolitik yang dapat diidentifikasi dalam rumen adalah

Bacteroides amylophilus, Butyrivibrio sp., Selenomonas ruminantium,

Lachnospiro multipharus dan Peptostreptococcus elsdenii. Sebagian besar galur

bakteri tersebut mempunyai aktivitas exopeptidase (Arora, 1995).

Universitas Sumatera Utara


Hobson dan Stewart (1992) menyatakan bahwa terdapat beberapaspecies

bakteri yang telah diisolasi dari cairan rumen ternak ruminansia antara lain :

Acinetobacter sp., Pseudomonas aeruginosa, Alkaligeneses faecalis, Micrococcus

varians danFlavobacterium sp.Bakteri anaerob fakultatif dengan morfologi

Staphylococcidan Streptococciadalah jenis bakteri yang sering ditemukan dalam

cairan rumen.Sedangkan Ruminococcus albusdan Ruminococcus

flavefaciensadalah bakteri yang sering digunakan untuk mempelajari interaksi

antara fermentasi selulosa, selubiosa dan perlakuanhidroksi peroksida pada dedak

gandum(Mackie et al.,2000).

Bakteri Perombak Lignoselulosa

Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari

tanamandengan komponen utama lignin, hemiselulosa dan selulosa (Fujita and

Harada,1991). Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama sebagai limbah

pertanian, perkebunan, dan kehutanan, menjadikan bahan ini berpotensi

sebagaisalah satu sumber energi melalui proses konversibaik proses fisika,

kimiamaupun biologis. Lignoselulosa mengandung tiga komponen penyusun

utama, yaitu lignin (13-30%/berat), hemiselulosa (15-35%/berat) dan selulosa (30-

50%/berat).

Beberapa kelompok bakteri dengan peran berbeda bekerja dalam

keseluruhan proses perombakan lignoselulosa secara anaerob. Perombakan itu

secara alami terjadi di dalam ekosistem anaerob seperti dalam sedimen tanah,

lahan terendam air, tumpukan kotoran ternak, atau di dalam saluran pencernaan

ruminansia (Stams et al., 2003). Tiga kelompok bakteri yang berperan dalam

perombakan anaerob adalah: (1) Bakteri perombak polimer dan monomer yang

Universitas Sumatera Utara


terdapat pada materi limbah dan menghasilkan terutama asetat dan hidrogen, dan

juga sejumlah asam lemak volatil seperti propionat dan butirat serta alkohol, (2)

Bakteri obligat asetogenik penghasil hidrogen yang mengkonversi propionat dan

butirat menjadi asetat dan hidrogen dan (3) Kelompok bakteri metanogenik

penghasil metan dari asetat atau hidrogen (Ahring, 2003).

1. Perombak lignin

Penelitian mengenai perombakan lignin selama ini banyak dilakukan pada

jamur wood rot fungi, hanya beberapa penelitian yang melaporkan penggunaan

bakteri sebagai perombak lignin (Odier et al., 1981). Hasil penelitian Ruttimann et

al., (1991) menunjukkan bahwa bakteri memiliki kemampuan enzimatik dalam

penggunaan senyawa aromatik bercincin (aromatic ring) dan rantai samping yang

ada pada lignin. Bakteri juga berperan dalam perombakan lebih lanjut pada

senyawa intermediatehasil perombakan jamur (Ruttimann et al., 1991). Dua

kelompok bakteri perombak lignin adalah Pseudomonas dan

Flavobacterium(Subba Rao, 2001). Genus bakteri perombak lignin lainnya adalah

Micrococcusdan Bacillusyang diisolasi dari sampah domestik (Martani et al.,

2003), kedua isolat ini dilaporkan mampu mendegradasi lignin masing-masing

75% dan 78%.

Enzim perombak lignin dihasilkan oleh aktinobakteria dari genus

Streptomyces. Walaupun biodegradasi lignin umumnya terjadi secara aerob,

namun beberapa peneliti telah melaporkan bahwa mikrobia anaerob dalam rumen

dipercaya dapat merombak lignin (Peres et al., 2002), dan protein enzim serupa

lakasedari bakteri telah diisolasi dan digunakan dalam proses pembuatan kompos.

Universitas Sumatera Utara


Beberapa penelitian mengenai perombakan anaerob untuk mengubah

biomasa lignoselulosa menjadi metan telah dilakukan, namun dibutuhkan

pengembangan lebih lanjut dalam teknologi ini, misalnya dengan pemilihan

bakteri yang toleran terhadap cekaman lingkungan agar diperoleh

potensiekonominya. Akin dan Benner (1988) mengatakan bahwa bakteri rumen

memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan jamur rumen dalam merombak

lignin menjadi gas. Derivat lignin dalam lingkungan anaerob merupakan

prekursor pembentuk gas metan (Colberg, 2001).

2. Perombak selulosa

Bakteri merombak selulosa secara ekstraseluler karena selulosa tidak larut

air. Mikrobia memiliki dua tipe sistem kerja enzim ekstraseluler: (1) Sistem

hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan enzim hidrolase yang bekerja

merombak selulosa dan hemiselulosa, dan (2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase

ekstraseluler dengan cara depolimerisasi lignin (Peres et al., 2002). Bakteri

lignoselulolitik diyakini terdapat di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia

(Peres et al., 2002), baik di dalam rumen, sekum maupun kolon (Anonymous,

1991). Sekum dan kolon gajah serta kuda juga mengandung mikrobia dengan

komposisi mirip mikrobia rumen (Ullrey et al., 1997).

Komposisi mikrobia sekum dan kolon bagian depan mirip penyusun

mikrobia rumen (DeGregorio et al., 1984; Ullrey et al., 1997), bahkan feses

kambing pada konsentrasi 160-170 gram per liter aquades dapat pula digunakan

sebagai sumber mikrobia pengganti cairan rumen (Utomo et al., 2006). Mikrobia

di dalam rumen terdiri atas bakteri (1010– 1011sel/gram isi rumen), protozoa (105–

Universitas Sumatera Utara


106sel /ml cairan rumen), dan jamur dalam jumlah sedikit (Church, 1988;

Soejono, 1990).

Berdasarkan jumlah dan kemampuan mencerna selulosa di dalam rumen,

bakteri selulolitik adalah kelompok mikrobia paling berperan. Kelompok bakteri

selulolitik tersebut adalah Fibrobacter succinogenes, Butirivibrio

fibrisolvendanRuminococcus albus (Madigan et al., 1997; Weimer et al.,1999).

Pada kondisi tertentu beberapa spesies lain seperti Eubacterium

cellulosolvensdapat menggantikan fungsi bakteri selulolitik di dalam

rumen.Bakteri selulolitik jenis lain adalah Clostridium lochheadii dan beberapa

spesies lainnya dianggap kecil perannya karena terdapat dalam jumlah sedikit atau

tidak konsisten keberadaannya di dalam rumen (Weimer et al.,1999).

Pada umumnya kelompok bakteri selulolitik dominan pada rumen bila

ternak mengkonsumsi hijauan tetapi bakteri selulolitik juga terdapat pada ternak

yang mengkonsumsi biji-bijian. Tiga spesies bakteri selulolitik bekerja

berkompetisi mendegradasi selulosa di dalam rumen. Dalam kondisi jumlah

substrat cukup tersedia, ketiga spesies tersebut terdapat dalam jumlah hampir

seimbang tetapi bila jumlah substrat terbatas populasi Ruminococcus

flavifaciensakan lebih tinggi dibandingkan Fibrobacter succinogenes dan

Ruminococcus albus (Chen dan Weimer,2001). Namun hasil penelitian Berra-

Maillet et al.,(2004) menunjukkan bahwa populasi Fibrobacter succinogenes

adalah paling besar di dalam rumen sapi dan domba. Produk akhir hasil

perombakan selulosa oleh bakteri selulolitik adalah suksinat, asetat, format atau

butirat. Ketiga spesies bakteri selulolitik rumen memiliki karakteristik antara lain

Universitas Sumatera Utara


membutuhkan kondisi anaerob, dan hanya dapat hidup pada kisaran pHyang

sempit yaitu 6 – 7 (Weimer et al., 1999).

3. Perombak hemiselulosa (Silan)

Beberapa jenis bakteri rumen diketahuimenghasilkan enzim silanase.

Menurut Peres et al., (2002) silanase bakteri pada umumnya lebih stabil pada

pengaruh temperatur dibandingkan silanase jamur. Enzim silanase termofilik

dapat dihasilkan oleh kelompok bakteri Actinomycetesdan Thermonospora. Enzim

silanase actinobacteriabekerja aktif pada kisaran pH 6,0 – 7,0 sedangkan

silanasejamur bekerja optimal pada pH 4,5 – 5,5 (Peres et al., 2002).

Jamur Perombak Lignoselulosa

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur terbukti dapat

ditemukan di dalam saluran pencernaan herbivora. Rumen sapi, domba, rusa,

kambing dan ruminansia lainnya serta sekum kuda dan gajah semua mengandung

jamur meskipun jumlahnya sedikit (Jouany, 1991). Namun jamur dari saluran

pencernaan herbivora memiliki tipe berbeda dengan jamur dari tanah maupun

lingkungan perairan (Joblin dan Naylor, 1989).

Jamur anaerob dapat mengkoloni lignoselulosa di dalam rumen sehingga

hubungan yang erat ini diduga menjadi dasar bahwa jamur rumen mampu

merombak komponen dinding sel tanaman (Jouany, 1991). Dinding sel yang tidak

dapat dihidrolisis oleh bakteri akan dirombak oleh jamur rumen. Rizobium atau

hifa jamur rumen mampu masuk ke dalam jaringan xylem, sclerenchym dan

cuticula tanaman dan secara parsial merombaknya (Akin dan Borneman, 1990).

Jamur rumen tumbuh dalam kisaran temperatur antara 33 – 41oC tanpa oksigen,

tidak memiliki sitokrom, menakuinon dan mitokondria yang berarti hidupnya

Universitas Sumatera Utara


bergantung sepenuhnya pada proses fermentasi untuk mendapatkan energi.

Menurut Akin dan Borneman (1990) jamur rumen dapat ditumbuhkan pada

media semisintetik yang biasa digunakan untuk bakteri rumen dengan mengatur

pH antara 6,5 sampai 6,7 dan temperatur 39oC. Cairan rumen dapat diganti

dengan campuran media mengandung ekstrak yeast, tripton, hemin, dan asam-

asam lemak volatil, sedangkan sulfur dapat ditambahkan untuk memicu

pertumbuhannya.

Kondisi alamiah yang spesifik dari zoospora dan obligat anaerob di dalam

rumen, menyebabkan klasifikasi jamur rumen agak berbeda dalam taksonomi

jamur pada umumnya. Jamur rumen dibagi menjadi dua kelompok spesies yaitu

monosentris dan polisentris (Akin dan Borneman, 1990; Jouany, 1991). Spesies

monosentris hanya memiliki satu spora dalam rizobiumnya, sedangkan spesies

polisentris mengandung beberapa spora dengan inti di dalamnya. Jamur

monosentris rumen dikelompokkan menjadi tiga tipe morfologis yaitu : (1)

Neocallimastic sp. dengan spora poliflagella dan rizobium bercabang banyak, (2)

Piromonas sp. dengan spora monoflagella dan rizobium bercabang, dan (3)

Sphaeromonas sp. dengan zoospora monoflagella dan rizobium membengkak.

Contoh spesies monosentrik adalah Neocallimastix frontalis, Neocallimastix

patriciarum, Piromonas commuunis, Sphaeromonas commuunis, dan

Sphaeromonas equi. Contoh jamur polisentris rumen adalah Neocallimastix

joyonii.

Jamur anaerob ditemukan di dalam rumen hewan ruminansia, sekum kuda

dan feses gajah (Akin dan Borneman, 1990). Namun hasil temuan lainnya

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jenis jamur polisentris pada kerbau, sapi

Universitas Sumatera Utara


dan domba (Jouany, 1991). polisentris (Akin dan Borneman, 1990; Jouany, 1991).

Spesies monosentris hanya memiliki satu spora dalam rizobiumnya, sedangkan

spesies polisentris mengandung beberapa spora dengan inti di dalamnya. Jamur

monosentris rumen dikelompokkan menjadi tiga tipe morfologis yaitu : (1)

Neocallimastic sp. dengan spora poliflagella dan rizobium bercabang banyak, (2)

Piromonas sp. dengan spora monoflagella dan rizobium bercabang, dan (3)

Sphaeromonas sp. dengan zoospora monoflagella dan rizobium membengkak.

Contoh spesies monosentrik adalah Neocallimastix frontalis, Neocallimastix

patriciarum, Piromonas commuunis, Sphaeromonas commuunis, dan

Sphaeromonas equi.Contoh jamur polisentris rumen adalah Neocallimastix

joyonii. Jamur anaerob ditemukan di dalam rumen hewan ruminansia, sekum kuda

dan feses gajah (Akin dan Borneman, 1990). Namun hasil temuan lainnya

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jenis jamur polisentris pada kerbau, sapi

dan domba (Jouany, 1991).

1.Perombak lignin

Jamur di alam merupakan perombak lignin paling efisien dan berperan

penting dalam siklus karbon. Jamur rumen juga berperan penting dalam proses

perombakan lignin (Madigan et al., 1997). Ciri khas jamur rumen terkait dengan

fungsi nutrisi adalah kemampuannya mengkoloni dinding sel tanaman pakan

mengandung lignin dan merombaknya. (Akin dan Borneman, 1990). Spesies

jamur perombak lignin dikelompokkan atas dasar warna saat fermentasi substrat

menjadi soft rot, brown rot dan white rot(Paul, 2007). Lebih lanjut Paul (2007)

mendiskripsikan ketiga kelompok jamur tersebut sebagai berikut : (1) Soft rot

memiliki kemampuan melepas rantai samping metil (R-O-CH 3 ) dan membuka

Universitas Sumatera Utara


cincin aromatik, namun tidak mampu merombak struktur lignin secara sempurna.

