Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP THAHARAH, WUDHU DAN TAYAMMUM


DOSEN : BAPAK DR. H. MUKHTAR, Lc, M.Th.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

NABILA ZALZA ANASTASYA ( 2120203862220225 )


ASTRID ( 2120203862202031)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PRODI AKUNTANSI SYARI’AH

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taupik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga kami bisa

menyusun makalah ini tentang “KONSEP THAHARAH, WUDHU DAN

TAYAMMUM”

Makalah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dari beberapa

pihak sehingga makalah ini bisa selesai dengan lancar. Untuk itu, kami selaku

penyusun banyak berterimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami

sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan Makalah ini, kami menyadari masih

banyak kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini,

karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan

ini sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para

pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat bagi penyusun pada khususnya.

Parepare, 24 September 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1. Latar Belakang........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3. Tujuan......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Pengertian Thaharah, Wudhu dan Tayamum..........................................3

2.2 Landasan Hukum Thaharah, Wudhu dan Tayamum...............5

2.3 Pembagian Thaharah, Wudhu dan Tayamum.........................8

BAB III PENUTUP.............................................................................................11

3.1. Kesimpulan..............................................................................................11

3.2. Saran........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12

iii
BAB I
PENDHULUAN

1.1      Latar Belakang
Bersuci merupakan hal yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan
ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat
menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki
tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, tidak akan sah
bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. kadang ada
masalah ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam mempermudahkan
orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana
alat bersucinya dengan menggunakan debu.
Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat
bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak
menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut
dengan faaqiduth thohuuroini . Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi
orang sakit, misalnya kaki diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang
biasanya tidak boleh terkena udara?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai di kalangan
masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa
adanya kajian khusus tentang hal-hal di atas bukan mungkin kita sebagai
mahasiswa Sekolah Tinggi Islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan
kasus-kasus tersebut.
Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas mata kuliah
Pengembangan Materi PAI, kami mencoba menguraikan hal-hal di atas, walau
pun tidak dapat dikatakan secara menyeluruh. Minimal dengan adanya makalah
ini, kita mengetahui gambaran status hukum kasus-kasus tersebut, semoga
tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam tentang hukum peribadatan
Islam ini atau menarik hal positif lain yang nanti akan berguna di kehidupan kita
nanti. Aamiin.

1
1.2      Rumusan Masalah

Berdasarkan latar Belakang Yang dikemukakan di differences,


Maka dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian dari thaharah, wudhu' dan tayamum?


2.      landasan hukum mengenai thaharah, wudhu' dan tayamum?
3.      Jelaskan pembagian mengenai thaharah, wudhu' dan tayamum?

1.3      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian dari thaharah, wudhu' dan tayamum.
2.      Untuk mengetahui landasan hukum mengenai thaharah, wudhu' dan
tayamum.
3.     Untuk mengetahui pembagian mengenai thaharah, wudhu' dan tayamum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Thaharah, Wudhu dan Tayamum


1. Pengertian Thaharah
Thaharah adalah salah satu syarat dalam melakukan suatu amal ibadah,
terutama dalam shalat, haji, dan sebagainya baik itu bersuci dari hadats kecil
maupun bersuci dari hadats besar, karena setiap amal ibadah yang kurang salah
satu syaratnya, maka amal ibadah itu kurang sempurna sahnya.
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih”.  Dalam Hadits Pilihan Shahih
Bukahri , thaharah artinya bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat
mata maupun yang tidak kasat mata seperti aib dan dosa. Sedangkan pengertian
thaharah secara terminologi syara' berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat
dari hadats dan najis dengan menggunakan air yang dapat mensucikan serta
dengan aturan-aturan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. 
Sedangkan menurut istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari hadats
dan najis.  Pakaian yaitu mensucikan diri, dan tempat dari hadats dan najis dengan
menggunakan air yang dapat mensucikan serta dengan aturan-aturan yang sesuai
dengan ajaran agama Islam . Menurut istilah para ulama Ahli Tasawuf adalah
membersihkan diri dari segala perbuatan yang dilarang oleh Syara' atau dari
perbuatan yang akan menimbulkan dosa dan dari budi pekerti yang buruk atau
perangai yang jahat. Sedangkan menurut istilah ulama Fikih adalah membersihkan
diri dari najis dan hadas. 
Itulah pentingnya thaharah (bersuci) bahkan ada hadits yang
menyebutkan bahwasanny a kebersiha n adalah sebagian daripada
iman. Namun banyak ulama berbeda pendapat tentang makna bersuci
merupakan prestasi iman. Dua pendapat yang paling masyhur adalah:
1.      Bersuci diartikan dengan bersuci dari najis maknawi, yaitu dosa-
dosa, baik dosa batin maupun dosa lahir. Karena iman ada dua
bentuk, yaitu tinggalkan dan lakukan, maka tatkala meninggalkan
dosa-dosa berarti sudah memenuhi harapan akan iman.

