Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN STRATEGIK SEKTOR PUBLIK

PENGERTIAN AKUNTABILITAS DAN PENTINGNYA GOOD


GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN STRATEGIK
PEMERINTAHAN

Disusun oleh kelompok 5:

1. Axl Christopher Djamiraga (18013010054)


2. Adelita Paramastri (18013010127)
3. Melyana Octavia (18013010148)
4. Riyan Yoga P. (18013010149)
5. Fadhilatuz Zain (18013010161)
6. Faridatuz Zain (18013010164)
7. Plenskey Ivanovik Alexander (18013010165)
8. Elva Aulia Mellinia (18013010168)
9. Efa Rossana (18013010174)
10.Mohammad Aviciena Taufiqurrahman (18013010198)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA


TIMUR

FAKULITAS EKONOMI DAN BISNIS

JURUSAN AKUNTANSI

2020/2021
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4

.1 Pengertian Good Governance......................................................................4


2.2Prinsip Good Governance............................................................................4
2.3Konsep Akuntabilitas Publik.......................................................................10
2.4Dimensi Akuntabilitas Publik......................................................................11
2.5Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan di Indonesia..............12
2.6Prinsip-Prinsip Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.........................15
2.7Indikator Keberhasilan Kinerja Sistem Akuntabilitas dalam Pelayanan
Publik...........................................................................................................16
2.8Instrumen Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan.............................18

BAB III PENUTUP...........................................................................................20

3.1 Kesimpulan..................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa Inggris biasa disebut


accountability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”
atau dalam kata sifat disebut sebagai akuntabel. Akuntabilitas merupakan
salah satu pilar “good governance”atau tata kelola pemerintahan yang baik,
dimana pemikiran tersebut bersumber bahwa pengelolaan administrasi
publik merupakan isu utama dalam pencapaian menuju ”clean
government” (pemerintahan yang bersih). Ada beberapa pilar good
governance dalam berinteraksi satu dan lainnya yang saling terkait,
yakni government, citizen, dan business atau state, society dan private sector.
Pada dasarnya pilar tersebut mempunyai konsekuensi akuntabilitas terhadap
publik atau masyarakatnya, khususnya stakeholders yang yang melingkupi
ketiga pilar tersebut sebagai pelaku ”How to govern” atas aktivitasnya dan
juga merupakan pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam mengambil
suatu keputusan untuk kepentingan publik, dalam hal ini sebagaimana
pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap pelayanan publik yang
diberikan.

Konsep akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang


baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menekankan
konsep akuntabilitas ini khususnya dalam menjalankan fungsi administratif
kepemerintahan.

1
Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat yang mulai
digemborkan kembali pada awal era reformasi di tahun 1998. Tuntutan
masyarakat ini muncul karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas
tidak mampu diterapkan secara konsisten di setiap lini kepemerintahan yang
pada akhirnya menjadi salah satu penyebab lemahnya birokrasi dan menjadi
pemicu munculnya berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam
pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia. Era reformasi
telah memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di Indonesia.
Apalagi kondisi tersebut didukung oleh banyaknya tuntutan negara-negara
pemberi donor dan hibah yang menekan pemerintah Indonesia untuk
membenahi sistem birokrasi agar terwujudnya good  governance.

Implementasi akuntabilitas di Indonesia pada prinsipnya telah


dilaksanakan secara bertahap dalam lingkungan pemerintahan. Dukungan
peraturan-peraturan yang berhubungan langsung dengan keharusan
penerapan akuntabilitas di setiap instansi pemerintah menunjukan keseriusan
pemerintah dalam upaya melakukan reformasi birokrasi. Namun demikian,
masih terdapat beberapa hambatan dalam implementasi akuntabilitas yakni
masih rendahnya kesejahteraan pegawai, faktor budaya, dan lemahnya
penerapan hukum di Indonesia.

