i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
TAYAMMUM”
Makalah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dari beberapa
pihak sehingga makalah ini bisa selesai dengan lancar. Untuk itu, kami selaku
penyusun banyak berterimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa kami
sebutkan satu persatu. Dalam penyusunan Makalah ini, kami menyadari masih
banyak kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan laporan ini,
karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan
ini sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat bagi penyusun pada khususnya.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.3. Tujuan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
3.1. Kesimpulan..............................................................................................11
3.2. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12
iii
BAB I
PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bersuci merupakan hal yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan
ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat
menunaikan ibadah tersebut.
Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki
tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, tidak akan sah
bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah. kadang ada
masalah ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam mempermudahkan
orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi, yang mana
alat bersucinya dengan menggunakan debu.
Tetapi bagaimana jika ada orang yang tidak menemukan kedua alat
bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya orang yang tidak
menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut
dengan faaqiduth thohuuroini . Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi
orang sakit, misalnya kaki diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang
biasanya tidak boleh terkena udara?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai di kalangan
masyarakat, dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Tanpa
adanya kajian khusus tentang hal-hal di atas bukan mungkin kita sebagai
mahasiswa Sekolah Tinggi Islam berbasis pesantren tidak dapat menyelesaikan
kasus-kasus tersebut.
Berawal dari deskripsi di atas ditambah dengan tugas mata kuliah
Pengembangan Materi PAI, kami mencoba menguraikan hal-hal di atas, walau
pun tidak dapat dikatakan secara menyeluruh. Minimal dengan adanya makalah
ini, kita mengetahui gambaran status hukum kasus-kasus tersebut, semoga
tergerak untuk melaksanakan studi yang mendalam tentang hukum peribadatan
Islam ini atau menarik hal positif lain yang nanti akan berguna di kehidupan kita
nanti. Aamiin.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari thaharah, wudhu' dan tayamum.
2. Untuk mengetahui landasan hukum mengenai thaharah, wudhu' dan
tayamum.
3. Untuk mengetahui pembagian mengenai thaharah, wudhu' dan tayamum.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Bersuci diartikan dengan bersuci dengan udara. Bersuci dengan air
ada dua macam, yaitu bersuci dari hadats kecil dan hadats besar. Bila
bersuci diartikan dengan suci dari hadats kecil dan hadats besar maka
yang dimaksud dengan iman adalah shalat. Jadi bersuci itu dari
shalat. Shalat dikatakan sebagai iman karena merupakan pokok
amalan iman.
2. Pengertian Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan menurut
istilah, wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku, mengusap
sebagian kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya didahului dengan niat
serta dilakukan dengan tertib.
Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat) dan suatu syarat untuk sahnya shalat
yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.
3. Pengertian Tayamum
Menurut bahasa, tayamum berarti menuju ke debu. Sedangkan
menurut pengertian syar i ' at, tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan
kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau lainnya. Menurut para
ulama Fikih, ada beberapa pengertian tentang tayamum , yaitu:
A) Menurut Hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang suci.
B) Menurut Malikiya h, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang disertai niat.
C) Menurut Syafi'iyah, tayamum adalah debu pada wajah dan kedua tangan atau
anggota dari keduanya sebagai ganti dari wudhu atau mandi dengan syarat-
syarat tertentu.
D) Menurut Hanabilah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua tangan
dengan debu yang suci dengan cara yang ditentukan .
Menurut Hanafiyah, tayamum merupakan pengganti yang mutlak dari
wudhu, maksudnya tayamum dapat menghilangkan hadats selama tidak ada udara
4
ketika seseorang akan menunaikan shalat. Dengan keterangan ini bisa kita ambil
kesimpulan bahwa dengan sekali tayamum, kita dapat melaksanakan shalat fardhu
lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus menunggu waktu shalat, serta
hal-hal lain sebagaimana wudhu.
Pernyataan ini berbeda dengan jumhur, yakni kedudukan tayamum
menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu shalat orang yang hadats
tidak menemukan udara atau karena sebab lain yang mengizinkan seseorang
bertayamum ia dapat menunaikan shalat walau dalam keadaan hadat dengan
bertayamum karena darurat, sebagaimana kasus mustahadhoh (orang perempuan
yang istihadho).
Ulama telah menyatakan bahwa tayamum menjadi pengganti dari thaharah
kecil, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai tayamum sebagai pengganti
thaharah kecil.
Jadi tayamum adalah suatu rukhshah/keringanan bagi orang yang tidak
diizinkan menggunakan udara karena sakit atau kesulitan untuk mendapatkan
udara.
5
Rasulullah bersabda: “Kunci shalat adalah bersuci.” Dan
sabdanya, “Shalat tanpa wudhu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah SAW
bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).
Dalil tentang thaharah 3, yaitu:
A) Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 222
اهللَ الت ََّّوابِنْي َ ال
Artinya : “ Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertaubat dan orang-orang yang menyucikan diri ”.
B) Hadits Nabi SAW yang berbunyi:
) ( اه املسلم .الَ ُل اهلل الَة ا
Artinya: “ Allah tidak menerima shalat seseorang yang tidak dalam
keadaan suci ”. (HR.Muslim)
C) Ijma'
6
C) Ijma'
Menurut ijma' ulama berpendapat bahwa wudhu hukumnya wajib bagi
Muslim yang sudah dewasa dan berakal, telah masuk waktu shalat atau ketika
akan melaksanakan suatu perbuatan yang disyaria'tkan wudhu terlebih dahulu.
3. Landasan Tayamum
Dalil disyariatkannya tayamum ada 3, yaitu:
A) Firman Allah dalam surat An-Nisa': 43:
ا َن ا ا َِّساءَ مَلْ ا اءً ا ا ا اا اللَّه ِِ
َ الم ْستُ ُم الن
َ ىَل اءَ الْغَائط …
Artinya: “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu
tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.”
C) Ijma'
Ijma' ulama membolehkan tayamum, tetapi khusus bagi orang sakit dan
Musafir yang ktiadaan air. Namun mereka berselisih dalam masalah, yaitu:
7
membolehkan tayamum bagi orang yang bukan berada dalam perjalanan dan tidak
sakit.
8
dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih,
lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari
hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi secara hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara fisik memang
tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk
melakukan ritual ibadah. Thaharah secara hukmi dilakukan dengan berwudhu'
atau mandi janabah.
2. Pembagian , Syarat , Rukun & Yang Membatalkan Wudhu
A. Pembagian Wudhu:
1. Wajib, sebagai syarat sahnya shalat, sujud tilawah, thawaf, dan
menyentuh mushaf.
2. Sunnah, ketika akan melakukan segala amal kebaikan (berdzikir, tidur,
melakukan hubungan suami istri, setelah berbuat kemaksiatan, marah,
membaca Al-Qur'an, memandikan jenazah dsb)
3. Makruh, jika wudhu yang sudah dilaksanakan belum digunakan untuk
beribadah sehingga makruh jika berulang kali wudhu.
4. Haram, jika berwudhu dengan air hasil ghoshob, atau hasil mencuri dan
semisalnya.
B. Syarat-syarat Wudhu
1. Islam,
2. Mumayiz (dapat mmbdakan mana nilai-nilai yang baik dan buruk atau
sudah berakal),
3. airnya suci,
4. Tidak ada halangan dari agama seperti haid atau nifas.
9
6. Menertibkan rukun-rukun di atas.
3. Hilang akal karena mabuk, gila dan pingsan karena obat-obatan atau sakit,
A. Syarat-Syarat Tayamum:
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari materi di atas yang telah di halaman sebelumnya,
maka dapat dikatakan :
1. Bersuci merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, karena itu
bersuci memperoleh tempat yang utama dalam ajaran Islam. Berbagai aturan
dan hukum yang ditetapkan oleh syara' dengan maksud antara lain agar
manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin.
2. Bersuci juga sangat ditekankan dalam Islam, baik dari hadat kecil, hadat
besar, atau najis yang datangnya dari luar tubuh. Islam telah mengatur hal
ini sebaik-baiknya, karena bersuci adalah kegiatan awal yang harus
dilakukan sebelum melakukan ibadah.
3. Cara mensucikan hadats kecil adalah dengan berwudhu atau tayamum jika
memang tidak menemukan air. Sedangkan mensucikan hadats besar adalah
dengan mandi, namun jika seorang yang junub tidak menemukan air, boleh
baginya untuk bertayammum seperti halnya berwudhu.
4. Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan dari
anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT (mendirikan shalat) dan beberapa syarat untuk
sahnya shalat yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.
5. Tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan
niat untuk mendirikan shalat atau lainnya.
3.2 Saran
Pemakalah menyarankan Bagi Pembaca agar dapat Memahami
pengertian thaharah , wudhu Dan tayamum, Landasan hukum
thaharah, wudhu Dan tayamum, sert a pembagian thaharah, wudhu Dan
tayamum. Bagi pembaca dan mahasiswa lain yang ingin mengetahui dan
memahami lebih dalam mengenai materi ini, maka dapat menjadikan
makalah ini sebagai referensi. Pemakalah juga mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?
q=makalah+tentang+thaharah+wudhu+dan+tayamum&oq=MAKALA
H+TENTNG+THARARAH
%2C+WUDHU&aqs=chrome.1.69i57j0i13l2j0i22i30l3.21443j0j7&sour
ceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.mengukirperadaban.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-1.html
12