Contoh : Chaetomium dan Preussia. (2) Brown rot adalah jamur mayoritas

perombak kayu. Brown rottidak memiliki enzim pembuka cincin tetapi mampu

langsung merombak semua selulosa dan hemiselulosa. Brown rot merombak

lignin dengan cara demetilasi dan melepaskan rantai samping metil menghasilkan

fenol hidroksilat. Oksidasi struktur aromatik lignin menghasilkan karakter warna

coklat. Pemisahan polisakarida dari lignin terjadi secara oksidasi non enzimatik

melalui pembentukan radikal hidroksil (OH). Reaksi ini menjadikan Brown rot

mampu merombak struktur kayu tanpa merusak struktur lignin. Contoh: Poria dan

Gloeophyllum. (3) White rot adalah jamur paling aktif merombak lignin. Ada

ribuan spesies jamur white rot telah diketahui utamanya berasal dari kelompok

basidiomisetes dan askomisetes. Contoh basidiomisetes adalah Phanerochataete

chrysosprium dan Coriolus versicolor sedangkan contoh ascomisetes adalah

Xylaria, Libertella dan Hypoxylon. Jamur white rot memproduksi enzim

lignolitik yang mampu bekerja mengoksidasi pelepasan unit fenilpropanoid,

demetilasi, mengubah gugus aldehid (R-CHO) menjadi gugus karboksil (R-

COOH), dan membuka cincin aromatik sehingga secara sempurna merombak

lignin menjadi CO2 dan H2O. Jamur white rot menghasilkan tiga kelas enzim

ektraseluler perombak lignin yaitu lakase pengoksidasi fenol, peroksidase lignin,

dan oksidase mangan.

2. Perombak selulosa

Jamur anaerob perombak selulosa terbukti ada di dalam rumen dan

diketahui berperan aktif pada proses pencernaan serat kasar pakan. Semua jamur

rumen perombak lignoselulosa adalah perombak selulosa. Hasil fermentasi jamur

Universitas Sumatera Utara


rumen bermanfaat bagi hewan inang maupun mikrobia lainnya di dalam rumen

(Akin dan Borneman, 1990).

Spesies jamur rumen perombak selulosa umumnya bergantian antara

bentuk thallus dan flagella, dan dalam bentuk kultur murni terbukti dapat

merombak selulosa menjadi VFA (Madigan et al., 1997). Jamur rumen perombak

selulosa diduga tidak esensial karena jumlahnya sangat sedikit, namun diyakini

memiliki peran sangat penting dalam perombakan serat kasar pakan kualitas

rendah, oleh karena itu diperlukan penelitian perannya di dalam rumen (Jouany,

1991).

Beberapa kelebihan jamur selulolitik rumen menurut Akin dan Borneman,

(1990) adalah : (1) mampu menghasilkan enzim selulase dan silanase kadar tinggi,

(2) mampu mengkoloni jaringan dinding sel tanaman lebih baik dibandingkan

bakteri, (3) hasil inkubasi pakan berserat oleh jamur rumen lebih lunak

dibandingkan oleh bakteri dan (4) mampu bersintrofi dengan bakteri.

3.Perombak hemiselulosa

Jamur rumen berperan penting dalam proses perombakan hemiselulosa

(Madigan et al., 1997). Semua jamur perombak selulosa umumnya adalah juga

perombak hemiselulosa (silan). Jamur rumen mampu menghasilkan enzim

silanase lebih tinggi dibandingkan jamur anaerob lainnya (Akin dan Borneman,

1990). Namun produksi silanase tersebut dipengaruhi oleh adanya gula, jika

terdapat gula maka produksi silanase terhambat. Beberapa jenis jamur seperti

Trichoderma reesei dan Penicillium chrysoporium menghasilkan β-xylosidase

yang memiliki ukuran lebih besar (antara 90 - 122 kDa), namun umumnya kurang

populer dibandingkan endosilanase lainnya (Peres et al., 2002). Endosilanase dan

Universitas Sumatera Utara


endoglukanase dari jamur rumen Neocallimastix frontalis mempunyai aktivitas

beberapa kali lebih tinggi dibandingkan endosilanase dan endoglukanase dari

jamur anaerobik lainnya.

Isolasi Bakteri

Isolasi adalah proses pemurnian bakteri dari sekelompok bakteri yang

terdapat dalam habitat yang sama. Pemurnian ini bertujuan untuk mendapatkan

bakteri murni yang hanya terdiri dari satu species saja. Bakteri yang sudah

dimurnikan, kemudian akan dibiakkan dalam media buatan untuk mendapatkan

kultur bakteri murni dalam jumlah banyak. Fardiaz (1988) menyebutkan bahwa

terdapat tiga jenis isolasi yang umum dilakukan yaitu isolasi pada media cawan,

isolasi pada medium cair, dan isolasi sel tunggal. Isolasi agar cawan dilakukan

dengan menggunakan goresan kuadran atau metode agar tuang. Keberhasilan

metode ini sangat tinggi karena kebanyakan bakteri, kapang dan khamir dapat

membentuk koloni pada media padat sehingga mudah diisolasi dengan cara

menyebarkan sel-sel tersebut pada agar cawan sehingga timbul koloni-koloni

yang terpisah. Isolasi medium cair digunakan untuk beberapa bakteri yang ukuran

selnya besar, tidak dapat tumbuh pada agar cawan, hanya dapat tumbuh pada

kultur cair. Metode yang digunakan adalah metode pengenceran. Metode ini

mempunyai kelemahan karena hanya dapat digunakan untuk mengisolasi mikroba

yang jumlahnya dominan dalam suatu campuran populasi mikroba. Isolasi sel

tunggal digunakan untuk mengisolasi sel mikroba yang ukurannya besar serta

tidak dapat diisolasi dengan metode cawan maupun pengenceran.

Universitas Sumatera Utara


Kultivasi Bakteri

Kultivasi adalah menumbuhkan mikroba hasil seleksi (isolat) mikroba

dalam medium/kultur/biakan buatan di luar habitat alami. Kondisi media kultivasi

harus sesuai dengan habitat aslinya sehingga isolat yang dibiakkan dapat

berkembang dengan baik. Saat kondisi media kultivasi sesuai dengan habitat

aslinya, maka pertumbuhan dan reproduksi bakteri dapat diamati dan diukur,

pengaruh berbagai kondisi baik terhadap pertumbuhan maupun reproduksi bakteri

tersebut dapat dipelajari, perubahan-perubahan apa saja yang dihasilkan oleh

bakteri di dalam lingkungan tumbuhnya dapat diketahui.

Keberhasilan metode kultivasi yang menghasilkan biakan bakteri yang

baik tergantung pada kebutuhan nutrisi yang terdapat dalammedia biakan. Nutrisi

adalah cara yang digunakan mahkluk hidup untuk mengasimilasi makanannya.

Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri antara lain : sumber karbon (karbohidrat),

sumber nitrogen (protein/amoniak), ion-ion organik tertentu, metabolit penting

(vitamin, asam amino) dan air (Volk dan Wheleer, 1988).

Pada dasarnya, semua organisme membutuhkan energi untuk

mempertahankan kehidupannya. Selain itu, ada beberapa organisme yang

membutuhkan nitrogen, sulfur, unsur logam dan vitamin untuk menunjang

kehidupannya (Pelczar dan Chan, 1986). Volk dan Wheleer (1988) menambahkan

bahwa proses perombakan bahan organik menjadi bahan yang diperlukan oleh sel

adalah : perombakan bahan yang mengandung protein, karbohidrat, atau lipid;

penyerapan bentuk materi dalambentuk sederhana tersebut; kemudian sintesis

protein, karbohidrat dan lipid dalam sel. Bryant dan Robinson (1961) menyatakan

bahwa bakteri memerlukan karbohidrat dalam proses pertumbuhannya. Pemberian

Universitas Sumatera Utara


karbohidrat dilakukan dengan konsentrasi yang rendah dengan tujuan

pertumbuhan koloni dapat menyebar di seluruh permukaan media.

Sebagian species bakteri, penambahan hemiselulosa pada media tumbuh

dapat meningkatkan jumlah koloni daripada media yang hanya menggunakan

glukosa, selubiosa, maltosa, dan pati sebagai sumber energinya (Henning dan Van

Der Walt, 1978).Substrat spesifik ditambahkan pada media tumbuh dimanfaatkan

sebagai sumber karbohidrat oleh bakteri (Leedle et al., 1982). Pada umumnya

substrat yang digunakan adalah pati, pektin, xilan, glukosa dan selulosa. Media

tumbuh tersebut digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri selulolitik,

amilolitik, proteolitik, lipolitik, dan methanogenik (Hobson dan Stewart,

1992).Disamping kebutuhan nutrien yang sesuai untuk kultivasi bakteri, juga

diperlukan kondisi fisik yang memungkinkan untuk pertumbuhan optimum

bakteri. Keberhasilan kultivasi bakteri tergantung pada kombinasi nutrien dan

lingkungan fisik yang sesuai. Beberapa persyaratan lingkungan fisik yang harus

dipenuhi antara lain: suhu, atmosfer gas, dan derajat keasaman, serta beberapa

kondisi khusus (Pelczar dan Chan, 1986).

Pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan gas

atmosfer seperti oksigen dan karbondioksida. Atas dasar ini maka, terdapat empat

kelompok besar bakteri yaitu : aerobik adalah organisme yang membutuhkan

oksigen, anaerobik adalah organisme yang tidak memerlukan oksigen dalam

hidupnya, anaerobik fakultatif adalah organisme yang dapat tumbuh dalam

lingkungan aerobikmaupun anaerobik,danmikroaerofilik adalah organisme yang

tumbuh dengan baik jika hanya ada sedikit oksigen dalam lingkungannya (Pelczar

dan C han, 1986). Pertumbuhan bakteri juga tergantung dari jumlah energi

Universitas Sumatera Utara


metabolis (ATP) yang tersedia. Jumlah ATP dari heksosa ini diperoleh dari jalur

fermentasi oleh mikroorganisme rumen (Russell dan Bruckner, 1991).

Penambahan cairan rumen dalam media, selain memberikan kondisi yang

sesuai juga memberikan supply nutrien bagi mikroorganisme rumen

(Hungate,1960). Sebagian besar bakteri dapat tumbuh dengan baik saat

dikulturkan dengan penambahan cairan rumen untuk kebutuhan nutriennya

(Russell dan Bruckner, 1991).Sebagian besar bakteri tumbuh dengan baik pada

pH 6,5 sampai 7,5. Namun, terdapat sebagian bakteri yang mampu tumbuh pada

lingkungan yang sangat asam maupun sangatbasa. Perubahan pH pada medium

bakteri ini dapat disebabkan oleh senyawa yang dihasilkan oleh bakteri tersebut

selama pertumbuhannya. Untuk menjaga kondisi seperti pH awal, maka pada

medium biakan ditambahkan larutan penyangga. Beberapa senyawa yang

berfungsi sebagai penyangga adalahpepton maupun kombinasi garam fosfat

(Pelczar dan Chan, 1986).

Pola Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lain pada umumnya mengacu

pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan bukan

perubahan individu organisme. Selama fase pertumbuhan seimbang (balanced

growth),pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan pertambahan

komponen seluler yang lain seperti DNA, RNA dan protein. Sebagian besar

bakteri cara reproduksinya adalah pembelahan biner, satu sel membelah diri

menghasilkan dua sel. Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah

diri dikenal sebagai waktu generasi. Waktu generasi setiap species dengan kondisi

berbeda mempunyai perbedaan. Pelczar dan Chan (1986) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara


waktu generasi tergantung pada: jumlah bakteri yang ada pada awalnya, yaitu di

dalam inokulum, jumlah bakteri yang ada pada akhir waktu tertentu dan interval

waktu.

Pola fase pertumbuhan bakteri adalah pola eksponensial atau logaritma

(fase log). Pada fase ini, populasi bakteri bertambah secara teratur menjadi dua

kali lipat pada interval waktu tertentu selama inkubasi. Pola pertumbuhan

bakterimenunjukkan bahwa pada periode awal tanpa pertumbuhan (fase lamban),

kemudian fase kedua adalah periode pertumbuhan cepat (fase log), kemudian

mendatar (fase statis) dan akhirnya diikuti oleh suatu penurunan populasi sel-sel

hidup (fase kematian).Fase adaptasi terjadi 1-2 jam pasca pemindahan kultur.

Bakteri mengalami perbesaran ukuran sel, peningkatan metabolisme dan mulai

menyesuaikan dengan kondisi lingkungan yang baru. Fase pertumbuhan terjadi

pembelahan yang menyebabkan bertambahnya populasi bakteri hingga mencapai

titik stationernya. Fase stationermemperlihatkan bahwabakteri sudah tidak

mengalami pertambahan populasi, dan pada akhirnya karena ketersediaan nutrien

yang terbatas terjadi fase kamatian. Fase kematian jumlah populasi bakteri

semakin berkurang karena persaingan zat makanan antar bakteri (Wikipedia,

2007).

Universitas Sumatera Utara


BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak

Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Penelitian ini direncanakan selama 3 bulan mulai bulan Aprilsampai Juni2017.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan penelitian meliputi sampel segar cairan rumen kerbau digunakan

sebagai sumber mikrobia. Kerbau dipilih sebagai sumber mikrobia karena

memiliki kemampuan memanfaatkan pakan berserat lebih efisien (Kennedy et al.,

1992) dan rumen kerbau mampu menghasilkan koloni bakteri selulolitik lebih

banyak dalam medium selektif (Wahyudi dan Bachruddin, 2004) dibandingkan

ternak ruminansia lain. Aktivitas selulase cairan rumen kerbau juga lebih tinggi

dari cairan rumen ternak ruminansia lainnya (Cahyono, 1994).

