Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Oleh :
Tri Saputra
Po.62.20.1.19.436

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
PALANGKA RAYA
PRORAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2021
KOSEP DASAR
GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)

1. DEFINISI
Gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh
atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal.
Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti
ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang seharusnya
dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya peningkatan kadar
kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dL per hari. Peningkatan kadar ureum darah
adalah sekitar 10-20 mg/dL per hari, kecuali bila terjadi keadaan hiperkatabolisme dapat
mencapai 100 mg/dL per hari.
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan
uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah).
2. ETIOLOGI
Tiga kategori utama kondisi penyebab Gagal Ginjal Akut adalah:
1) Kondisi Prerenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi prerenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status penipisan
volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran gastrointestinal),
vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi jantung (infark
miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
2) Penyebab Intrarenal (Kerusakan Actual Jaringan Ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat benturan,
dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus akut (ATN)
dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan
pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika
cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau keduanya. Reaksi tranfusi yang
parah juga menyebabkan gagal intrarenal, hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme
hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi
faktor pencetus terbentuknya hemoglobin. Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
3) Pasca Renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat.
Beberapa kondisi yang menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal:
(1) hipovolemia;
(2) hipotensi;
(3) penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif;
(4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah, atau
batu ginjal dan
(5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.

Gagal Ginjal Kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.
1. Infeksi : pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : nefrosklerosis benigna

nefrosklerosis maligna
stenosis arteri renalis
4. Gangguan jaringan penyambung : SLE
Poli arteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubuler ginjal
6. Penyakit metabolic : DM, Gout, Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
7. Nefropati obstruktif : penyalahgunaan analgetik
nefropati timbale
8. Nefropati obstruktif : Sal. Kemih bagian atas:
Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
Sal. Kemih bagian bawah:
Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra

3. MANIFESTASI KLINIS
1) Gagal Ginjal Akut
Hampir semua system tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme
pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan letargi disertai mual
persisten, muntah, dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi
dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat
mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan kejang.
(1) Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya
rendah (0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
(2) Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
(3) Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan disritmia
dan henti jantung.
(4) Asidosis metabolik
(5) Abnormalitas Ca++ dan PO4-
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium
mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absorbsi kalsium di usus
dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
(6) Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisiyang tidak
dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan darah,
biasanya dari saluran GI.
2) Gagal Ginjal Kronik
(1). Kelainan Hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
(2). Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup : dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia : Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis : berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase
(3). Kelainan mata
(4). Kelainan kulit
a. Gatal : terutama pada klien dgn dialisis rutin karena, toksik uremia yang
kurang terdialisis, peningkatan kadar kalium phosphor dan alergi bahan-bahan
dalam proses HD
b. Kering bersisik, karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal
urea di bawah kulit
c. Kulit mudah memar
(5). Neuropsikiatri
(6). Kelainan selaput serosa
(7). Neurologi → kejang otot
(8). Kardiomegali

4. PATOFISIOLOGI
1) Gagal Ginjal Akut
(1) GGA prarenal
Oleh karena berbagai sebab prarenal, volume sirkulasi darah total atau efektif
menurun, curah jantung menurun, dengan akibat aliran darah ke korteks ginjal
menurun dan laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun. Tetapi fungsi reabsorbsi
tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GGA
prarenal ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg
dan konsentrasi natrium urin yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium
(FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah terjadi nekrosis tubulus (GGA
renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan kadar
osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi
>20 mmol/L dan FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk membedakan apakah pasien GGA prarenal yang terjadi sudah menjadi GGA
renal. GGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak cepat ditanggulangi
sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal. Pembedaan ini penting karena GGA
prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan adekuat dengan atau
tanpa diuretika, sedangkan pada GGA renal tidak.
(2) GGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GGA renal dapat dibagi menjadi
beberapa kelompok: kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan
anomali kongenital. Tubulus ginjal yang merupakan tempat utama penggunaan
energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat
nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah
penyebab tersering dari GGA renal.
1) Kelainan Tubulus ( Nekrosis Tubular Akut / NTA)
NTA mengacu pada temuan histologik yang sering terdapat pada GGA.
Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik
misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis)
tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang mengalami nekrosis
masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia,
kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran
basal tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis
dehidrasi, sindrom nefrotik, luka bakar, septisemia gram negatif dan asfiksia
perinatal, sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat karbon tetraklorida,
hemoglobin, atau mioglobinuria, obat aminoglikosida.
Mekanisme terjadinya gagal ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa
mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan hemodinamik intrarenal,
obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat
tubulus melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan
peritubular. Pada GGA aliran darah ginjal menurun 40-50%, daerah korteks lebih
terkena daripada medula. Beberapa mediator diduga berperan sebagai penyebab
vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya vasodilator prostaglandin,
stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.
2) Kelainan Vaskular
Kelainan vaskular sebagai penyebab GGA dapat berupa trombosis atau
vaskulitis. Trombosis arteri atau vena renalis dapat terjadi: pada neonatus yang
mengalami kateterisasi arteri umbilikalis, diabetes melitus maternal, asfiksia dan
kelainan jantung bawaan sianotik. Pada anak besar kelainan vaskular yang
menyebabkan GGA ditemukan pada pasien Sindrom Hemolitik Uremik (SHU).
SHU adalah penyebab GGA intrinsik tersering yang dikarenakan kerusakan kapiler
glomerulus; paling sering menyertai suatu episode gastroenteritis yang disebabkan
oleh strain enteropatogen
3) Escherichia coli
Organisme ini menyebarkan toksin yang disebut verotoksin yang tampaknya
diabsorbsi dari usus dan memulai kerusakan sel endotel. Pada SHU terjadi
kerusakan sel endotel glomerulus yang mengakibatkan terjadinya deposisi trombus
trombosit-fibrin. Selanjutnya terjadi konsumsi trombosit, kerusakan sel darah
merah eritrosit yang melalui jaring-jaring fibrin dan obliterasi kapiler glomerulus,
kelainan ini disebut mikroangiopati. Kelainan vaskular yang lain yang dapat terjadi
adalah vaskulitis. Penurunan LFG disebabkan oleh penurunan aliran darah ginjal
karena terjadi peningkatan resistensi akibat kerusakan pembuluh darah dan
penurunan permukaan filtrasi.
4) Kelainan Glomerulus
GGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada:
a) Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokok (GNAPS)
b) Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit)
c) Glomerulonefritis kresentik idiopatik
d) Sindrom Goodpasture
Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya
kapiler-kapiler glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel
endotel kapiler sendiri.
5) Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
a) Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis rheumatoid juvenil
atau pemakaian obat-obatan
b) Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering
disertai sepsis.

6) Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GGA ialah:
a) Agenesis ginjal bilateral
b) Ginjal hipoplastik
c) Ginjal polikistik infantil Terjadinya GGA karena jumlah populasi nefron
sedikit atau tidak ada sama sekali.
(3) GGA pascarenal
Obstruksi aliran urin dapat bersifat kongenital atau didapat. Istilah
obstruksi pascarenal adalah obstruksi yang terjadi distal dari nefron. GGA
pascarenal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua ginjal atau satu ginjal pada
orang dengan satu ginjal. Kelainan kongenital yang paling sering menyebabkan
GGA pascarenal adalah katup uretra posterior. Di Indonesia GGA pascarenal
didapat biasanya adalah akibat dari kristal-kristal jengkol (intoksikasi jengkol).
Mirip dengan GGA prarenal, kerusakan parenkim ginjal dapat minimal, dan
tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan obstruksi.
GGA pascarenal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu.
Pada stadium awal, aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun LFG dan
volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat tinggi dengan konsentrasi natrium
urin yang rendah seperti yang terlihat pada GGA prarenal. Stadium ini
berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan
penurunan aliran darah ke ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan
urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi natrium. Hilangnya obstruksi
pada fase awal GGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, di sini
berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada
saat oligo/anuria. Makin lama obstruksi, makin sedikit kemungkinan LFG untuk
pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat mungkin dapat mengalami
perbaikan LFG secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah
sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72
jam) ternyata sudah menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan
pulihnya LFG kembali normal adalah akibat dari hiperfiltrasi nefron yang masih
sehat.
(4) GGA pada Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Salah satu yang harus dicari dan disingkirkan dalam menghadapi pasien
GGA adalah apakah pasien tidak menderita GGA pada GGK atau bahkan suatu
gagal ginjal terminal. GGA pada GGK terjadi apabila pasien GGK mengalami
diare akut dengan dehidrasi, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih.
Untuk mencari kedua kemungkinan tersebut maka perlu ditanyakan riwayat dan
gejala penyakit gagal ginjal kronik sebelumnya, antara lain:
a. Apakah ada riwayat atau gejala penyakit ginjal sebelumnya seperti hematuria,
bengkak, sering sakit kencing, dll.
b. Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ginjal yang membuat kita
berpikir ke arah nefropati herediter misalnya; Sindrom Alport, ginjal
polikistik, dll.
c. Adanya hambatan pertumbuhan.
d. Bila pasien hipertensi, apakah ada tanda-tanda retinopati hipertensif kronik.
e. Adanya anemia berat juga merupakan tanda dari GGK, akan tetapi penilaian
harus hati-hati, karena prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi, dan
adanya hemodilusi pada pasien GGA yang mendapat pemberian cairan
berlebih sebelumnya.
f. Bila perlu dilakukan bone survey untuk menemukan tanda osteodistrofi ginjal.
g. Pemeriksaan radiologi ginjal (USG, foto polos abdomen) untuk melihat
pengerutan kedua ginjal dan hidronefrosis bilateral lanjut.

2) Gagal Ginjal Kronik


Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a. Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
c. air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
Stadium 1 : Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal (>90 ml/menit/1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
ml/menit/1,73 m2
Stadium 3 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59ml/menit/1,73m2
Stadium 4 : Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29ml/menit/1,73m2
Stadium 5 : Kelainan ginjal dengan LFG <15ml/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
normal
5. KOMPLIKASI
1) Gagal Ginjal Akut
Komplikasi yang dapat terjadi dari gagal ginjal akut di antaranya gagal ginjal
kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Komplikasi infeksi sering merupakan penyabab
kematian pada GGA, dan harus segera diberantas dengan antibiotika yang adekuat.
Bila LFG menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang terjadi akibat atau
berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal. Sindrom uremia
ditangani secara simtomatik.
2) Gagal Ginjal Kronik
b. Hipertensi
c. Hiperkalemia
d. Anemia
e. Asidosis metabolic
f. Osteodistropi ginjal
g. Sepsis
h. Neuropati perifer
i. Hiperuremia

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2) Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia,
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
7) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin,
porfirin.
8) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
ratio urine/serum sering 1:1.
11) Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15) Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan
SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
16) Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.

Darah :
1) Hb. : menurun pada adanya anemia.
2) Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
3) PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolism.
4) BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5) Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6) Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular
( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7) Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
8) Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10) Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena
kekurangan asam amino esensial
11) CT.Scan
12) MRI
13) EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali
dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah, CVP< 3cm, syok, KU jelek.
1) Tindakan awal
a. Terhadap factor prerenal : koreksi factor prerenal dan koreksi cairan dengan
darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer, jika 30 – 60 menit produksi urin
tak naik berikan Manitol 0,5-1 gr/kg BB IV selama 30 menit dalam larutan 25 %
(samapi 25 gr), Furosemid 2 mg/kg BB IV 2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-
250 cc/m2/hr), Furosemid lagi tak berhasil maka masuk ke tindakan oliguria.
b. Fase oliguria :
a) Pemantauan ketat
- Timbang BB tiap hari
- Perhitungan ketat cairan: masukan vs haluaran
- Tanda-tanda vital
- Lab: Hct, Na+, CL-, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap
hari)
b) Tanggulangi komplikasi
c) Diet
- kalau dapat oral: kaya KH dan lemak
- batasi protein: 0,5-1 gr/kg BB/hari, dengan protein berkualitas tinggi
- lebih aman intravena
d) Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible (sisanya akan
terpenuhi dari air hasil metabolisme) Pada udara kering kurang dari 400
ml/m2/hari.
e) Hiperkalemia
f) Monitor EKG
Ion exchange resin 1 gr/kg BB kalau perlu dialysis peritoneal akut.
b. Fase nonoliguria
Fase ini biasabya ringan dan berlangsung beberapa hari: volume urin sedikit
meningkat, BJ urin rendah. Awasi ketat Na+ dan K+
c. Dialisis akut
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia,
keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritoneal dialysis dapat diterima dengan
baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.

8. MANAJEMEN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama
Usia  
Jenis Kelamin
Suku/ bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
b. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
a. Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan
urinasi; faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
b) Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan
tampak di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya
Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan neurologi
lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal pada keluarga atau penyakit turunan
seperti penyakit infeksi saluran kemih, hipertensi, sindrom alports dan penyakit
keluarga lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan status kesehatan secara umum, meliputi : status mental,
tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik sistem perkemihan, latergi, lemah, sianosis,
dan kerusakan integritas kulit.
Teknik pemeriksaan fisik kemungkinan adanya kelainan yang ditemukan
a) Inspeksi
Catat turgor, warna kulit, kerusakan kulit, dan lain-lain.
b) Palpasi
(a) Ginjal
Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Letakkan tangan
kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung iliaka. Tangan
kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau
ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi,
bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya
terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital. Jika terjadi
pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis
renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal
kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
(b) Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.
(c ) Perkusi
1. Ginjal
a.   Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
b. Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral
(CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan
menggunakan kepalan tangan dominan.
c. Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh maka
akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness dan nyeri
pada perkusi CVA merupakan indikasi glomerulonefritis atau
glomerulonefrosis.
2. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume
urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat
diperkusi sampai setinggi umbilicus
(d) Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas
sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar bunyi
bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi
adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).

3) Diagnosa Keperawatan
1. kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan iskemia
jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
2.Resiko terhadap penurunan curah jantung b/d Ketidakseimbangan cairan
mempengarui volume sirkulasi, berhubungan dengan kerja miokardial, dan tahanan
vaskuler sistemik.
3. Ketidakpatuhan b/d Sistem nilai pasien: Keyakinan kesehatan, pengaruh budaya.
Perubahan mental; kurang/menolak sistem pendukung/sumber. Kompleksitas, biaya,
efek samping terapi.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan membram mukosa oral b/d Iritasi kimia, perubahan
urea dalam saliva menjadi amonia.

4) Intervensi Keperawatan
1. kerusakan integritas kulit, berhubungan dengan sirkulasi (anemia dengan iskemia
jaringan) dan sensasi(neuropati perifer).
Kriteria Hasil : mempertahankan kulit utuh, menunjukkan prilaku atau teknik untuk
mencegah kerusakan/cidera kulit.

5) Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan implementasi kepeawatan di sesuaikan dengan intervensi yang


tercantum dalam rencana keperawatan.

6) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang terencana dan sistematis dari mengumpulkan,
mengelompokkan, menganalisa dan membandingkan status kesehatan klien dengan
tujuan yang diharapkan, dan menentukan tingkat pencapaian tujuan. Hal ini
merupakan aktifitas yang berkelanjutan yang meliputi klien, keluarga, perawat dan
anggota tim kesehatan lain. Langkah evaluasi dari proses keperwatan mengukur
respon klien ke arah pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar
berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari- hari,
dan dalam ketersediaan atau sumber eksternal. Selama evaluasi, perawat memutuskan
apakah langkah proses keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelaah respon
klien dan membandingkannya dengan perilaku yang disebutkan pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Arikanto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Teknik Pendekatan Praktik. Jakarta :


Rhineka Cipta

Armi. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pasien


Diabetes Melitus Dengan Retinopati Diabetik Dalam Melakukan Pemeriksaan Mata
Dirumah Sakit Aini Jakarta 2014. Stikes Widya Dharma Husada.

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Arditawati, S.(2013). Pengaruh Pendidikan Kesahatan Terhadap Kepatuhan Pasien Ckd


Untuk Mempertahankan Kualitas Hidup, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Surakarta.

Litbang.(2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta : Litbang

Setiati,(2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta 47

Lemone, Priscillia, dkk (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5.
Alih Bahasa :Egi Komara, dkk Jakarta : EGC

DOENGES e, Marilynn, dkk (2014). Rencana Asuhan Keperawatan : Padoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Potter, P. A & Perry, A. G. (2012).Buku Ajar Fundamnetal Keperawatan : Konsep, Proses,


Dan Praktik, Alih Bahasa : Renata Komalasari. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai