Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi chlamydia trachomatis merupakan penyebab utama infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995 menunjukkan
bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang. C. trachomatis
merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak dibanding
dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 - 60 % dari
penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis, selanjutnya 4 - 43 % dari pria
penderita gonore dan 0 - 7 % dari pria dengan uretritis asimtomatik.
Dalam bidang penyakit menular seksual (PMS) C. trachomatis dapat
merupakan penyebab uretritis, servisitis, endometritis, salpingitis, perihepatitis,
epididimitis, limfo granuloma venerium dan seterusnya. Angka transmisi
seksual C. trachomatis sering melebihi 20 % pada wanita muda. Hutapea NO
(1992) melaporkan penularan terhadap mitra seksual 38 pria UNS
denganpositif Chlamydia terjadi pada 17 wanita (45 %). Diperkirakan 25 - 50
% infeksi C. trachomatis bersifat asimtomatik, terutam apada wanita (80 %),
akan tetapi C. trachomatis mempunyai peranan penting pada servisitis
mukopurulen dan infeksi radang panggul (PID).
Di Amerika 25 - 50 % kasus PID oleh karena C. trachomatis dan meliputi
5 - 8 % wanita muda yang datang kebeberapa klinik maternitas dan merupakan
karier C. trachomatis. Di Indonesia angka kejadian infeksi Chlamydia
trachomatis secara global belum diketahui. Penelitian sebelumnya dilakukan
terhadap populasi yang dianggap berisiko. Pada populasi pekerja seks
komersial wanita di Indonesia didapatkan prevalensi infeksi Chlamydia
trachomatis mencapai 35-55%. Di Surabaya prevalensi infeksi Chlamydia
trachomatis pada remaja wanita sebesar 2,1% dan pada remaja pria sebesar
2,3%. Pada wanita dengan servisitis di RSUD Dr. Soetomo Surabaya sebesar
52,6%, sedangkan di RSCM Jakarta sebesar 12,66%.

1
Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik
karena keluhan ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis
dan residif, dan mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti
infertilitas dan kehamilan ektopik. Selain itu bayi yang lahir dari ibu yang
terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita konjungtivitis dan atau
pneumonia. Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C. trachomatis baik
secara tunggal atau pun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari
komplikasinya maka perludi berikan perhatian yang besar dalam hal diagnosis
dan pengobatannya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Klamidiasis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian klamidiasis
b. Untuk mengetahui prevalensi
c. Untuk mengetahui penyebab klamidiasis
d. Untuk mengetahui patofisiologi
e. Untuk mengetahui manifestasi klinik
f. Untuk mengetahui penunjang diagnosis
g. Untuk mengetahui transmisi penyakit klamidia
h. Untuk mengetahui pengobatan
i. Untuk mengetahui pencegahan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Klamidiasis
Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang ditularkan melalui
hubungan seks tanpa menggunakan kondom. Penyakit ini bisa menjangkiti pria
dan wanita dalam segala usia. Namun sebagian besar kasus chlamydia dialami
oleh wanita berusia muda yang aktif secara seksual. Penyakit ini bisa
menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius jika tidak segera ditangani
dengan tuntas.
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia
puerorum, klamidia psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus Klamidia.
Klamidia trakomatis dapat dibedakan dalam 18 serovars (variasi serologis).
Serovar A,B,Ba dan C dihubungkan dengan trakoma (penyakit mata yang
serius yang dapat menyebabkan kebutaan), serovars D-K dihubungkan dengan
infeksi saluran genital, dan L1-L2 dihubungkan dengan penyakit Limfogranula
venereum (LGV).
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intraseluler yang menginfeksi
urethra dan serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan
Klamidia trakomatis. Klamidia bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi
dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan
mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap pasien berasal dari vagina.
Neonatus yang lahir dari wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki
risiko untuk terjadinya inclusion conjungtivitis saat persalinan. 25 sampai
dengan 50% dari bayi yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu
pertama setelah lahir, dan 10 sampai dengan 20 % akan berlanjut ke
pneumonia dalam 3 sampai 4 bulan setelah lahir jika tidak diobati dengan
segera. Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan dengan
terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah dini. Meningkatnya angka
kejadian late - onset endometritis yang terjadi setelah persalinan pervaginam,

3
dan infeksi panggul yang berat setelah operasi sesar dapat terjadi ketika infeksi
Klamidia di diagnosis pada pemeriksaan prenatal awal.
Klamidia Trachomatis merupakan organisme kedua terbanyak dari infeksi
menular seksual yang ditemukan pada sebagian besar wanita, dan paling
banyak ditemukan pada wanita dibawah usia 25 tahun. Dikarenakan banyak
dari kasus infeksi ini merupakan infeksi yang asimptomatik atau tanpa gejala,
diperlukan pemeriksaan rutin pada wanita yang sudah aktif secara seksual yang
berusia dibawah 25 tahun dan mereka yang memiliki resiko.4 Wanita yang
dikatakan memiliki risiko terhadap infeksi klamidia trachomatis adalah wanita
yang berganti-ganti pasangan seksual ataupun mempunyai pasangan sesual
baru, pekerja seksual, mengunakan kondom secara tidak konsisten, memiliki
riwayat infeksi menular seksual lainnya, sebelumnya pernah terinfeksi
chlamydia ataupun gonorrhea.
Klamidia trachomatis merupakan parasit intraseluler obligate yang
bergantung pada sel lain untuk hidupnya. Parasit ini menyebabkan infeksi pada
epitel kolumnar. Gejala yang muncul diakibatkan karena peradangan pada
kelenjar endocervical, yang menghasilkan duh yang mukopurulenta ataupun
duh sekresi dari endoservical. Jika terinfeksi, jaringan endocervical biasanya
akan membengkak dan kemerahan. Seringkali diikuti dengan urethritis atau
infeksi alat kelamin bawah lainnya, sehingga sering dijumpainya adanya nyeri
ketika berkemih.

B. Prevalensi
Prevalensi dari klamidia trakomatis tergantung pada karakteristik dari
populasi yang diteliti. Di Amerika Serikat berkisar antara 2 sampai dengan 7%
diantara mahasiswi perempuan, dan 4 - l2% diantara wanita yang berkunjung
ke klinik keluarga berencana. Di Jepang penelitian diantara pekerja seks
komersil yang terinfeksi klamidia adalah l3%. 1,3 Di Inggris penelitian pada
pria usia muda memiliki insidens 9,8% positif klamidia. 1,4 Prevalensi infeksi
klamidia tertinggi pada kelompok yang paling jarang memeriksakan dirinya ke
dokter. Pada wanita yang tidak hamil dapat menyebabkan mukopurulen

4
servisitis, endometitis, salpingitis akut, infertilitas, dan kehamilan ektopik.1,5
Di Indonesia angka kejadian klamidia trakomatis belum didapatkan secara
rinci. Beberapa peneliti memberikan hasil yang beragam. Wisnuwardani dalam
penelitiannya dengan menggunakan metode ELISA swab (Klamidiazyme)
mendapatkan prevalensi klamidia pada pasien dengan servisitis yang berobat di
Bagian Kebidanan FKUI/RSCM sebesar l2,66% sedangkan prevalensi antibodi
terhadap klamidia trakomatis (chlamydelisa) sebesar 45,57%. Penelitian
Sutrisno (1994) di puskesmas Mulya Jaya mendapatkan prevalensi 2l% dengan
Clearview. Klamidia dan l8% dengan metode ELISA Wellcozyme, Penelitian
Wahyuni (2002) melaporkan angka kejadian infeksi klamidia pada pasien
keputihan sebesar 6,3% dengan metode Gen probe PACE 2. Penelitian
Febrianti (2006) mendapatkan prevalensi infeksi klamidia pada PSK sebesar
44,3% dengan QuickstripeTM dan 43,2% dengan PCR. Widjaja dkk (1999)
melaporkan prevalensi infeksi Klamidia pada 3 rumah sakit di Kalimantan
Selatan sebesar 9,2% dengan teknik Ligase Chain Reaction (LCR).

C. Penyebab Klamidiasis
Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini
ditularkan oleh penderita melalui hubungan seksual tanpa menggunakan
kondom. Penularan chlamydia bisa melalui seks oral, anal, vaginal, dan saling
bersentuhannya alat kelamin. Selain itu, chlamydia juga bisa menular melalui
alat bantu seks yang tidak dilapisi dengan kondom atau tidak dicuci sampai
bersih setelah digunakan. Berhubungan seksual dengan banyak orang atau
berganti-ganti pasangan, dapat meningkatkan risiko terjangkit chlamydia.
Beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena
chlamydia adalah :
- Pernah mengidap penyakit menular seksual.
- Memiliki lebih dari satu pasangan seksual/berganti-ganti pasangan.
- Berhubungan seksual tanpa menggunakan kondom.
- Aktif secara seksual sebelum usia 18 tahun.

5
Chlamydia tidak menular melalui beberapa hal berikut ini :

- Pelukan
- Dudukan toilet
- Menggunakan peralatan makan yang sama dengan penderita
- Berbagi handuk dengan penderita
- Ciuman
- Berenang di kolam renang yang sama
- Mandi di kamar mandi yang sama

Ibu penderita chlamydia bisa menularkan infeksi pada bayi yang


dilahirkannya dan menyebabkan mata menjadi bengkak dan mengeluarkan
cairan atau yang disebut dengan konjungtivitis. Oleh karena itu, ketika
merencanakan kehamilan atau pada saat awal kehamilan, pastikan Anda tidak
sedang mengalami infeksi ini dan jika positif, obati secepat mungkin.

Infeksi pada Pria

1. Uretritis
Infeksi di uretra merupakan manifestasi primer infeksi chlamydia. Masa
inkubasi untuk uretritis yang disebabkan oleh C. trachomatis bervariasi dari
sekitar 1 – 3 minggu. Pasien dengan chlamydia uretritis mengeluh adanya
duh tubuh yang jernih dan nyeri pada waktu buang air kecil (dysuria).
Infeksi uretra oleh karena chlamydia ini dapat juga terjadi asimtomatik.
Diagnosis uretritis pada pria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
pewarnaan Gram atau biru methylene dari sedian apus uretra. Bila jumlah
lekosit PMN melebihi 5 pada pembesaran 1000 x merupakan indikasi
uretritis. Perlu diketahui bahwa sampai 25 % pria yang menderita gonore,
diserta infeksi chlamydia. Bila uretritis karena chlamydia tidak diobati
sempurna, infeksi dapat menjalar ke uretra posterio dan
menyebabkan epididimitis dan mungkin prostatitis.

6
2. Proktitis
Chlamydia trachomatis dapat menyebabkan proktitis terutama pada pria
homoseks. Keluhan penderita ringan dimana dapat ditemukan cairan mukus
dari rektum dan tanda-tanda iritasi, berupa nyeri pada rektum dan
perdarahan.
3. Epididimitis
Sering kali disebabkan oleh C. trachomatis, yang dapat diisolasi dari uretra
atau dari aspirasi epididimis. Dari hasil penelitian terakhir mengatakan
bahwa C. Trachomatis merupakan penyebab utama epididimitis pada pria
kurang dari 35 tahun (sekitar 70 - 90 %).
Secara klinis, chlamydial epididimitis dijumpai berupa nyeri dan
pembengkakan scrotum yang unilateral dan biasanya berhubungan dengan
chlamydial uretritis , walaupun uretritisnya asimptomatik.
4. Prostatitis
Setengah dari pria dengan prostatitis, sebelumnya dimulai dengan gonore
atau uretritis non gonore. Infeksi C. trachomatis pada prostat dan epididimis
pada umumnya merupakan penyebab infertilitas pada pria.
5. Sindroma Reiter
Suatu sindroma yang terdiri dari tiga gejala yaitu : artritis, uretritis
dan konjungtivitis, yang dikaitkan dengan infeksi genital oleh C.
trachomatis. Hal ini disokong dengan ditemukannya “Badan Elementer”
dari C. trachomatis pada sendi penderita dengan menggunakan teknik Direct
Immunofluerescence.

Infeksi pada Wanita


Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C. trachomatis di daerah
genital ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau nyeri pada
waktu buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas.
Pada penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan
gejala-gejala infeksi traktus urinarius 10 % ditemukan carier C. trachomatis.

7
Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah :
- Usia muda, kurang dari 25 tahun
- Mitra seksual dengan uretritis
- Multi mitra seksual
- Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan
- Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen
- Memakai kontra sepsi “non barier” atau tanpa kontrasepsi.

1. Servisitis
Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak
ada gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis
dan servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh
yang mukopurulen dan serviks yang ektopi.
Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi
serviks, prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak
ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan
yang tidak ektopi. Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko
infeksi chlamydia trachomatis pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral
dapat menyebabkan ektopi serviks.
2. Endometritis
Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke
endometrium sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara
lain menorrhagia dan nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan
laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrium.
3. Salfingitis (PID)
Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden
sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba
(terjadi tuba scarring). Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan
ektopik.

8
4. Perihepatitis (Fitz - Hugh - Curtis Syndrome)
Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke
tuba dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari
penyebaran ini menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang
berdekan sehingga menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak
diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal.

D. Patofisiologi
Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan sel – sel
yang hidup untuk bermultiplikasi. Kromosom bakteri klamidia terdiri dari
kurang lebih 1 juta pasangan basa dan memiliki kapasitas untuk mengkodekan
lebih dari 600 protein. Ada 18 serotipe dari klamidia trakomatis yang
teridentifikasi. Serotipe D - K merupakan penyebab infeksi menular seksual
dan infeksi neonatal. Tidak ditemukan bukti kuat bahwa sindroma genital
spesifik atau manifestasi klinis, seperti PID, disebabkan oleh serotipe yang
spesifik. Siklus sel dari klamidia berbeda dari bakteria yamg lain. Endositosis
membuat terjadinya formasi inklusi intraselular yang terikat membran.
Kemampuan dari klamidia untuk merubah dari fase istirahat ke fase replikasi,
bentuk infeksius dalam sel penjamu yang meningkatkan kesulitan dalam
mengeliminasi mikroba ini. Masih banyak yang belum dapat dimengerti
mengenai mekanisme spesifik kejadian dalam membran, perlekatan,
endositosis, multiplikasi dari organisme dalam sel, tansformasi dari metabolik
inaktif badan retikulat (RB) ke metabolik aktif replikatif badan elementer (EB),
dan ekspresi dari antigen Klamidia yang berbeda selama siklus sel.
Klamidia trakomatis memiliki genom yang sangat kecil, tetapi itu bukan
berarti klamidia tidak memiliki siklus perkembangan hidup yang kompleks,
siklus ini terdiri dari dua bentuk: EB, yang di disain untuk dapat bertahan
diluar sel manusia dan untuk menginfeksi sel manusia yang baru, dan RB yang
lebih rentan sebagai bentuk pembelahan diri bakteria ini. Bagian dalam dari sel
manusia ini sangat kaya akan nutrisi, sehingga RB tidak perlu membuat banyak
asam amino dan komponen-komponen lain yang biasanya dibutuhkan sel-sel