3
2.      Bersuci diartikan dengan bersuci dengan udara. Bersuci dengan air
ada dua macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila
bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka
yang dimaksud dengan iman adalah shalat. Jadi bersuci itu dari
shalat. Shalat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok
amalan iman. 
2. Pengertian Wudhu     
         Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan menurut
istilah, wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap
sebagian kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya didahului dengan niat
serta dilakukan dengan tertib. 
         Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat)  dan suatu syarat untuk sahnya shalat
yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat. 
3. Pengertian Tayamum
         Menurut bahasa, tayamum berarti menuju ke debu. Sedangkan
menurut pengertian syar i ' at, tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan
kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau lainnya.  Menurut para
ulama Fikih, ada beberapa pengertian tentang tayamum , yaitu:
A)      Menurut Hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang suci.
B)      Menurut Malikiya h, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang disertai niat.
C)      Menurut Syafi'iyah, tayamum adalah debu pada wajah dan kedua tangan atau
anggota dari keduanya sebagai ganti dari wudhu atau mandi dengan syarat-
syarat tertentu.
D)     Menurut Hanabilah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang suci dengan cara yang ditentukan .
Menurut Hanafiyah, tayamum merupakan pengganti yang mutlak dari
wudhu, maksudnya tayamum dapat menghilangkan hadats selama tidak ada udara

4
ketika seseorang akan menunaikan shalat. Dengan keterangan ini bisa kita ambil
kesimpulan bahwa dengan sekali tayamum, kita dapat melaksanakan shalat fardhu
lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus menunggu waktu shalat, serta
hal-hal lain sebagaimana wudhu.
Pernyataan ini berbeda dengan jumhur, yakni kedudukan tayamum
menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu shalat orang yang hadats
tidak menemukan udara atau karena sebab lain yang mengizinkan seseorang
bertayamum ia dapat menunaikan shalat walau dalam keadaan hadat dengan
bertayamum karena darurat, sebagaimana kasus mustahadhoh (orang perempuan
yang istihadho).
Ulama telah menyatakan bahwa tayamum menjadi pengganti dari thaharah
kecil, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai tayamum sebagai pengganti
thaharah kecil. 
Jadi tayamum adalah suatu rukhshah/keringanan bagi orang yang tidak
diizinkan menggunakan udara karena sakit atau kesulitan untuk mendapatkan
udara. 

2.2 Landasan Hukum Thaharah, Wudhu dan Tayamum


1. Landasan Hukum Thaharah
Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan
dengannya merupakan kegiatan yang sangat penting, karena di antara syarat-
syarat syahnya shalat yang ditetapkan agar orang yang mengerjakannya suci dari
hadats, suci badan, pakaian dan tidak tepat dari najis. Thaharah hukumnya wajib
berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Ta'ala berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang percaya, jika kalian hendak mengerjakan
pekerjaan, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku,
dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata
kaki.” (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).

5
Rasulullah bersabda: “Kunci shalat adalah bersuci.” Dan
sabdanya, “Shalat tanpa wudhu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah SAW
bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).
Dalil tentang thaharah 3, yaitu:
A)            Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 222
‫اهللَ الت ََّّوابِنْي َ ال‬
Artinya : “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri ”. 
B)            Hadits Nabi SAW yang berbunyi:
) ‫( اه املسلم‬ .‫الَ ُل اهلل الَة ا‬
     Artinya: “ Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak dalam
keadaan suci ”. (HR.Muslim)
C)            Ijma'

Para ulama menjelaskan bahwa ayat-ayat dan hadits di atas memberi


penegasan bahwa thaharah (bersuci) wajib hukumnya, tidak saja karena
orang muslim akan mendirikan shalat melainkan wajib dalam semua
keadaan, terutama bersuci dari najis dan hadats besar.

2. Landasan Hukum Wudhu


         Perintah wudhu kepada orang yang akan melaksanakan shalat satu syarat
sahnya shalat. Adapun disyari'atkannya wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam
alasan : 
A)            Firman Allah dalam surat Al-Maidah: 6 :
ُ َ‫الة ا ْغ ِسلُوا ىَل الْ َمَرافِ ِق ْام َس ُحوا ل‬
… ِ ‫ك ْم ىَل الْ َك ْعَبنْي‬ ِ ‫الص‬
َّ ‫ين ا ا ىَل‬ ِ َّ
َ ‫ا ا الذ‬
         Artinya: “Hai orang-orang yang percaya, apabila kamu hendak
mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki.”         
B)            Hadits Nabi SAW yang berbunyi:
‫ال ل اهلل الة ا‬
         Artinya: ” Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu bila ia
berhadats, sehingga ia berwudhu .” (HR.Bukhari dan Muslim)

6
C)            Ijma'
Menurut ijma' ulama berpendapat bahwa wudhu hukumnya wajib bagi
Muslim yang sudah dewasa dan berakal, telah masuk waktu shalat atau ketika
akan melaksanakan suatu perbuatan yang disyaria'tkan wudhu terlebih dahulu. 

3. Landasan Tayamum
         Dalil disyariatkannya tayamum ada 3, yaitu:
A)            Firman Allah dalam surat An-Nisa': 43:
‫ا َن ا ا‬ َ‫ِّساءَ مَلْ ا اءً ا ا ا اا اللَّه‬ ِِ
َ ‫الم ْستُ ُم الن‬
َ ‫ىَل اءَ الْغَائط‬ …

            Artinya: “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu
tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu.  Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.”

B)            Hadits Nabi SAW dari Abu Hurairah ra berkata:


Artinya: “ Rasulullah SAW bersabda, “Seluruh bumi ditampilkan dan bagi
umatku sebagai mesjid dan alat bersuci, maka di mana juga shalat itu ditemui di
antaramu, di sampingnya terdapat alat-alat untuk bersuci.” (HR.Ahmad)

C)            Ijma'

Ijma' ulama membolehkan tayamum, tetapi khusus bagi orang sakit dan
Musafir yang ktiadaan air. Namun mereka berselisih dalam masalah, yaitu:

1)      Orang sakit yang khawatir terhadap pnggunaan air pada penyakitnya,


2)      Keadaan normal yang tidak menemukan udara,
3)      Musafir yang sangat menghemat atau memerlukan air bawaanya, dan
4)      Orang yang khawatir terhadap kesehatannya dengan penggunaan udara
yang sangat dingin.
Jumhur ulama berpendapat bahwa keempat golongan tersebut boleh
bertayamum, sedangkan Atha' tidak membolehkan tayamum baik orang sakit
maupun sehat jikamenemukan air.sementara itu, mahzab Syafi'i dan Maliki

7
membolehkan tayamum bagi orang yang bukan berada dalam perjalanan dan tidak
sakit. 

2.3 Pembagian Thaharah, Wudhu dan Tayamum


1. Pembagian Thaharah
         Kita bisa membagi thaharah secara umum menjadi dua macam pembagian
yang besar, yaitu:
A)            Thahara Hakiki
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa
thaharah secara hakiki adalah terbebasnya seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air
kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara
hakiki. Thaharah secara hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang
menempel, baik di badan, pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah
ritual. Caranya bermacam-macam tergantung tingkat kenajisannya. Bila najis itu
ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah
lenyap. Bila najis itu berat, harus cuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan
tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan dengan cara mencucinya dengan air
biasa, hingga hilang warna najisnya. Dan juga hilang bau najisnya. Dan juga
hilang rasa najisnya.
B)            Thaharah Hukmi
Sedangkan thaharah secara hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari
hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah). Thaharah secara
hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh jadi secara fisik tidak ada
kotoran pada diri kita. Namun tidak ada kotoran yang menempel pada diri kita,
tentu saja belum dilihat bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah
kesucian secara ritual.
Seorang yang batal wudhu'nya, boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu' bila ingin
melakukan ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya. Demikian pula

8
dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih,
lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari
hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk
melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu'
atau mandi janabah. 
2. Pembagian , Syarat , Rukun & Yang Membatalkan Wudhu    
A.    Pembagian Wudhu:
1. Wajib, sebagai syarat sahnya shalat, sujud tilawah, thawaf, dan
menyentuh mushaf.
2. Sunnah, ketika akan melakukan segala amal kebaikan (berdzikir, tidur,
melakukan hubungan suami istri, setelah berbuat kemaksiatan, marah,
membaca Al-Qur'an, memandikan jenazah dsb)
3. Makruh, jika wudhu yang sudah dilaksanakan belum digunakan untuk
beribadah sehingga makruh jika berulang kali wudhu.
4. Haram, jika berwudhu dengan air hasil ghoshob, atau hasil mencuri dan
semisalnya.
B.     Syarat-syarat Wudhu
1.      Islam,
2.      Mumayiz (dapat mmbdakan mana nilai-nilai yang baik dan buruk atau
sudah berakal),
3.      airnya suci,
4.      Tidak ada halangan dari agama seperti haid atau nifas.

C.     Rukun (Fardu) Wudhu'


1.      Niat,
2.      Membasuh muka,
3.      Membasuh kedua tangan sampai kedua siku,
4.      Mengusap sebagian kepala,
5.      Membasuh kaki sampai mata kaki,

9
6.      Menertibkan rukun-rukun di atas.

D.    Yang Membatalkan Wudhu'

1.      Sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur,

2.      Tidur nyenyak shingga pinggul tidak tetap lagi di atas lantai,

3.      Hilang akal karena mabuk, gila dan pingsan karena obat-obatan atau sakit,

4.      Bersentuh kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya dan


tanpa lapis,

5.      Menyentuh video tanpa alas.

3.            Syarat, Rukun dan Yang Membatalkan Tayamum

A.    Syarat-Syarat Tayamum:

1.      Adanya halangan seperti tidak mendapatkan air, sakit dan lain-lain,

2.      Sudah masuk waktu shalat, tapi tidak mendapatkan air,

3.      Debu yang digunakan untuk tayamum harus suci.

B.     Rukun (Fardu) Tayamum:


1.      Niat untuk melaksanakan shalat
2.      Mengusap muka
3.      Mengusap dua tangan sampai siku
4.      Tertib
C.     Yang Membatalkan Tayamum:
1.      Segala sesuatu yang dikembangkan wudhu',

2.      Menemukan air jika tayamum disebabkan oleh udara,

3.      Riddah, keluar dari agama Islam. 

10
BAB III
PENUTUP
3.1      Kesimpulan
Berdasarkan dari materi di atas yang telah di halaman sebelumnya,
maka dapat dikatakan :
1.            Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu
bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan
dan hukum yang ditetapkan oleh syara' dengan maksud antara lain agar
manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
2.            Bersuci juga sangat ditekankan dalam Islam, baik dari hadat kecil, hadat
besar, atau najis yang datangnya dari luar tubuh. Islam telah mengatur hal
ini sebaik-baiknya, karena bersuci adalah kegiatan awal yang harus
dilakukan sebelum melakukan ibadah.
3.            Cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum jika
memang tidak menemukan air. Sedangkan mensucikan hadats besar adalah
dengan mandi, namun jika seorang yang junub tidak menemukan air, boleh
baginya untuk bertayammum seperti halnya berwudhu.
4.            Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat) dan beberapa syarat untuk
sahnya shalat yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.
5.            Tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan
niat untuk mendirikan shalat atau lainnya.
3.2 Saran
         Pemakalah menyarankan Bagi Pembaca agar dapat Memahami
pengertian thaharah , wudhu Dan tayamum, Landasan hukum
thaharah, wudhu Dan tayamum, sert a pembagian thaharah, wudhu Dan
tayamum. Bagi pembaca dan mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan
memahami lebih dalam mengenai materi ini, maka dapat menjadikan
makalah ini sebagai referensi. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?
q=makalah+tentang+thaharah+wudhu+dan+tayamum&oq=MAKALA
H+TENTNG+THARARAH
%2C+WUDHU&aqs=chrome.1.69i57j0i13l2j0i22i30l3.21443j0j7&sour
ceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.mengukirperadaban.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-1.html

12

Anda mungkin juga menyukai