Anda di halaman 1dari 17

PERPAJAKAN

Husnul Khatimah (4032018015)


Program Studi Manajemen Keuangan Syariah
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Institut Agama Islam Negeri Langsa

PENDAHULUAN
Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco,
Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam
masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk
tujuan tertentu. Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan
hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat.
Untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi
beban dari individu yang bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup
negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan
seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara.
Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan
pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti
menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain.
Bagi penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-
pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari
hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu
merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu
untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi
individu seperti kesehatan masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi,
dimana ada kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah
senyawa dengan kepentingan umum.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak
Pajak adalah kontribusi kepada Negara berdasarkan Undang-undang dapat dipaksakan
tidak memberikan imbalan secara langsung dipergunakan untuk keperluan Negara. Dalam

1
artian pajak digunakan untuk berbagai pembangunan sarana umum Negara seperti sekolah,
rumah sakit, kantor pemerintahan, dll. Pajak juga digunakan untuk keperluan pembiayaan
penyelenggaraan seperti gaji pegawai negeri, presideen, polisi, dan digunakan untuk
memberikan rasa aman kepada masyarakat.

B. Jenis – Jenis Pajak


a. Berdasarkan Pemungutan
1. Pajak Pusat (dikelola oleh DITJEN. PAJAK) :
 Pajak Penghasilan
 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn
BM)
 Bea Meterai
 Pajak Bumi dan Bangunan
 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2. Pajak Daerah (dikelola oleh Pemerintah masing-masing daerah)
 Pajak Hotel
 Pajak Reklame
 Pajak Restoran
 Pajak Hiburan
 Pajak Penerangan jalan
 Pajak Kendaraan Bermotor

b. Berdasarkan Golongan
1. Pajak Langsung
 Pembebananya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain
 PPh
2. Pajak Tidak Langsung
 Pembebananya dapat dilimpahkan kepada pihak lain
 PPN

c. Berdasarkan Sasaran/Objeknya
1. Subjektif
 Berdasarkan subyek baru dicari obyeknya
 PPh

2
2. Objektif
 Berdasarkan obyek baru dicari subyeknya
 PPN, PPnBM

C. Subjek Dan Objek Pajak


1. Subjek Pajak
Secara garis besar subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan
dikenakan pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak.
Wajib pajak adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga
kepadanya diwajibkan pajak. Dengan perkataan lain. Setiap wajib pajak adalah subjek pajak.
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-
syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru
menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek
pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak
yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu
ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya.
a. Subjek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh)
Secara umum pengertian subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. Secara praktik
termasuk dalam pengertian subjek pajak meliputi orang pribadi dan warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan, badan, dan bentuk usaha tetap. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU
No. 36 Tahun 2008, Subjek pajak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Orang Pribadi dan Warisan yang Belum Terbagi sebagai Satu Kesatuan
Menggantikan yang Berhak
Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang pribadi tidak melihat batasan umur dan juga
jenjang sosial ekonomi, dengan kata lain berlaku sama untuk semua (non dicrimination).
Sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak
pengganti, menggantikan menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan
ahli warisan tersebut dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari
warisan tersebut tetap dapat dilakasanakan, demikian juga dengan tindakan penagihan
selanjutnya.

3
2) Badan
Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha atau tidak melakukan usaha yang meliputi :
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. Perseroan Komanditer
3. Perseroan atau perkumpulan lainnya
4. Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
5. Firma
6. Kongsi
7. Koperasi
8. Dana pensiun
9. Persekutuan
10. Yayasan
11. Organisasi massa
12. Organisasi sosial politik
13. Bentuk usaha tetap
14. Bentuk usaha lainnya.
3) Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
dalam jangka waktu 12 bulan, atau juga badan yang didirkan atau tidak bertempat kedudukan
di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa :
1. Tempat kedudukan manajemen
2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam
8. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
9. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan
10. Gudang

4
11. Ruang untuk promosi atau penjualan
12. Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau oleh orang lain
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia
16. Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki sewa atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui
internet.

b. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri


Subjek pajak penghasilan juga dikelompokkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Pengelompokkan tersebut diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 26
tahun 2008
1. Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia. Secara praktis ini dapat dilihat
dalam ketentuan berikut :
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal
di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri


Sedangkan yang termasuk sebagai subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang  pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang dapat

5
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak dalam negeri akan menjadi pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan, sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak sehubungan
dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau di peroleh
melalui badan usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain :
1) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri
dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
2) Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netto dengan tarif
umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto
dengan tarif pajak sepadan.
3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan
pajak yang bersifat final.
Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak
tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya, penentuan saat di mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 A
UU PPh, yaitu sebagai berikut :
1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban
pajak subjektifnya akan dimulai pada saat ia lahir di Indonesia dan berakhir saat
meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka
kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi
berkedudukan di Indonesia.
3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha
melalui badan usaha tetap di Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut

6
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan
tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak
lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
5) Untuk warisan yang belum terbagi dan masih dalam satu kesatuan menggantikan yang
berhak, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat timbulnya warisan, yaitu
pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang belum terbagi baru menjadi wajib
pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan penghasilan Dan berakhirnya pajak warisan
tersebut setelah warisan selesai dibagi.  

c. Undang-undang tentang Pajak Penghasilan (PPh)


1. PPh pasal 21
Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh :
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan
pegawai.
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara
lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan
suatu kegiatan

2. PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun
objek pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :
a. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas :

7
 Dividen
 Bunga
 Royalti
 Hadiah
b. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas :
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan.
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.
Sedangkan yang bukan termasuk objek Pajak PPh 23 adalah :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi.
3. Dividen yang diterima oleh orang pribadi.
4. Bagian laba.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan peraturan
Menteri Keuangan.

3. PPh Pasal 26
Subjek pajak PPh 26 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.
Adapun objek pajak PPh 26 yang dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan
adalah:
1. Dividen
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan

8
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Premi swap san transaksi lindung nilai lainnya, serta
8. Keuntungan karena pembebasan utang.

3. PPh Pasal 4 ayat 2


Objek PPh yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang
Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari tansaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.

3) Subjek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN-
PPnBM)
1) Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa
Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha
kecil yang batasannya ditetapkan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil tersebut
memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP.
Berdasarkan PP No. 22 Tahun 1985, PP No.28 Tahun 1988 serta PP No. 75 Tahun 1991
yang dapat disebutkan beberapa contoh yang termasuk pengusaha kena pajak sebagai subjek
PPN yaitu :  
a. Pabrik
b. Importir
c. Agen utama atau penyalur utama
d. Pengusaha pemegang hak atau menggunakan paten atau merek dagang Barang Kena
Pajak.
e. Pedagang besar
f. Eksportir

9
g. Pedagang eceran beras
h. Pemborong atau Kontraktor
i. Pengusaha jasa bidang komunikasi
j. Pengusaha jasa angkatan udara dalam negeri
k. Pengusaha lain yang ditetapkan oleh direktur jenderal pajak

2) Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)


Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang
tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan pengusaha yang
mengimpor barang yang tergolong mewah.
3) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai kewajiban untuk
melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB. Subjek PBB baru akan melunasi utang PBB
apabila subjek PBB tersebut secara nyata mempunyai hak atas bumi dan bangunan dan atau
memperoleh manfaat atas bumi dan bangunan tersebut. Hak-hak atas bumi dan bangunan
dalam PBB adalah mengacu pada ketentuan Undang-undang Agraria yaitu ; Hak Milik, Hak
Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan.
4) Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Subjek  pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.

2.      Objek Pajak


a. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan
secara luas didalam pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) yaitu “setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”
Menurut ketentuan UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No. 36
Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini.

10
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Karena penilaian kembali aktiva
14. Premi asuransi yaitu iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
15. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah atau pun berupa imbalan bunga sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan
17. Surplus Bank Indonesia.

b. Objek Pajak PPN


Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
dengan syarat :
 Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena pajak
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak

11
3. Penyerahan barang kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha
dalam syarat :
 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak,
 Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean,
 Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi
atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
8. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah
terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena
pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.  

c. Objek Pajak PPn BM (Barang Mewah)


Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU
No. 18 tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah :
1. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha
yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

d. Objek Pajak Bumi dan Bangunan


Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan atau
bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara
itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
atau perairan.
Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adalah :

12
1. Bangunan tempat tinggal (rumah)
2. Gedung kantor
3. Hotel
4. Pabrik
Semua ini merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut di atas, seperti :
1) Jalan lingkungan pabrik dan emplasemennya
2) Hotel
3) Kolam renang
4) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa minyak, fasilitas lain yang
memberikan manfaat.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek
pajak yang :
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis lainnya.
3) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu
hak.
4) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

e. Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
1. Pemindahan hak karena :
 Jual beli
 Tukar menukar
 Hibah
 Hibah wasiat
 Waris
 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
 Penunjukan pembeli dalam lelang

13
 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
 Penggabungan usaha
 Peleburan usaha
 Pemekaran usaha
 Hadiah.
2. Pemberian hak baru karena :
 Kelanjutan pelepasan hak
 Di luar pelepasan hak
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah :
 Hak milik
 Hak guna usaha
 Hak guna bangunan
 Hak pakai,
 Hak milik atas satuan rumah susun
 Hak pengelolaan.
Sedangkan objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
1. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum
3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan
tidak adanya perubahan nama
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

f. Objek pajak Bea Materai


Dokumen yang dikenakan bea materai adalah :
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat
perdata.

14
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya
3. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya
4. Surat yang memuat jumlah uang
5. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek, serta
6. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu surat-
surat biasa dan surat-surat kerumah tanggaan, dan surat-surat yang semula tidak
dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.

B.       Tarif Pajak


Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip
maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat
menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan. Tarif
yang dikenal dan diterapkan selama ini dapat dibedakan menjadi empat, adalah sebagai
berikut :
1. Tarif Tetap
2. Tarif proporsional atau sebanding
3. Tarif progresif
4. Tarif degresif

TARIF TETAP
Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar pengenaan
pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang adalah tetap. Tarif ini
diterapkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (BM). Dalam
undang-undang Bea Materai, tarif digunakan adalah Bea Materai dengan nilai nominal
sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Nilai nominal dalam perkembangannya selalu berubah-ubah.
Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1995 tarif Bea Materai diatas dinaikkan menjadi Rp 1.000
dan Rp 2.000 yang selanjutnya dengan PP Nomor 24 Tahun 2000 tarifnya dinaikkan lagi
menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000.

TARIF PROPORSIONAL
Tarif proporsional atau sebanding adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan
persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak,

15
sehingga jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional/sebanding dengan
dasar pengenaan pajaknya. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).

Contoh : Tarif PPN 10%

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Jumlah Pajak


Rp 10.000.000,00 10% Rp 1.000.000,00
Rp 20.000.000,00 10% Rp 2.000.000,00
Rp 30.000.000,00 10% Rp 3.000.000,00
Rp 40.000.000,00 10% Rp 4.000.000,00

TARIF PROGRESIF
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar, sehingga jumlah pajak
yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan
pajaknya.
Contoh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35% 35%

TARIF DEGRESIF
Tarif Degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya
semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi
besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini
tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 16 15%
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan materi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pajak adalah 
pembayaran yang dilakukan rakyat, dan merupakan sumber dana untuk pembangunan
Negara. Selain itu pajak berbeda dengan retribusi dan sumbangan. Dalam penetapan besaran
pajak harus sesuai dengan pancasila.
Pajak sendiri memiliki banyak jenis dan asas yang digunakan pun beraneka ragam. Tarif
pajak berbeda tergantung dasar yang digunakan. Selain itu pemerintah telah memberikan
batasan segala hal yang berkaitan dengan pajak di dalam UU perpajakan nasional yang
merupakan modernisasi dari UU pajak jaman kolonial.
Subjek pajak adalah pihak-pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak,
sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang yang akan dikenakan pajak. Wajib pajak
adalah subjek pajak yang telah memenuhi syarat-syarat objektif sehingga kepadanya
diwajibkan pajak.
Salah satu syarat pemungutan pajak adalah keadilan, baik keadilan dalam prinsip
maupun keadilan dalam pelaksanaannya. Dengan adanya keadilan, pemerintah dapat
menciptakan keseimbangan sosial, yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Penentuan tarif pajak merupakan salah satu cara untuk mencapai keadilan.

B.       Saran
Penghasilan negara terbesar terutama negara kita Indonesia adalah berasal dari pajak.
Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu negara khususnya
Indonesia. Oleh karena itu, pengelolaan pajak harus dikelola dengan baik dan benar agar
manfaatnya dapat dirasakan oleh rakyat. Selain itu para wajib pajak juga harus rutin dalam
membayar pajak demi tercapainya pembangunan dan pertumbuhan  ekonomi bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai warga Negara Indonesia harus
memahami apa-apa saja yang menjadi subjek pajak, objek pajak, serta tarif pajak yang
berlaku di Negara Indonesia.Sehingga bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat
dan menjadi warga Negara yang taat terhadap pajak.

17

Anda mungkin juga menyukai