9
yang hidup bebas. Meskipun klamidia trakomatis memiliki gen yang sedikit
untuk biosintesis asam amino, genom-genonmya memiliki gen-gen untuk
beberapa jalur pembangkit energi, termasuk glikolisis, dan jalur pentose
phosphate. Pada awalnya, diyakini bahwa klamidia trakomatis adalah suatu
parasit adenosine triphosphate (ATP) yang tidak memiliki ATP dan harus
mendapatkannya dari sel penjamu. Ternyata hal ini telah diketahui salah,
terutama untuk klamidia trakomatis. Spesies lain dari klamidia mungkin parasit
ATP, berdasarkan dari kurangnya gen untuk biosintesis energi.
Meskipun klamidia memiliki sitoplasmik tipe gram negatif dan membran
luar, baik EB maupun RB tidak memiliki peptidoglikan. Bagaimana bakteria
ini menghindari lisis? RB mungkin dilindungi dalam beberapa hal dengan
adanya osmolaritas yang tinggi dari bagian dalam sel manusia. EB
bagaimanapun, harus beradaptasi dengan kondisi osmolaritas yang rendah
diluar sel penjamu. Jawaban dari pertanyaan kenapa EB resisten terhadap lisis
tampaknya karena membran EB memiliki protein dengan persilangan multipel
disulfida. Ini termasuk protein yang dinamakan major outer membrane protein
(MOMP), polymorphic outer membrane protein (POMP), dan cysteine-rich
proteins (CRP).
Pada siklus perkembangan klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa
kedalam endosome dari sel penjamu, kemudian endosome melebur, dan badan
elementer berdifferensiasi menjadi Badan Retikulat (RB), Badan retikulat
bereplikasidan menyebabkan membrane endoplasmik membesar sampai
mengisi hampir semua rongga sitoplasma,Badan Retikulat berubah menjadi
badan elementer. Membran endoplasmic akan ruptur dan melepas badan
elementer kedalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membran
sitoplasma penjamu, dan badan elementer akan dikeluarkan ke lingkungan
bebas.
Infeksi klamidia merupakan suatu komplikasi inflamasi jangka panjang
dari infeksi ascending klamidia yang menyebabkan terbentuknya jaringan parut
pada tuba. Banyak peneliti yang menemukan adanya organisme ini pada tuba
falopii setelah berbulan-bulan atau bertahun-bertahun setelah infeksi yang

10
pertama. Belum dapat dimengerti bagaimana mekanisme yang menjelaskan
kenapa klamidia trakomatis menjadi persisten. Dibawah ini dijelaskan
mengenai mekanisme evasi imun dari klamidia trakomatis.
Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa
penelitian in vitro diperkirakan dapat diakibatkan oleh :
1. Badan elementer klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang
terinfeksi menularkan ke perempuan pasangan seksualnya. Pertahanan
diluar sel pejamu dengan adanya protein permukaan seperti MOMP dan
protein membran yang bersifat polimorfik, akan mencegah terjadinya
deteksi oleh antibodi. Pertahanan didalam sel pejamu dengan cara replikasi
terjadi pada badan inklusi sehingga membatasi paparan terhadap antibodi,
inhibisi pelepasan sitokrom-C di mitokondria yang dibutuhkan untuk
apoptosis yang dimediasi oleh kaspase 9 sehingga menghambat apoptosis
dari sel pejamu yang terinfeksi. Selain itu adanya tyrosyl radical site pada
ribonukleotida reduktase bakteri kemungkinan berperan pada peningkatan
resistensi terhadap nitric oxide. Sekresi tumor necrosis factor (TNF) oleh
makrofag yang terinfeksi klamidia trakomatis merangsang apoptosis dari sel
T yang teraktivasi. Begitu pula sekresi dari klamidia trakomatis protease di
sitoplasma menghancurkan faktor tanskripsi yang dibutuhkan untuk
transkripsi dari major histocompability complex (MHC) yang menghambat
interferon-γ (IFN-γ) merangsang ekspresi molekul MHC kelas I dan II.
Klamidia trakomatis memiliki kemampuan untuk tetap berada dalam bentuk
intaselular, yang dapat disebabkan akibat pemberian antibiotika, defisiensi
nutrisi atau sitokin (seperti IFN-γ) atau setelah infeksi pada monosit.
Adanya ekspresi dari gen yang mengkode triptofan sintase dan represor,
menghambat efek IFN-γ.
2. Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel pada
tuba falopii.
3. Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai
untuk bereplikasi.

11
4. Jalur apoptosis dihambat, yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat
bertahan.
5. Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka
badan elementer tersebut akan terlepas dari sel epitel dan menginfeksi sel
disebelahnya.
6. Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa
diproduksinya IFN-γ, TNF-α dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
7. Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat
replikasi intraseluler dari badan retikulat.
8. Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam
bentuk intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat
destrruksif. Pada bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang
dapat menyebabkan respon inflamasi.
9. Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu maka
aktivasi sistem imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10. Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel
baru dan persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60
menyebabkan pembentukkan jaringan parut dan merusak patensi tuba
falopii.

Klamidia yang menginfeksi makrofag juga merangsang apoptosis dari sel


imun yang tidak terinfeksi seperti sel T yang meningkatkan perkembangan
infeksi persisten. Perfettini, dkk. (2002) menemukan dari penelitian pada tikus
bahwa IFN-γ berperan pada patogenesis infeksi klamidia persisten dengan
mencegah apoptosis dari sel yang terinfeksi. Disamping secara langsung
mencegah apoptosis, IFN-γ juga merangsang adanya efek anti apoptosis. Dean
dan Powers (2001) mengemukakan bahwa inhibisi dari apoptosis sel pejamu
mengakibatkan Klamidia mampu membentuk infeksi persisten dan IFN- γ dan
interleukin-10 (IL-10) membantu perkembangan dari klamidia dengan
peningkatan ekspresi dari CHSP60 yang mendukung proses inflamasi.
Perbedaan ekspresi MOMP dan CHSP60 selama perkembangan klamidia yang

12
normal maupun yang mengalami perubahan telah diketahui sejak lama, namun
makna sebenarnya dari keseimbangan ini dalam infeksi klamidia persisten
tidak diketahui.

Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral,


vaginal, servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar dari
lokasi awalnya dan menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii, ovarium, rongga
abdomen dan kelenjar pada daerah vulva pada wanita dan testis pada pria. Bayi
baru lahir melalui persalinan normal dari ibu yang terinfeksi memiliki risiko
yang tinggi untuk menderita konjungtivitis klamidia atau pneumonia. Infeksi
klamidia trakomatis biasanya menular melalui aktifitas seksual dan dapat
menular secara vertikal, yang kemudian menyebabkan konjungtivitis dan
pneumonia pada bayi baru lahir. Jika tidak diobati, penyakit kelamin ini dapat
berkembang menjadi epididimitis pada pria dan penyakit infeksi saluran genital
bagian atas pada wanita. Pria yang terinfeksi memiliki kemungkinan untuk
menularkan sekitar 25% melalui hubungan seksual ke wanita yang sehat.
Angka penularan dari ibu yang terinfeksi ke bayi baru lahir adalah 50% yang
mengakibatkan konjungtivitis atau pneumonia (l0 - 20%).

E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi dari infeksi klamidia adalah 7-12 hari, masa klinis klamidia
sampai muncul gejala adalah 1-3 minggu. Sekitar 25 % pada pria dan sebagian
besar pada wanita bersifat asimtomatis. Masa laten timbul 2-14 hari setelah
infeksi. Hampir sama dengan N gonorrhea masa inkubasinya 0 - 2 minggu,
sehingga menjadi diagnosis banding dari klamidia untuk terjadinya
konjungtivitis pada bayi baru lahir. Jika sudah terinfeksi penderita dapat
mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun tanpa
mengetahuinya.
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa
sindroma urethral akut (uretritis), bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital
bagian atas (endometritis, salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul),
dan perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-Curtis)atau peradangan pada kapsul

13
hati. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang
biasanya didahului dengan penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari
lokasi infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran genital bagian bawah dapat
menyebabkan disuria, duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital.
Pada saluran genital bagian atas (endometritis, atau salphingitis, kehamilan
ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti perdarahan rahim yang tidak teratur
dan abdominal atau pelvic discomfort.
Fitz-Hugh Curtis sindrom merupakan kumpulan gejala yang ditandai
denga rasa nyeri di daerah abdomen kanan atas terkadang disertai demam dan
rasa mual. Pada beberapa kasus sering didapatkan tanpa gejala. Sebagian besar
diawali dengan penyakit radang panggul dan biasanya telah berlangsung
kronis. Penyebaran infeksi ke atas dapat melalui aliran darah, kelenjar limfa
maupun secara langsung. Namun hingga saat ini belum diketahui penyebab
secara pasti mengapa perlekatan terjadi di hepar. Pada pencitraan laparoskopi
didapatkan perlekatan antara kapsula glison hepar dengan dinding peritonial
anterior atau dinding diafragma.
Menurut Houry DE (2004) apabila pada wanita didapatkan :
- Adanya riwayat penyakit menular seksual
- Disuria
- Adanya keluar cairan mukopurulen dari uretra
- Keluarnya cairan serviks atau vagina yang mukopurulen
- Pergerakan serviks yang terbatas
- Tegang pada bagian adneksa
- Tegang dibagian perut bawah
- Tegang dibagian perut kwadran kanan atas
- Keluarnya cairan mukopurulen dari rektum.

F. Penunjang Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik,
infeksi klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea karena gejala dari kedua
penyakit ini sama dan penyakit ini dapat timbul bersamaan meskipun jarang.

14
Cara yang paling dipercaya untuk mengetahui infeksi klamidia adalah melalui
pemeriksaan laboratorium.
Pada prinsipnya, penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis sama
seperti infeksi mikroorganisme lainnya, tetapi karena gejala serta gambaran
klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel, deteksi antigen,
deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah kultur
dari swab yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada pria.Ini
merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai
metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan
80-90% dan spesifitasnya 100%, dibiakkan pada sel-sel Mc.coy yaitu sel-sel
fibroblas tikus (L-cel). Tetapi hambatan dari metode pemeriksaan kultur ini
adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama, dan berkembangnya tes non
cultured based. Namun tes non cultured - based, termasuk tes deteksi antigen
dan nonamplfied nucleic acid hybridization seperti Direct Fluoresent Antibodi
(DFA), dengan tehnik ini Clamidia bebas ekstra seluler yang disebut badan
elementer (BE) dapat ditemukan. Cara ini tidak dapat membedakan antara
organisme mati atau hidup. Mempunyai kemampuan terbatas karena kegagalan
untuk mendeteksi beberapa bagian penting dari infeksi klamidia, tetapi
memiliki keuntungan tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya
dapat diketahui dalam 30 menit.
Pemeriksaan yang lebih baru dan mendeteksi DNA atau RNA spesifik
terhadap klamidia trakomatis (termasuk PCR, ligase chain reaction, dan RNA
transcription - mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi pertama
tes non culture based. Sensitifitasnya kurang dibandingkan dengan metode
kultur yaitu 70-80% dan spesifitasnya 99%. Sensitifitas sedikit lebih rendah
ketika tes yang baru ini digunakan pada spesimen urin dibandingkan pada
specimen endoserviks.
Infeksi klamidia trachomatis dapat dideteksi melalui pemeriksaan
laboratorium dengan memeriksa antibodi Ig G anti chlamydia trachomatis

15
dalam serum secara ELISA. Cara ini memiliki efektifitas yang cukup baik,
tidak invasif dan memerlukan biaya yang lebih sedikit.
Pemeriksaan serologi untuk mendiagnosa infeksi klamidia sekarang ini
dilakukan secara rutin sebagi alat pendeteksi tidak invasif yang dapat
mengindentifikasi infeksi akut dan kronis. Infeksi awal klamidia terlihat dari
dominasi respon IgM (muncul dalam 2-4 minggu) diikuti IgG dan IgA ( 6-8
minggu). Pada fase akut infeksi chlamydia antibodi IgM biasanya menghilang
dalam 2-6 bulan, diikuti peningkatan antobodi IgG yang naik secara cepat dan
menurun secara lambat ketika antibodi IgA muncul secara cepat. Antibodi IgM
digunakan sebagai indikasi adanya infeksi akut, antibodi IgA sebagai pertanda
infeksi kronis, dimana akan menurun ke titer terendah ketika pengobatan
adekuat diberikan. Reinfeksi ditandai dengan peningkatan secara cepat titer
antibodi IgG dan tidak didapatkan IgM. Peningkatan 4 kali dari batas normal
nilai antibodi IgG mengindikasikan pasien infeksi kronis yang berkelanjutan
ataupun infeksi sistemik. Infeksi akut: titer Ig M >1 dan atau peningkatan 4 kali
lipat atau penurunan titer Ig G, Infeksi Kronis : titer Ig Gtetap tinggi > 1:256.
Pada laboratorium dengan fasilitas terbatas, sebagai pedoman infeksi
klamidia trakomatis pada pria memberi gejala berupa sekret uretra seropurulen
atau mukopurulen serta ditemukan sel PMN > 5 perlapangan pandang dan
tidak ditemukan diplokokus gram negatif intra atau eksra seluler pada
pemeriksaan hapusan sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya sekret
serviks seropurulen atau mukopurulen dan sel PMN > 30 perlapangan pandang
serta tidak ditemukan kuman diplokokus gram negatif intra ataupun ekstra
seluler pada sediaan hapusan.
Bila telah dicurigai terjadi oklusi dapat ditegakan melalui pemeriksaan
HSG atau laparoskopi Kedua pemeriksaan ini merupakan dua metode klasik
yang digunakan untuk mengevaluasi kepatenan tuba pada wanita infertil, dan
dengan mengabungkan hasil pemeriksaan keduanya akan lebih akurat
dibandingkan dengan pemeriksaan salah satunya. Karena baik HSG maupun
laraskopi memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. HSG dapat
digunakan untuk mengambarkan keadaan rongga uterus dan sekaligus memiliki

16
efek terapi dengan cara membebaskan lubang tuba bagian dalam dari oklusi
melalui penyuntikan kontras. Laparoskopi menggambarkan keadan rongga
secara lebih detail dan mendapatkan gambaran anatomi pinggul dengan lebih
menyeluruh, seperti adanya perlengketan, endometriosis dan kelainan pada
ovarium, dimana hal ini tidak dapat dilakukan dengan HSG. HSG dapat
dilakukan pada pasien rawat jalan, sehingga menghasilkan biaya yang lebih
sedikit dibandingkan laparskopi, namun kurang nyaman dan menimbulkan
keram serta nyeri, dan melibatkan paparan terhadap radiasi, risiko infeksi yang
dapat berkomplikasi pada infertilitas yang lebih lanjut. Laparoskopi merupakan
tindakan yang lebih invasif, biasanya memerlukan bius total, dan tidak dapat
mengambarkan bentuk kavum uteri secara menyeluruh, juga risiko paska
pembedahan lainnya. Sonohysterosalpingography memiliki kesamaan dengan
HSG, namun mengunakan USG dan mengunakan larutan salin steril, sehingga
tidak mengunakan media kontras, namun cara ini masih sedikit digunakan
dalam evaluasi faktor tuba. Tes antibodi chlamydia merupakan metode
pemeriksaan faktor tuba yang paling tidak invasif dan dengan biaya yang lebih
rendah. Sehingga tes ini banyak digunakan sebagi evaluasi primer kasus infertil
faktor tuba, bagi pasien yang menolak untuk dilakukan laparoskopi.
Pemeriksaan HSG paling baik dilakukan selama hari ke 2-5 setelah akhir
dari menstruasi, ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko infeksi,
menghindari interfensi dari darah dan bekuan darah dari dalam uterus, serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kehamilan saat dilakukan HSG. Pada
dasarnya HSG tidak membutuhkan persiapan spesifik, meskipun premedikasi
dengan NSAID 30-60 menit sebelum tindakan dapat membantu mengurangi
ketidak nyamanan yang berhubungan dengan tindakan ini, analgetik yang lebih
kuat ataupun sedatif biasanya tidak diperlukan. Risiko infeksi pada HSG relaif
jarang terjadi, bahkan pada wanita yang berisiko tinggi sekalipun, namun
pemberian antibiotik pencegahan dilakukan secara rutin untuk mencegah
infeksi paska tindakan. Terapi pencegahan dengan antibiotika (doksisiklin 100
mg dua kali sehari selama 5 hari,dimulai 1-2 hari sebelum HSG) diberikan

17
pada pasien yang diduga kuat memiliki infeksi, dan juga pada pasien yang
terbukti memilki obstruksi tuba sehingga dapat mencegah infeksi klinis.
Rata-rata HSG hanya memerlukan 20-30 detik untuk flouroskopi dan
dengan paparan radiasi minimal. Tambahan gambaran oblik mungkin
diperlukan ketika obstruksi pada uterus maupun tuba tampak tidak normal.
Selain indikasi tersebut tidak diperlukan tambahan gambaran, karena dapat
meningkatkan paparan radiasi dan tidak diikuti dengan bertambahnya
informasi yang didapatkan. Pada masa mendatang dengan semakin
berkembangnya teknik penyuntikan kontras dan pengambilan gambar maka
didapatkan waktu flouroskopi yang lebih singkat, lebih sedikit volume kontras
yang digunakan, lebih sedikit nyeri yang terjadi,dan lebih mudah untuk
dilakukan. Penyuntikan kontras secara perlahan dapat membantu mengurangi
nyeri yang berhubungan dengan HSG.
HSG dapat menghasilkan patensi tuba bilateral maupun unilateral pada
oklusi tuba. Baik positif palsu maupun negatif palsu dapat terjadi, dan semakin
kedepan angka kejadiannya semakin tinggi. Penyuntikan kontras pada HSG
dapat menyebabkan kontraksi uterus yang secara singkat menutupi segmen
interstisial dan mencegah perfusi distal (cornual spasme), dan dapat disalah
artikan sebagai oklusi tuba proksimal,sehingga terjadi negatif palsu. Positif
palsu juga dapat terjadi seperti ketika kontras memasuki dilatasi hidrosalping
yang luas, sehingga kontras terdilusi dan tampak sebagai percikan yang disalah
artikan sebagai tuba yang paten.
Dibandingkan dengan laparoskopi sebagai metode baku emas patensi tuba,
HSG hanya memiliki sensitifitas sedang, tetapi memiliki spesifiktifitas yang
cukup tinggi. Implikasi klinis ketika hasil HSG dinyatakan terjadi obstruksi
besar kemungkinan (kurang lebih 60%) tuba tersebut terbuka, tetapi ketika
hasil HCG menyatakan tuba itu terbuka kecil kemungkinan terjadi oklusi
(kurang lebih 5%). Namun demikian hasil HSG dapat dinterpertasikan berbeda
antara satu pembaca dengan pembaca lainnya. Sehingga diperlukan
kebijaksanaan pada pembaca HSG untuk merekomendasikan pemeriksaan
tambahan maupun terapi dari hasil pembacaan pada dokter pemberi terapi yang

18
tidak melakukan HSG secara langsung. Kemungkinan terapi untuk
membuahkan kehamilan pada HSG sangat tinggi jika didapatkan kedua tuba
panten, dan menjadi sangat rendah ketika tidak satupun tuba didapati paten,
dan sedikit berkurang ketika hanya satu tuba yang terbuka. Hal ini dapat
dijadikan pertimbangan apakah diperlukan laparaskopi sebelum memulai terapi
infertilitas.

G. Transmisi Penyakit Klamidia


Klamidia merupakan salah satu jenis penyakit yang ditimbulkan akibat
perilaku seks bebas sehingga penularannya sangat mudah untuk dilakukan
lewat hubungan seksual seperti vaginal, oral, dan anal.
Penyakit klamidia tidak memandang gender, penyakit klamidia ini bisa
menyerang pria juga wanita. Penyakit kalmidia bisa menyebabkan gangguan
pada saluran air seni, leher rahim, jalur pelepasan dubur, tenggorokan dan
mata. Penyakit kalmidia akan menunjukkan reaksinya sekitar 2-14 hari setelah
terinfeksi. Pada wanita reaksi yang umum terjadi adalah kejang pada perut
bagian bawah, perubahan jadwal haid, juga sakit saat buang air kecil. Penderita
bisa mengidap penyakit ini selama berbulan-bulan bahkan tahunan tanpa
pernah tahu mengidap penyakit berbahay ini. Penyakit ini bisa menyerang baik
laki-laki maupun perempuan semua usia, terutama dewasa muda.

H. Pengobatan
1. Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak lama
untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C trachomatis. Dapat diberikan
dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selam 14
hari. Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis
2 x 100 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan
merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya lebih mudah dan
dosisnya lebih kecil 9,11.

19
2. Azithromisin
Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan
sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal 1 gram sekali minum.
Regimen alternatif dapat diberikan :
- Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama
14 hari.
- Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari
Regimen untuk wanita hamil :
- Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari
Terapi yang biasanya digunakan adalah :
- Antibiotika, minum obat secara teratur
- Partner seksualnya juga harus diobati
Obat-obat antibiotik :
- Doksisiklin 2 x 100 mg selama 1 minggu atau lebih
- Tetrasiklin 4 x 500 mg selama 1 minggu atau lebih
- Eritromisin 4 x 500 mg selama 1 minggu atau lebih
- Azitromisin 1 gram dosis tunggal

I. Pencegahan
Pencegahan penyakit klamidia menurut WHO :
1. Pencegahan
a. Penyuluhan kesehatan dan pendidikan seks : sama seperti sifilis dengan
penekanan pada penggunaan kondom ketika melakukan hubungan
seksual dengan wanita bukan pasangannya.
b. Pemeriksaan pada remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan
secara rutin. Pemeriksaan perlu juga dilakukan terhadap wanita dewasa
usia dibawah 25 tahun, terhadap mereka yang mempunyai pasangan baru
terhadap mereka yang mempunyai beberapa pasangan seksual dan atau
yang tidak konsisten menggunakan alat kontrasepsi. Tes terbaru untuk
infeksi trachomatis dapat digunakan untuk memeriksa remaja dan pria
dewasa muda dengan spesimen urin.

20
2. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
a. Laporan pada instansi kesehatan setempat, laporan kasus wajib dilakukan
dibanyak negara bagian di AS, kelas 2B
b. Isolasi : tindakan kewaspadaan universal, bisa diterapkan untuk pasien
rumah sakit. pemberian terapi antibiotika yang tepat menjamin discharge
tidak infektif, penderita sebaiknya menghindari hubungan seksual hingga
kasus indeks, penderita atau pasangannya telah selesai diberi pengobatan
yang lengkap.
c. Disinfeksi serentak
Pembuangan benda-benda yang terkontaminasi dengan discharge uretra
dan vagina, harus ditangani dengan seksama.
d. Karantina : tidak dilakukan
e. Imunisasi kontak : tidak dilakukan
f. Investigasi kontak dan sumber infeksi
Pengobatan profilaktik diberikan terhadap pasangan seks lain dari
penderita, dan pengobatan yang sama diberikan kepada pasangan tetap.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi dan belum mendapat
pengobatan sistemik, foto thorax perlu diambil pada usia 3 minggu dan
diulang lagi sesudah 12-18 minggu untuk mengetahui adanya pneumonia
klamidia sub klinis.
3. Cara mengurangi resiko
a. Puasa melakukan hubungan seks
b. Batasi partner seksual
c. Gunakan kondom dengan benar
d. Cek kesehatan

Praktek pencegahan penyakit menular seksual antara lain :

a. Pencegahan primer meliputi :


- Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan
orang yang terinfeksi adalah satu-satunya cara yang 100% efektif untuk
pencegahan.

21
- Selalu menggunakan kondom untuk mencegah penularan penyakit
seksual.
- Selalu menjaga kebersihan alat kelamin
- Segera memeriksakan diri serta melakukan konseling ke dokter atau
petugas kesehatan apabila mengalami tanda dan gejala penyakit menular
seksual meliputi : rasa sakit atau nyeri saat kencing atau berhubungan
seksual, rasa nyeri pada perut bagian bawah. Pengeluaran lendir pada
vagina/alat kelamin, keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan
disertai rasa gatal dan kemerahan pada alat kelamin atau sakitnya,
keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal, timbul
bercak-bercak darah setelah berhubungan seks bintil-bintil berisi cairan,
lecet atau borok pada alat kelamin.
b. Pencegahan sekunder, meliputi :
- Adanya siraman rohani yang dilakukan dilokalisasi
- Peningkatan pengetahuan tentang penyakit menular seksual meliputi
penyuluhan dari dinas kesehatan
c. Pencegahan tersier, meliputi :
- Adanya peraturan dari pemerintah tentang larangan prostitusi
- Adanya usaha rehabilitasi dengan pelatihan keterampilan pada wanita
pekerja seksual yang meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja seksual

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang ditularkan melalui
hubungan seks tanpa menggunakan kondom. Penyakit ini bisa menjangkiti pria
dan wanita dalam segala usia. Namun sebagian besar kasus chlamydia dialami
oleh wanita berusia muda yang aktif secara seksual. Penyakit ini bisa
menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih serius jika tidak segera ditangani
dengan tuntas.
Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. Bakteri ini
ditularkan oleh penderita melalui hubungan seksual tanpa menggunakan
kondom. Penularan chlamydia bisa melalui seks oral, anal, vaginal, dan saling
bersentuhannya alat kelamin. Selain itu, chlamydia juga bisa menular melalui
alat bantu seks yang tidak dilapisi dengan kondom atau tidak dicuci sampai
bersih setelah digunakan. Berhubungan seksual dengan banyak orang atau
berganti-ganti pasangan, dapat meningkatkan risiko terjangkit chlamydia.
Pencegahan penyakit klamidia menurut WHO yaitu : melakukan
penyuluhan kesehatan dan pendidikan seks, dan melakukan pemeriksaan pada
remaja putri yang aktif secara seksual harus dilakukan secara rutin. Adapun
cara mengurangi resikonya yaitu puasa melakukan hubungan seks, batasi
partner seksual, gunakan kondom dengan benar, dan cek kesehatan.

B. Saran
Diharapakan dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan bagi
setiap pembaca, khususnya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dan tenaga
kesehatan untuk bisa memberikan masukan dan penyuluhan kepada mereka
yang telah terinfeksi penyakit menular tersebut. Kita tidak perlu menjauhi
mereka, yang seharusnya dilakukan adalah memberi dukungan moral dan
pendidikan kesehatan serta penyuluhan kepada mereka, karena penyakit
klamidia ini masih bisa diobati. Selain itu, memberikan penyuluhan juga

23
kepada para remaja tentang pentingnya menjaga organ reproduksi serta
dampak dan bahayanya jika melakukan seks bebas.

24

Anda mungkin juga menyukai