1.2Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik?
2. Bagaimana hubungan antara akuntabilitas publik dengan Good
Governance?
3. Bagaimana konsep akuntabilitas publik yang diterapkan di Indonesia?
4. Apa saja dimensi-dimensi akuntabilitas publik?
5. Apa saja yang menjadi indikator kineja keberhasilan dari pencapaian
akuntabilitas publik?
2
1.3Manfaat Penulisan

1. Memperoleh informasi mengenai konsep atau sistem akuntabilitas publik


yang diterapkan di Indonesia.
2. Mengetahui informasi mengenai dimensi-dimensi akuntabilitas dalam
pelayanan publik yang dikemukakan oleh para ahli
3. Memperoleh informasi mengenai ukuran tingkat keberhasilan dari
pencapaian suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi publik dengan
indikator yang jelas sehingga dapat digunakan untuk perbaikan kinerja dan
peningkatan akuntabilitas kinerja dalam pelayanan publik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

.1 Pengertian Good Governance

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan


yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican
framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada
proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.

2.2Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-


prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak
ukur kinerja suatu pemerintahan. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-
prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah
ini:

4
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)

Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan,


baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Partisipasi bermaksud
untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi
masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah
daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum,
temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk
lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan
partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi
dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk
menyelesaikan isu sektoral.

2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)

Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan


kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan
dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus
diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum (the
supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang
responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif,
Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa
pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak
asasi manusia.

5
3. Transparansi (Transparency)

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang


diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan
timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu
dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga
bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang
berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan.

4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha

Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha


melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek
lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral
untuk mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik
di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar
dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan etika
bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada
didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen
mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki
oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban sebagai bagian
masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya.

6
Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk
operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal
maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional
perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal
lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder
lainnya, termasuk didalamnya publik.

5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)

Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses


musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut,
selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan
mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen
yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu
dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan
yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan publik yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin
banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata
pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang
berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus
dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan (Equity)

Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga


masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan
kesejahteraan mereka.

7
Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah
dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di
dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah
suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan
daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif
memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu
mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet,
pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah
perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi

7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)

Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,


pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan
efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di
ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya
kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar
pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus
mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan
nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan
perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat
akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu menjadi
bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-
lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8
8. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat


yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi
masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada
lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban
tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang
bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-
undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun
mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen
pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang
jelas dan tegas.

9. Visi Strategis (Strategic Vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi


masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk
mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki
pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi
dasar bagi perspektif tersebut

9
2.3Konsep Akuntabilitas Publik

Konsep akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah


untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang saling berkaitan satu
sama lain yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak yang memberikan
amanah/publik.Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability).

 Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana


kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit
kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat kepada MPR.
 Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat
luas.

Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari Stewardship.


Stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis
dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan, sedangkan
accountability mengacu pada pertanggungjawaban oleh seorang Steward
kepada pemberi tanggung jawab. Terwujudnya akuntabilitas merupakan
tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik
mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan
kepada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban
vertical. Tuntutan tersebut yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat
laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga
sektor publik.

10
2.4Dimensi Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor


publik terdiri atas beberapa dimensi. Menurut Ellwood (1993) menjelaskan
terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi
sektor publik, yaitu :

1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum (Accountability


for Probity and Legality)
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan
penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan
akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik.

2. Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur
administrasi.Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian
pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan,
misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan
lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan
pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan
kelambanan dalam pelayanan.Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas
proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk
melaksanakan proyek-proyek publik.

11
Yang harus dicermati dalam kontrak tender adalah apakah proses tender
telah dilakukan secara fair melalui Compulsory Competitive
Tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).

3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan
alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang
minimal.

4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah,
baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

2.5Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan di Indonesia


Perbaikan pemerintahan dan sistem manajemen merupakan agenda
penting dalam reformasi birokrasi yang sedang dijalankan oleh pemerintah
saat ini. Sistem manajemen pemerintahan diharapkan berfokus pada
peningkatan akuntabilitas serta sekaligus peningkatan kinerja yang
berorientasi pada hasil (outcome) dan impact (dampak). Maka pemerintah
telah menetapkan kebijakan untuk penerapan sistem pertanggungjawaban
yang jelas dan teratur dan efektif yang disebut dengan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah(SAKIP).

12
Akuntabilitas merupakan kata kunci dari sistem tersebut yang dapat
diartikan sebagai perwujudan dari kewajiban seseorang atau instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban
dan berupa laporan akuntailitas yang disusun secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau
disingkatdengan SAKIP tertuang dalam “Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah” yang
mana didalamnya menyebutkan SAKIP merupakan rangkaian sistematik dari
berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan
dan pengukuran, pengumpulan data, pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan
pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah.
Tujuan SAKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya
pemerintah yang baik dan terpercaya. Sedangkan sasaran dari Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah:
1. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat
beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi
masyarakat dan lingkungannya.
2. Terwujudnya transparansi instansi pemerintah.
3. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

13
Penyelenggaraan SAKIP ini dilaksanakan untuk menghasilkan
sebuah laporan kinerja yang berkualitas serta selaras dan sesuai dengan
tahapan-tahapanyang meliputi:
1. Rencana Strategis
Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan instansi pemerintah
dalam periode 5 (lima) tahunan. Rencana strategis ini menjadi dokemen
perencanaan untuk arah pelaksanaan program dan kegiatan dan menjadi
landasan dalam penyelenggaraan SAKIP.

2. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari


pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih
rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan
indikator kinerja. Perjanjian kinerja selain berisi mengenai perjanjian
penugasan/pemberian amanah, juga terdapat sasaran strategis, indikator
kinerja dan target yang diperjanjikan untuk dilaksanakan dalam 1 (satu)
tahun serta memuat rencana anggaran untuk program dan kegiatan yang
mendukung pecapaian sasaran strategis.

3. Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan langkah untuk membandingkan realisasi
kinerja dengan sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam
lembar/dokumen perjanjian kinerja dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD tahun berjalan. Pengukuran kinerja dilakukan oleh
penerima tugas atau penerima amanah pada seluruh instansi pemerintah.

4. Pengelolaan Kinerja

14
Pengelolaan kinerja merupakan proses pencatatan/registrasi,
penatausahaan dan penyimpanan data kinerja serta melaporkan data
kinerja. Pengelolaan data kinerja mempertimbangkan kebutuhan instansi
pemerintah sebagai kebutuhan manajerial, data atau laporan keuangan
yang dihasilkan dari sistem akuntansi dan statistik pemerintah.

5. Pelaporan Kinerja

Pelaporan kinerja adalah proses menyusun dan menyajikan laporan kinerja


atas prestasi kerja yang dicapai berdasarkan Penggunaan Anggaran yang
telah dialokasikan. Laporan kinerja tersebut terdiri dari Laporan Kinerja
Interim dan Laporan Kinerja Tahunan. Laporan Kinerja Tahunan paling
tidak memuat perencanaan strategis, pencapaian sasaran strategis instansi
pemerintah, realisasi pencapaian sasaran strategis dan penjelasan yang
memadai atas pencapaian kinerja.

6. Reviu dan Evaluasi Kinerja

Reviu merupakan langkah dalam rangka untuk meyakinkan keandalan


informasi yang disajikan sebelum disampaikan kepada pimpinan. Reviu
tersebut dilaksanakan oleh Aparat pengawasan intern pemerintah dan hasil
reviu berupa surat pernyataan telah direviu yang ditandatangani oleh
Aparat pengawasan intern pemerintah. Sedangkan evalusi kinerja
merupakan evaluasi dalam rangka implementasi SAKIP di instansi
pemerintah.

2.6Prinsip-Prinsip Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Akuntabilitas dapat diukur melalui beberapa prinsip yang mendasarinya,


Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999. Dalam pelaksanaan akuntabilitas
dalam lingkungan instansi pemerintah terdapat beberapa prinsip yang
mendasarinya (Rakhmat 2009:57), yaitu:

15
1. Harus merupakan sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum penyelenggaraan
Negara serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staff instansi yang
bersangkutan.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang
diperoleh.
5. Harus jujur, obyektif, transparan, akurat, dan inovatif sebagai katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah.

6. Menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan


tujuan yang telah ditetapkan.

2.7Indikator Keberhasilan Kinerja Sistem Akuntabilitas dalam Pelayanan


Publik

Pada hakekatnya indikator merupakan suatu alat ukur yang digunakan


untuk menjelaskan dan memberitahukan mengenai suatu hasil dari aktivitas
kegiatan. Penentuan Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan bagian yang
sangat penting dalam merancang sistem pengukuran kinerja. Penentuan IKU
haruslah benar-benar merupakan penjabaran dari visi, misi, strategi dan
tujuan-tujuan strategis perusahaan. Oleh karenanya IKU menjadi barometer
atau ukuran pencapaian dari sasaran-sasaran strategis, yang berorientasi pada
saat ini atau dimasa yang akan datang.

16
Penentuan IKU pada organisasi profit dan non-profit tidaklah sama. Pada
organisasi profit, penentuan IKU disusun berorientasi pada perspektif
financial, perspektif pelanggan, dan perspektif bisnis, dan masing-masing
perspektif mempunyai alat ukur; Key Performance Outcome (Lag Indicator)
dan Key Performance Driver (Lead Indicator). Lag Indicator dapat disebut
sebagai indikator hasil, sedangkan Lead Indicator disebut dengan indikator
pendorong kinerja atau prosesnya.

Selanjutnya Moeheriono menegaskan, berdasarkan jenisnya Indikator


kinerja terdiri dari:

- Indikator Kinerja Input, yaitu mengukur jumlah sumberdaya seperti


anggaran, SDM, peralatan, material dan masukan laiinya yang
dipergunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
- Indikator Kinerja output, yaitu membandingkan keluaran yang dapat
dianalisis (apakah sudah terlaksana sesuai rencana). Indikator ini pun
biasanya dijadikan sebagai landasan untuk menilai kemajuan suatu
kegiatan.
- Indikator Kinerja outcome, yaitu indikator yang lebih utama daripada
sekedar output. Dalam outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas
hasil lebih tinggi yang menyangkut kepentingan banyak pihak.
- Indikator Kinerja Benefit, yaitu menggambarkan manfaat yang diperoleh
dari indikator hasil (outcome).
- Indikator Kinerja Dampak (Impact), yaitu memperlihatkan pengaruh yang
ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil suatu kegiatan.

17
Semua jenis indikator ini, dapat dikategorikan menggunakan pendekatan
sistem. Setiap sub sistem indikator saling berkaitan satu sama lain dan setiap
indikator berfungsi memberikan tekanan pada kinerja organisasi yang akan
dicapai pada saat sekarang dan masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Dwiyanto, (Dwiyanto 2012:57) untuk melihat


akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian dapat
dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi:

- Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses


penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan
prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap
masyarakat pengguna jasa.
- Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat
pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
- Dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna
jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.

2.8Instrumen Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan

David Hulme dan Mark Tunner (dalam Raba 2006:115) mengemukakan


bahwa akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki
beberapa instrument untuk mengukurnya, yaitu:

(1) Legitimasi bagi para pembuat kebijakan;


(2) Keberadaan kualitas moral yang memadai;
(3) Kepekaan;

18

(4) Keterbukaan;
(5) Pemanfaatan sumber daya secara optimal dan
(6) Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas.

Jadi menurut Hulme dan Turner, akuntabilitas terkait dengan beberapa


pertanyaan berikut ini :

1) Apakah para elit berkuasa telah dipilih melalui suatu pemilihan yang
jujur, adil dan dengan melibatkan partisipasi publik secara optimal?
2) Apakah kualitas moral dan tingkah laku keterbukaan elit berkuasa cukup
memadai?
3) Apakah elit yang berkuasa memiliki kepekaan yang tinggi atas aspirasi
yang berkembang di masyarakat luas?
4) Apakah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan sudah
dilaksanakan dengan efektif dan efisien.

19

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Akuntabilitas merupakan salah satu prasyarat terlaksananya proses


pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good governance).
Akuntabilitas yang merupakan prinsip utama terselenggaranya
pemerintahan yang baik menjadi salah satu acuan pemerintah dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam beberapa pengertian,
akuntabilitas pada umumnya dikaitkan pada proses pertanggungjawaban
terhadap serangkaian bentuk pelayanan yang diberikan atau yang telah
dilakukan. Akuntabilitas merujuk kepada pertanggungjawaban seseorang
kepada pihak yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban.

20

DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2016. Strategi Manajemen Sektor Publik. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat

Pemerintahnet. 2014. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

https://pemerintah.net/sistem-akuntabilitas-kinerja-instansi-pemerintah/

BPKAD Banjar. 2017. Dimensi Akuntabilitas


http://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2017/09/05/dimensi-akuntabilitas/

21

Anda mungkin juga menyukai