Larutan pengencer medium selektif bakteri digunakan sebagai medium

isolasi. Selulosa, silan dan asam tanat digunakan sebagai substrat dalam medium

selektif. Medium selektif bakteri menggunakan metode Hungate (Ogimoto dan

Imai, 1981; Bachrudin, 1985 yang dimodifikasi).

Alat

Alat-alat utama yang digunakan adalah pembangkit gas CO2, anaerobic

jar, anaerobic generating kit, laminar air flow, water bath, inkubator 39oC,

mikropipet, pengaduk magnetik, otoklaf, sentrifuse, mikroskop, kamera, jangka

sorong dan alat-alat gelas.

Universitas Sumatera Utara


Metode Penelitian

1. Pembuatan larutan pengencer sampel

Sebelum pembuatan larutan pengencer terlebih dahulu dipersiapkan

larutan mineral dengan cara sebagai berikut:

Pembuatan larutan mineral

Mineral berupa formula larutan No. 32 sesuai petunjuk Bryant and Burkey

(Ogimoto and Imai, 1981; Bachrudin, 1985) dibuat dengan cara menimbang 6

gram K 2 HPO 4 dalam 1 liter aquades (mineral I) sedangkan mineral II dibuat

dengan cara menimbang 6,0g KH 2 PO 4 ; 12,0g (NH 4 ) 2 SO 4 ; 12,0g NaCl; 2,50g

MgSO 4 .7H 2 O; 1,20g CaCl 2 dalam 1 liter aquades.

Setelah pembuatan larutan mineral maka dilanjutkan dengan pembuatan

larutan pengencer dengan cara sebagai berikut:

Komposisi larutan pengencer merupakan medium No.14 oleh Bryant and Burkey

dalam Ogimoto dan Imai, (1981) dengan komposisi 7,50 ml mineral I, 7,50 ml

mineral II, 0,05g HCl-cistein; 0,30g Na 2 CO 3 ; 0,10ml Rezasurin 0,1% larutan; 100

ml H 2 O. Seluruh bahan tersebut dicampur dalam tabung Erlenmeyer dan

disterilisasi dengan otoklaf pada 15 lbs (121oC) selama 20 menit. Setelah

dikeluarkan dari otoklaf pada temperatur 45 – 50oC tabung dialiri dengan gas CO2

sampai indikator resazurin berubah dari warna pink menjadi tidak berwarna,

kemudian ditutup dengan penutup karet steril dan disimpan dalam refrigerator

sebagai sediaan.

2. Pengambilan dan penyiapan sampel sumber mikrobia

Isi rumen diambil segera setelah ternak dipotong. Sampel dimasukkan

dalam termos kaca berisi penuh air hangat (temperatur sekitar 39oC) yang telah

Universitas Sumatera Utara


keluarkan isinya. Termos diisi penuh sampel, ditutup rapat agar terbebas dari

udara dan segera digunakan untuk penelitian.Sampel dari termos harus terlindung

dari O2 dan segera digunakan di laboratorium.

3. Pengenceran sampel sebagai sumber mikrobia

Komposisi larutan pengencer merupakanmedium No.14, Bryant and

Burkey dalam Ogimoto and Imai, (1981) yaitu dengan cara 45 ml larutan

pengencer ditempatkan pada tabung steril dan dialiri gas CO2, dan ditambahkan 5

gram isi rumen atau sampel sumber mikrobia. Larutan 10-1 ini diaduk selama 5

menit. Selanjutnya sampel diencerkan menjadi 102,105,107,108 dan 109 sambil

tetap dialiri CO2. Untuk mendapatkan hasil yang baik diinokulasikan 0,5 ml dari

tabung pengenceran 105 ke dalam medium selektif bakteri.

4. Pembuatan medium selektif dan cara isolasi bakteri lignoselulolitik

Mikrobia dikultur pada medium selektif padat menggunakan metode

Hungate dengan cara setiap satu liter medium mengandung 400 ml cairan rumen

yang sudah disentrifuge selama 10 menit 3000 rpm sebagai sumber nutrient, 20 g

agar, 1 ml rezasurin 0,1% larutan, 150 ml larutan mineral I, 150 ml larutan

mineral II, 250 ml aquadest dan 2 g substrat. Semua bahan tersebut dimasukkan

ke dalam tabung Erlenmeyer 1000 ml dan dipanaskan pada 100oC selama 5 menit

untuk menghomogenkan campuran sambil dialiri gas CO 2 . Temperatur

selanjutnya dijaga pada 45oC dalam water bath. Suasana anaerob tercapai ditandai

dengan hilangnya warna pink. Selanjunya 32,3 ml sodium karbonat dan 16,7 ml

HCl-cistein ditambahkan.

Medium kemudian dibagi ke dalam tabung Hungate sebanyak 4 ml per

tabung sambil terus diisi gas CO 2 dan disterilisasi dengan otoklaf pada 121oC

Universitas Sumatera Utara


selama 20 menit. Dengan pipet steril selanjutnya 1 ml larutan mikrobia dalam

pengenceran 105 diinokulasikan segera ke dalam tabung pada temperatur 45oC dan

diisi gas CO 2 . Tabung selanjutnya ditutup rapat dan digojok sampai homogen,

kemudian diputar di atas nampan berisi air es (rolling tube) sampai kondisi agar

memadat. Kultur selanjutnya diinkubasi pada 39oC selama 7 hari. Koloni bakteri

yang tumbuh diamati morfologinya dan dimurnikan dengan metode streak

quadrant pada medium pertumbuhan selektif pada cawan petri. Kegiatan

dilakukan berulang sampai isolate bakteri yang dihasilkan merupakan kultur

tunggal.

5. Seleksi koloni bakteri lignoselulolitik secara semikuantitatif

Koloni bakteri lignoselulolitik yang tumbuh dalam medium roll tube

secara individual dipilih dan dipindahkan ke dalam medium padat cawan petri

secara anaerob. Komposisi medium padat sama dengan medium selektif dengan

menambahkan 2 g ekstrak yeast sebagai pengkaya nutrien. Koloni diambil dari

agar roll tube menggunakan kawat iridium-platinum berujung runcing. Seluruh

prosedur dikerjakan secara anaerob menggunakan gas CO 2 dengan indikator

hilangnya warna pink dalam medium padat cawan petri. Cawan petri selanjutnya

diinkubasi pada 39oC selama 7 hari dalam anaerobic jar yang telah diisi

anaerobic generating kit. Koloni bakteri yang tumbuh diidentifikasi secara

semikuantitatif dengan mencatat warna, diameter dan zona difusi koloni serta

zona bening (clear zone) disekitar koloni.

Peubah yang diamati

Pengukuran diameter zona difusi dan zona bening koloni. Diameter zona

bening di sekeliling koloni diukur dengan jangka sorong untuk menentukan

Universitas Sumatera Utara


aktivitas semikuantitatif bakteri selulolitik dan silanolitik, sedangkan kemampuan

lignolitik bakteri ditentukan berdasarkan klasifikasi Subba Rao (1993) dan

Martani (2003) dari luas zona difusi berwarna coklat di sekeliling koloni pada

setiap isolat yang diinkubasi selama 6 hari.

Klasifikasi tersebut adalah :

Kelas 0 ; negatif, tidak ada warna dibawah atau di sekeliling koloni,

Kelas 1 ; terjadi pertumbuhan warna di bawah atau di sekeliling koloni,

Kelas 2 ; terjadi difusi warna coklat muda sampai coklat tua di bagian bawah

koloni,

Kelas 3: terjadi difusi warna coklat muda sampai coklat tua di bagian bawah

koloni dengan jarak perluasan difusi warna 1 – 5mm,

Kelas 4 : terjadi difusi warna coklat muda sampai coklat tua di bagian bawah

koloni dengan jarak perluasan 6 – 10mm, Kelas 5 : terjadi difusi warna coklat tua

dengan jarak perluasan difusi lebih dari 10 mm.

Analisis Data

Data data yang diperoleh dari penelitian ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel

dan diuraikan secara deskriptif.

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Bakteri Rumen Kerbau

Isolasi adalah proses pemurnian bakteri dari sekelompok bakteri yang

terdapat dalam habitat yang sama. Pemurnian ini bertujuan untuk mendapatkan

bakteri murni yang hanya terdiri dari satu species saja. Bakteri yang sudah

dimurnikan, kemudian akan dibiakkan dalam media buatan untuk mendapatkan

kultur bakteri murni dalam jumlah banyak. Fardiaz (1988) menyebutkan bahwa

terdapat tiga jenis isolasi yang umum dilakukan yaitu isolasi pada media cawan,

isolasi pada medium cair, dan isolasi sel tunggal. Isolasi agar cawan dilakukan

dengan menggunakan goresan kuadran atau metode agar tuang.

Pada penelitian ini, metode isolasi rumen kerbau yang digunakan adalah

metode Hungate (Ogimoto dan Imai, 1981; Bachrudin, 1985 yang dimodifikasi)

yaitu menggunakan medium selektif yang ditumbuhkan pada medium roll tube.

Koloni bakteri selulolitik yang tumbuh dalam medium roll tube secara individual

dipilih dengan mengamati pertumbuhan dan kerapatan tumbuh bakteri

lignoselulolitik. Koloni yang tumbuh secara makroskopis mempunyai ciri-ciri :

koloni tumbuh seperti bintik bintik oval di sekeliling media dan berwarna putih.

Hal ini sesuai dengan pernyataan (Siti et al., 2010) yang menyatakan Koloni

mulai terlihat pada hari ketiga inkubasi pada temperatur 390C dalam media agar

roll tube. Hasil pengamatan secara morfologis menunjukkan bahwa bakteri

selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau mempunyai bentuk oval berwarna

putih/krem. Koloni bakteri yang tumbuh diamati morfologinya dan dimurnikan

dengan metode streak quadrant pada medium pertumbuhan selektif pada cawan

petri. Kegiatan dilakukan berulang sampai isolat bakteri yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara


merupakan kultur tunggal. Setelah menemukan isolat murni maka akan dilakukan

pengamatan karakteristik isolat dan pengukuran aktivitas semikuantitatif bakteri.

Hasil pengamatan karakteristik isolat tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik isolat secara makroskopik


ISOL KARAKTERISTIK
AT Substart Bentuk Warna Struktur Tepi Elevasi
CMC1 Carboxy Rhizoid Pinggiran Lendir Berambut Timbul
Methyl putih, tengah datar
Cellulosa/C bening
MC
CMC2 Carboxy Putih Lendir Berambut Timbul
Methyl Rhizoid datar
Cellulosa/C
MC
CMC3 Carboxy Sirkuler Putih Lendir bergelomb Rata
Methyl ang
Cellulosa/C
MC
CMC4 Carboxy Ireguler Putih Lendir Berambut Rata
Methyl
Cellulosa/C
MC
CMC5 Carboxy Ireguler Putih Lendir Berambut Timbul
Methyl kekuningan datar
Cellulosa/C
MC
XY1 Xylan Sirkuler kuningkekuni Lendir Berambut Timbul
ngan datar
XY2 Xylan Rhizoid Kuning Lendir bergelomb Rata
kekuningan ang
XY3 Xylan Sirkuler Kuning Lendir bergelomb Rata
kehijau- ang
hijauan
XY4 Xylan Rhizoid Hijau muda Lendir Berambut Rata
XY5 Xylan Ireguler Kuning Lendir bergelomb Timbul
kehijau- ang datar
hijauan
AT1 Asam tanat Rhizoid Abu kehijaun Halus Bergelomb Membu
ang kit
AT2 Asam tanat Sirkuler Abu gelap Halus Bergelomb Membu
ang kit
AT3 Asam tanat Ireguler Abu gelap Halus Bergelomb Membu
ang kit
AT4 Asam tanat Rhizoid Abu Halus Bergelomb Membu
kehijauan ang ki

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat dikemukakan bahwa pada tahap isolasi

ditemukan 14 isolat (5 isolat tumbuh pada medium cmc, 5 isolat tumbuh pada

medium xyilan, 5 isolat tumbuh pada medium asam tanat) yang mempunyai ciri

karakteristik yang bervariasi.

Pengukuran Aktivitas Semikuantitatif Bakteri

a. Pengukuran Zona Bening Bakteri Selulolitik

Kemampuan isolat mendegradasi substrat ditentukan dari diameter zona

bening yang terbentuk pada medium yang mengandung substrat Carboxy Methyl

Cellulosa/CMC. Semakin luas zona bening yang terbentuk maka semakin tinggi

juga kemampuan isolat dalam mendegradasi selulosa.

Gambar 1. Zona bening bakteri selulolitik

Hasil pengukuran zona bening pada tiap isolat tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan zona bening (mm) isolat pendegrasi selulosa


Isolat Rataan ± SD
CMC1 12,33 ± 2,96
CMC2 11,46 ± 1,95
CMC3 10,56 ± 0,51
CMC4 9,36 ± 2,30
CMC5 9,80 ± 1,99

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kelima isolat bakteri selulolitik

menunjukkan aktivitas selulolitik dengan menunjukkan zona bening dengan

diameter yang berbeda-beda. Kemampuan bakteri dalam membentuk zona bening

menunjukkan bahwa bakteri dapat memproduksi enzim selulase menjadikannya

mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa

yang dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya. Kemampuan isolat

mendegradasi komponen serat dapat meningkat apabila produksi enzim pemecah

serat dapat ditingkatkan (Gayatri, 2010).

