Anda di halaman 1dari 4

2.

2 Suhu Bahan Tidak Melebihi 130 °C

Gambar 1. Suhu bahan tidak melebihi 130°C


Suhu dalam proses penggorengan tidak boleh terlalu panas, karena akan menyebabkan
degradasi kualitas minyak menjadi lebih cepat menurun dan hal ini dapat menyebabkan panas
yang dihasilkan menjadi berlebihan, pemasakan tidak merata, dan bahan menjadi cepat gosong.
Pengadukan penggorengan pada mesin vacuum frying harus dilakukan secara rutin dalam jangka
waktu tertentu sampai produk selesai digoreng, hal ini dilakukan agar proses penggorengan
produk merata dan tidak gosong (Erizha, 2011). Dan pada Praktikum pengorengan menjelaskan
alasan mengapa suhu dalam bahan tidak lebih dari 103°C. Hal tersebut dikarenakan sebelum
proses penggorengan, minyak dipanaskan hingga suhu 170°C, 180°C, dan 190°. Kemudian
bahan kentang yang kaya kadar air dimasukkan kedalam penggorengan minyak dengan keadaan
suhu normal ruang. Dan suhu minyak akan perlahan turun menyesuaikan suhu dalam bahan dan
suhu dalam bahan akan perlahan naik karena suhu minyak yang panas sudah masuk kedalam
bahan. Pada saat tertentu suhu bahan akan berhenti pada suhu sekitar 100°C karena uap air yang
ada dalam bahan menguap pada titik didih.
2.3 Hubungan presentasi kadar air terhadap waktu pada suhu pengorengan

Gambar 1. Hubungan presentasi kadar air terhadap waktu


Semakin tinggi suhu dan waktu penggorengan maka penilaian terhadap kerenyahan
semakin tinggi juga. Hal ini sesuai dengan nilai kadar air. Dimana semakin rendah kadar air,
maka produk tersebut semakin renyah dan semakin banyak ruang kosong yang akan diisi oleh
minyak dan kadar air sedikit akan mempersingkat waktu pengorengan karena air yang diuapkan
lebih sedikit.
Pada Gambar 1 menunjukan bahwa waktu pengorengan pada suhu 150°C meningkat
pada proses pengorengan pertama dan pada proses pengorengan selanjutnya cenderung stabil
suhunya. Ini dikarenakan pada suhu 150°C proses penguapan kadar air terhadap minyak lebih
tinggi sehingga waktu yang dibutuhkan dalam proses pematangan juga cenderung cepat.
2.4 Proses Kehilangan Air Pada Produk

Gambar 1. Proses kehilangan air pada produk


Umumnya kadar air bahan pangan setelah mengalami proses pemasakan akan berkurang.
Proses perpindahan massa air dan minyak pada bahan makanan yang digoreng terjadi karena
proses difusi yang disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi baik air ataupun minyak
antara permukaan dan di dalam bahan. Air yang ada di permukaan bahan akan cepat menguap
karena adanya kontak langsung dengan minyak goreng yang memiliki suhu diatas titik didih air,
akibatnya konsentrasi air pada bahan akan selalu lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi
air yang berada di dalam bahan. Massa air akan terdifusi dari dalam ke permukaan bahan secara
kontinyu sampai akhir penggorengan. Misal penggorengan pada suhu 190 °C dengan interval
waktu awal 0s dan interval akhir 420s kadar air yang terdapat dalam bahan akan munurun secara
drastis dari 66,33% hingga menjadi 7,50%. Sebagian kecil kadar air akan tersisa di dalam bahan
sebagai kadar air akhirbahan masak goreng (Supriyanto dkk., 2006).
DAPUS
Arimi, J.M., Duggan E., O’Sullivan M., Lyng J.G.,andO’Riordan E.D. 2010. Effect of Water
Activity on The Crispiness of a Biscuit (Crackerbread) : Mechanical and Acoustic
Evaluation. Food Res Int.Vol.43:1650–1655.
Erizha WF. 2011. Pengaruh Waktu dan Suhu pada Pembuatan Keripik Kentang dengan Vacuum
Frying. J.Teknik Kimia.7(3): 212-220.
Harahap, S. E. (2018). Karakterisasi Kerenyahan dan Kekerasan Beberapa Genotipe Kentang
(Solanum tuberosum L.) Hasil Pemuliaan. Jurnal pangan, 26(3).
P Jamaluddin. 2018. Perpindahan Panas dan Massa pada Penyangraian dan Penggorengan
Bahan Pangan. Makassar. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Suhargo, Ratnaningsih, B. Raharjo dan. 2007. Kajian Penguapan Air dan Penyerapan Minyak
pada Penggorengan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan metode deep-fat
frying. Agritech 27:28-29.
Supriyanto, Rahardjo B, Marsono, Supranto. 2006. Pemodelan Matematik Transfer Panas dan
Massa pada Proses Penggorengan Bahan Makanan Berpati. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan.Vol. XVII/No. 1/Tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai