0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan4 halaman
Suhu dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu panas untuk menghindari degradasi kualitas minyak dan pemasakan yang tidak merata. Suhu bahan juga tidak boleh melebihi 130°C karena sebelum penggorengan minyak dipanaskan hingga 170-190°C sehingga suhu bahan akan naik hingga sekitar 100°C saat uap air menguap. Semakin tinggi suhu dan lama waktu penggorengan akan meningkatkan keren
Suhu dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu panas untuk menghindari degradasi kualitas minyak dan pemasakan yang tidak merata. Suhu bahan juga tidak boleh melebihi 130°C karena sebelum penggorengan minyak dipanaskan hingga 170-190°C sehingga suhu bahan akan naik hingga sekitar 100°C saat uap air menguap. Semakin tinggi suhu dan lama waktu penggorengan akan meningkatkan keren
Suhu dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu panas untuk menghindari degradasi kualitas minyak dan pemasakan yang tidak merata. Suhu bahan juga tidak boleh melebihi 130°C karena sebelum penggorengan minyak dipanaskan hingga 170-190°C sehingga suhu bahan akan naik hingga sekitar 100°C saat uap air menguap. Semakin tinggi suhu dan lama waktu penggorengan akan meningkatkan keren
Suhu dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu panas, karena akan menyebabkan degradasi kualitas minyak menjadi lebih cepat menurun dan hal ini dapat menyebabkan panas yang dihasilkan menjadi berlebihan, pemasakan tidak merata, dan bahan menjadi cepat gosong. Pengadukan penggorengan pada mesin vacuum frying harus dilakukan secara rutin dalam jangka waktu tertentu sampai produk selesai digoreng, hal ini dilakukan agar proses penggorengan produk merata dan tidak gosong (Erizha, 2011). Dan pada Praktikum pengorengan menjelaskan alasan mengapa suhu dalam bahan tidak lebih dari 103°C. Hal tersebut dikarenakan sebelum proses penggorengan, minyak dipanaskan hingga suhu 170°C, 180°C, dan 190°. Kemudian bahan kentang yang kaya kadar air dimasukkan kedalam penggorengan minyak dengan keadaan suhu normal ruang. Dan suhu minyak akan perlahan turun menyesuaikan suhu dalam bahan dan suhu dalam bahan akan perlahan naik karena suhu minyak yang panas sudah masuk kedalam bahan. Pada saat tertentu suhu bahan akan berhenti pada suhu sekitar 100°C karena uap air yang ada dalam bahan menguap pada titik didih. 2.3 Hubungan presentasi kadar air terhadap waktu pada suhu pengorengan
Gambar 1. Hubungan presentasi kadar air terhadap waktu
Semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka penilaian terhadap kerenyahan semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan nilai kadar air. Dimana semakin rendah kadar air, maka produk tersebut semakin renyah dan semakin banyak ruang kosong yang akan diisi oleh minyak dan kadar air sedikit akan mempersingkat waktu pengorengan karena air yang diuapkan lebih sedikit. Pada Gambar 1 menunjukan bahwa waktu pengorengan pada suhu 150°C meningkat pada proses pengorengan pertama dan pada proses pengorengan selanjutnya cenderung stabil suhunya. Ini dikarenakan pada suhu 150°C proses penguapan kadar air terhadap minyak lebih tinggi sehingga waktu yang dibutuhkan dalam proses pematangan juga cenderung cepat. 2.4 Proses Kehilangan Air Pada Produk
Gambar 1. Proses kehilangan air pada produk
Umumnya kadar air bahan pangan setelah mengalami proses pemasakan akan berkurang. Proses perpindahan massa air dan minyak pada bahan makanan yang digoreng terjadi karena proses difusi yang disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi baik air ataupun minyak antara permukaan dan di dalam bahan. Air yang ada di permukaan bahan akan cepat menguap karena adanya kontak langsung dengan minyak goreng yang memiliki suhu diatas titik didih air, akibatnya konsentrasi air pada bahan akan selalu lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi air yang berada di dalam bahan. Massa air akan terdifusi dari dalam ke permukaan bahan secara kontinyu sampai akhir penggorengan. Misal penggorengan pada suhu 190 °C dengan interval waktu awal 0s dan interval akhir 420s kadar air yang terdapat dalam bahan akan munurun secara drastis dari 66,33% hingga menjadi 7,50%. Sebagian kecil kadar air akan tersisa di dalam bahan sebagai kadar air akhirbahan masak goreng (Supriyanto dkk., 2006). DAPUS Arimi, J.M., Duggan E., O’Sullivan M., Lyng J.G.,andO’Riordan E.D. 2010. Effect of Water Activity on The Crispiness of a Biscuit (Crackerbread) : Mechanical and Acoustic Evaluation. Food Res Int.Vol.43:1650–1655. Erizha WF. 2011. Pengaruh Waktu dan Suhu pada Pembuatan Keripik Kentang dengan Vacuum Frying. J.Teknik Kimia.7(3): 212-220. Harahap, S. E. (2018). Karakterisasi Kerenyahan dan Kekerasan Beberapa Genotipe Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Pemuliaan. Jurnal pangan, 26(3). P Jamaluddin. 2018. Perpindahan Panas dan Massa pada Penyangraian dan Penggorengan Bahan Pangan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. Suhargo, Ratnaningsih, B. Raharjo dan. 2007. Kajian Penguapan Air dan Penyerapan Minyak pada Penggorengan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan metode deep-fat frying. Agritech 27:28-29. Supriyanto, Rahardjo B, Marsono, Supranto. 2006. Pemodelan Matematik Transfer Panas dan Massa pada Proses Penggorengan Bahan Makanan Berpati. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.Vol. XVII/No. 1/Tahun 2006.