Isolat bakteri selulolitik CMC1 menunjukkan aktivitas selulolitik yang

paling tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya. Lebih jelasnya tersaji pada

tabel 2. Isolat bakteri selulolitik CMC1 yang mempunyai kemampuan paling

besar dalam mencerna serat. Terlihat bahwa isolat bakteri selulolitik CMC 1

mempunyai zona bening yang paling luas, sedangkan isolat bakteri selulolitik

CMC4 memiliki zona bening paling sedikit. Hal ini berarti bahwa isolat bakteri

selulolitik CMC1 mempunyai kemampuam dalam mencerna serat kasar paling

tinggi dibandingkan isolat lainnya.

Isolat CMC1 merupakan isolat terbaik mendegradasi selulosa ditandai

dengan luas zona bening 12,33 mm sedangkan pada penelitian

Siti et al., (2010) menyatakan bahwa hasil penelitian isolasi bakteri selulolitik

rumen kerbau sebagai probiotik untuk meningkatkan kecernaan ampas tahu pada

pengukuran zona bening isolat diperoleh isolat bakteri selulolitik B-6 yang

mempunyai kemampuan paling besar dalam mencerna serat yaitu mempunyai zona

bening yang paling lebar 4,19 mm.

Universitas Sumatera Utara


b. Pengukuran Zona Bening Bakteri Silanolitik

Hasil pengukuran zona bening pada tiap isolat tersaji pada Gambar 2 dan

Tabel 3.

Gambar 2. Zona bening bakteri silanolitik

Tabel 3. Rataan zona bening (mm) isolat perombak silan


Isolat Rataan ± SD
XY1 13,56 ± 1,88
XY2 12,30 ± 1,04
XY3 10,26 ± 0,35
XY4 10,76 ± 0,76
XY5 14,16 ± 1,32

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kelima isolat bakteri silanolitik

menunjukkan aktivitas silanolitik dengan menunjukkan zona bening dengan

diameter yang berbeda-beda. Besar kecilnya zona bening dan jelas tidaknya zona

bening, merupakan indikator kemampuan mikroba tersebut untuk merombak

selulosa, demikian juga cepat dan lambatnya timbul zona bening tersebut

(Van Devoorde dan Verstraete, 1987).

Dari kelima isolat, isolat bakteri silanolitik XY5 menunjukkan aktivitas

silanolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan isolat lainnya. Lebih jelasnya

tersaji pada tabel 3. Isolat bakteri silanolitik XY5 yang mempunyai kemampuan

Universitas Sumatera Utara


paling besar dalam mencerna hemiselulosa. Terlihat bahwa isolat bakteri

silanolitik XY5 mempunyai zona bening yang paling lebar, sedangkan isolat

bakteri silanolitik XY3 memiliki zona bening paling sedikit. Hal ini berarti bahwa

isolat bakteri silanolitik XY5 mempunyai kemampuam dalam mencerna

hemiselulosa paling tinggi dibandingkan isolat lainnya.

c. Pengukuran Zona Coklat Bakteri Lignolitik

Zona coklat yang terbentuk merupakan indikasi dari kemampuan isolat

bakteri dalam memecah molekul lignin yang kompleks, menjadi monomer yang

lebih sederhana untuk dapat dimanfaatkan sabagai sumber karbon utama bagi

pertumbuhan isolat bakteri. Zona coklat yang terbentuk juga merupakan hasil

sekresi enzim lignolitik oleh karena kemampuan isolat bakteri dalam

menggunakan asam tanat sebagai sumber karbon, dan diasumsikan sebagai hasil

dari aktifitas polyphenol menjadi quinon yang menghasilkan polimer yang

berwarna gelap (Prayudyaningsih et al., 2007).

Hasil pengukuran zona bening pada tiap isolat tersaji pada Gambar 3 dan

Tabel 4.

Gambar 3. Zona bening bakteri lignoselulolitik

Tabel 4. Rataan zona bening (mm) isolat perombak lignin


Isolat Rataan ± SD
AT1 17,23 ± 1,26
AT2 18,66 ± 1,05
AT3 18,30 ± 2,21
AT4 20,06 ± 1,55

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian menunjukkan, bahwa keempat isolat bakteri lignolitik

menunjukkan aktivitas lignolitik dengan menunjukkan zona difusi warna coklat

dengan diameter yang berbeda-beda. Isolat bakteri selulolitik AT4 menunjukkan

aktivitas lignolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan isolate lainnya. Lebih

jelasnya tersaji pada tabel 3. Isolat bakteri lignolitik AT4 yang mempunyai

kemampuan paling besar dalam mencerna lignin. Terlihat bahwa isolat bakteri

lignolitik AT4 mempunyai zona difusi warna coklat yang paling lebar, sedangkan

isolat bakteri lignolitik AT1 memiliki zona difusi warna coklat paling sedikit. Hal

ini berarti bahwa isolat bakteri lignolitik AT4 mempunyai kemampuam dalam

mencerna serat lignin paling tinggi dibandingkan isolat lainnya.

Dari hasil penelitian menunujukkan bahwa keempat isolat bakteri

lignolitik mempunyai kualitas yang baik dalam mencerna lignin. Hal ini

dibuktikan dengan hasil pengukuran zona difusi warna coklat yang nilainya diatas

10 mm. Berdasarkan klasifikasi Subba Rao (1993) dan Martani (2003) keempat

isolat bakteri lignolitik termasuk ke kelas 5. Kemampuan lignolitik bakteri

ditentukan berdasarkan klasifikasi Subba Rao (1993) dan Martani (2003) adalah :

Kelas 0 ; negatif, tidak ada warna dibawah atau di sekeliling koloni, Kelas 1 ;

pertumbuhan warna di bawah atau di sekeliling koloni, Kelas 2 ; terjadi difusi

warna coklat muda sampai coklat tua di bagian bawah koloni, Kelas 3: terjadi

difusi warna coklat muda sampai coklat tua di bagian bawah koloni dengan jarak

perluasan difusi warna 1 – 5mm, Kelas 4 : terjadi difusi warna coklat muda

sampai coklat tua di bagian bawah koloni dengan jarak perluasan 6 – 10mm,

Kelas 5 : terjadi difusi warna coklat tua dengan jarak perluasan difusi lebih dari 10

mm.

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini diperoleh 14 isolat lignoselulolitik yaitu 5 isolat

selulolitik, 5 isolat silanolitik dan 4 isolat lignolitik. Berdasarkan uji semikuantatif

dengan pengukuran zona bening dan zona difusi warna coklat maka yang memilki

kemampuan mencerna serat terbaik yaitu isolat CMC1 (bakteri selulolitik),

XY5 (bakteri silanolitik) dan AT4 (bakteri lignolitik).

Saran

Disarankan untuk melakukan uji lanjutan setelah mendapatkan isolat

rumen kerbau agar diketahui jenis bakteri dalam isolat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Afdal. M dan Erwan. E, 2008. Penggunaan Feses Sebagai Pengganti Cairan


Rumen Pada Teknik In Vitro: Estimasi Kecernaan Bahan Kering dan
Bahan Organik Beberapa Jenis Rumput Fakultas Peternakan Universitas
Jambi kampus Mandalo Darat Jambi

Ahring, B. K. 2003. Perspectives for anaerobic digestion. In : T.Scheper(Ed.),


Advances in Biochemical Engineering/Biotechnology

Akin, D.E. and W. S. Borneman. 1990. Roleof rumen fungi in fiberdegradation. J.


