Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia yang hidup pada zaman pra aksara sekarang sudah  berubah


menjadi fosil. Penemuan-penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia.
Hal ini dikarenakan indonsesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim
yang cocok dihuni oleh manusia kala itu.fosil manusia yang ditemukan di
Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan;penemuan
fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam
hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu maupun hewan yang pernah hidup
dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Dilihat dari hasil
penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak
sejarah peradaban manusia mulai saat manusia hidup. Hal ini diketahui dari
kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19,dimana mereka tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia . dengan begitu ilmu
sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Itu
sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci
mengenai manusia purba yang ditemukan di Trinil.

B. Rumusan masalah

Masalah yang akan ditulis pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejarah manusia purba di trinil


2. Lokasi manusia trinil
3. Jenis-jenis manusia trinil

C.  TujuanPenulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah adalah


sebagai berikut :

1. Menjelaskansejarahmanusiapurbadi trinil
2. Mendiskripsikanjenis-jenismanusiapurba yang ditemukan di trinil
3. Menjelaskanlokasipenemuanfosilmanusiapurba di trinil

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah manusia purba di trinil

Asal-usul manusia memang sudah lama dipertanyakan, mungkin sejak


manusia itu sendiri ada. Namun, bagi arkeologi, pertanyaan tentang asal usul
manusia sebenarnya baru menjadi fokus kajian setelah Charles Darwin
menerbitkan bukunya The Descent of Man (1871), menyusul terbitan bukunya
yang terkenal The Origin of Species (1858). Di bukunya itulah Darwin menyebut
adanya “the missing link”, mata rantai yang hilang dari proses evolusi primata
menuju manusia sejati. Sejak itu, para ahli paleoantropologi dan arkeologi seakan
berlomba untuk mendapatkan bukti-bukti “the missing link”.

Dorongan itu pula yang membawa Eugene Dubois untuk meninggalkan


kehidupan yang mapan di Belanda untuk berburu fosil di Indonesia. Tahun 1891,
Dubois mengaku telah menemukan fosil “the missing link” dalam penggalian di
tepian Bengawan Solo, di desa kecil Trinil, tidak jauh dari Ngawi, Jawa Timur
(Shipman, 2001).

Museum Trinil atau Kepurbakalaan Trinil terletak di dukuh Pilang, desa


Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak 14 km dari Kota
Ngawi ke arah Barat daya, pada KM 10 jalan Raya Ngawi -Solo ada pertigaan
belok ke arah Utara. Dan Sepanjang 3 km perjalanan baru sampailah pada Museum
Trinil. Dan Letaknya sendiri di Pinggiran kali Bengawan Solo, dan layaknya situs-
situs kepurbakalaan yang ada di tanah air memang cenderung dipinggiran sungai.
Seperti halnya situs Sangiran atau situs sambung macan Sragen juga dibantaran
sungai Bengawan solo.

Disebelah Barat daya di halaman Museum terdapat bangunan berupa


Monumen yang didirikan oleh Eugene Dubois yang pertama kali menemukan situs
ini. Di monumen itu dituliskan angka tahun pertama kali penemuan fosil manusia
purba yang diberi Nama Pithecanthropus Erectus. Disamping manusia purba
didalam museum sendiri juga banyak ditemukan berbagai macam fosil binatang
purba, yang paling terkenal adalang ditemukan gading Gajah Purba yang sangat
besar sekali jika dibandingkan dengan ukuran gading gajah biasa.

2
Dan manusia purba ini diperkirakan berada pada jaman pleistosin tengah
atau 1 juta tahun yang lalu. Dari berbagai temuan adalah: Golongan primate

1) Pithecanthropus Soloensis
2) PongoPygmaeusHoppins
3) SymphalangusSyndoctylus Raffles
4) HyaobatesOfmelochAndebert
5) NacacaFascicalois
6) Pithecanthropus Erectus Dubois

Demikian pula Bengawan-dalam bahasa Jawa berarti sungai besar-Solo


yang membentuk aliran air hingga sejauh 600 kilometer. Di sekitar aliran sungai
ini, yakni di Desa Trinil, sekitar 11 kilometer dari Kota Ngawi, Jawa Timur
(Jatim), seorang berkebangsaan Belanda, Eugene Dubois, menemukan fosil tulang
"manusia monyet" (Pithecanthropus erectus) pada tahun 1891. Penemuan itu
menjadi bukti betapa sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut menjadi tumpuan
hidup nenek moyang ras manusia sejak ratusan ribu tahun silam.

Namun, apakah temuan itu telah menjawab tentang asal-usul manusia


sejati? Apakah misteri “the missing link” telah terpecahkan? Ternyata tidak!!!
Malahan, fosil-fosil yang ditemukan Dubois seakan menjadi pemicu debat baru di
antara para ahli yang akhirnya menyadarkan mereka untuk tidak sekedar mencari
dan menemukan “the missing link”, tetapi juga memikirkan kembali apa yang
dimaksud dengan “the missing link”. Perdebatan dan fokus kajian pun lalu
bergeser. Kalau semula perdebatan hanya berkutat di sekitar : apakah fosil dari
Trinil adalah benar-benar “the missing link”, pada tahap berikutnya para ahli mulai
bertanya-tanya : apa atau siapakah “the missing link” itu ? Apakah ia adalah satu
jenis makhluk yang menjadi perantara dalam proses evolusi dari kera menuju
manusia, sehingga E. Haeckel menyebutnya Pithecanthropus (pithecos = kera,
dan anthropos = manusia) ? Atau, “the missing link” adalah sosok-sosok makhluk
yang proses evolusinya ada di antara kera dan manusia ? Rupanya, hasil penelitian
arkeologi dan paleoantropologi cenderung mendukung adanya beberapa makhluk
perantara dalam proses evolusi dari makhluk mirip kera (pithecoid) menjadi
manusia. Namun, ketika sejumlah fosil “the missing links” (jamak) sudah
ditemukan, toh perdebatan tidak berhenti sampai di situ.

3
Asal-usul manusia sejati (Homo sapiens) belum juga terpecahkan.
Masalahnya, para ahli tetap saja berdebat “makhluk fosil” mana yang punah dan
mana yang terus menjadi manusia. Karena itu, terdapat sejumlah pohon
kekerabatan manusia yang berbeda-beda (lihat skema di bawah) dan teori asal-
usul Homo sapiens pun beragam. Dua di antara teori asal-usul Homo sapiens yang
kini masih marak diperdebatkan adalah Teori Kesinambungan Setempat (Multi
Regional Continuity) dan Teori Penggusuran (Replacement Theory). Teori yang
disebut pertama beranggapan homo sapiens muncul di berbagai tempat di dunia
dari hasil evolusi homo erectus di kawasan masing-masing, sedangkan teori yang
kedua meyakini homo sapiens muncul hanya di Afrika dan kemudian menyebar ke
berbagai penjuru dunia untuk menggusur homo erectus yang kemudian punah
(Gamble, 1993).

Oleh karena itu, dicarilah bentuk kegiatan lain yang bisa mengingatkan
warga Solo akan peranan Bengawan Solo sebagai induk peradaban. Upaya ini
bukan sekadar menghadirkan romantisme. Lebih jauh lagi, upaya itu adalah
perjuangan untuk menyadarkan masyarakat modern agar menghargai sungai,
menghargai induk peradaban besar ras mereka.

Sejarah geologi wilayah Pegunungan Seribu, menurut ahli geologi Dr.


Tony Djubiantono, terbentuk pada kala Miosen atau Pleistosen Tengah (jutaan
tahun yll), dimana saat itu terjadi perubahan yang spektakuler ketika dasar laut di
daerah tsb terangkat ke atas. Pada proses terangkatnya dasar laut yang semula
berupa teluk besar, berlangsung pembentukan koloni berupa bukit-bukit yang
kemudian menjadi bagian dari Pegunungan Seribu. Bukit-bukit di daerah tsb
hingga saat ini secara jelas memperlihatkan format batuan koral serupa dengan
batuan di dasar lautan. Bahkan di sejumlah tempat dengan mudah ditemukan fosil-
fosil binatang laut (yang menunjukkan bahwa daerah tsb dahulunya merupakan
dasar lautan).
Konon Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa.
Panjangnya mencapai sekitar 600 km.

2. Lokasi Manusia Trinil

Trinil adalah sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah


administrasi kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tinggalan purbakala lebih dulu

4
ditemukan di daerah ini jauh sebelum vonkoenigswald menemukan sangiran pada
1934. Ekskavasi yang dilakukan oleh Eogene Dubois di Trinil telah membawa
penemuan sisa-sisa manusia purba yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan.
Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluviar Bengawan Solo dari lapisan
ini ditemukan atap tengkorak pithecantheropus erectus, dan beberapa buah tulang
paha (utuh dan fragmen) yang menunjukan oemiliknya telah berjalan tegak.

Tengkorak pithecantheropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi


memanjang kebelakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, diantara otak kera (600
cc) dan otak manusia modern (1200 – 1400 cc). Tulang keningsangat menonjol dan
di bagian belakang mata,terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak
yang belum berkembang. Pada bagian belakang kepalaterlihat bentuk yang
meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya
sambungan perekatan antar tulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai
usia dewasa.selain tempat-tempat di atas, peninggalan manusia purba tipe ini juga
di temukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur, Ngandong, Blora, Jawa Tengah,
Sambung macan, Sragen.

3. Jenis-jenis manusia purba di trinil

Jenis-jenis manusia purba di trinil yaitu sebagai berikut:

a. Meganthropus
Meganthropus diketahui sebagai jenis manusia purba yang paling tua.
'Megan' berarti besar, 'anthropus' berarti manuisa, 'paleo' diartikan tua, dan
'javanicus' berarti jawa. Adapun arti dari Meganthropus Palaeojavanicus adalah
manusia raksasa dari Jawa.
Jenis manusia purba ini ditemukan sekitar tahun 1936 di kawasan
Sangiran, yang merupakan lembah dari sungai Bengawan Solo dari lapisan
Pleistosen. Fosil dari manusia Meganthropus ini ditemukan oleh arkeolog asal
Belanda, bernama Van Koenigswald.
Ciri-ciri dari manusia purba Meganthropus Palaeojavanicus:
- Memiliki tulang pipi yang tebal
- Otot rahang kuat
- Bentuk tubuh tegap

5
- Tulang kening yang menonjol
- Tak memiliki dagu
- Bentuk kepala dengan tonjolan di belakang yang tajam
- Volume otak 900 cc
- Hidup berkelompok dan berpindah tempat.
b. Pithecanthropus Erectus

Pithecanthropus Erectus diperkirakan hidup di Indonesia sekitar satu


hingga dua juta tahun yang lalu. Fosil pertamanya berupa bagian geraham
ditemukan di daerah Lembah Bengawan Solo, daerah Trinil, Ngawi.
Fosil Pithecanthropus Erectus tersebut ditemukan oleh Eugene Dubois
tahun 1890. Nama Pithecanthropus Erectus berasal dari akar bahasa Yunani
dan latin dan memiliki arti manusia-kera yang dapat berdiri.
Ciri-ciri manusia purba Pithecanthropus Erectus:
- Tengkuk dan geraham (gigi) yang kuat
- Tubuh belum tegap sempurna
- Hidung tebal
- Dahi lebih menonjol dan lebar
- Rata-rata tingginya 165 cm sampai 180 cm
- Memiliki volume otak sekitar 750 cc hingga 1350 cc.

6
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan

Trinil adalah sebuah desa dipinggiran bengawan solo, masuk wilayah


administrasi kabupaten ngawa, jawa timur. Yang dulu ditemukan peninggalan
purbakala letak ditemukannya manusia trinil di desa kuwu kecamatan kedungalar,
kabupaten ngawi, jawa timur. Kira kira 13 km sebelum pusat kota ngawi dari arah
kota solo. Trinil ini merupakan kawasan dilembah bengawan solo yang menjadi
hunian kehidupan purba tepatnya jaman pleistosen tengah sekitar 1juta tahun
yang lalu penemu manusia trinil tahun 1892 eugeune dubois ahli anatomi
menemukan bekas manusia purba diluar eropa yaitu spesimen manusia jawa atau
pithecanthropus erectus yang berasal dari bahasa yunani dan latin memiliki arti
manusia kera yang dapat berdiri.

B.  Saran

Mengingat di Indonesia banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba, maka


dapat dilakukan penelitian lanjutan untuk memperjelas proses evolusi manusia dan
untuk memperbaiki teori-teori lama yang kurang tepat.

7
DAFTAR PUSTAKA

http://adimurianto-akses.blogspot.co.id/2015/09/penelitian-manusia-purba-di-
sangiran.html#

http://artikeltop.xyz/ -ciri-ciri-pithecanthropus.html

http://fiyahdwisafitri.blogspot.com/2017/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

https://www.bola.com/ragam/read/4492035/jenis-jenis-manusia-purba-di-
indonesia-beserta-penjelasan-dan-ciri-cirinya

Anda mungkin juga menyukai