Dairy Sci

Anonymous. 1991. Biological Feed Additive. Kursus Singkat Penanganan Limbah


Industri. PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba dalam Ruminansia. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta

Berra-Maillet, C., Y. Ribot, and E. Forano. 2004. Fiber-degrading system of


different strains of the genus fibrobacter, ApplEnviro.l Microbiol.Apr. : p.
2172-2179

Blakely, J. and Bade. 1982. Journal of Ruminan. London.

Chen, J. and P. J. Weimer. 2001. Competition among three predominantruminal


cellulolytic bacteria in the absence or presence of non-cellulolytic
bacteria. J. Environ

Church, D.C. 1988. Livestock Feeds and Feeding. Third Edition. Prentice Hall.
International Ed. New Jersey

Church, DC. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant.2nd ed.


Oxford Press. Oregon. USA.

Colberg P.J. 2001. Microbial Degradation of Lignin-derivat Compound Under


Anaerobic Conditions, Stanford University Publ. USA.

DeGregorio, R.M., R.E. Tucker, G.E. Mitchell, and W.W. Gill. 1984. Acetate and
propionate production in the cecum and proximal colon of lamb, J Anim
Sci. : 58(1): 203-7 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?

Universitas Sumatera Utara


Fardiaz, S., 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas. IPB-Press, Bogor

Fujita,M., and Harada,H.1991. Ultrastructure andformation of wood cellwall. p.


InHon,DNSand Shiraishi, N.Ed. Wood and Cellulosic Chemistry.Inc.New
York.Marcel Dekker
Hobson, P. N and C. S Stewart.1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie
Academic & Professional. New York.

Hungate, R. E. 1950. The anaerobic mesophilic cellulolytic bacteria. Bacteriol.


Review. 14 : 1 – 14. Dalam : Hobson, P. N. dan C. S. Stewart. 1992. The
Rumen Microbial Ecosystem. Blackie Academic & Professional. New
York.

Hungate, R. E. 1960. Microbial Ecology of the Rumen. Microbiology Moleculer


and Biology Riviewer. 24 :353 – 364.

Joblin, K. N. and G. E. Naylor. 1989. Fermentation of wood by rumen anaerobic


fungi. FEMS Microbiol. Lett., 65: 111-122

Jouany, J. P. 1991. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion.


Institute National De La Recherche Agronomique, 147, Rue De
I’Universite-75338 Paris

Krause D. O., S. E. Denman, R. I. Mackie, M. Morrison, A. L. Rae, G. T.


Attwood, and C. S. McSweeney. 2003. Opportunities to improve fiber
degradation in rumen: microbiology, ecology and genomics, FEMS
Microbiol. Rev. 27: 663-669.

Lamid, Mirni, Anggun Foetus Eka Julita,Ngakan Made Rai Widjaya.


2013.“Inokulasi Bakteri Selulotik Actinobacillussp. Asal Rumen pada
Daun Jati Menurunkan Serat Kasar dan Meningkatkan Protein
Kasar.”Jurnal Veteriner, Vol. 14 No. 3: 279-284

Mackie, R. I., R. I. Aminov; B. A. White., and C. S. Mc Sweney. 2000. Editor. P.


B. Cronje. Ruminant Physiology : Digestion, Metabolism, Growth and
Reproduction. CAB. Publishing. New York.

Madigan, M. T., J. M. Martinko, and J. Parker. 1997. Biology of Microorganisms,


8thed., Prentice Hall International, Inc.

Martani, E., N. Haedar dan S. Margino. 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri
pendegradasi lignin dari beberapa substrat alami. Gama Sains

McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2002.


Animal Nutrition. Prentice Hall, London.

Universitas Sumatera Utara


Odier, E., G. Janin and B. Monties. 1981. Poplar lignin decomposition by Gram-
negative aerobic bacteria, Appl. Environ. Microbiol

Ogimoto, K. and S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. JapanScientific


Societies Press. Tokyo.

Paul, E. A. 2007. Soil Microbiology, Ecology and Biochemistry. Elsevier Inc.


Canada

Pelczar, M.J. Dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press,


Jakarta

Peres, J., J. Munoz-Dorado, T. de la Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation


and biological treatment of cellulose, hemicellulose and lignin: an
overview. Int. Microbiol

Russell J. B. and G. G. Bruckner. 1991. Microbial ecology of the normal animal


intestinal tract. In: J.B. Woolcock (Editor).Microbiology of Animal and
Animal Products. Elseiver. New York

Ruttimann, C., R. Vicuna, M.D. Mozuch, and T.K. Kirk. 1991. Limited bacteria
mineralization of fungal degradation in termediate from synthhetic lignin.
Appl. Environ. Microbiol.p. 3652 – 3655.
Stams, A. J. M., S. J. W. H. O. Elferink, and P. Wastermann. 2003. Metabolic
interactions between methanogenic consortia and anaerobic respiring
bacteria. Springer-Verlag Berlin Heidelberg.

Subba Rao, N.S. 2001. Soil Microbiology, 4thed. Science PublishersInc. New
Hampshire 03748.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.


Lebdosoekoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Ullrey, D. E., S. D. Crissey, and H. F. Hintz. 1997. Elephants : Nutrition and


Dietary Husbandry, Michigan State University

Utomo, R., Z. Bachruddin, B. P. Widyobroto, M. Soejono, dan R. Antari. 2006.


Pemanfaatan feses kambing sebagai sumber mikrobia dan enzim mikrobia
pengganti cairan rumen, Buletin Peternakan

Varga, G. A. and E. S. Kovler. 1997. Microbial and animal limitation to fiber


digestion and utilization. J. Nutr.127 (5) : 819-823

Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima. Jilid I. Penerbit
Erlangga. Jakarta

Universitas Sumatera Utara


Wahyudi, A. dan Z. Bachruddin. 2004. Isolasi mikrobia selulolitik cairan rumen
beberapa ternak ruminansia (kerbau, sapi, kambing dan domba) sebagai
probiotik pakan sapi. Jurnal Ilmiah Terakreditasi Fakultas Peternakan-
Perikanan UMM. 11 (2) : Hal. 181-185

Wanapat, M., 2001, Swamp buffalo rumen ecology and its manipulation,
Proceedings bufallo workshop, December.
http://www.mekarn.org/procbuf/wanapat.htm

Weimer, P. J., G.C. Waghorn, and DR. Merten S., 1999. Effect of diet on
population of three species of ruminal cellulolytic bacteria inlactating
dairy cows. J. Dairy Sci. 82 : 122-134

Widyastuti, A. 2004. Isolasi dan uji kemampuan enzim selulase dari simbion
rayap. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wikipedia. 2007. Fase logaritmik pertumbuhan bakteri.http://www.free


ensiklopedia.html

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai